Você está na página 1de 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


EPILEPSI
A. DEFENISI
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-
gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan
lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel
dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).

B. ETIOLOGI

1. Trauma lahir, asphyxia neonatorum


2. Cedera Kepala, infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab


utama ialah epilepsi idopatik, Remote Simtomatik Epilepsi (RSE), epilepsi
simtomatik akut dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan
otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis
epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE dari kedua tersebut
terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing dengan
prognosis yang baik dan yang buruk.

Penyebab- penyebab kejang pada epilepsy


Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 th) Trauma
Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )
Alkoholisme

C. KLASIFIKASI
Epilepsi diklasifikasikan menjadi dua pokok umum yaitu klasifikasi
epilepsi dengan sindrom epilepsi dan klasifikasi berdasarkan tipe kejang
a) klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsi
Berdasarkan penyebab
1. Epilepsi idiopatik: bila tidak diketahui penyebabnya, epilepsi pada
anak dengan paroksimal oksipital
2. Simtomatik: bila ada penyebabnya, letak fokus pada pada semua lobus
otak
b) klasifikasi tipe kejang epilepsi (browne, 2008)
1. Epilepsi kejang parsial (lokal, fokal)
a. Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran
tetap normal
Dengan gejala motorik:
 Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian
tubuh saja
 Fokal motorik menjalar: epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh
dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi
Jackson.
 Versif: epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
 Postural: epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku
dalam sikap tertentu
 Disertai gangguan fonasi: epilepsi disertai arus bicara yang
terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi
disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca
indera dan bangkitan yang disertai vertigo).
 Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-
tusuk jarum.
 Visual: terlihat cahaya
 Auditoris: terdengar sesuatu
 Olfaktoris: terhidu sesuatu
 Gustatoris: terkecap sesuatu
 Disertai vertigo

Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi


epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi
pupil).Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
 Disfagia: gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata,
kata atau bagian kalimat.
 Dimensia: gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti
sudah mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya.
Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu,
merasa seperti melihatnya lagi.
 Kognitif: gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
 Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
 Ilusi: perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil
atau lebih besar.
 Halusinasi kompleks (berstruktur): mendengar ada yang bicara,
musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.
b. Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan
kesadaran.
Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran :
kesadaran mula-mula baik kemudian baru menurun.
 Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti
pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
 Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang
timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan,
raut muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu,
memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran
menurun sejak permulaan kesadaran.
 Hanya dengan penurunan kesadaran
 Dengan automatisme
c. Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
(tonik-klonik, tonik, klonik).
Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan
umum.Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi
bangkitan umum. Epilepsi parsial sederhana yang menjadi
bangkitan parsial kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.
2. Epilepsi kejang umum
a. Lena Atau Kejang absant (Petit mal)
Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti,
muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada
reaksi bila diajak bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ –
½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
 Hanya penurunan kesadaran
 Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya
dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot
lainnya bilateral.
 Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot
leher, lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak
mengulai.
 Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot
ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala,
badan menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul
atau mengedang.
 Dengan automatisme
 Dengan komponen autonom.
Lena tak khas (atipical absence)
Dapat disertai:
 Gangguan tonus yang lebih jelas.
 Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
b. Grand Mal
Kejang mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar,
dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau
berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.

Kejang klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif,
tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso.
Dijumpai terutama sekali pada anak.
Kejang tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya
menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan
dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.

Kejang tonik- klonik


Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang
terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura,
yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak
jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung
kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh.
Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam
beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang
meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin
pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti
pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran
yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan
badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
Kejang atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas
sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun
sebentar. Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak.
3. Epilepsi kejang tak tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa
gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang,
menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.

D. AATOMI FISIOLOGI

Anatomi fisiologi sistem persyarafan


Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan
bersambungan serta terdiri terutama dari jaringan saraf yang berfungsi untuk
menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan koordinasi
kegiatan tubuh.
Sistem saraf terdiri atas sel saraf (neuron) dan sel penyokong (neuroglia dan
sel schwann). Kedua jenis sel tersebut berkaitan erat satu sama lain sehingga
bersama-sama berfungsi sebagai suatu unit.
Susunan saraf pusat manusia terdiri atas sekitar 100 miliar neuron. Neuron
adalah suatu sel saraf dan merupakan unit anatomi dan fungsional sistem
persarafan.
Neuron terdiri dari:
a. Badan sel
Secara relatif badan sel lebih besar dan mengelilingi nukleus yang didalamnya
terdapat nukleolus. Disekelilingnya terdapat perikarion yang berisi
neurofilamen yang berkelompok yang disebut neurofibril. Diluarnya
terhubungkan dengan dendrit dan akson yang memberikan dukungan terhadp
proses-proses fisiologis.
b. Dendrit
Dendrit adalah tonjolon yang menghantarkan informasi menuju badan sel.
Dendrit merupakan bagian yang menjulur keluar dari badan sel dan menjalar
kesegala arah. Khususnya dikorteks serebri dan serebellum, dendrit
mempunyai tonjolan-tonjolan kecil bulat, yang disebut tonjolan dendrit.
Neuron tertentu juga mempunyai akson fibrosa yang panjang yang berasal
dari daerah yang agak tebal dibadan sel yaitu akson hilok (bukit akson).
c. Akson
Tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar
dari badan sel disebut akson.
Dendrit dan akson secara kolektif sering disebut sebagai serabut saraf atau
tonjolan saraf. Kemampuan untuk menerima, menyampaikan dan
menerusakan pesan-pesan neural disebabkan saraf khusus membran sel
neuron yang mudah dirangsang dan dapat menghantarkan pesan elektrokimia.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal
mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan
potensial aksi secara tepat dan berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi
akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal
muncul secara bersamaan.

E. PATOFISIOLOGI
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian
berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan
mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain
melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan
neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter
eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid)
bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps.
Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang
dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan
demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat
mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian
akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar
ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan
inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke
belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi
kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel
saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi
karena adanya influx 𝑁𝑎+ ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya
banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan
asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron
sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan
ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik
atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat
suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada
lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan
korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan
lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di
tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
a) Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
b) Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
c) Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang
waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin
atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
d) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau
deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera
setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan
energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan
metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf
motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak
meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin
muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang.
Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya
cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan.
F. PATHWAY
Trauma lahir, cedera
Faktor idiopatik kepala, demam, gangguan
metabolik, tumor otak

Kerusakan neuron

stabilisasi membran Ketidak seimbangan neurotransmiter


sinaps sinapsmembra
Invlux Na ke intraseluler depolarisasi GABA zat
Asetilkolin (zat
inhibitif
eksitatif) )
Na dlm intra sel
berlebihan
Ketidk seimbangan ion Na & Ka
Resiko

Ketidak sambungan lektrolit cedera

G3b depolarisasi (ke listrikan KEJANG

saraf) G
Parsial Umum

sederhana komplex
absen miokloni Tonik klonik atonik

s k

kesadaran G3 peredaran darah Aktifitas otot

Reflek menelan Pen metabolisme


CO
Akumulasi Permeabilitas
kapiler Keb O2
mucus
suhu
G3 bersihan asfiksia tubuh/
jalan nafas hipertermi
inefektif
Lidah melemah, dan Kerusakan
Gangguan G3 nervus V, IX,
menutup saluran trakea neuron otak
perfusi jaringan X
G. MANIFESTASI KLINIK
a. Kehilangan kesadaran
b.Aktivitas motorik
1) Tonik klonik
2) Gerakan sentakan, tepukan atau menggarau
3) Kontraksi singkat dan mendadak disekelompok otot
4) Kedipan kelopak mata
5) Sentakan wajah
6) Bibir mengecap – ecap
7) Kepala dan mata menyimpang ke satu sisi
c. Fungsi pernafasan
1) Takipnea
2) Apnea
3) Kesulitan bernafas
4) Jalan nafas tersumbat (Tucker, 1998 : 432 )
Sedangkan manifestasi klinik berdasarkan proses terjadinya
keadaan epilepsi yang dialami pada penderitagejala yang timbul
berturut-turut meliputi di saat serangan, penyandang epilepsi tidak
dapat bicara secara tiba-tiba. Kesadaran menghilang dan tidak mampu
bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada respon terhadap rangsangan
baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun rangsang nyeri.
Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya kejang,
sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing.
Hitam bola mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa.
Napasnya sesak dan jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan
badannya berlumuran keringat. Terkadang diikuti dengan buang air
kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat sekelompok
sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba
melepaskan muatan listrik.
a. 8. Atasi penyebab dari kejang
b. Tersedia obat – obat yang dapat mengurangi frekuensi kejang yang
didalam seseorang
 Anti konvulson
 Sedatif
 Barbirorat
( Elizabeth, 2001 : 174 )
Obat yang dapat mencegah serangan epilepsi
 fenitoin (difenilhidantoin)
 karbamazepin
 fenobarbital dan asam valproik
Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran
pengobatan yang dicapai, yakni:
 Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
 Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat
yang normal.
 Penderita dapat memiliki kualitas hidup yang optimal.
c. Operasi dengan reseksi bagian yang mudah terangsang
d. Menaggulangi kejang epilepsi
1. Selama kejang
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang
ingin tahu
b) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar
keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d) Longgarkan baju . Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping
untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara
giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi
klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita
tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
f) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi
atau yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi
aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas,
mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika
Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan
aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat
atau tidur.
g) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang
terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas paten.
c) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah
kejang
e) Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama
kejang dan biarkan penderita beristirahat.
g) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba
untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member
restrein yang lembut
h) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.
4. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus
ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada
bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi (konvulsi: spasma
autau kekejangan kontruksi otot keras dan terlalu banyak disebabkan oleh
proses pada sistem saraf pusat, yang menimbulkan pula kekejangan pada
bagian tubuh) yang digunakan sepanjang kehamilan.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat
dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan
tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman,
tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala.
Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar
belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau
hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena
lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering
terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada
usia dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan
obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup
merupakan bagian dari rencana pencegahan ini.
5. Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis
epilepsi faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum
obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada
50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat,
sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat berhenti minum
obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun
serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik.
Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun
atau yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental
mempunyai prognosis relatif jelek.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi
lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan
jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit
neurologik yang jelas
b. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan
c. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
 mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
 menilai fungsi hati dan ginjal
 menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi).
 Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
 Elektrolit (natrim dan kalium), ketidak seimbangan pada 𝑁𝑎+ dan
𝐾 + dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang
 Glukosa, hipolegikemia dapat menjadi presipitasi ( percetus ) kejang
 Ureum atau creatinin, meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya
aktivitas kejang atau mungkin sebagai indikasi nefrofoksik yang
berhubungan dengan pengobatan
 Sel darah merah, anemia aplestin mungkin sebagai akibat dari therapy
obat
 Kadar obat pada serum : untuk membuktikan batas obat anti epilepsi
yang teurapetik
 Fungsi lumbal, untuk mendeteksi tekanan abnormal, tanda infeksi,
perdarahan\Foto rontgen kepala, untuk mengidentifikasi adanya sel,
fraktur
 DET (Position Emission Hemography), mendemonstrasikan perubahan
metabolik ( Dongoes, 2000 : 202 )

J. MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko cedera
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
3. Ketidakefektifan pola napas
4. suhu tubuh/ hipertermi
ASUHAN KEPERWATAN
DENGAN KASUS EPILEPSIS
K. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
2. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Pasien sering mangalami kejang.
3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan riwayat klien saat ini meliputi keluhan, sifat dan hebatnya
keluhan, mulai timbul. Biasanya ditandai dengan anak mulai rewel,
kelihatan pucat, demam, anemia, terjadi pendarahan (pendarah gusi dan
memar tanpa sebab), kelemahan. nyeri tulang atau sendi dengan atau tanpa
pembengkakan
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan
keadaan penyakit sekarang perlu ditanyakan.
5. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post
natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang
pernah diderita oleh ibu. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir
dalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi sistem
kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga
mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak.
Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah
kelahariran dan pertumbuhan dan perkembanagannya.
6. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya
dengan penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan
keluarga perlu diketahui, apakah ada yang menderita gangguan hematologi,
adanya faktor hereditas misalnya kembar monozigot.
Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu
dalam mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
a) Selama serangan :
 Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
 Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
 Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
 Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang
klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
 Apakah pasien menggigit lidah.
 Apakah mulut berbuih.
 Apakah ada inkontinen urin.
 Apakah bibir atau muka berubah warna.
 Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
 Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah
pada satu sisi atau keduanya.
b) Sesudah serangan
 Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit,
gangguan bicara
 Apakah ada perubahan dalam gerakan.
 Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum,
selama dan sesudah serangan.
 Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi
denyut jantung.
 Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
c) Riwayat sebelum serangan
 Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi
 Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung
berdebar.
 Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori,
auditorik, olfaktorik maupun visual.
d) Riwayat Penyakit
 Sejak kapan serangan terjadi.
 Pada usia berapa serangan pertama.
 Frekuensi serangan.
 Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam,
kurang tidur, keadaan emosional.
 Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang
disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
 Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
 Apakah makan obat-obat tertentu
 Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
b. Pemeriksaan fisik
1. Tingkat kesadaran pasien
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.
3. Penglihatan (mata)
Perubahan pada posisi bola mata, dan perubahan pupil
4. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, perdarahan pada gusi
5. Ekstremitas:
Adanya kelemahan otot ekstremitas, distrosia osteo atau tidak
6. Integritas ego
Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.
Tanda : depresi, ansietas, marah.
7. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi,
pusing.
Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
8. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
Tanda : gelisah, distraksi.
9. Pernafasan
Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal, akumulasi
cairan.
Tanda : dispnea, apnea, batuk
c. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan).
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
3. Ketidakefektifan pola napas b.d terganggunya saraf pusat pernafasan
4. Hipertermia b.d pemanjanan lingkungan yang panas
d. Rencana keperawatan
Dx 1: Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan).
Tujuan : untuk menjaga keadaan pasien jika tidak cidera
Kriteria hasil :
1. Klien terbebas dari cedera
2. Klien mampu menjelaskan cara/ metode untuk mencegah injury / cedera
3. Klien mampu menjelaskan resiko dari lingkungan / perilaku personal
4. Mampu memodifokasi gaya hidup untuk mencegah injury
5. Mampumengenali perubahan status kesehatan
Intervensi : 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2. identifikasi kebutuhan keamanan pasien , sesui dengan kondisi fisik dan
fungsi kongnitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
3. menghindarkan lingkungan yang membahayakan
4. memasang side rall di tempat tidur
5. menyediakan tempat tidu yang aman dan nyaman
6. menganjurkan keluarga pasien untuk menemani pasien

Dx 2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah


di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
Tujuan : jalan nafas menjadi efektif
Kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih ,tidak ada
sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum , mampu bernafas
dengan mudah , tidak ada pursed lips)
2. Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik ,irama
nafas , frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal,)
3. Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat
jalan nafas.
Intervensi : 1. pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
2. Auskultasi suaranafas sebelum dan sesudah suction
3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suction
4. Berikan o2 dengan menggunaka nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakea
5. status oksigen pasien
6. Kaji tanda-tanda vital

Dx 3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan saraf pernafasan


Tujuan :setelah diberikan asuhan keperawatan selama … pasien tidak mengalami
gangguan pola napas
kriteria hasil :
1. RR dalam batas normal sesuai umur
2. Nadi dalam batas normal sesuai umur
3. Kaji tanda-tanda vital
Intervensi : 1. Buka jalan nafas , gunakan theknik chin lift atau jaw thurst bila
perlu
2. posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4. pasang mayo bila perlu
5. Keluarkan scret dengan batuk atau suction
Dx 4: Hipertermia b.d pemanjanan lingkungan yang panas
Tujuan :setelah diberikan asuhan keperawatan selama1x3 jam pasien tidak
mengalami panas diatas normal
kriteria hasil :1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. nadi RR dalam rentang normal
3. tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi : 1. Monitor suhu sering mungkin
2. Monitor warana dan suhu kulit
3. monitor tekanan darah , nadi dan RR
4. monitor tingkat kesadaran
5. monitor WBC, Hb , dan Hct
6. monitor intake dan output
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Epilepsi, 2008. www.google.com


Brunner and Sudarth, 2002. Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Jakarta ;
EGC
Doenges, marilynn E. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta, EGC

Você também pode gostar

  • Contoh Proposal Kebersihan
    Contoh Proposal Kebersihan
    Documento7 páginas
    Contoh Proposal Kebersihan
    Indah
    Ainda não há avaliações
  • Riskesdas
    Riskesdas
    Documento7 páginas
    Riskesdas
    Indah
    Ainda não há avaliações
  • Bab 3
    Bab 3
    Documento12 páginas
    Bab 3
    Akfaini Marfirdaus
    Ainda não há avaliações
  • Askep Camar Tajib
    Askep Camar Tajib
    Documento5 páginas
    Askep Camar Tajib
    Indah
    Ainda não há avaliações
  • Kebutuh Gizi
    Kebutuh Gizi
    Documento7 páginas
    Kebutuh Gizi
    Indah
    Ainda não há avaliações
  • Askep Jiwa Perilaku Kekerasan PDF
    Askep Jiwa Perilaku Kekerasan PDF
    Documento16 páginas
    Askep Jiwa Perilaku Kekerasan PDF
    Kartika Wahyuni
    100% (2)
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Documento2 páginas
    Daftar Isi
    Indah
    Ainda não há avaliações
  • LP Typhoid Baru
    LP Typhoid Baru
    Documento12 páginas
    LP Typhoid Baru
    Indah
    Ainda não há avaliações
  • Riskesdas
    Riskesdas
    Documento7 páginas
    Riskesdas
    Indah
    Ainda não há avaliações
  • Berita Acara Perbaikan Ktua Pngji
    Berita Acara Perbaikan Ktua Pngji
    Documento1 página
    Berita Acara Perbaikan Ktua Pngji
    Indah
    Ainda não há avaliações
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Documento1 página
    Daftar Pustaka
    Indah
    Ainda não há avaliações
  • Bab 3
    Bab 3
    Documento11 páginas
    Bab 3
    ela nurlaila
    Ainda não há avaliações
  • Perawatan Diri
    Perawatan Diri
    Documento20 páginas
    Perawatan Diri
    Arika Firdaus
    Ainda não há avaliações
  • Anfis Otak
    Anfis Otak
    Documento61 páginas
    Anfis Otak
    Mohammad Ryan Ipung
    Ainda não há avaliações
  • Asuhan Keperawatan Jiwa Pada TN Ts Dengan Halusinasi Pendengaran
    Asuhan Keperawatan Jiwa Pada TN Ts Dengan Halusinasi Pendengaran
    Documento52 páginas
    Asuhan Keperawatan Jiwa Pada TN Ts Dengan Halusinasi Pendengaran
    Anonymous QAB826Ge
    Ainda não há avaliações
  • Askep Waham
    Askep Waham
    Documento19 páginas
    Askep Waham
    fatimatus zahro
    Ainda não há avaliações
  • Cva Trombosis
    Cva Trombosis
    Documento29 páginas
    Cva Trombosis
    Indah
    Ainda não há avaliações
  • HALUSINASI
    HALUSINASI
    Documento23 páginas
    HALUSINASI
    Arika Firdaus
    Ainda não há avaliações
  • Cover 2
    Cover 2
    Documento2 páginas
    Cover 2
    Lila Wati
    Ainda não há avaliações
  • Cover
    Cover
    Documento1 página
    Cover
    Irull
    Ainda não há avaliações
  • LP Pansitopenia
    LP Pansitopenia
    Documento22 páginas
    LP Pansitopenia
    Septin Arianti
    Ainda não há avaliações
  • Bab 1,2,3
    Bab 1,2,3
    Documento18 páginas
    Bab 1,2,3
    Indah
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Pendahuluan Hematoma
    Laporan Pendahuluan Hematoma
    Documento77 páginas
    Laporan Pendahuluan Hematoma
    GwendoLyne Sykers
    Ainda não há avaliações
  • Anemia Aplastik
    Anemia Aplastik
    Documento11 páginas
    Anemia Aplastik
    Prima Ayu Mokolintad
    Ainda não há avaliações
  • Cva Trombosis
    Cva Trombosis
    Documento29 páginas
    Cva Trombosis
    Indah
    Ainda não há avaliações
  • LP Cva Revisi
    LP Cva Revisi
    Documento14 páginas
    LP Cva Revisi
    lisalumbang1
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Pendahuluan Stemi+pci
    Laporan Pendahuluan Stemi+pci
    Documento23 páginas
    Laporan Pendahuluan Stemi+pci
    M. Bahrul Ulum
    100% (1)
  • Cva Trombosis
    Cva Trombosis
    Documento29 páginas
    Cva Trombosis
    Indah
    Ainda não há avaliações
  • LP Hepatoma
    LP Hepatoma
    Documento16 páginas
    LP Hepatoma
    Rizka Yunita
    91% (11)
  • Sap Santika Revisi
    Sap Santika Revisi
    Documento14 páginas
    Sap Santika Revisi
    Indah
    Ainda não há avaliações