Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
MALANG
Oleh:
HERLINDA DWI NINGRUM
105070204111004
1. Trombosis
2. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard infark.
Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup prostetik, vegetasi
katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan
atrial myxoma. Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan
kasus yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat.
KLASIFIKASI
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American
Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan suatu
klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu :
Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan atau tidak
diperlukan.
Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi jaringan
dari kerusakan.
Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan ekstremitas tidak
memungkinkan lagi untuk dilakukan.
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb Iskemik dapat dikategorikan sebagai berikut :
Kelas I : perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada
kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan obat-obatan
pada pemeriksaan doppler signal audible.
Kelas IIa : perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbulklaudikasio
intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan memaksakan
berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah mulai ada kehilangan
sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi
oklusi dan penyebab oklusi.
Kelas IIb : perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan
kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya seperti
revaskularisasi atau embolektomi.
Kelas III : telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf
yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas, kehilangan sensasi
sensorik,kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan yang
dilakukan yaitu amputasi.
Akut Limb Iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi:
1. Onset
a. Acute : kurang dari 14 hari
b. Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari
c. Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari
Severity
3. Incomplit : tidak dapat ditangani
4. Complit : dapat ditangani
5. Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal
Kategori Klinis Iskemik Tungkai dan Lengan Akut
C. Faktor Resiko
Rangkuti (2008) dan Al-Thani et al (2009) mengatakan bahwa beberapa faktor resiko
untuk penyakit arteri perofer dapat diklasifikasikan menjadi faktor resiko tradisional dan
faktor resiko non tradisional
a. Usia
b. Merokok
c. Diabetes Melitus
d. Hiperlipidemia
e. Hipertensi
b. Inflamasi
d. Genetik
e. Hiperkoagulasi
D. Manifestasi
Tanda dan Gejala dari kasus ALI adalah 6 P, yaitu:
1. Pain (nyeri)
2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas),
3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas),
4. Pallor (pucat),
5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi),
6.Perishingly cold/Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).
E. Patofisiologi
Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12 jam
akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler
akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan
penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran
darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang
kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali
resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan
penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan
kritikal (yang kadang kala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis
otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi
untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk
kejadian sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada
keadaan yang sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang
dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya
gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien
telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik
umumnya beretiologi trombosis.
F. Pemeriksaan diagnostic
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
Bandingkan dengan ekstremitas kanan dengan kiri (yang terkena efek ALI
dengan yang normal)
Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan
pada pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala
sebelumnya, pulsasi radialis, dorsalis pedis mungkin normal pada kasus mikro
embolisme yang mengarah pada disrupsi (penghancuran) plak aterosklerotik
atau emboli kolestrol.
Lokasi
Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri
femoralis, namun juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan
bifurkasio aorta.
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-
thtreatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan
pada ekstremitas lebih banyak dipengaruhi oleh otot proximal.
H. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia akut tungkai adalah:
2. Pemeriksaan Tungkai
Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila tergantung).
Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea, tibiabis anterior dan
posterior, dorsalis pedis), yang amat subjektif. Pemeriksaan pulsasi harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan hand-held Doppler.
3. Exercise challange
· Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri pedis dengan
menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. ABPI diperoleh dengan membagi
tekanan darah brakhialis dengan tekanan darah pedis. Angka ABPI normalnya 1,0-1,2;
angka dibawah 0,9 kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8 merupakan batas bawah
range normal. ABPI kurang dari 0,3 menunjukkan adanya iskemia kritikal.
5. Waveform assesment
6. Duplex Imaging
7. Angiografi
Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui pemeriksaan CT-
scan. Penggunaan CT-scan konvensional untuk pencitraan angiografi tidak memuaskan
oleh karena dibutuhkan banyak potongan gambar yang membutuhkan waktu lama
sehingga pencitraan yang dihasilkan berkualitas buruk. Penemuan helical (or spiral) CT-
scan menghasilkan citra 3 dimensi dari pembuluh darah dan dapat memeriksa
keseluruhan panjang pembuluh dalam waktu yang singkat. Citra yang dihasilkan serupa
dengan angiografi biasa hanya dalam 3 dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis
yang lebih baik. Helical CT-scan khususnya berguna dalam pencitraan kelainan
pembuluh darah yang memiliki struktur kompleks seperti dalam kasus-kasus aneurisma
aorta. Helical CT-scan memiliki kerugian yang sama dengan pemeriksaan angiografi
biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal ginjal. Zat kontras pada
CTA diberikan melalui intravena.
Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA; zat
kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila pasien
tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial, misal karena kelainan bilateral atau kelainan
perdarahan. MRA dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup
prostesis metal.
G. Penatalaksanaan medis
a. Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan Acute Limb
Ischaemia, dalam 6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara
menetap, kecuali bila segera direvaskularisasi
b. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli dilakukan pengobatan dengan
warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkan oleh trombus angiografi
dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik.
c. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat kritis,
saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang
akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8 jam,
kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil sampel
laboratorium untuk pemeriksaan hitung jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS
(bila disertai dengan DM), enzim jantung, bekuan darah dan proses pembekuan, dan
penanganannya. Bila memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga
dibutuhkan.
d. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien dalam
kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan
pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk
dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian opium untuk anastesi
jika keluhan nyeri hebat ada.
Terapi :
1. Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
2. Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
3. Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas
4. Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon catheter,
dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan dicabut sehingga
membawa trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi juga dapat dilakukan distal dari
sisi teroklusi, dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat
lain, kebanyakan trombus distal.
5. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan hal yang sangat
penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang diberikan segera dengan
heparin melalui intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat
melawan perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang
bermakna sepanjang prosedur operasi, beberapa keuntungan pheologic telah di klaim untuk
pemberian larutan hipertonik seperti manitol.
6. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia. Keadaan yang
hiperkalemia seringkali menjadi respon terhadap pemberian terapi glukosa, insulin
dan cairan pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi dengan pemberian sodium
bicarbonate secara bijaksana.
7. Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk embolektomi atau tindakan
rekonstruksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non pembedahan pada iskemia akut
dari episode emboli atau trombolitik dapat dilakukan dengan streptokinase atau urokinase.
8. Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk meminimalisasikan
penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena resiko
kehilangan anggota gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia akut yang lama. Pada
suatu penelitian angka amputasi ditemukan meningkat terhadap interval antara onset dari
akut limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12% dalam 13-24 jam, 20 %
setelah >24 jam). Hal inilah yang menyebabkan untuk mengeliminer segala pemeriksaan
yang tidak esensial terhadap kebutuhan intervensi.
9. Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi tingkat
morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak menggunakan antikoagulan) dan
merupakan bagian dari keseluruhan strategi terapi pada pasien. Hal ini bukan hanya
membantu mencegah terbentuknya bekuan darah. Namun,pada kasus embolisme arterial
juga amitigasi melawan embolus lain
H. Asuhan Keperawatan
KASUS :
Pasien tn. AZ berusia 20 tahun, dirawat ruang perawatan jantung RS harpan kita. Pasien
mengeluh nyeri pada daerah paha kaki kanannnya sejak 2 hari yang lalu, pasien mengatan sulit
untuk berjalan atau ke kamar mandi karena sakit. Dari anamnesa, pasien sudah dirawat dengan
VSD lama dan direncanakan untuk operasi tetapi masih nunggu giliran. Pada pengkajian,
pulsasi arteri femoralis teraba sangat lemah dan ada sedikit benjolan pada area tersebut.
Perabaan pada dorsalis juga sangat lemah bahkan hampir tidak teraba dibandingkan kaki
sebelahnya. Kaki mulai pucat dan di dingin. Pemeriksaan duplex sonography fermolaris
menunjukan acut limb ischemic stadium 1.
Pengkajian :
Keluhan utama :
Pasien mengeluh nyeri pada daerah paha kaki kanannnya sejak 2 hari yang lalu, pasien
mengatan sulit untuk berjalan atau ke kamar mandi karena sakit.
Saat pengkajian :
Pada pengkajian, pulsasi arteri femoralis teraba sangat lemah dan ada sedikit benjolan pada
area tersebut. Perabaan pada dorsalis juga sangat lemah bahkan hampir tidak teraba
dibandingkan kaki sebelahnya. Kaki mulai pucat dan di dingin. Pemeriksaan duplex sonography
fermolaris menunjukan acut limb ischemic stadium 1.
Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
Klien mengatakan nyeri pada daerah paha Pasien sudah dirawat dengan VSD lama
kaki kanannya sejak 2 hari yang lalu dan direncanakan untuk operasi tetapi masih
Klien mengatakan sulit untuk berjalan atau menunggu giliran
kekamar mandi karena sakitnya Pulsasi arteri femolaris teraba sangat
lemah dan ada sedikit penonjolan pada area
Data tambahan : tersebut
Perabaan pada dorsalis pedis sangat
lemah bahkan hampir tidak teraba disbanding
kaki sebelahnya
Kaki mulai pucat dan dingin
Pemeriksaan dopplex sonography
femolaris menunjukan acut limb ischemic
stadum 1
Data tambahan :
Klien tampak kehilangan sensori motorik
pada ekstremitas
Skala nyeri 7-9
Analisa Data
No Data focus Masalah keperawatan Etiologi
.
1 Ds 1 : Ketidaknyamanan Penurunan sirkulasi
Klien mengatakan nyeri pada daerah nyeri ( akut ) arteri
paha kaki kanannya sejak 2 hari yang
lalu
Do 1 :
Terdapat sedikit penonjolan pada
area arteri pemoralis
Pulsasi arteri pemolaris teraba
sangat lemah
Skala nyeri hebat ( 7-9 )
Do 3 :
Kaki mulai pucat dan dingin
Klien tampak kehilangan sensori
motorik pada ekstremitas
Diagnosa
No Diagnosa Tanggal ditemukan Tanggal teratasi Paraf
.
1 Ketidaknyamanan nyeri ( akut ) bd 12 april 2013 14 april 2013
penurunan sirkulasi arteri dd nyeri
pada daerah paha kanannya sejak 2
hari yang lalu
D. Intervensi
No No. Tujuan dan KH Intervensi Rasional Paraf
. Dx
1 1 Tujuan : Mandiri : Mandiri :
Setelah dilakukan 1. Pantau TTV 1. Mengetahui
tindakan 2. Kaji derajat perubahan kondisi
keperawatan 2 x 24 kitaknyamanan nyeri, klien
jam masalah nyeri catat perilaku 2. Derajat nyeri secara
dapat teratasi melindungi ekstremitas langsung
palpasi kaki dengan berhubungan sdengan
Kh : hati-hati luasnya kekurangan
Rasa nyeri 3. Pertahankan tirah sirkulasi, proses
berkurang baring selama fase akut inflamsi, derajat
Arteri femolaris4. Tingkatkan hipoksia, dan edema
tidak lemah ekstremitas yang sakit luas sehubungan
Tidak ada 5. Dorong klien untuk dengan terbentuknya
penonjolan pada sering mengubah posisi thrombus
arteri femolaris 3. Penurunan
Kolaborasi : ketidaknyamanan
1. Berikan obat sesuai ehubungan dengan
indikasi ( analgesic ) traksi otot dan
2. Lakukan kompres gerakan
panas pada ekstremitas4. Mendorong aliran
sesuai indikasi balik vena untuk
memudahkan
sirkulasi, menurunkan
sirkulasi pembentukan
statis/edema
5. Mencegah
kelemahan otot,
membantu
meminimalkan
spasme otot
Kolaborasi :
1. Analgesic untuk
mengurangi rasa nyeri
dan menurunkan
tegangnya otot
2. Penyebab
vasodilatasi yang
meningkatkan
sirkulasi, merilekskan
otot
Kolaborasi :
1. Dapat diberikan
untuk meningkatkan
vasolidatasi dan aliran
balik vena dan
perbaikan edema
lokal
3 3 Tujuan : Mandiri : Mandiri :
Setelah dilakukan 1. Monitor keterbatasan1. Merencanakan
tidakan asuhan aktivitas, kelemahan intervensi dengan
keperawatan saat aktivitas tepat
2x24jam masalah 2. Bantu klien dalam 2. Klien dapat memilih
intoleransi aktivitas melakukan aktivitas dan merencanakan
teratasi sendiri sendiri
KH: 3. Catat TTV sebelum 3. Mengkaji sejauh
Klien bisa dan sesudah aktivitas mana pembedaan
berjalan seperti 4. Lakukan istirahat yang peningkatkan selama
semula adekuat setelah latihan aktivitas
Paha kiri klien dan aktivitas 4. Membantu
tidak terasa nyeri 5. Berikan pendidikan mengembalikan
kesehatan tentang : energy
-perubahan gaya hidup5. Meningkatkan
untuk menyimpan pengetahuan dalam
energy perawatan diri
-penggunaan alat abntu
pergerakan Kolaborasi :
1. Meningkatkan kerja
Kolaborasi : sama tim dan
1. Kolaborasi dengan perawatan holistic
dokter dan fisioterapi 2. Metabolism
2. Berikan dioet yang membutuhkan energy
adekuat dengan
kolaborasi ahli diet
IMPLEMENTASI
No No Implementasi Hasil Paraf
. .
Dx
1 1 1. Pantau TTV 1. TD = 120 / 80 mmHg
2. Kaji derajat kitaknyamanan nyeri, N = 60 – 100 X/menit
catat perilaku melindungi RR = 12-24 X/menit
ekstremitas palpasi kaki dengan S = 35-36 C
hati-hati 2. Rasa nyeri hilang
3. Pertahankan tirah baring selama3. Klien dapat empertahankan
fase akut posisi tirah baring
4. Dorong klien untuk sering 4. Klien tidak merasa lemah
mengubah posisi
EVALUASI
No Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf
.
1 Ketidaknyamanan nyeri ( akut ) S=
bd penurunan sirkulasi arteri dd Klien mengatakan “ sudah
nyeri pada daerah paha tidak nyeri pada daerah paha
kanannya sejak 2 hari yang lalu kaki kanannya ”
O=
penonjolan pada area arteri
pemoralissudah tidak ada
tidak terdapat nyeri tekan
A = Masalah Teratasi
P = Intervensi Dihentikan
2 Ketidakefektifan perfusi S=
jaringan bd penurunan aliran Klien mengatakan “ sudah
darah dd Pulsasi arteri tidak nyeri pada daerah paha
femolaris teraba sangat lemah, kaki kanannya ”
Perabaan pada dorsalis juga O=
sangat lemah bahkan hampir Pulsasi arteri
tidak teraba dibanding femolaris sudah teraba
sebelahnya A = Masalah Teratasi
P = Intervensi Dihentikan
A. Definisi
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya jumlah sel darah merah dan
kadar Hb dan Ht di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000).
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin atau jumlah eritrosit
lebih rendah dari keadaan normal yaitu bila Hb berkurang dari 14 g/dl dan hematokrit
kurang dari 41% pada pria atau Hb kurang dari 12 g/dl dan hematokrit kurang dari 37%
pada wanita. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000, hal. 547).
Klasifikasi anemia :
Adalah keadaan dimana kandungan besi tubuh total turun di bawah tingkat
normal (dewasa pria : 13,5-18 g/dl; wanita : 12-16 g/dl). Besi diperlukan untuk sintesa
hemoglobin).
2) Anemia makrositik
Terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120 hari) baik sementara
maupun terus-menerus).
e. Anemia aplastik.
B. Etiologi
2. Perdarahan
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin,
vitamin C dan copper
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam
folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah.
3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat
besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah
pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat
menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah
merah.
8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria,
atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
C. Manifestasi
Umum (sensitif terhadap dingin, penurunan berat badan dan mudah mengantuk).
D. Patofisiologi
Anemia
↓
viskositas darah menurun
payah jantung
E. Pemeriksaan diagnostic
1. Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe,
pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu
perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial.
3. Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta
sumber kehilangan darah kronis.
F. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang
hilang:
1. Anemia aplastik:
Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk
aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi
sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi
disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan
vitamin B12 dengan injeksi IM.
Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama
hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat
dikoreksi.
Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat
1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1.1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Ø Adanya kelelahan, sakit kepala, adanya keluhan kedinginan.
Ø Riwayat perdarahan, misalnya ulcus, haemoroid, penyakit ginjal, penyakit hati, Ca,
infeksi kronis, adanya angina.
Ø Adanya riwayat pengobatan.
Ø Riwayat terkena zat kimia, seperti radiasi.
Ø Kaji riwayat keturunan seperti anemia thalasemia.
1.2. Pola nutrisi metabolik
Ø Penurunan BB.
Ø Kurang nafsu makan.
Ø Mual muntah.
Ø Adanya gangguan dalam mulut, tidak selera makan.
Ø Kelainan rasa pengecapan.
1.3. Pola eliminasi
Ø Adanya konstipasi dan diare.
Ø Adanya kembung, peningkatan peristaltik usus.
Ø Penurunan pengeluaran urine.
Ø Adanya perdarahan di feses dan urine.
1.4. Pola aktivitas dan latihan
Ø Adanya kelelahan dan toleransi beraktifitas.
Ø Kelemahan, kelelahan, malaise.
Ø Penurunan latihan.
Ø Kebutuhan istirahat dan tidur bertambah.
1.5. Pola persepsi kognitif
Ø Adanya sakit kepala, pusing.
Ø Ada rasa baal di tangan dan kaki.
Ø Operasi besar seperti splenectomi, pengangkatan prostat.
Ø Nyeri dada dan tulang.
Ø Adanya gangguan penglihatan dan pendengaran.
Ø Gatal-gatal.
Ø Hipersensitif terhadap dingin.
2. Diagnosa Keperawatan
2.1. Hypoxemia b.d kekurangan oksigen dalam sel darah merah.
2.2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anorexia.
2.3. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d hypoxemia jaringan, bed rest,
imobilisasi.
2.4. Ketidakmampuan merawat diri b.d kelemahan dan kelelahan karena penurunan
oksigen dalam darah.
2.5. Perubahan pola eliminasi : konstipasi atau diare b.d perubahan intake dan
perubahan dalam digestif efek samping obat.
2.6. Risiko tinggi infeksi b.d pertahanan sekunder yang tidak adekuat seperti
penurunan Hb, leucopeni.
3. Perencanaan
3.1. Hypoxemia b.d kekurangan oksigen dalam sel darah merah.
Hasil yang diharapkan :
· Oksigen dalam sel darah merah terpenuhi.
· Tidak terjadi cyanosis.
Rencana Tindakan :
· Berikan posisi semifowler.
R/ Meningkatkan ekspansi paru.
· Monitor dan catat tanda hypoxemia seperti kelemahan, kelelahan, dam confusi.
R/ Mengetahui lebih dini tanda hypoxemia dan menolong memberi intervensselanjutnya.
· Kaji konjungtiva dan tanda-tanda cyanosis.
R/ Untuk mengetahui tanda-tanda kekurangan oksigen.
· Kaji pernapasan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
IA- Khaffaf, Haytam and Sharon Dorgan. 2005. Vascular Disease : A Handbook For
Nurses Cambridge University Press, Cambridge.
Woods, Susan L. ,etc 2000 Cardiac Nursing Fourth edition. Lippincott, Philadelpia.
Brunner and Suddarth’s (2000). Text book of Medical Surgical Nursing. (Ninth edition).
USA. Lippincott Williams and Wilkins.
Doengoes, M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi ketiga). Jakarta: EGC.
Lewis, S.M. et.al (2000). Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of
Clinical Problems. (Fifth edition). USA. Mosby inc.
Mansjoer, A. et. al (1999). Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi ketiga). Jakarta. Media
Aesculapius.