Você está na página 1de 11

Pendahuluan

Angina Pectoris adalah suatu sindrom klinis dimana pasien mendapat serangan sakit dada
yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat didada yang seringkali menjalar kelengan kiri.
Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera
hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. kebutuhan jantung akan oksigen ditentukan oleh
beratnya kerja jantung (kecepatan dan kekuatan denyut jantung). Aktivitas fisik dan emosi
menyebabkan jantung bekerja lebih berat dan karena itu menyebabkan meningkatnya kebutuhan
jantung akan oksigen. Jika arteri menyempit atau tersumbat sehingga aliran darah ke otot tidak
dapat memenuhi kebutuhan jantung akan oksigen, maka bisa terjadi iskemiadan menyebabkan
nyeri. Angina pectoris dibagi menjadi angina stabil, angina tidak stabil, dan angina prizmetal.

Diagnosa angina pectoris terutama didapatkan dari anamnesa mengenai riwayat penyakit,
karena diagnosa pada angina sering kali berdasarkan adanya keluhan sakit dada yang mempunyai
ciri khas sebagai berikut : 1,2

 Letaknya pada daerah sternum, atau dibawah sternum, atau dada sebelah kiri dan kadang-
kadang menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang, leher, dan lengan kanan.
 Nyeri dada timbul pada waktu kapan saja, tidak tergantung pada aktivitas. Serangan
angina dapat timbul pada waktu tidur malam
 Lamanya serangan sakit dada biasanya berlangsung 1 – 5 menit, walaupun perasaan tidak
enak di dada masih dapat terasa setelah sakit dada hilang . bila sakit dada berlangsung
lebih dari 20 menit , mungkin pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan
disebabkan angina pectoris biasa. Dengan anamnese yang baik dan teliti sudah dapat
disimpulkan mengenai tinggi rendahnya kemungkinan penderita tersebut menderita
angina pectoris stabil atau kemungkinan suatu angina pectoris tidak stabil.

Setelah semua deskriptif nyeri dada tersebut didapat, pemeriksa membuat kesimpulan
dari gabungan berbagai komponen tersebut. Kesimpulan yang didapat digolongkan menjadi tiga
kelompok yaitu

angina yang tipikal, angina yang atipikal atau nyeri dada bukan karena jantung.

 Angina tipikal
Bila rasa tidak enak atau nyeri dirasakan dibelakang sternum dengan kualitas dan
lamanya yang khas, dipicu oleh aktivitas atau stress emosional, mereda bila istirahat
atau diberi nitrogliserin.
 Angina atipikal
Bila hanya memenuhi 2 dari 3 kreteria diatas. Nyeri dada dikatakan bukan berasal
dari jantung bila tidak memenuhi atau hanyamemenuhi 1 dari tiga kreteria tersebut.

Pemeriksaan Fisik1,2
Pemeriksaan fisik biasanya normal pada penderita angina pectoris. Tetapi pemeriksaan
fisik yang dilakukan saat serangan angina dapat memberikan informasi tambahan yang berguna.
Adanya gallop, mur-mur regurgitasi mitral, split S2 atau ronkhi basah basal yang kemudian
menghilang bila nyerinya mereda dapat menguatkan diagnosa PJK. Hal-hal lain yang bisa
didapat dari pemeriksaan fisik adalah tanda-tanda adanya factor resiko, misalnya tekanan darah
tinggi.

Pemeriksaan Penunjang3,4
Setiap penderita dengan gejala yang mengarah pada angina harus dilakukan EKG 12
lead. Namun hasil EKG akan normal pada 50 % dari penderita dengan angina pectoris. Depresi
atau elevasi segmen ST menguatkan kemungkinan adanya angina dan menunjukkan suatu
ischemia pada beban kerja yang rendah.
Foto thoraks pada penderita angina pectoris biasanya normal. Foto thorakslebih sering
menunjukkan kelainan pada penderita dengan riwayat infark miokard atau penderita dengan
nyeri dada yang bukan berasal dari jantung. Manfaat pemeriksaan foto thorak secara rutin pada
penderita angina masih dipertanyakan.
Uji latih beban dengan monitor EKG merupakan prosedur yang sudah baku. Dari segi
biaya, tes ini merupakan termurah bila dibandingkan dengan tes echo. Untuk mendapatkan
informasi yang optimal, protocol harus disesuaikan untuk masing-masing penderita agar dapat
mencapai setidaknya 6 menit. SelamaEKG, frekwensi, tekanan darah harus dimonitor dengan
baik dan direkam pada tiap tingkatan dan juga pada saat abnormallitas segmen ST.
metode yang dipakai pada uji beban yaitu dengan menggunakan treadmill dan sepeda statis.
Interpretasi EKG uji latih beban yang paling penting adalah adanya depresi dan elevasi segmen
ST lebih dari 1 mm. Biasanya uji latih beban dihentikan bila mencapai 85% dari denyut jantung
maksimal berdasarkan umur, namun perlu diperhatikan adanya variabilitas yang besar dari
denyut jantung maksimal pada tiap individu. Indikasi absolute untuk menghentikan uji beban
adalah penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg dari tekanan darah awal
meskipun beban latihan naik jika diikuti tanda ischemia yang lain : angina sedang sampai berat,
ataxia yang meningkat, kesadaran menurun, tanda-tanda penurunan perfusi seperti sianosis.

Pada penderita yang tidak bisa di diagnosa dengan uji latih beban berdasarkan EKG,
maka dilakukan uji latih beban dengan pencitraan. Isotop yang biasa digunakan adalah thalium-
210. Tes uji latih ekokardiografi dianalisa berdasarkan penilaian penebalan miokard pada saat uji
latih dibandingkan dengan saat istirahat. Gambaran ekokardiografi yang mendukung adanya
ischemia miokard adalah : penurunan gerakan dinding pada 1 atau lebih segmen ventrikel kiri,
berkurangnya ketebalan dinding saat sistol atau lebih segmen pada saat uji latih beban,
hiperkinesia kompensasi pada segmen dinding yang berkaitan atau yang tidak ischemia.
Tindakan untuk angiografi koroner diagnostic secara langsung pada penderita dengan nyeri dada
yang diduga karena ischemia miokard, dapat dilakukan jika ada kontra indikasi untuk test non
invasive.

Diagnosis banding

NSTEMI5

Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan


bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. Gejala yang paling sering
dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada
pasien yang datang ke IGD.

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri
seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau
tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan
gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina
berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada
waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah
diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri di
lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada
pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.

Pada pemeriksaangambaran (elektrokardiogram = EKG), secara spesifik berupa deviasi


segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien pada Thrombolysis in
Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan
predictor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk
meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi segmen
ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-
pasien dengan NSTEMI.

Troponin T atau Troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai,
karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien
dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap
sampai 2 minggu.

Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan
penilaian resiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan terapi
awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan subgroup yang
berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan sebaiknya terkait
pada faktor resikonya.

STEMI6

Diagnosis STEMI ditegakkan bila ditemukan 2 dari 3 syarat dibawah ini:

 Angina Pectoris
 Kelainan yang bermakna pada gelombang EKG, ditemukkannnya hiperakut T,
elevasi segmen ST lebih dari 0,1 mV pada 2 sadapan atau lebih sadapan
ekstremitas, lebih dari 0,2 mV pada sadapan prekordial, gelombang Q patologis
dan inversi gelombang T.
 Evaluas biokimia dan kenaikan enzim jantung 2X dari batas normal
Prinzmetal angina
Dinding-dinding dari arteri-arteri dikelilingi oleh serat-serat otot. Kontraksi yang cepat
dari serat-serat otot ini menyebabkan penyempitan yang tiba-tiba (spasm) dari arteri-arteri.
Spasme dari arteri-arteri koroner mengurangi darah ke otot jantung dan menyebabkan angina.
Angina sebagai akibat dari spasme (kekejangan) arteri koroner disebut "variant" angina atau
Prinzmetal angina. Prinzmetal angina secara khas terjadi waktu istirahat, biasanya di jam-jam
pagi dini. Spasme dapat terjadi pada arteri-arteri koroner normal serta pada yang disempitkan
oleh arteriosclerosis.

Perikarditis7,8

Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viseralis, atau keduanya. Respons


perikard terhadap peradangan berbeda-beda dari akumulasi cairan atau darah (efusi perikard),
deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma atau kalsifikasi. Etiologinya
bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis, jamur, uremia, neoplasia, autoimun, trauma,
infark jantung, sampai ke idiopatik (paling sering).

Keluhan yang paling sering adalah nyeri dada yang tajam, nyeri menjalar ke punggung,
bahu kiri, leher, lengan, atau rigi trapezial dan secara klasik memburuk bila telentang dan hilang
bila duduk dan membungkuk ke depan. Batuk, dispneu, disfagia, mual, dan demam dapat terjadi.
Tanda utama pada pemeriksaan fisik adalah friction rub perikardial.

Pada pemeriksaan EKG dapat terjadi perubahan pada beberapa stadium, perubahan
pertama memperlihatkan elevasi ST difus kecuali pada sadapan aVR dan V1. Elevasi berbentuk
konkaf ke atas, dan tidak ada perubahan ST-T resiprokal pada sadapan lain. Segmen PR dapat
depresi, gelombang T dapat terbalik pada miokarditis. Foto jantung dapat normal atau membesar
(bila ada efusi perikard).

Etiologi

Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak menetap
akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard.

Patofisiologi9,10

Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab angina yaitu :


 Sklerotik arteri koroner, sebagian besar penderita UAP mempunyai gangguan cadangan
aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama dengan atau
tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat penyempitan pembuluh darah
koroner.
 Agregasi trombosit, stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran
darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya membentuk
trombus dan pembuluhdarah mengalami vasokonstriksi.
 Trombosis arteri koroner, mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik sehingga
penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi mikroemboli dan
menyumbat pembuluh darah yang lebih distal.
 Pendarahan plak ateroma, robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah
kemungkinan mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkan
penyempitan arteri koroner.
 Spasme arteri koroner, dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis
pembuluh darah koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan artikel,
pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah.

Angina pektoris adalah suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia miokard yang
sementara. Ini adalah akibat dari tidak adanya keseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard
dan kemampuan pembuluh darah koroner menyediakan oksigen secukupnya untuk kontraksi
miokard.

Telah diketahui bahwa sel endotel pembuluh darah mampu melepaskan endothelial
derived relaxing factor (EDRF) yang menyebabkan relaksasi pembuluh darah, dan endothelial
derived constricting factor (EDCF) yang menyebabkan kontraksi pembuluh darah.

Pada keadaan normal, penglepasan EDRF terutama diatur oleh asetilkolin melalui
perangsangan reseptor muskarinik yang mungkin terletak di sel endotel. Berbagai substansi lain
seperti trombin, Adenosin Difosfat (ADP), adrenalin, serotonin, vasopresin, histamin dan
noradrenalin juga mampu merangsang penglepasan EDRF, selain memiliki efek tersendiri
terhadap pembuluh darah.
Pada keadaan patologis seperti adanya lesi aterosklerosis, maka serotonin, ADP dan
asetilkolin justru merangsang penglepasan EDCF. Hipoksia akibat aterosklerosis pembuluh
darah juga merangsang penglepasan EDCF.

Berhubung karena sebagian besar penderita AP juga menderita aterosklerosis di


pembuluh darah koroner, maka produksi EDRF menjadi berkurang sebaliknya produksi EDFC
bertambah sehingga terjadi peningkatan tonus A. Koronaria.

Walaupun demikian, jantung memiliki koronari reserve yang besar; maka pada keadaan
biasa, penderita yang mengalami aterosklerosis pembuluh darah koroner mungkin tidak ada
gejala. Namun apabila beban jantung meningkat akibat aktivitas fisik, atau oleh suatu sebab
terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis, maka aliran darah koroner menjadi tidak cukup lagi
untuk mempertahankan suplai oksigen ke miokard sehingga terjadi hipoksia miokard.

Telah dibuktikan bahwa hipoksia merangsang penglepasan berbagai substansi vasoaktif


seperti katekolamin dari ujung – ujung saraf simpatis jantung; ditambah dengan meningkatnya
produksi EDFC, maka terjadilah vasokontriksi A. Koronia lebih lanjut dan jantung menjadi
lebih iskemik.

Keadaan hipoksia dan iskemik ini akan merubah proses glikolisis dari aerobik menjadi
anaerobik, dengan demikian terjadi penurunan sintesis ATP dan penimbunan asam laktat. Selain
itu, penurunan oksidasi metabolik mengakibatkan terlepasnya banyak adenin nukleotida,
sehingga produk hasil degradasi adenin nukleotida yaitu adenosin juga meningkat.

Adenosin sebenarnya memiliki efek kardioprotektif karena substansi ini menghambat


penglepasan enzim proteolitik, menghambat interaksi endotel dan neutrofil, menghambat
agregasi platelet dan menghambat interaksi penglepasan tromboksan. Akan tetapi, Crea, dkk
(1990) telah membuktikan nyeri dada angina adalah disebabkan karena adenosin.

Nyeri dada AP terutama disalurkan melalui aferen saraf simpatis jantung. Saraf ini
bergabung dengan saraf somatik cervico – thoracalis pada jalur ascending di dalam medulla
spinalis, sehingga keluhan angina pektoris yang khas adalah nyeri dada bagian kiri atau
substernal yang menjalar ke bahu kiri terus ke kelingking tangan kiri.

Epidemologi
Penyakit jantung iskemik merupakan pembunuh pertama di Amerika dan seluruh dunia.
Jumlah penderita angina mencapai > 6 juta dari 13 juta orang yang terkena penyakit jantung
iskemik, sedangkan jumlah penderita infark > 7 juta dari total jumlah yang sama. Rasio insidens
angina tak stabil dan NSTEMI dengan STEMI semakin bertambah, dimana hampir setengah dari
penderitanya adalah wanita. Penyakit jantung iskemik lebih banyak terjadi pada kelompok orang
dengan penghasilan menengah dan rendah.

Gejala klinis

Gejalanya adalah sakit dada sentral atau restrosentral yang dapat menyebar kesalah satu
atau kedua tangan, leher atau punggung. Sakit sering timbul pada kegiatan fisik maupun emosi
atau dapat timbul spontan waktu istirahat.

 Penderita dengan angina pektoris dapat dibagi dalam beberapa subset


klinik. Penderita dengan angina pektoris stabil, pla sakit dadanya dapat dicetuskan
kembali oleh kegiatan dan oleh faktor – faktor pencetus tertentu, dalam 30 hari
terakhir tidak ada perubahan dalam hal frekwensi, lama dan faktor – faktor
pencetusnya (sakit dada tidak lebih lama dari 15 menit).
 Pada angina pektoris tidak stabil, umumnya terjadi perubahan – perubahan pola :
meningkatnya frekwensi, parahnya dan atau lama sakitnya dan faktor
pencetusnya. Sering termasuk di sini sakit waktu istirahat, pendeknya terjadi
crescendo ke arah perburukan gejala – gejalanya.
 Subset ketiga adalah angina Prinzmetal (variant) yang terjadi karena spasme arteri
koronaria.
Penatalaksanaan11

Tujuan terapi dalah untuk melegakan gejala iskemi dan mencegah komplikasi lebih lanjut
berupa infark miokard

Medica mentosa

Terapi antiiskemi
Guna melegakan dan mencegah nyeri dada, pengelolaan awal harus meliputi
istirahat, nitrat, dan beta bloker.

Nitrat

Pada awalnya harus diberikan secara sublingual atau spray buccal (0.3-0.6
mg) jika pasien mengalami serangan iskemi. Jika serangan masih berlanjut setelah
3 dosis selang waktu 5 menit, berikan nitrogliserin intravena (5-10 ug/menit)
setiap 3-5 menit hingga gejala membaik. Nitrat oral atau topical dapat
dipergunakan setelah nyeri menghilang, dan dapat menggantikan nitrogliserin
intravena ketika pasien bebas nyeri selama 12-24 jam. Kontraindikasi obat ini
adalah untuk penderita hipotensi atau pengguna sildenafil atau obat lain dalam
kelas tersebut selama 24 jam terakhir.

Blokade beta andregenic

Direkomendasikan untuk menggunakan beta bloker intravena diikuti oral


hingga denyut jantung mencapai 50-60 kali/menit. Ca-channel blocker yang
memperlambat denyut jantung dianjurkan untuk pasien yang mengalami gejala
rekurens paska terapi nitrat dosis penuh dan beta bloker serta pada pasien dengan
kontraindikasi penggunaan beta bloker. Terapi tambahan termasuk ACE inhibitor
dan HMG Ko-A reduktase inhibitor untuk pencegahan sekunder jangka panjang.
Kija nyeri masih bertahan meski sudah diberi nitrogliserid intravena dan beta
bloker, gunakan morfin sulfat 1-5 mg intravena setiap 5-30 menti sesuai
kebutuhan.

Terapi antitrombotik

Terapi awal menggunakan aspirin 325 mg/hari dan 75-162 mg/hari untuk jangka
panjang. Kombinasi aspirin dengan klopidogrel dapat mengurangi angka kejadian relative
kematian akibat penyakit kardiovaskular, infark miokard, atau stroke dibandingkan
dengan terapi tunggal aspirin pada pasien dengan resiko rendah maupun tinggi yang
menderita angina tidak stabil/NSTEMI. Namun terapi ini meningkatkan resiko
pendarahan, yang lebih umum terjadi pada pasien yang menjalani CABG. Penggunaan
klopidogrel sangat dianjurkan untuk mengurangi efek samping dari PCI.

Terapi antikoagulan yang dapat ditambahkan dalam terapi aspirin-klopidogrel


antara lain unfractioned heparin (UPH), LMHW enoxparin, factor Xa inhibitor
fondaparinux, dan penghambat thrombin langsung (bivalirudin) harus digunakan saat
kateterisasi kardiak atau PCI.

GP Iib/IIIa inhibitor juga berguna untuk terapi UAP/NSTEMI. Untuk


penatalaksanaan pasien resiko tinggi yang sudah direncanakan tindakan invasive,
penghambat molekul kecil tifibatide dan tirofiban menunjukan keuntungan sedangkan
antibodi monoklonal abciximab tidak terlalu infektif untuk pasien yang diterapi
konservatif namun berguna untuk pasien yang menjalani PCI. Efek samping utama obat
ini adalah pendarahan.

Pada pasien resiko tinggi, terpai invasif menunjukan keuntungan. Berikan


antiiskemik dan antitrombotik diikuti dengan arteriografi koroner dalam waktu 48 jam
semenjak masuk rumah sakit diikuti dengan revaskularisasi koroner tergantung dari
anatomo koroner

Non medica mentosa

Revaskularisasi Miokard

Angina pectoris dapat menetap sampai bertahun-tahun dalam bentuk serangan


ringan yang stabil. Namun bila menjadi tidak stabil maka dianggap serius, episode nyeri
dada menjadi lebih sering dan berat, terjadi tanpa penyebab yang jelas. Bila gejala tidak
dapat dikontrol dengan terapi farmakologis yang memadai, maka tindakan invasive
seperti PTCA ( angioplasty coroner transluminal percutan ) harus dipikirkan untuk
memperbaiki sirkulasi koronaria.

Pembedahan

Tujuan dialkukan pembedahan adalah untuk memberikan darah lebih banyak


kepada otot jantung dan memperbaiki obstruksi arteri koroner. 2
Ada 4 dasar jenis pembedahan :

1. Ventricular aneurysmectomy, rekonstruksi terhadap kerusakan ventrikel kiri


2. Coronary arteriotomy, memperbaiki langsung terhadap obstruksi arteri koroner
3. Internal thoracic mammary, revaskularisasi terhadap miokard.
4. Coronary Artery Baypass Grafting (CABG), hasilnya cukup memuaskan dan
aman yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan angina dan mortabilitas hanya 1 %
pada kasus tanpa kompilasi.

Prognosis
Faktor penentu dalam meramalkan apa yang akan terjadi pada penderita angina adalah
umur, luasnya penyakit arteri koroner, beratnya gejala dan yang terpenting adalah jumlah otot
jantung yang masih berfungsi normal. Makin luas arteri koroner yang terkena atau makin buruk
penyumbatannya, maka prognosisnya makin jelek. prognosis yang baik ditemukan pada
penderita stable angina dan penderita dengan kemampuan memompa yang normal (fungsi otot
ventrikelnya normal). berkurangnya kemampuan memompa akan memperburuk prognosis.

Komplikasi
 Infarksi miokardium yang akut ( serangan jantung)
 Kematian karena jantung secara mendadak
 Aritmia kardiak

Pencegahan
 Kurangi hal- hal yang dapat menjadi faktor resiko
 Makan makanan yang bergizi seperti, makan sayur- sayuran, biji-bijian.
 Menghindari produk- produk makanan yang berserat tinggi.
 Berhenti merokok.
 Berdiet jika mengalami obesitas atau kelebihan berat badan.
 Sering- sering menggerakkan badan atau berolahraga.

Você também pode gostar