Você está na página 1de 19

TUGAS

KEPERAWATAN ANAK
ASKEP ANAK DENGAN APPENDISITIS

Disusun oleh :
Yenny Mayangsari
G2A216066

Fakultas Keperawatan dan Kesehatan


S1 Keperawatan Lintas Jalur RSDK
Universitas Muhammadiyah Semarang
2017
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN APPENDISITIS

BAB I
KONSEP DASAR

1. PENGERTIAN
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).

Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapat terjadi tanpa penyebab


yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau kibat terpuntirnya apendiks
atau pembuluh darahnya ( Corwin, 2009 )

Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang


terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)

Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang berbahaya jika tidak


ditangani dengan segera dimana terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan
pecahnya lumen usus ( Williams dan Wilkins dalam Indri, et al, 2014 )

2. ETIOLOGI
Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau
penyumbatan akibat :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid
2. Adanya fekalit (timbunan tinja yang keras) dalam lumen appendiks
3. Tumor appendiks
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasi
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Menurut Nuzulul, 2009. Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik
tetapi ada factor prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendik
d. Kelainan katup di pangkal appendiks

Menurut beberapa penelitian status gizi dan kebiasaan makan yang tidak baik dapat
menyebabkan penurunan respon imun dan peningkatan risiko infeksi pada anak,
sehingga menjadi faktor pemicu terjadinya apendicsitis.

3. KLASIFIKASI
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada
dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum
lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada
seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis
kronik antara 1-5 persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko
untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens
biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat
bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi
6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi
atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional,
dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh
lebih baik dibanding hanya apendektomi
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas
karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan
residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen
patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor,
dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
4. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007)

5. Manifestasi Klinik
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen
terjadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

Nama pemeriksaan Tanda dan gejala


Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada
kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi
kanan.
Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
Obraztsova’s sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika
timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika
timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau
sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran
kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s Nyeri yang semakin bertambah pada perut
sign kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-
tiba

6. Penatalaksanaan Medis
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telahditegakkan. Antibiotik
dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untukmembatasi aktivitas fisik sampai
pembedahan dilakukan. Analgetik dapatdiberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untukmengangkat apendiks) dilakukan sesegera
mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal,secara terbuka
ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metodeterbaru yang sangat
efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli
bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi
dulu. Pemeriksaan laboratorium dan
ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat
keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus
meragukan dapat dilakukan operasi atau tidak(Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalahsebagai berikut
1. Tindakan medisa.
a. Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 -12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis,sering
tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan observasi yang
cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun
melalui mulut. Bila diperlukan maka dapat diberikan cairan aperviteral.
Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan,tetapi obat sedatif
seperti barbitural atau penenang tidak karenamerupakan kontra indikasi.
Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel darah putih dan hitung jenis di
ulangi secara periodik. Perlu dilakukan foto abdomen dan thorak posisi
tegak pada semua kasus apendisitis,diagnosa dapat jadi jelas dari tanda
lokalisasi kuadran kanan bawahdalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.
b. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau
toksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang
sangatmenggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung
jikadiperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan pipa
tetapterpasang.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematikdengan
toksitas yang berat dan demam yang tinggi

2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera
setelahterkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan
sistematiklainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan
yangdirencanakan secara dini baik mempunyai praksi mortalitas 1 %
secara primer angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknyadisebabk
an oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibatyang tertunda

3. Terapi pasca operasi


Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan an
gketsonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan
lambungdapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien
dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasiendipu
asakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasiatau
peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembalinormal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalunaikkan
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan saring,dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan
untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.Pada hari kedua pasien
dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hariketujuh jahitan dapat diangkat dan
pasien diperbolehkan pulang.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian
a. Identitas
1) Pasien
2) Penanggung Jawab / Orang Tua
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama Klien
Nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul
keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu. Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau
timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya
klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan nyeri abdomen kanan bawah, mual muntah, peningkatan suhu
tubuh, peningkatan leukosit.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik
Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat. Berat badan
Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
4) Riwayat kesehatan dahulu
5) Riwayat kesehatan keluarga

c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
1) Sirkulasi : Takikardia.
2) Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
3) Aktivitas/istirahat : Malaise.
4) Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
5) Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
6) Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat
karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran
kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
7) Demam lebih dari 38oC.
8) Data psikologis klien nampak gelisah.
9) Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
10) Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
11) Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Leukosit : 10.000 - 18.000 / mm3
2) Netrofil meningkat 75 %
3) WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya
perforasi (jumlah sel darah merah)

e. Data Pemeriksaan Diagnostik


1) Radiologi : Foto colon yang memungkinkan adanya fecalit pada katup.
2) Barium enema : apendiks terisi barium hanya sebagian
3) Test rektal.
4) Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi
5) Pemeriksaan Penunjang
6) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi.
7) Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca
pembedahan.

f. Pemeriksaan tingkat perkembangan


1) Perkembangan psikososial
2) Tinjauan
3) Erikson menyatakan krisis psikososial yang dihadapi sebagai “ Industri
Versus Inferioritas”
a) Hubungan dengan orang terdekat anak meluas hingga mencakup teman
sekolah dan guru.
b) Anak usia sekolah secara normal telah menguasai tiga tugas
perkembangan utama (kepercayaan, otonomi dan inisiatif) dan saat ini
berfokus pada penguasaan kepandaian.
c) Perasaan inferioritas dapat tumbuh dari harapan yang tidak realistis
atau perasaan gagal dalam memenuhi standar yang di tetapkan orang
lain untuk anak.
4) Rasa takut dan stressor
a) Sebagian perasaan takut yang terjadi sejak masa kanak-kanak awal
dapat terselesaikan atau berkurang namun, anak dapat
menyembunyikan rasa takutnya.
b) Stressor yang sering terjadi pada anak yang akan dilakukan tindakan
bedah lebih besar, yaitu berfikiran bagaimana nanti kalau anak tersebut
tidak sembuh, bahkan bisa berfikiran kalau anak tersebut meninggal,
c) Sedangkan setelah dilakukan tindakan bedah anak akan merasa malu
pada teman-teman akibat adanya perubahan dari tubuhnya, takut diejek
oleh teman lainnya, takut tidak bisa beraktifitas atau bergaul dengan
teman sebayanya karena malu.
d) Orang tua dan pemberi asuhan lainnya dapat membantu mengurangi
rasa takut anak dengan berkomunikasi secara empati dan perhatian
tanpa jadi overprotektif.
g. Pathway

Hiperplasia Benda asing fekalit Bakteri E.Colli &

Streptococus

Obstruksi Lumen

Bendungan mukosa

Peningkatan

Tekanan Intralumen

Aliran Limfe
terhambat

Ulserasi Oedem Diapedesis


mukosa bakteri

Hipertermi Appendisitis Nyeri

Kekurangan
volume cairan
Peritonitis Aliran arteri
terganggu
Cemas
Ketidakseimban
gan nutrisi
Pembedahan infark

perforasi
Nyeri Ketidakseimban Resti Infeksi
gan nutrisi
h. Diagnosa Keperawatan Apendisitis
1) Pre operasi
a) Kekurangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi.
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ( mis. Biologis, zat kimia,
fisik, psikologis )
c) Hipertermia berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju
metabolisme, trauma
d) Kecemasan berhubungan dengan faktor keturunan, krisis situasional,
stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan
konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi

2) Post op
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ( mis. Biologis, zat
kimia, fisik, psikologis )
b) Ketidakseimbgan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis, krtidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien,
ketidakmampuan untuk mencerna makanan
c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer
yang tidak adekuat, ketidakadekuatan pertahanan sekunder prosedur
invasif

i. Fokus Intervensi
1) Pre Operasi
a) Kekurangan volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kehilangan cairan aktif,kegagalan mekanisme regulasi.
Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko tinggi
kekurangan cairan pada pasien akan berkurang, dengan kriteria hasil :
NOC :
Hydration
Fluid intake
Nutritional status
NIC :
Fluid Management
(1) Timbang popok
(2) Perahankan catatan intake dan out put
(3) Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
(4) Monitor vital sign
(5) Dorong masukan oral
(6) Berikan penggantian nesogatrik sesuai output

b) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ( mis. Biologis, zat


kimia, fisik, psikologis )
Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam, diharapkan rasa nyeri
kronis dapat berkurang, dengan kriteria hasil
(1) Mampu mengonrol nyeri
(2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang
(3) Mampu mengenali nyeri
(4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NOC :
Comfort level
Pain control
Pain Level
NIC : Pain Management
(1) Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif, termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas nyeri
(2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
(3) Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(4) Tingkatkan istirahat
(5) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
c) Hipertermia berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju
metabolisme, trauma
Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam pasien meninjukkan suhu
tubuh dalam batas normal dengan kriteria hasil :
(1) Suhu tubuh 36 – 37 ‘C
(2) Nadi dan RR dalam rentang normal
(3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
NOC
Thermoregulation
NIC
Fever treatment
(1) Monitor suhu
(2) Monitor warna dan suhu kulit
(3) Monitor tekanan daran, nadi dan RR
(4) Kompres pasien pada lipat paha dan axila
(5) Selimuti pasien
(6) Kolaborasi pemberian anti piretik
d) Kecemasan berhubungan dengan faktor keturunan, krisis situasional,
stress, perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan
konsep diri, kurang pengetahuan dan hospitalisasi
Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam, di harapkan kecemasan
akan teratasi dengan kriteria hasil :
(1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
(2) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk
mengontrol cemas
(3) Vital sign dalam batas normal
(4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan.
NOC :
(1) Anxiety Self Control
(2) Anxiety Level
(3) Coping
NIC : Anxiety Reduction
(1) Gunakan pendekatan yang menenangkan
(2) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
(3) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
(4) Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
takut
(5) Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
(6) Dengarkan dengan penuh perhatian
(7) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi
(8) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
(9) Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

2) Post operasi
a) Ketidakseimbgan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis, krtidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien,
ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria hasil
(1) Adanya peningkatan berat badan
(2) Mampu mengidentifikasi nutrisi
(3) Tidak ada tanda malnutrisi
NOC :
(1) Nutritional status
(2) Weight control
NIC : Nutrition Management
(1) Kaji adanya alergi makanan
(2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
(3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
(4) Berikan substansi gula
(5) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
(6) Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
b) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer
yang tidak adekuat, ketidakadekuatan pertahanan sekunder prosedur
invasif
Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam, diharapkan resiko
infeksi berkurang, dengan kriteria hasil :
(1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
(2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
NOC :
(1) Knowledge Infection Control
(2) Immune status
(3) Risk control
NIC
Infection Control
(1) Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
(2) Pertahankan lingkungan aseptik
(3) Tingkatkan intake nutrisi
(4) Monitor tanda dn gejala infeksi sistemik dan lokal
(5) Monitor kerentanan terhadap infeksi
(6) Batasi pengunjung
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC

Johnson, M.,et all. (2002). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius


FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA .(2012). Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis.


Diakses http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-
Kep%20Pencernaan Askep%20Apendisitis.html tanggal 16 Mei 2017

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Atikasari Hanum, dkk. (2012). Hubungan Kebiasaan Makan dan Status Gizi
Terhadap Kejadian Apendisitis pada Anak di Yogyakarta.
http://saripediatri.idai.or.id

Você também pode gostar