Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB 1
TINJAUAN TEORI
2
Menurut Muttaqin (2010), syok dapat dibagi dalam 3 tahap (yang semakin
lama semakin berat):
a. Tahap I
Syok terkompensasi (non-progresif), ditandai engan resnpons kompensatorik,
dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah meunduran lebih lanjut.
b. Tahap II
Merupakan tahap progresif, ditandai dengan manifestasi sistemis dari
hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ.
c. Tahap III
Refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat dan tidak
dapat lagi dihindari, yang akhirnya menuju kematian.
Necrosis miokard
Gangguan kontraktilitas
miokardium
Syok kardiogenik
Nutrisi dan O2
Aliran darah arteri coroner↓
Ke jaringan Darah ke pulmonal ↓
3
Asupan Oksigen ke jantung ↓
4
d. Kulit pucat
e. Nadi lemah
f. Napas cepat
g. Penurunan atau tidak ada produksi urin
h. Tangan dan kaki dingin (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011)
5
c. Tanpa penyebab hipotensi lainnya (misalnya aritmia jantung primer atau
bradikardia berat, berkurangnya volume intravaskuler, nyeri hebat,
hipoksemia, asidosis, efek toksik obat-obatan seperti vasodilator
antihipertensi atau obat anti-arithmia).
d. Sindrom syok menetap setelah:
1) Aritmia diatasi
2) Rasa nyeri dihilangkan
3) Pemberian oksigen
4) Trial of c\volume expansion
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan (Bakta dan Suastika, 1999) (National
Heart, Lung, and Blood Institute, 2011):
Langkah pertama dalam mendiagnosa syok kardiogenik adalah
dengan mengidentifikasi apakah pasien tersebut benar-benar dalam keadaan
syok. Pada waktu tersbut, penatalaksanaan emergensi harus segera dilakukan.
Kemudian diidentifikasi penyebab syok tersebut. Jika penyebab terjadinya
syok karena jantung tidak dapat memompa darah secara adekuat, berarti
diagnosisnya merupakan syok kardiogenik. Prosedur untuk mendiagnosa yok
dan penyebabnya adalah:
a. Pemeriksaan tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan untuk mengetahui apakah
pasien mengalami hiptensi. Ini merupakan tanda ayok yang paling umum.
b. Foto toraks
Umumnya normal atau kardiomegali ringan hingga sedang
Edema paru intersisial/alveolar
Mugnkin ditemukan efusi pleural
c. Elektrokardiogram
Umumnya menujukkan infark miokard akut dengan tau tanpa
gelombang Q
Electrical alternans menunjukkan adanya efusi perikardial dengan
tamponade jantung
d. Elektrokardiografi
Ekokardiogram menggunakan gelombang usra untuk membentuk sebuha
gambaran jantung. Pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai
ukuran dan bentuk jantung dan bagaimana kinerja jantung. Pemeriksaan
ini penting untuk menilai:
Hipokinesis berat ventrikel difus atau segmental (bila berasal dari infark
miokard)
Efusi perikardial
Katup mitral dan aorta
6
Ruptur septum
e. Kateterisasi jantung
Umumnya tidak perlu kecuali pad aksus tertentu untuk mengetahui
anatomi pembuluh darah koroner dan fungsi ventrikel kiri untuk
persiapan bedah pintas krooner atau angioplastu koroner transluminal
perkutan.
Untuk menunjukkan defek mekanik pada septum ventrikel atau
regurgitasi mitrala kiabat disfungsi atau ruptur otot papilaris.
f. Cardiac Enzyme Test
Ketika sel jantung ada yang mengalami kematian, maka tubuh akan
mengelurakan enzim ke darah. Enzim tersebut disebut biomarker.
Pemeriksaan enzim ini dapet menunjukkan apakah jantung mengalami
kerusakan.
g. Tes darah
Pemeriksaan gas darah arteri pemeriksaan ini mengukur kadar
oksigen, karbon dioksida, dan pH dalam darah.
Pemeriksaan untuk mengukur fungsi beberapa organ, misalnya ginjal
dan hati. Jika organ-organ tersebut tidak bekerja dengan baik, maka
mungkin menunjukkan bahwa organ terebut tidak mendapatkan suplai
nutrisi dan oksigen yang cukup dan hak tersebut bisa menunjang tanda-
tanda terjadinya syok kardiogenik.
1.8 Penatalaksanaan Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan kondisi yang mengancam nyawa dan
memerluka penangan secara cepat. Kondisi ini akan terdiagnosa setelah pasien
masuk rumah sakit karena serangan jantung. Tujuan utama pertolongan
kegawatdaruratan adalah untuk meningkatkan aliran darah (oksigen dan nutrisi)
ke organ tubuh (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011).
a. Emergency Life Support
Penatalaksanaan emergency life support dibutuhkan pada semua tipe syok.
Tindakan ini akan membantu mengalirkan darah kaya oksigen ke otak, ginjal,
dan organ lainnya. Mempertahankan aliran darah ke organ akan mencegah
kerusakan organ jangka panjang. Tindakan ini meliputi:
Berikan oksigen pada pasien. Pada tahap awal syok, suplemen oksigen
diberikan melalui nasal kanul 3-5 L/menit (Muttaqin, 2010)
Berikan bantuan napas jika diperlukan.
Berikan cairan melalui IV
b. Obat-obatan
7
Obat-obatan yang diberikan meliputi (National Heart, Lung, and Blood
Institute, 2011):
Obat-obatan yang mencagah pembentukan blood clot
Obat-obatan untuk meningkatkan kontraksi otot jantung
berikan dopamin 2-15 µg/kg/m, norepinefrim 2-20 µg/kg/m atau
dobutamin 2,5-10 µg/kg/m untuk meninggikan tekana perfusi srterial dan
kontraktilitas (Bakta dan Suastika, 1999 dalam Mayoclinic, 2014).
Obat-obatan untuk serangan jantung
Obat-obatan untuk mengatasi syok kardiogenik bekerja untuk
meningkatkan aliran datrah ke jantungg dan meningkatkan daya pompa
jantung, antara lain (Mayoclinic, 2014):
Aspirin
Aspirin dapat menurunkan proses pembentukan blood clot dan membantu
menjaga aliran darah.
Agen trombolitik
Ageen trombolitik akan menghancurkan blood clot yang menyumbat aliran
darah ke jatung. Semakin cepat pasien mendapatkan agen trombolitik,
maka semakin besar pula kesempatan hidupnya. Trombolitik akan
diberikan jika emergency cardiac catheterization tidak tersedia.
Superaspirin
Obat ini akan mencegah permbentukan blood clot, misalnya clopidogrel
oral, platelet glycoprotein Iib/IIIa receptor blocker.
Antikoagulan
Obat-obatan ini misalnya heparin, yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya blood clot. Heparin dberikan secara IV atau injeksi yang
diberikan selama beberapa hari pertama setelah serangan jantung.
Agen inotropic
c. Penatalaksanaan dengan Peralatan Medis
Intra-aortic ballon pump (IABP)
IABP menggunakan counterpilsation internal untuk menguatkan
kerja pemompaan jantugn dengan cara pengembangan dan penegmpisan
balon secara teratur yang diletakkan di aorta descendens. Alat ini
dihubungkan dengan kotak pengontrol yang seirama dengan aktivtas
elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga sangat penting untk
menentukan status sirkulasi pasien selama penggunaan IABP.
Balon dikembangkan selama fase diastole ventrikel dan
diempiskan selama sistole dengan kecepatan yang sama dengan frekuensi
8
jantung. IABP akan menguatkan diastole, yang mengakibatkan
peningkatan perfusi arteri kotronaria dan jantung. IABP dikempiskan
selama sistole, yang akan mengurangi beban ekrja ventrikel kiri (Smeltzer
dan Bare, 2001 dalam Muttaqin 2010).
Left ventricular assist device (LVAD)
Alat ini merupakan pompa yang dioperasikan dengan baterai yang akan
menggantikan fungsi pompa jantung. LVAD membantu jantung
memompa darah ke tubuh. Alat ini digunkaan jika terjadi kerusakan di
ventrikle kiri (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011).
d. Prosedur Bedah
Prosedur bedah dilakukan jika obat-obatan dan penggunaan lat bantu
medis tidak bisa mengatasi syok kardiogenik. Prosedur bedah akan
megembalikan aliran darah dan memperbaiki kerusakan jantung. Prosedur
bedah yang dilakukan dalam 6 jam setelah onset terjadinya tanda gejala syok
akan meningkatkan harapan hisup lebih besar. Tipe prosedur bedah yang
digunakan antara lain:
Percutaneous coronary intervention (PCI) dan stent
PCI yang juga dikenal dengan nama coronary angiplasty, merupakan
prosedur yang digunakan untuk membuka arteri koroner yang mengalami
obstruksi. Kemudian pada saat itu juga digunakan stent yang berfungsi
untuk menjaga arteri koroner tetap terbuka selama prosedur PCI.
Coronary artery bypass grafting
Pada prosedur ini, arteri dan vena yang berasal dari baggian tubuh lainnya
digunakan untukmembuat jalan pintas pada arteri kornaria. Kemudian
akan terbentuk sebuah jalan baru untuk memberikan perfusi ke jantung.
Pembedahan untuk memperbaiki katup jantung
Pembedahan untuk memeprbaiki ruptur septal (didning antar
ventrikel)
Transplantasi jantung
Pembedahan jenis ini jarang dilakukan dalam keadaan emergensi seperti
ini. Tindakan ini direkomendasikan jika ini merupakan jalan yang paling
baik untuk meningkatkan harapan hisup pasien (National Heart, Lung, and
Blood Institute, 2011).
9
(National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011)
10
Inspirasi cukup. Dilihat dari ketinggian diafragma (setinggi costa 9 & 10
posterior yang berbentuk huruf “A” dan tepi medial jelas dan setinggi
costa 5 & 6)
Bentuk dada normal.
Tidak ada scoliosis.
Focus Film Distant: 1,8 – 2 m.
Keterangan :
Garis M: garis di tengah-tengah kolumna vertebra torakalis.
Garis A: jarakantara M dengan batas kanan jantung yang terjauh.
Garis B: jarakantara M dengan batas kiri jantung yang terjauh.
Garis C: garis transversal dari dinding toraks kanan ke dinding toraks
sisi kiri.
CTR=A+B/C
Keterangan :
A : jarak MSP dengan dinding kanan terjauh jantung.
B : jarak MSP dengan dinding kiri terjauh jantung.
C : jarak titik terluar bayangan paru kanan dan kiri.
Jika CTR >0.5 maka dikategorikan sebagai Cardiomegaly
Contoh :
11
Pada sebuah foto thorax, setelah dibuat garis-garis untuk menghitung
Cardiothoracic Ratio, di dapat nilai-nilai sebagai berikut :
Panjang garis A = 6 cm
Panjang garis B = 13 cm
Panjang garis C = 30 cm
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Umur : -
b. Jenis kelamin : -
c. Agama : Tidak ada pengaruh agama terhadap syok
kardiogenik.
d. Alamat : Lingkungan tidak mempengaruhi syok
kardiogenik.
e. Pekerjaan : Lingkungan kerja tidak mempengaruhi syok
kardiogenik.
f. Pendidikan : Pendidikan yang kurang dapat membuat seseorang
lebih berisiko terkena syok kardiogenik.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
12
Biasanya pasien mengeluh nyeri dan sesak berulang,serta
anggota grak badan teraba dingin .
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat
klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian nyeri dada
dan sesak
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien
misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary,
penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram
tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
13
d. Pola eliminasi
Biasanya pasien dengan syok kardiogenik urinnya dalam
jumlah sedikit
e. Pola tidur - istirahat
Biasanya padien dengan syok kardiogenik mengalami
gangguan pola tidur akibat nyeri.
f. Pola toleransi – koping stress
Biasanya pasien dengan syok kardiogenik, kurang dapat
menerima keadaan penyakitnya.
4. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Gangguan pernapasan terjadi sekunder akibat syok.
Komplikasi yang mematikan adalah gangguan pernapasan berat.
kongesti paru – paru dan edema intra alveolar akan
mengakibatkan hipoksia dan kemunduran gas – gas darah arteri.
Atelektasis dan infeksi paruyang sekarang sering disebut sebagai
sindrom distres pernapasan. Takipnea, dispnea, dan ronki basah
ditemukan, demikian juga gejala – gejala yang dijelaskan
sebeumnyansebagai manifestasi gagal jantung ke belakang.
b. B2 (Blood)
Selain dari bertambahnya kerja miokardium dan
kebutuhannya terhadap oksigen, beberapa perubahan lain juga
terjadi. Oleh karena metabilisme anaerobik dimulai pada keadaan
syok, maka miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan
fosfat berenergi tinggi (adenosin trifosfat) dalam kadar normal
dan kntraktifilitas ventrikel akan makin terganggu. Hipoksia dan
asidosis menghambat pembentukan energi dan mendorong
14
terjadinya kerusakan lebih lanjut pada sel – sel moikardium.
Kedua faktor ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel kebawah
dan ke kanan yang akan semakin menekan kontraktilitas.
Hematologi
Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi
penggumpalan komponen – komponen seluler intravaskuler dari
sistem hematologis yang akan meningkatkan tahanan vaskuler
perifer lebih lanjut. Koagulasi intravaskuler difus (DIC) dapat
terjadi selama syok berlangsung, yang akan memperburuk
keadaan klinis.
c. B3 (Brain)
Dalam keadaan normal, aliran darah serebral biasanya
menunjukkan autoregulasi yang baik yaitu dengan usaha dilatasi
sebagai respon terhadap berkurangnya aliran darah atau iskemia.
Namun pengaturan aliran darah serebral ternyata tidak mampu
mempertahankanaliran darah perfusi yang memadai pada tekanan
darah dibawah 60mmHg. Selama hipotensi yang berat, gejala –
gejala defisit neurologis dapat ditemukan. Kelainan ini biasanya
tidak berlangsung terus jika klien pulih dari keadaan syok, kecuali
jika disertai dengan gangguan serebrovaskuler.
d. B4 (Bladder)
Perfusi ginjal yang menurun menakibatkan anuria dengan
keluaran kemih kurang dari 20 ml/jam. Dengan semakin
berkurangnya curah jatung, biasanya menurunkan pula keluaran
kemih. Oleh karena adanya krespon kompensatorik retensi
natrium dan air, maka kadar natrium dalam kemih juga berkurang.
Sejalan dengan menurunnya laju filtrasi gloumerulus, terjadi
peningkatanBUN dan kreatin. Bila hipotensi berat
15
berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang
kemudian disusul dengan gagal ginjal akut.
e. B5 (Bowel)
Saluran pencernaan: iskemia saluran cerna yang
berkepanjangan umumnya mengakibatkan nekrosis hemorragic
pada usus besar. Cedera usus besar dapat mengeksaserbasi syok
melalui penimbunan cairan aluran cerna hampir selalu ditemukan
pada keadaan syok.
Hati : syok yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan
sel – sel hati. Kerusakan sel dapat terlokalisir pada zona – zona
nekrosis yang terisolasi atau dapat berupa nekrosis hati yang
masif pada syok berat. gangguan fungsi hati dapat terlihat nyata
dan biasanya bermanifestasi sebagai peningkatan enzim – enzim
hati, glutamat oksaloasesat transaminase serum (SGOT), dan
glutamat-piruvat transaminase serum (SGPT). Hipoksia hati juga
merupakan mekanisme etiologi yang mengawli komplikasi –
komplikasi ini.
f. B6 (Bone)
Keringat dingin pada ekstremitas serta penurunan kemampuan
otot.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.dhipoksemia secarareversibel/menetap.
2. Penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel sekunder
dari sel – sel miokardium.
3. Nyeri dada b.d iskemia miokardium sekunder dari ketidakseimbangan
peningkatan kebutuhan miokardium.
4. Gangguan perfusi cerebral b.d penurunan aliran darah ke otak.
5. Rsiko tinggi terjadinya koagulasi intravaskular divus b.d penurunan aliran
darah
6. Penurunan perfusi perifer b.d penuruan curah jantung.
7. Koping keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit , perubahan peran.
16
C. Intervensi Keperawatan
1. Dx.1
Gangguan pertukaran gas b.dhipoksemia secarareversibel/menetap.
Kriteria :
- Melaporkan tak adanya /penurunan dispnea
- Klien menunjukkan tidak ada gejala distres pernapasan
- Menunjukkan perbaikanventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal.
INTERVENSI RASIONAL
17
transfusi sel darah merah.
2. Dx.2
Penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel sekunder dari
sel – sel miokardium.
Kriteria :
- TD 120/80 mmHg
- Nadi 80 x/menit
- Denyut jantung dan irama jantung teratur
- CRT < 3 detik
INTERVENSI RASIONAL
18
Kolaborasi untuk pemberian obat:
Dopamine Dopamine adalah vasopresor pilihan
untuk syok kardiogenik.
3. Dx.3
Nyeri dada b.d ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan
kebutuhan miokardium sekunder dari penurunan suplai darahke miokardium,
peningkatan produksi asam laktat
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan
respon nyeri dada.
Kriteria hasil :
- Wajah rileks
INTERVENSI RASIONAL
19
dan akan meningkatkan suplai darah
dan oksigen ke miokardium yang
membutuhkan O2 untuk menurunkan
iskemia
20
miokardium akan oksigen
4. Dx.4
Gangguan perfusi serebral b.d penurunan aliran darah ke otak
Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, sesak
napas, mual/muntah, tanda diaforesis dan pucat atau sianosis hilang, akral
hangat, kulit segar, BJ tunggal kuat, irama denyut sinus, produksi urine >30
ml/jam, respons verbal baik, EKG normal, JVP <3 cm H2O2 BUN/kretini
normal.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji status mental klien secara teratur Mengetahui derajat hipoksia pada
otak
21
menunjukan penurunan perfusi otak adalah adanya perubahan respons
(gelisah, bingung, apatis, somnolen) sensori dan penurunan tingkat
kesadaran pada fase akut kegagalan
harus dilakukan pemantauan yang
ketat
5. Dx.5
Aktual/risiko tinggi terjadinya koagulasi intravaskuler difusi (DIC) b.d
penurunan aliran darah, penggumpan komponen-komponen seluler
intravaskuler dari sistem hematologi sekunder akibat syok yang berkelanjutan.
Kriteria hasil :
22
- CRT kurang dari 3 detik.
INTERVENSI RASIONAL
Pantau seri EKG dan perubahan foto Depresi segmen ST dan datarnya
dada gelombang T dapat terjadi karena
peningkatan kebutuhan oksigen. Foto
dada dapat menunjukan pembesaran
jantung dan perubahan kongesti
pulmonal
23
pembuluh arteri dan vena yang
membuat mereka berisiko tinggi
terjadi pembentukan bekuan darah.
6. Dx.6
Gangguan perfusi perifer b.d menurunnya curah jantung
Kriteria hasil :
- TD 120/80 mmHg
INTERVENSI RASIONAL
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi Mengetahui derajat hipoksemia dan
perifer, dan diaforesis secara teratur peningkatan tahanan perifer
Kaji adanya kongesti hepas pada Sebagai dampak gagal jantung kanan,
abdomen kanan atas jika berat akan ditemukan adanya
tanda kongesti
24
kardiogenik
7. Dx.7
Koping keluarga tidak efektif b.d prognosis penyakit, perubahan peran
Kriteria hasil :
INTERVENSI RASIONAL
25
penyesuaian diri. Sedangkan yang lain
mempunyai kesulitan
membandingkan, mengenal dan
mengatur kekurangan
D. Implementasi keperawatan
Merupakan langkah ke empat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam renca tindakan keperawatan.
E. Eveluasi keperawatan
26
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak.
DAFTAR PUSTAKA
27
Bakta, I M. dan Suastika, I K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta: EGC.
Eliastam, M., Sternbach, L. S., dan Bresler, M. J. 1998. Penuntun Kedruratan
Medis. Jakarta: EGC.
National Heart, Lung, and Blood Institute. 2011. What is Cardiogenic Shock?
(Online) http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/shock
(Diakses 26 September 2015).
Smeltzer, S. C. dan Bare, B. G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Mayoclinic. 2014. Diseases and Conditions: Cardiogenic Shock Treatments and
Drugs (Online) http://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/cardiogenic-shock/basics/treatment/con-20034247
(Diakses 26 September 2015).
Panja, M., Panja, M., Madal, S., dan Kumar, D. 2010. Cardiogenic shock-
management, Medicine Update, 20 (3): 301-308.
28