Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas seminar mata Case Analyze Methode (CAM)
Disusun Oleh :
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhana Wata’ala karena atas karunia-Nya
kami bisa menyelesaikan tugas mata kuliah Case Analyze Methode (CAM) dengan membahas
materi yang berjudul “Nefrotik Sindrom pada Anak” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki.
Kami berterima kasih kepada seluruh pihak yang bersangkutan yang telah mendukung
dan membantu kami atas terselesaikannya makalah ini. Kami menyadari bahwa terdapat banyak
kekurangan dan kelemahan baik dalam penyajian materi, rangkaian maupun bahasa yang
digunakan, karena kami masih dalam tahapan pembelajaran. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga kami dapat berbenah diri dan dapat
memberikan yang terbaik dan menjadi pelajaran untuk kedepannya dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua mahasiswa dan mahasiswi di Stikes ‘Aisyiyah Bandung.
Penulis
Daftar isi
BAB I
A. Pendahuluan
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian
Sindrom Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia, kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi
dan penurunan fungsi ginjal (Nurafif & Kusuma, 2013).
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan
glomelurus terhadap protein plasma menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia,
hyperlipidemia, dan edema (Betz & Sowden, 2009). Sindrom nefrotik merupakan
keadaan klinis yang meliputi proteinuria massif, hipoalbuminemia, hiperlipemia, dan
edema (Wong, 2008).
Berdasarkan pengertian diatas, sindrom nefrotik pada anak merupakan kumpulan
gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria, hipoalbumininemia,
hyperlipidemia yang disertadi edema.
B. Etiologi
Penyebab SN yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya eriologi dibagi
menjadi :
1. Sindrom Nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten
terhadap semua pengobatan. Gejala, edema pada masa neonates. Pernah dicoba
pencangkokan ginjal pada neonates tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan
biasanya pasien meninnggal dalam bulan-bulan psindertama kehidupannya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder, disebabkan oleh;
a. Malaria kuartana atau parasite lainnya
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura, dan anafilaktoid
c. Glomerulonephritis akut atau glomerulonephritis kronik, thrombosis vena renalis
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun otak, air raksa
e. Amioloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom Nefrotik Idiopatik (tidak diketahui sebabnya/atau juga disebut SN Primer).
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop electron, Churg dkk, membagi dalam 4 golongan,
yaitu:
a. Kelainan minimal. Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal,
sedangkan dengan mikroskop electron tampak foot prosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluresensi ternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin
beta-1C pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat
pada anak dari pada orang dewasa, prognosis lebih baik dibandingkan dengan
golongan lain.
b. Nefropati membranosa. Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler
yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak, prognosis
kurang baik.
c. Glomerulus proliferative
Glomerulonephritis proliferative eksudatif difus, terdapat proliferasi sel
mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma
endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering
ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan streptococcus
yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik. Prognosis jarang baik,
tapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang lama.
Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening). Terdapat
proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
Dengan bulan sabit (crescent), didapatkan poliferasi sel mesangial dan
poliferasi sel epitel sampai (kapsular) da visceral. Prognosis buruk.
Glomerulusnefritis membranoproliferatif. Proliferasi sel mesangial dan
penempatan fibrin yang menyerupai membrane basalis di mesangium.
Titer globulin beta-1C atau beta-1A rendah. Prognosis tidak baik
Lain-lain, perubahan polifeasi yang tidak khas.
4. Glomerulosklerosis fokal segmental. Pada kelainan ini yang mencolok sclerosis
glomerulus, sering disertai atrofi tubulus. Prognosis bauruk.
C. Tanda dan Gejala Sindrom Nefrotik
1. Tanda dan Gejala Sindrom Nefrotik Kongenital
a. Gejala pertama berupa edema, asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau
dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
hipoproteinemia, proteinuria massif dan hipercolestrolemia.
b. Gejala klinik yang lain berupa kelainan congenital pada muka seperti hidung
kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya rendah dari normal.
c. Prognosis jelek dan meninggal karena infeksi sekunder atau kegagalan ginjal.
Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan inisecara dini adalah
pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya meninggi.
2. Tanda dan Gejala Sindrom Nefrotik pada Anak
a. Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh yang dapat disertai penurunan jumlah urin.
b. Urin keruh atau jika terdapat hematuria berwarna kemerahan
c. Pada pemeriksaan fisis, ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai
d. Asites dan edema skrotum/labia, terkadang ditemukan hipertensi
e. Pada urinalisis ditemukan proteinuria massif >2+, rasio albumin kreatinin urin >2
dan dapat disertai hematuria
f. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (dL), hiperkolesterolemia
(>200 mg/dL) dan laju endap darah yang meningkat. Kadar ureum dan kreatinin
umunya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
g. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
D. Prognosis
Terapi anti bakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi terapi tidak berdaya
terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal. Penyembuhan
klinik kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun dengan kortikosteroid.
E. Komplikasi
Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan streptococcus, staphylococcus,
bronkopneumonia dan tuberculosis.
F. Gambaran klinis
Edema merupakan gejala klinik yang menonjol, kadang-kadang mecapai 40%
daripada berat badan dan didapatkan anasarka. Pasien sangat rentan terhadap infeksi
sekunder. Selama beberapa minggu mugkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi
ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin sebanyak 10-15 gram/hari. Ini dapat
ditentukan dengan pemeriksaan Esbach. Selama edema masih banyak biasanya produksi
urine berkurang, berat jenis urine meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa torak
hialin, granula, lipoid, terdapat pula sel darah putih dalam urine mungkin dapat
ditemukan pula double refractil bodies. Pada fase non-nefritis uji fungsi ginjal tetap
normal atau meninggi. Dengan perubahan yang progresif diglomerulus terdapat
penurunan fungsi ginjal pada fase nefrotik.
Kimia darah menunjukan hipoalbuminemia. Kadar globulin normal atau meninggi
sehingga terdapat perbandingan albumin-globulin yang terbalik. Didapatkan pula
hiperkolestrolemia kadar fibrogen meninggi sedangkan kadar ureum normal, anak dapat
pula menderita anemia defisiensi besi karena transferrin banyak keluar dengan urine.
Kadang-kadang didapatkan protein bound iodine rendah tanpa adanya hipotiroid. Pada
10% kasus terdapat defisiensi factor IX. Laju endap darah meninggi. Kadar kalsium
dalam darah sering rendah.pada keadaan lanjut kadang-kadang terdapat glukosuria tanpa
hiperglikemia.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Betz & Sowden (2009), Pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Uji urine
a. Urinalis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari), bentuk hialin
dan granular, hematuria.
b. Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah
c. Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria
d. Osmolalitas urine : meningkat
2. Uji darah
a. Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2g/dl)
b. Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450-1000 mg/dl)
c. Kadar trigliserid serum : meningkat
d. Kadar hemoglobin dan hematocrit : meningkat
e. Hitung trombosit : meningkat (mencapai 500.000 – 1.000.000/µl.
3. Uji diagnostic
Biopsy ginjal (tidak dilakukan secara rutin)
H. Penatalaksanaan Medis
Diet, pasien sindrom nifrotik yang semula diberikan diet protein tinggi ialah ¾
g/kg/bb/hari, sekarang dinyatakan tidak sesuai lagi karena menurut penelitian (Kaysen
dkk, 1986)
Pembahasan Kasus
A. Kasus Anak 1
An.F.M, laki-laki usia 4 tahun dengan diagnosis sindroma nefrotik relaps dan
hipoalbuminemia, masuk kerumah sakit dengan keluhan bengkak seluruh badan sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Tidak ada riwayat penyakit serupa sebelumnya
dalam keluarga An.F.M memiliki riwayat imunisasi lengkap.
Saat masuk ruang non infeksi tanggal 16-03-2018, hasil pemeriksaan fisiknya
adalah tekanan darah 100/90 mmHg (hipertensi), frekuensi nafas 26x/menit, nadi
118x/menit (nadi teraba kuat), suhu tubuh per axilla 36,2°C, rata-ratajumlah minum anak
800-1000 cc/hari, terdapat edema palpebral kiri dan kanan, terdapat ascites (lingkar perut
= 58cm), terdapat oedem pitting pada keempat ekstremitas (derajat 2). IWL anak 634,5
cc/24 jam, keseimbangan cairan negative 255 cc/24 jam, diuresis 2,17 cc/kg/jam. BB
anak saat ini 23,5 kg (dipengaruhi oleh edema anasarka), BB sebelum sakit = 20kg
(kesan; overweight), porsi makan dihabiskan, bising usus 10x/menit, lingkar lengan atas
= 16,8 cm.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 15-03-2016, didapatkan nilai
eosinophil=0,6%, neutrophil batang 0,0%, monosit 1,8%, jumlah trombosit=465000/µl,
klorida=110 mmol/L, kalsium= 7 mg/dL, protein total= 3,2 g/dL, albumin= 0,4 g/dL,
kolesterol total= 411 mg/dL, HDL= 33 mg/dL, LDL= 332 mg/dL, trigliserida = 238
mg/dL. Pada tanggal 16-03-2018 didapatkan hasil urin lengkap: a) makroskopis:
kejernihan agak keruh, albumin positif 3, darah samar urin positif 2; b) sedimen:
eritrosit= 39,1/µl, leukosit= 13,7/µl, sel epite= 23,4/µl, bakteri=47,6/µl.
terapi yang diberikan adalah albumin 20% 100 cc, furosemide 2x20 mg, calnic sirup 1x5
ml, metil prednisolone 1x40mg, ranivel (ranitidine) 2x2,5 ml, diet makan lunak 3 kali
1500 kalori dan susu formula 3x, rendah garam II, ekstra putih telur 2x.