Você está na página 1de 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama

lebih dari 3 bulan. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit

ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60

ml/menit/1,73m² (Chonchol, 2008). Penyakit ginjal kronik merupakan suatu

keadaan klinis kerusakan ginjal yang bersifat progresif dan menetap sehingga

ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya ( Wilson & Price, 2008 ).

Penyakit gagal ginjal kronik sudah menjadi masalah kesehatan dunia.

Penderita gagal ginjal kronik setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Prevalensi populasi gagal ginjal kronik di dunia diperkirakan 215 / satu juta

orang pada tahun 2025 di Asia, Mediterania, Timur Tengah serta Afrika.

Prevalensi PGK diperkirakan akan mencapai lebih dari 380 juta orang

(Grassman, 2008). Di Amerika Serikat jumlah penderita PGK diperkirakan

mencapai angka 10 % dari populasi orang dewasa atau sekitar 20 juta orang.

Hal ini sering terjadi seiring dengan peningkatan populasi penderita diabetes

dan hipertensi (National Chronic Kidney Desease Fact Sheet, 2014).

Populasi penyakit gagal ginjal di Indonesia dari tahun ke tahun terus

mengalami peningkatan. Peningkatan populasi pasien diabetes dan hipertensi

sebagai penyebab terbanyak pasien gagal ginjal di Indonesia (Rusli, 2012).

Wahyuni (2013) menyatakan 25 juta penduduk Indonesia mengalami

1
2

gangguan fungsi ginjal karena hipertensi dan diabetes. 70.000 diantaranya

adalah kasus ginjal tahap akhir namun hanya 10% yang mendapat

hemodialisis.

Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi

sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir

gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu

singkat (Nursalam, 2008). Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan

zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang

berlebihan. Frekuensi dan lamanya Hemodialisa bervariasi, tergantung

kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita

menjalani dialisis sebanyak 2-3 kali / minggu.

Setiap tahun angka penderita gagal ginjal yang dilakukan

hemodialisis mengalami peningkatan. Peningkatan penderita penyakit ini di

Indonesia sudah mencapai angka 20%. Pusat data dan informasi Perhimpunan

Rumah Sakit Seluruh Indonesia menyatakan jumlah penderita gagal ginjal

kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk. Berdasarkan data

dari Indonesia Renal Registry pada tahun 2014 terdapat 17.193 pasien baru

penderita gagal ginjal kronik yang dilakukan Hemodialisa meningkat 21%

dari tahun sebelumnya yaitu 15.128. Dari data tersebut Provinsi Jawa Barat

menempati urutan pertama dengan jumlah pasien baru 5029 atau sekitar 30 %.

( PDPERSI, 2014 ). Di Kota Sukabumi sendiri pasien yang menjalani

hemodialisa dari setiap tahunnya mengalami peningkatan. Bisa dilihat dari

data pasien yang menjalani cuci darah di RSUD R. Syamsudin, SH.


3

Berikut data pasien lama dan baru di ruang hemodialisa RSUD R.

Syamsudin, SH Kota Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Data Pasien Lama & Baru di Ruang Hemodialisa RSUD R.
Syamsudin, SH Kota Sukabumi Tahun 2013-2015

TAHUN
NO BULAN 2013 2014 2015
Lama Baru Lama Baru Lama Baru
1 Januari 175 25 203 14 217 21
2 Februari 179 28 228 16 214 19
3 Maret 185 28 199 21 214 17
4 April 187 18 206 16 212 26
5 Mei 195 18 221 13 215 20
6 Juni 197 19 206 13 222 18
7 Juli 210 16 204 26 204 24
8 Agustus 204 14 201 22 206 22
9 September 205 24 198 24 207 25
10 Oktober 202 30 200 28 206 20
11 November 213 5 218 19 185 16
12 Desember 202 14 216 29 207 23
Total 2354 239 2500 241 2509 251
Sumber : Rekam Medik RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi

Berdasarkan Tabel 1.1 menunjukan bahwa angka kunjungan pasien

baru dari setiap tahunnya mengalami peningkatan. Dari sebelumnya pada

tahun 2014 berjumlah 241 orang, di tahun 2015 meningkat menjadi 251

orang pasien baru. Peningkatan pasien hemodialisa tersebut terjadi setiap

tahunnya. Hal ini harus menjadi perhatian bagi rumah sakit khususnya

petugas kesehatan guna meningkatkan kualitas pelayanan di ruang

hemodialisa. Yang mana, RSUD Syamsudin SH Kota Sukabumi yang

merupakan Rumah Sakit rujukan dari wilayah kabupaten Sukabumi,

kabupaten Cianjur, kabupaten Bogor. Insiden pasien gagal ginjal kronik yang

melakukan Hemodialisa di RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi


4

meningkat setiap tahunnya. Sehingga perlu sekali Rumah Sakit untuk

memperhatikan managemen pelayanan di Ruang Hemodialisa.

Manajemen pelayanan hemodialisis bertujuan untuk memberikan

pelayanan prima dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dan

keselamatan pasien yang dilakukan secara komprehensif mulai dari

pengkajian sampai evaluasi seperti persiapan mesin, persiapan peralatan dan

persiapan pasien. Persiapan pasien yang meliputi kondisi pasien secara

umum baik mental maupun fisik harus diperhatikan oleh petugas kesehatan

diruang hemodialisis.

RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi merupakan rumah sakit

rujukan tipe B. RSUD R, Syamsudin, SH memiliki unit Hemodialisa

dengan kapasitas 43 tempat tidur. Saat ini unit Hemodialisa tersebut

melayani pasien dari berbagai daerah di sekitar Sukabumi, Cianjur dan

Banten. Unit Hemodialisa RSUD R. Syamsudin, SH memiliki moto

pelayanan“ light up your life” memberikan pesan bahwa unit tersebut

berkomitmen memberikan pelayanan dengan peningkatan kualitas hidup

pasien dengan gagal ginjal kronik. Sebagai bagian dari komitmen pelayanan

tersebut tentunya pelayanan yang diberikan tidak hanya terfokus pada

masalah fisik semata tetapi juga memandang klien sebagai subjek yang

diperlakukan secara menyeluruh.

Klien yang menjalani Hemodialisa akan mengalami perubahan fisik,

psikologis dan sosial. Klien yang diHemodialisa jangka panjang sering

merasa khawatir akan kondisi sakitnya. Kekhawatiran tersebut timbul dari


5

adanya perasaan cemas karena prosedur tindakan, masalah finansial, dan

beban yang ditimbulkan terhadap keluarga (Brunner dalam Aroem 2015).

Dampak hemodialisis secara umum yaitu nyeri abdomen, sakit pada tulang

dan persendian, hipovolemik, tekanan darah yang rendah, kram pada otot,

kelelahan, dan kondisi fisik yang lemah. Dampak-dampak inilah yang dapat

meningkatkan kondisi psikologis pasien hemodialisa yang dapat

menyebabkan kecemasan. (Ngastiyah, 2007).

Kecemasan adalah perasaan was-was seakan sesuatu yang buruk akan

terjadi dan merasa tidak nyaman seakan ada ancaman yang disertai gejala-

gejala fisik seperti jantung berdebar, keringat dingin, tangan gemeteran.

(Keliat, 2011). Pada umumnya kecemasan merupakan fenomena normal pada

pengalaman-penglaman baru dan hal-hal yang belum pernah di coba. Kondisi

psikologis seseorang tidak selamanya berada pada kondisi stabil, berbagai

respon kejiwaan muncul pada seseorang dalam berbagai kondisi, respon

tersebut bisa berupa senang, sedih, cemas.

Pasien yang menjalani hemodialisa mengalami berbagai masalah, hal

tersebut muncul setiap waktu sampai akhir kehidupan. Hal ini menjadi stresor

fisik yang berpengaruh pada berbagai dimensi kehidupan pasien yang

meliputi bio, psiko, sosio, spiritual. Kelemahan fisik yang dirasakan seperti

mual, muntah, nyeri, lemah otot, oedema adalah sebagian dari manifestasi

klinik dari pasien yang menjalani Hemodialisa. Ketidakberdayaan serta

kurangnya penerimaan diri pasien menjadi faktor psikologis yang mampu

mengarahkan pasien pada tingkat stres, cemas bahkan depresi. Kecemasan


6

yang tidak di atasi akan mempengaruhi proses terapi hemodialisis. Pasien

cemas akan mempengaruhi kondisi fisik pasien diantaranya peningkatan

tanda-tanda vital sehingga akan mempengaruhi keberhasilan proses dialisis.

Peran perawat dalam hal ini terutama pendidikan kesehatan

merupakan salah satu tindakan keperawatan yang mempunyai peranan dalam

memberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga. Pengawasan,

pendampingan, dan dokumentasi keperawatan juga dilakukan selama proses

cuci darah untuk mencegah kekhawatiran dan kecemasan dari pasien dan

keluarga.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada tanggal 09-Maret-2016 di

RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi, dengan cara wawancara pada 10

pasien baru dan 10 pasien lama menunjukan bahwa dari 10 pasien baru yang

teridiri dari 5 orang berjenis kelamin laki-laki dan 5 berjenis kelamin

perempuan, dengan tingkat kemesan 7 mengalami kecemasan berat dan 3

mengalami kecemasan sedang. Tingkat kecemasan yang dialami pasien baru

semuanya diakibatkan karena prosedur tindakan seperti cemas terhadap

mesin, dipasang selang-selang yang dialiri darah dan ditusuk. Sedangkan dari

10 Pasien lama yang terdiri dari 5 berjenis kelamin laki-laki dan 5 berjenis

kelamin perempuan, dengan tingkat kecemasan sebanyak 6 orang mengalami

kecemasan berat, 2 orang kecemasan sedang dan 2 orang kecemasan ringan.

Dari 10 pasien lama mengatakan tingkat kecemasan yang dialaminya di

akibatkan karena proses hemodialisa yang sedang dijalaninya hanya untuk

memperpanjang usia bukan untuk menyembuhkan.


7

Berdasarkan pengalaman peneliti selama dinas di ruang Hemodialisa

di RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi dengan beberapa orang pasien

yang sedang menjalani terapi Hemodialisa diperoleh data salah satunya pada

Ny. S mengatakan masih cemas dan takut untuk datang menjalani tindakan

Hemodialisa karena banyaknyaa tusukan jarum pada daerah kaki dan tangan

terkadang pasien cemas dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk

dilakukan Hemodialisa cukup mahal untuk satu kali tindakan Hemodialisa

dan dalam 1 minggu harus rutin sebanyak 2 kali dilakukan terapi

Hemodialisa.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Pasien

yang Menjalani Hemodialisa Berdasarkan Karakteristik Responden di

Ruang Hemodialisa RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah ”bagaimana Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Pasien yang

Menjalani Hemodialisa Berdasarkan Karakteristik Responden di Ruang

Hemodialisa RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi”.


8

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui Gambaran Tingkat Kecemasan Pada Pasien yang

Menjalani Hemodialisa Berdasarkan Karakteristik Responden di Ruang

Hemodialisa RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran kecemasan pada pasien yang menjalani

Hemodialisa berdasarkan karakteristik usia responden di Ruang

Hemodialisa RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi.

b. Mengetahui gambaran kecemasan pada pasien yang menjalani

Hemodialisa berdasarkan karakteristik jenis kelamin responden di

Ruang Hemodialisa RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi

c. Mengetahui gambaran kecemasan pada pasien yang menjalani

Hemodialisa berdasarkan karakteristik pasien baru dan lama di Ruang

Hemodialisa RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi.

d. Mengetahui gambaran kecemasan pada pasien yang menjalani

Hemodialisa berdasarkan informasi yang di dapat responden di Ruang

Hemodialisa RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi.


9

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman dalam proses

penyusunan karya tulis ilmiah khususnya dalam mengetahui gambaran

karakteristik dan tingkat kecemasan pada pasien Hemodialisa.

2. Bagi RSUD R. Syamsudin, SH

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang gambaran

karakteristik pasien tingkat kecemasan pada pasien Hemodialisa

sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam perencanaan awal

asuhan keperawatan pada pasien Hemodialisa.

3. Bagi STIKES Kota Sukabumi

Hasil penelitian ini dapat memperkaya keilmuan keperawatan

medikal bedah terutama berhubungan rencana intervensi asuhan

keperawatan pada klien cemas yang menjalani Hemodialisa sehingga

menambah referensi mahasiswa stikesmi dalam pengembangan

intervensi keperawatan.

E. Kerangka Pemikiran

Menurut Riduwan (2010), kerangka pemikiran adalah dasar pemikiran

dari penelitian yang disintesiskan dari fakta-fakta, observasi dan telaah

penelitian.

Hemodialisis dilakukan pada jangka waktu yang lama dan berdampak

pada aspek fisik maupun psikologis. Dampak psikologis dilakukannya


10

hemodialisis adalah kecemasan. Kecemasan pada pasien hemodialisis sering

ditemukan terutama pada saat awal menjalani hemodialisis, hal ini

disebabkan oleh proses adaptasi terhadap penyakit kronis yang mengancam

sistem diri dan integritas diri. Tingkat kecemasan seseorang dapat di ukur

berdasarkan respon atau gejala yang dialaminya (Hawari, 2011).

Pengkajian tentang tingkat kecemasan relevan di gunakan untuk

menegakan diagnosa keperawatan dan mempengaruhi dalam menetukan

intervensi dan implementasi (Stuart, 2009). Intervensi yang digunakan untuk

mengatasi kecemasan berdasarkan tingkat kecemasan (Carpenito, 2010).

Terdapat empat tingkat kecemasan yaitu ringan, sedang, berat dan panik

(Stuart, 2009). Intervensi pada tingkat kecemasan ringan dan sedang, berbeda

dengan tingkat kecemasan berat atau panik pada pasien. Kecemasan yang

tidak di atasi akan mempengaruhi proses terapi hemodialisis. Pasien cemas

akan mempengaruhi kondisi fisik pasien diantaranya peningkatan tanda-tanda

vital sehingga akan mempengaruhi keberhasilan proses dialisis.


11

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Gambaran Tingkat Kecemasan Pada


Pasien yang MenjalaniHemodialisa Berdasarkan Karakteristik
Responden di Ruang Hemodialisa RSUD R. Syamsudin, SH
Kota Sukabumi

Tingkat Kecemasan Pasien yang Menjalani Hemodialisa :


1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pasien baru dan lama
4. Sumber informasi

Keterangan :

: Variabel yang di teliti

Você também pode gostar