Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat
bagi setiap penduduk untuk dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Pelayanan keperawatan sangat bermanfaat bagi setiap individu untuk memenuhi
kebutuhan bio, psiko, sosial, dan spiritual. Namun, hal tersebut belum terwujud
sepenuhnya karena masih tingginya jumlah penderita dengan gangguan sistem
persyarafan, salah satunya penderita cedera kepala (head injury).
Cedera kepala merupakan trauma pada kepala yang diakibatkan kekuatan
fisik eksternal yang menyebabkan gangguan kesadaran tanpa terputusnya
kontinuitas jaringan. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang
serius diantara penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai
hasil kecelakaan jalan raya. Risiko utama pasien yang mengalami cedera kepala
adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pemebengkakan otak sebagai
respons terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, serta
sangat mempengaruhi perubahan fisik maupun psikologis.
Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera
kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan
perawatan di rumah sakit. Pada kelompok ini, antara 50.000 dan 90.000 orang
setiap tahun mengalami penurunan intelektual atau tingkah laku yang
menghambat kembalinya mereka menuju kehidupan normal. Dua pertiga dari
kasus ini berusia dibawah 30 tahun, dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari
wanita. Adanya kadar alkohol dalam darah terdeteksi lebih dari 50% pasien
cedera kepala yang diterapi di ruang darurat (Brunner & Suddarth, 2002 : 2210).
1
2
B. Ruang Lingkup
Mengingat luasnya permasalahan yang ditemui dan keterbatasan waktu,
penulis membatasi hanya pada satu klien saja dengan asuhan keperawatan pada
Tn. T dengan gangguan sistem persarafan head injury di ruang ICU Dewasa
RSUP H. Adam Malik Medan yang dimulai dari tanggal 07 Juli s/d 09 Juli 2008.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendapat gambaran, pemahaman dan pengalaman langsung dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan head injury.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan head injury
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan head injury
c. Mampu membuat intervensi keperawatan pada klien dengan head injury
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan head
injury
3
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis memakai metode :
1. Metode Deskriptif, yaitu menggunakan buku-buku penuntun mengenai head
injury.
2. Study kasus yang diperoleh dari :
a. Observasi, yaitu mengamati dan merawat langsung klien dengan head
injury.
b. Dokumentasi, yaitu menggunakan data yang jelas berhubungan dengan
catatan perawatan dan catatan medis.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan kasus ini terdiri dari 5 bab, yaitu :
BAB I : Pendahuluan yang meliputi; latar belakang, ruang lingkup, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan teoritis yang meliputi; Konsep dasar : pengertian, etiologi,
anatomi dan fisiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penilaian
tingkat keparahan, evaluasi diagnostik, penatalaksanaan, dan Asuhan
keperawatan yang terdiri dari : pengkajian, diagnosa keperawatan, dan
intervensi keperawatan.
BAB III : Laporan kasus yang terdiri dari; pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
BAB IV : Pembahasan yakni membahas kesenjangan antara teori dan kasus yang
dimulai dari; pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
4
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Cedera kepala (Head Injury) merupakan trauma pada kepala yang
diakibatkan kekuatan fisik eksternal yang menyebabkan gangguan kesadaran
tanpa terputusnya kontinuitas jaringan (Baughman, 2000 : 65).
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera
kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit
neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan.
2. Etiologi
Penyebab dari cedera kepala karena adanya benturan akibat adanya
trauma dari benda tumpul maupun benda tajam.
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan
dan morfologi cedera (Mansjoer, 2000 : 3), antara lain :
a. Mekanisme berdasarkan adanya penetrasi durameter
Trauma tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)
kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
b. Keparahan cedera
Ringan : GCS 14 – 15
Sedang : GCS 9 – 13
Berat : GCS 3 – 8
c. Morfologi
4
5
Fraktur tengkorak :
- Kranium : Linear/ stelatum; depresi/ non depresi; terbuka/ tertutup
- Basis : dengan/ tanpa kebocoran cairan serebrospinal, kelumpuhan
nervus VII
Lesi intrakranial :
- Fokal : epidural, subdural, intraserebral
- Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.
a. Otak
terdiri dari otak besar, otak kecil, dan batang otak. Dari batang otak
keluar 12 pasang saraf kranial :
I. Nervus Olfactorius : sebagai saraf sensasi penghidu
II. Nervus Optikus : sebagai saraf penglihatan
III. Nervus Oculomotorius : sebagai saraf untuk mengangkat bola
mata
IV. Nervus Trochlearis : berfungsi memutar bola mata
V. Nervus Trigeminus : saraf ini mengurus sensasi umum pada
wajah dan sebagian kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi,
dan meningen
VI. Nervus Abducens : sebagai saraf untuk menggerakkan bola mata
ke lateral
VII. Nervus Facialis : sebagai sensasi umum dan pengecapan, untuk
otot wajah/ mimik
VIII. Nervus Statoacusticus : sebagai saraf pendengaran dan saraf
keseimbangan
IX. Nervus Glassopharyngeus : berfungsi mengurus lidah dan
pharing
X. Nervus Vagus terdiri dari 3 komponen :
- komponen motoris; mensarafi otot-otot pharing dan otot-otot
menggerakkan pita suara
- komponen sensori ; yang mengurus perasaan dibawah pharing
- komponen saraf simpatis ; yang mensyarafi sebagian alat-alat
dalam tubuh
XI. Nervus Aclesorius : saraf yang mengurus m.trapezeus dan
m.sternocleidomastoideus
XII. Nervus Hypoglasus : saraf yang mengurus otot-otot lidah
7
b. Medula spinalis
dalam medula spinalis keluar 31 pasang saraf :
1. servikal 8 pasang
2. torakal 12 pasang
3. lumbal 5 pasang
4. sakral 5 pasang
5. koksigeal 1 pasang
5. Manifestasi Klinis
Cedera kepala mempengaruhi setiap sistem tubuh. Manifestasi klinis
cedera kepala meliputi gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas pupil,
awitan tiba-tiba, defisit neurologik, dan perubahan tanda vital.
Mungkin ada gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensori,
kejang otot, sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan, kejang, dan banyak
efek lainnya. Adanya syok hipovolemik menunjukkan kemungkinan cedera
multisistem (Brunner & Suddarth, 2002 : 2210).
7. Evaluasi Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik dan evaluasi status neurologik
2. Pemindai CT kepala dengan pemeriksaan sinar-x untuk menggambarkan
adanya sifat, lokasi, dan luasnya lesi dengan baik dalam menyingkap
edema serebral, kontusio, hematoma intraserebral atau ekstraserebral,
hemoragi intravenrikuler dan perubahan lambat akibat trauma (infark,
hidrosefalus)
3. CT scan atau MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien dan cedera
kepala
4. Angiografi serebral dapat digunakan dan menggambarkan adanya
hematoma supratentorial, ekstraserebral dan intraserebral serta kontusio
serebral
5. Pemeriksaan darah lengkap : hematokrit, darah perifer lengkap, trombosit
dan kimia darah
10
8. Penatalaksanaan
1. Cedera kepala ringan : pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat
dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila
memenuhi kriteria berikut :
Hasil pemeriksaan neurologis dalam batas normal
Foto servikal jelas normal
Adanya orang yang bertanggungjawab memperhatikan pasien selama 24
jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat
darurat jika timbul gejala perburukan
2. Cedera kepala sedang : pasien yang menderita konkusi otak, dengan GCS
15 dan CT scan normal, tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan
untuk observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah,
pusing, atau amnesia.
Risiko timbulnya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien
dengan cedera kepala sedang adalah minimal.
3. Cedera kepala berat : Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital,
keputusan segera pada pasien ini adalah terdapat indikasi intervensi bedah
saraf segera. Jika ada indikasi, harus segera dikonsultasikan ke bedah saraf
untuk tindakan operasi.
Penilaian ulang jalan napas dan ventilasi : umumnya, pasien dengan
stupor atau koma harus diintubasi untuk proteksi jalan napas.
Monitor tekanan darah : jika pasien memperlihatkan tanda
ketidakstabilan hemodinamik, pemantauan paling baik dilakukan
dengan kateter arteri
11
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Aktivitas/ Istirahat
12
Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung
Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
Elimnasi
Gejala : Inkontinenesia atau mengalami gangguan fungsi
Makanan/ cairan
Gejala : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)
Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, kehilangan pendengaran,
baal pada ekstremitas.
Perubahan dalam penglihatan, gangguan penecapan dan
penciuman
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan pengindraan.
Wajah tidak simetri, genggaman lemah, reflek tendon dalam tidak
ada atau lemah, apraksia, hemiparese, kejang.
13
Nyeri/ kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri,
gelisah, merintih.
Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas, napas berbunyi, stridor, tersedak, ronki,
mengi positif.
Keamanan
Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/ dislokasi, gangguan penglihatan, laserasi, abrasi,
perubahan warna.
Adanya aliran cairan dari telinga/ hidung, gangguan kognitif,
gangguan rentang gerak, demam, gangguan dalam regulasi suhu
tubuh.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman; nyeri b/d kerusakan jaringan otak/ peningkatan
tekanan intrakranial
2. Tidak efektifnya pola napas b/d kerusakan pusat pernapasan pada medulla
oblongata, adanya obstruksi trakeobronkial
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d penurunan produksi
ADH akibat terfiksasinya hipotalamus
4. Gangguan mobilisasi fisik b/d imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring,
menurunnya kekuatan motorik
14
3. Perencanaan/ Implementasi
Diagnosa keperawatan I
Kaji mengenai lokasi, intensitas, penyebaran, tingkat kegawatan, dan
keluhan-keluhan pasien
Rasional : Untuk memudahkan membuat intervensi
Ajarkan teknik relaksasi seperti latihan napas dalam dan relaksasi
otot
Rasional : Mengurangi ketegangan saraf sehingga pasien lebi rileks.
Latihan napas dalam dapat membantu pemasukan oksigen lebih
banyak terutama untuk oksigenisasi otak
Buat posisi kepala lebih tinggi (15-45 derajat)
Rasional : Dapat meningkatkan dan melancarkan aliran balik pembuluh
darah vena dari kepala sehingga dapat mengurangi edema dan TIK
15
Diagnosa keperawatan II
Kaji kecepatan, kedalaman, frekuensi, irama dan bunyi napas
Rasional : Perubahan yang terjadi dan hasil pengkajian berguna dalam
menunjukkan adanya komplikasi pulmonal dan luasnya bagian otak
yang terkena
Atur posisi pasien dengan posisi semi fowler
Rasional : Mengurangi penekanan isi rongga perut terhadap diafragma,
sehingga ekspansi paru tidak terganggu
Lakukan penghisapan lendir dengan hati-hati selama 10-15 detik.
Catat sifat, warna dan bau sekret. Lakukan bila tidak ada retak pada
tulang basal dan robekan dural
Rasional : Jalan napas akan bersih dan akumulasidari sekret bisa
dicegah sehingga pernapasan tetap lancar dan efektif
Berikan posisi miring. Bila tidak ada kejang dan setelah 4 jam
pertama, rubah posisi miring tiap 2 jam
Rasional : Membantu keluarnya sekret dan mencegah aspirasi sehingga
dapat membuka jalan napas. Merubah posisi dapat berguna untuk
merangsang mobilisasi sekret di saluran pernapasan
Apabila pasien sudah sadar, anjurkan dan ajak latihan napas dalam
Rasional : Latihan napas dalam berguna untuk mencegah terjadinya
atelektasis
16
Diagnosa keperawatan IV
Koreksi tingkat kemampuan mobilisasi
Rasional : Untuk menentukan tingkat aktivitas dan bantuan yang
diberikan
17
Atur posisi pasien dan ubahlah secara teratur tiap 2 jam sekali bila
tiak ada kejang atau setelah 4 jam pertama
Rasional : Dapat meningkatkan sirkulasi seluruh tubuh dan mencegah
adanya penekanan pada organ tubuh yang menonjol. Pasien dengan
kejang tidak boleh banyak dirangsang dengan gerakan-gerakan
motorik karena akan merangsang terjadinya kejang
Bantu posisi pasien melakukan gerakan-gerakan sendi secara pasif
bila kesadaran menurun dan secara aktif bila pasien kooperatif
Rasional : Mempertahankan fungsi sendi dan mencegah penurunan
tonus dan kekuatan otot, mencegah kontraktur
Observasi kemampuan gerakan motorik, keseimbangan, koordinasi
gerakan dan tonus otot
Rasional : Untuk melihat penurunan atau peningkatan fungsi sensoris-
motoris
Buat posisi seluruh persendian dalam letak anatomis dengan
memberi penyanggah pada lekukan-lekukan sendi, telapak tangan dan
kaki
Rasional : Untuk mencegah kontraktur sendi
Lakukan massage, perawatan kulit dan mempertahankan alat-alat
tenun bersih dan kering
Rasional : Meningkatkan sirkulasi, elastisitas kulit dan integritas kulit
Lakukan perawatan mata dengan memberi cairan air mata buatan
dan tutup mata dengan kasa steril lembab sesuai indikasi
Rasional : Mencegah iritasi mukosa mata karena kekeringan dan
mencegah trauma pada mata yang tidak dapat menutup karena
penurunan kemampuan gerakan kelopak mata
Bantu pasien seluruhnya dalam memenuhi kebutuhan ADL bila
kesadaran belum pulih kembali
18
Diagnosa keperawatan V
Kaji respon sensoris terhadap sentuhan, panas/dingin, tajam/ tumpul
dan catat perubahan-perubahan yang terjadi
Rasional : Mengetahui tingkat kegawatan dan kerusakan otak
Kaji persepsi pasien, beri umpan balik dan koreksi kemampuan
pasien berorientasi terhadap orang, tempat dan waktu
Rasional : Menginformasikan penurunan fungsi otak yang terkena dan
membantu intervensi selanjutnya
Berikan stimulus yang berarti saat penurunan kesadaran sampai
kembalinya fungsi persepsi yang maksimal
Rasional : Untuk merangsang kembalinya kemampuan persepsi
sensoris, tingkat kesadaran dan memori pasien
19
Diagnosa keperawatan VI
Kaji kemampuan berpikir dengan menanyakan nama dan orientasi
terhadap lingkungan disekitarnya
Rasional : dapat ditentukan rencana latihan-latihan yang berhubungan
dengan stimulus proses berpikir dan memori
Kaji perhatian dan cara pasien mengalihakan perhatiannya kemudian
catat tingkat kecemasannya
Rasional : Pada trauma terutama kontusio serebri akan mengalami
perubahan kemampuan berkonsentrasi dan dalam memusatkan
perhatian
Berikan penjelasan kepada paien dan keluarga tentang perubahan
berpikir pasien dan rencana perawatan
Rasional : Dapat mengurangi kecemasan pasien dan keluarga, sehingga
dapat diajak bekerjasama dalam mengantisipasi keadaan dan
meningkatkan peran sosial
Ajarkan teknik relaksasi, jangan berikan tantangan berpikir keras
dan beri aktivitas sesuai kemampuan
20
Diagnosa keperawatan IX
Kaji kemampuan mengunyah, menelan, reflek batuk dan cara
mengeluarkan sekret
Rasional : Dapat menetukan pilihan cara pemberian jenis makanan,
karena pasien harus dilindungi dari bahaya aspirasi
Auskultasi bising usus dan catat bila terjadi penurunan bising usus
Rasional : Bising usus perlu diketahui untuk menentukan pemberian
makanan dan mencegah komplikasi
Timbang berat badan
Rasional : Penimbangan berat badan dapat mendeteksi perkembangan
berat badan
Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering, baik melalui NGT
maupun oral
Rasional : Memudahkan proses pencernaan dan toleransi pasien
terhadap nutrisi
Tinggikan kepala pasien dari badan ketika makan dan buat posisi
miring dan netral/ lurus setelah makan
Rasional : Mencegah regurgitasi dan aspirasi
Lakukan kolaborasi dengan analis untuk pemeriksaan protein total,
globulin, albumin dan Hb
Rasional : Untuk mengidentifikasi defisiensi nutrisi, fungsi organ dan
respon nutrisi, serta menentukan hiperalimentasi karena protein
yang banyak keluar dari cairan serebrospinal
Berikan makanan melalui oral, NGT atau IVFD
23