Você está na página 1de 10

Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

Kecepatan rigor mortis pada intoksikasi insektisida golongan


organofosfat pada kelinci

Novianto Guanovora
Nola T. S. Mallo
Djemi Tomuka

1
Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
2
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi – RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado
Email: novianto.g.12303@gmail.com

Abstract: The objective of this study is to compare the time of rigor mortis formed between
the control group and the treated group. This was a true experimental study with a post –test
only control group design. This study was conducted at RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Forensic Laboratory Manado from September to November 2015. This research begins with
caring of the rabbits (Oryctolagus cuniculus) weighting 1250 – 2100 g. were divided into two
groups, control group and treated group. Treated group was exposed to diazinon 600 as many
as 3 ml in one treatment. Data were analyzed by using univariat analysis, subsequently tested
by using independent t-Test. The results showed that there was a significant difference (P
<0.05) in the time of rigor mortis formed and disappeared between the two groups.
Conclusion: The time of rigor mortis formed and then disappeared was shorter among rabbits
with organopgosphate intoxication compared to the ones without intoxication. Further studies
are needed using instrument to evaluate the rigor mortis.
Keywords: rigor mortis, intoxication, organophosphate

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kecepatan rigor mortis pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Jenis penelitian eksperimental murni (true
experimental desaign) dengan rancangan penelitian post test only control group desaign.
Penelitian dilakukan dilaboratorium Forensik RSUP. Prof. Dr. dr. R. D. Kandou Manado pada
bulan September – November 2015. Penelitian diawali dengan pemeliharaan kelinci
(Oryctolagus Cuniculus ) dengan berat badan 1250 – 2100 g. Selanjutnya kelinci dibagi
menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, kelompok yang dilakukan pemaparan
Diazinon 600 sebanyak 3 ml dalam satu kali pemberian. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat perbedaan bemakna (P < 0,05) waktu terbentuk rigor mortis, kaku, kaku sempurna,
dan mulai melemas antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Simpulan: Waktu
terbentuk rigor mortis dan waktu mulai melemas lebih singkat pada kelinci dengan intoksikasi
organofosfat dibandingkan yang tanpa intoksikasi. Disarankan penelitian lebih lanjut dengan
menggunakan alat ukur untuk menilai rigor mortis.
Kata kunci: rigor mortis, intoksikasi, organofosfat

Definisi Kematian menurut Undang- permanen, atau apabila kematian batang


Undang Republik Indonesia Nomor 36 otak telah dapat dibuktikan.”.Ilmu yang
Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 117: mempelajari tentang kematian dikenal
“Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi dengan istilah Thanatologi. Thanatologi
sistem jantung, sirkulasi dan sistem berasal dari kata thanatos yang berarti
pernafasan terbukti telah berhenti secara berhubungan dengan kematian dan logos
21
Guanovora, Mallo, Tomuka: Kecepatan rigor mortis pada intoksikasi insektisida ...

yang berarti ilmu. Tanda-tanda kematian keracunan insektisida akut sebanyak


dibagi dua yaitu kematian pasti dan tidak 3.000.000 kasus setiap tahunnya dengan
pasti. Tanda kematian tidak pasti adalah angka kematian sejumlah 220.000 kasus.
penafasan berhenti, sirkulasi terhenti, kulit Mayoritas insiden ini terjadi di negara-
pucat, tonus otot menghilang dan relaksasi, negara berkembang, terutamadi Afrika,
pembuluh darah retina mengalami Asia, Amerika tengah dan Amerika
segmentasi dan pengeringan kornea. Selatan. Peningkatan insiden bermakna di
Sedangkan tanda pasti kematian adalah Amerika Tengah terjadi dari tahun 1992
lebam mayat (livor mortis), kaku mayat sampai tahun 2000 dengan angka kejadian
(rigor mortis), penurunan suhu tubuh keracunan insektisida meningkat dari 6,3
(algor mortis), pembusukan, mumifikasi per 100.000 populasi menjadi 19,3 per
dan adiposera.1 Dalam penelitian ini, yang 100.000 populasi dengan kecepatan
ingin diketahui adalah Rigor Mortis. mortalitas yang meningkat dari 0,3 per
Rigor mortis atau kaku mayat adalah 100.000 populasi menjadi 2,1 per 100.000
salah satu tanda fisik kematian. rigor mortis kasus.5 Berdasarkan laporan dari Mabes
dapat dikenali dari adanya kekakuan yang Polri pada tahun 2012 ditemukan bahwa
terjadi secara bertahap sesuai dengan angka bunuh diri dengan organofosfat
lamanya waktu pasca kematian.2 sekitar 0.5 % dari 100.000 populasi, yang
Rigor Mortis terjadi akibat hilangnya berarti ada sekitar 1.170 kasus bunuh diri
adenosina trifosfat (ATP) dari otot-otot yang dilaporkan dalam satu tahun.3
tubuh manusia. ATP digunakan untuk Insektisida sendiri adalah racun
memisahkan ikatan aktin dan myosin pada serangga yang banyak dipakai dalam
otot sehingga otot dapat berelaksasi, dan pertanian, perkebunan, dan dalam rumah
hanya akan beregenerasi bila proses tangga. Keracunan insektisida biasanya
metabolisme terjadi, sehingga bila terjadi karena kecelekaan dan percobaan
seseorang mengalami kematian, proses bunuh diri, jarang sekali karena
metabolismenya akan berhenti dan suplai pembunuhan. Insektisida digolongan dalam
ATP tidak akan terbentuk, sehingga tubuh hidrokarbon terkhlorinasi dan inhibitor
perlahan-lahan akan menjadi kaku seiring kolinesterase (organofosfat dan karbamat).2
menipisnya jumlah ATP pada otot.2 Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
Toksikologi forensik merupakan salah insektisida golongan inhibitor kolinesterase
satu cabang ilmu forensik yang yaitu organofosfat. Karena ketersediaannya
mempelajari tentang zat kimia atau racun dalam kehidupan sehari-hari dan gampang
yang dapat mengancam hidup. Secara garis ditemukan di pasar atau minimarket
besar, toksikologi forensik mencakup setempat. Insiden kasus bunuh diri dengan
terapan ilmu alam dalam menganalisis menggunakan organofosfat semakin
racun yang terlibat dalam tindak kriminal meningkat.5
yang dituduhkan dan sebagai bukti tindak Dalam penelitian ini digunakan hewan
kriminal di pengadilan. Tujuan lain dari coba yaitu kelinci yang sehat karena kelinci
toksikologi forensik ialah untuk mendeteksi memiliki kemampuan untuk hidup dan
dan mengidentifikasi konsentrasi dari zat berkembangbiak dengan baik dalam habitat
racun dan metabolitnya dalam materi yang bervariasi mulai dari padang pasir,
biologi serta mengintepretasikan temuan daerah subtropis dan daerah tropis. Kelinci
analisis dalam suatu argumentasi tentang mudah beradaptasi terhadap bentuk
penyebab keracunan.3 kandang yang beraneka ragam dari yang
Menurut World Health Organization paling sederhana di bawah kolong
(WHO), satu juta kasus keracunan berat tanah/rumah panggung sampai model
dan dua juta kasus bunuh diri kandang modern.6
menggunakan organofosfat terjadi di Berdasarkan tingginya insiden bunuh
seluruh dunia dan 200.000 diantaranya diri dengan menggunakan insektisida
meninggal.4 WHO memperkirakan kejadian golongan organofosfat secara oral,
22
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

penelitian ini bertujuan mengetahui terurai.7,8


seberapa cepat kelompok terjadinya rigor Ikatan antara aktin dan myosin di otot
mortis tanpa perlakuan dan dengan manusia akan menetap (menggumpal) dan
perlakuan pemberian organofosfat. terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis
akan mulai muncul 2 jam postmortem
Rigor mortis (setelah kematian). Ciri fisik akan semakin
Rigor mortis atau kaku mayat adalah dapat teridentifikasi hingga mencapai
salah satu tanda fisik kematian. Rigor mencapai titik maksimal pada 12 jam
mortis dapat dikenali dari adanya kekakuan postmortem. Namun setelah itu, ciri ini
yang terjadi secara bertahap sesuai dengan akan berangsur-angsur menghilang sama
lamanya waktu pasca kematian.2 seperti dengan kemunculannya. Pada 12
Rigor mortis terjadi akibat hilangnya jam setelah kekakuan maksimal (24 jam
adenosina trifosfat (ATP) dari otot-otot postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada
tubuh manusia. ATP digunakan untuk lagi. Faktor-faktor yang memengaruhi
memisahkan ikatan aktin dan myosin pada terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh,
otot sehingga otot dapat berelaksasi, dan volume otot dan suhu lingkungan. Makin
hanya akan beregenerasi bila proses tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku
metabolisme terjadi, sehingga bila jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan
seseorang mengalami kematian, proses cara menggerakkan sendi fleksi dan
metabolismenya akan berhenti dan suplai antefleksi pada seluruh persendian tubuh.2
ATP tidak akan terbentuk, sehingga tubuh Hal-hal memiliki tanda fisik sama
perlahan-lahan akan menjadi kaku seiring namun berbeda dari rigor mortis atau kaku
menipisnya jumlah ATP pada otot.2 Secara jenazah adalah:
Fisiologi ATP baru berguna untuk melekat 1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot
pada myosin agar iktan jembatan silang yang terjadi pada saat kematian dan
antara myosin dan aktin dapat terlepas pada menetap sesudah kematian akibat
akhir siklus, meskipun selama proses hilangnya ATP lokal saat mati karena
disosiasi ini ATP tidak terurai. Kebutuhan kelelahan atau emosi yang hebat sesaat
akan ATP dalam memisahkan myosin dan sebelum mati.
aktin jelas terlihat dalam rigor mortis (kaku 2. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot
mayat), suatu penguncian menyuluruh otot akibat koagulasi protein karena panas
rangka yang dimulai 3 sampai 4 jam setelah sehingga serabut otot memendek dan
kematian, konsentrasi Ca2+ sitosol mulai terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat
meningkat, kemungkinan besar karena yang tersimpan dalam ruangan dengan
membran sel otot inaktif tidak dapat pemanas ruangan dalam waktu yang
menahan Ca2+ esktrasel dan juga mungkin lama.
karena Ca2+ keluar dari kantung lateral. 3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh
Ca2+ ini menggeser samping protein-protein akibat lingkungan yang dingin sehingga
regulatorik, menyebabkan aktin berikatan terjadi pembekuan cairan tubuh dan
dengan jembatan silang myosin, yang pemadatan jaringan lemak pada lapisan
sudah dibekali ATP sebelum kematian. Sel subkutan sampai otot.2
sel mati tidak lagi dapat menghasilkan ATP
sehingga aktin dan myosin, sekali terikat, Keracunan dan Jalan Masuk Racun
tidak dapat terlepas. karena sel-sel tersebut Keracunan merupakan masuknya suatu
tidak memiliki ATP segar. Karena itu zat ke dalam tubuh yang dapat
filamen tipis dan tebal tetap terikat oleh mengakibatkan gangguan kesehatan serta
jembatan silang, menyebabkan otot yang kematian.Keracunan akibat insektisida
mati menjadi kaku. Dalam beberapa hari sudah menjadi masalah seluruh
selanjutnya, kaku mayat secara bertahap dunia.Estimasi jumlah kasus per tahun
berkurang akibat protein-protein yang sebesar 1-3 juta. Angka kematian beragam
terlibat dalam kompleks rigor mortis mulai mulai dari 1% sampai 9% kasus yang
23
Guanovora, Mallo, Tomuka: Kecepatan rigor mortis pada intoksikasi insektisida ...

datang berobat, dan bergantung pada pelindung.4 Toksisitas melalui kulit


ketersediaan antidote serta mutu layanan (acute dermal toxicity) dapat terjadi
medis yang diberikan. Keracunan yang jika xenobiotik diabsorpsi kulit dapat
disengaja (terutama untuk upaya percobaan menembus epidermis, kemudian
bunuh diri atau berhasil bunuh diri), memasuki kapiler darah dalam kulit,
proporsinya dalam kasus keracunan sehingga terbawa sampai paru-paru
insektisida cukup besar di Negara tertentu.9 dan organ vital lainnya seperti otak dan
Jalur masuk atau portal entri adalah otot.7Xenobiotik akan segera
pintu masuknya xenobiotik ke dalam tubuh diabsorpsi jika kontak melalui kulit
organisme. Xenobiotik merupakan bahan atau mata. Absorpsi ini akan terus
asing bagi tubuh organisme; racun.10 berlangsung selama pestisida masih
Racun masuk ke dalam tubuh melalui ada pada kulit. Kecepatan absorpsi
berbagai cara yaitu10: berbeda pada tiap bagian tubuh.
1. Ditelan (per oral; ingesti) Perpindahan residu pestisida akan
Portal entri ini sering dan mudah menambah potensi keracunan. Residu
terjadi namun bahan asing yang masuk dapat berpindah dari tangan ke dahi
tidak akan mudah mencapai peredaran yang berkeringat atau daerah genital.
darah karena beberapa hal penting Pada daerah ini kecepatan absorpsi
yang terkait pada fungsi saluran gastro sangat tinggi sehingga dapat lebih
intestinal. Di mulut xenobiotik berbahaya daripada tertelan.11
bercampur dengan ludah yang 5. Melalui anus atau vagina (perektal,
mengandung enzim, di dalam lambung pervaginam)
xenobiotik yang tidak tahan asam akan
dihancurkan oleh asam lambung, di Insektisida
usus halus akan bertemu dengan enzim Insektisida adalah racun serangga yang
usus halus yang bersifat basa sehingga banyak dipakai dalam pertanian,
xenobiotik asam akan ternetralisir, dan perkebunan, dan dalam rumah tangga.
seterusnya hingga terbuang melalui Keracunan insektisida biasanya terjadi
usus besar. Proses absorpsi terjadi karena kecelekaan dan percobaan bunuh
melalui mukosa usus, yang selanjutnya diri, jarang sekali karena pembunuhan.
mengalir melalui system sirkulasi Insektisida digolongan dalam hidrokarbon
darah.4 terkhlorinasi dan inhibitor kolinesterase
2. Terhisap bersama udara pernafasan (organofosfat dan karbamat). Hidrokarbon
(inhalasi) terkhlorinasi adalah zat kimia sintetik yang
Bukti mengenai efek yang serius akibat stabil beberapa minggu sampai beberapa
pajanan melalui udara terhadap bulan setelah penggunaannya.2 Pada
kesehatan manusia masih sangat penelitian ini, penulis menggunakan
sedikit.7,8 insektisida golongan inhibitor kolinesterase
3. Melalui penyuntikan (parenteral, dalam hal ini organofosfat.
injeksi) Organofosfat memiliki struktur kimia
4. Penyerapan melalui kulit (absorpsi) dengan atom oksigen atau sulfur yang
Pajanan xenobiotik melalui kulit berikatan ganda dengan fosfor, sehingga
terjadi ketika xenobiotik tumpah disebut phosphate atau phosphoro-
mengenai kulit atau terbawa angin thioates.11 Lebih dari 50.000 komponen
hingga menempel ke kulit. Semakin organophosphate telah disynthesis dan diuji
luas area kulit yang terkena dan untuk aktivitas insektisidanya. Tetapi yang
semakin lama durasi kontak maka telah digunakan tidak lebih dari 500 jenis
semakin serius dampak yang akan saja. Semua produk organophosphate
terjadi. Pajanan melalui absorpsi tersebut berefek toksik bila tertelan, dimana
dermal dapat dikurangi secara hal ini sama dengan tujuan penggunaannya
signifikan dengan penggunaan pakaian untuk membunuh serangga.4 Sebagian
24
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

besar senyawa organofosfat berikatan (AChE), sehingga AChE menjadi inaktif


sulfur, karena bentuk P=S lebih stabil dan dan terjadi akumulasi asetilkolin. Enzim
larut lemak.11 tersebut secara normal menghidrolisis
Organophosphat adalah insektisida asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Pada
yang paling toksik diantara jenis insektisida saat enzim dihambat, mengakibatkan
lainnya dan sering menyebabkan keracunan jumlah asetilkolin meningkat dan berikatan
pada orang. Termakan hanya dalam jumlah dengan reseptor muskarinik dan nikotinik
sedikit saja dapat menyebabkan kematian, pada system saraf pusat dan perifer. Hal
tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg tersebut menyebabkan timbulnya gejala
untuk dapat menyebabkan kematian pada keracunan yang berpengaruh pada seluruh
orang dewasa. Organofosfat menghambat bagian tubuh. Keadaan ini akan
aksi pseudokholinesterase dalam plasma menimbulkan efek yang luas.7 kematian
dan kholinesterase dalam sel darah merah karena organofosfat disebabakan oleh
dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut kegagalan pernapasan, karena diafragma
secara normal menghidrolisis asetilkolin tidak dapat mengalami repolarisasi dan
menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim kembali kekeadaan istirahatnya, kemudian
dihambat, mengakibatkan jumlah asetil- berkontraksi ulang membawa masuk udara
kolin meningkat dan berikatan dengan segar.
reseptor muskarinik dan nikotinik pada Organofosfat menghambat aksi
system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut pseudokolinesterase dalam plasma dan
menyebabkan timbulnya gejala keracunan kolinesterase dalam sel darah merah dan
yang berpengaruh pada seluruh bagian pada sinapsisnya. Penghambatan kerja
tubuh.5 enzim terjadi karena organofosfat
Pada insektisida golongan organo- melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam
fosfat, ada organofosfat dengan inhibisi bentuk komponen yang stabil. Potensiasi
langsung (yang mengandung = O) dan aktivitas parasimpatik post-ganglionik,
organofosfat dengan inhibisi tak langsung mengakibatkan kontraksi pupil, stimulasi
(yang mengandung = S) tergantung dari otot saluran cerna, stimulasi saliva dan
dibutuhkan atau tidaknya pengaktivan kelenjar keringat, kontraksi otot bronkial,
metabolik sebelum terjadinya hambatan kontraksi kandung kemih, nodus sinus
pada asetilkolineseterase. Dengan kata lain, jantung dan nodus atrio-ventrikular
senyawa organofosfat indirek harus dihambat. Mula-mula stimulasi disusul
menjalani bioaktivasi sehingga menjadi dengan depresi pada sel sistem saraf pusat
aktif secara biologi. Senyawa organofosfat (SSP) sehingga menghambat pusat
indirek contohnya parathion, diazinon, pernafasan dan pusat kejang. Stimulasi dan
malathion, dan chlorpyrifos menjadi lebih blok yang bervariasi pada ganglion dapat
toksik dibandingkan senyawa induknya.8 mengakibatkan tekanan darah naik atau
Penghambatan kerja enzim terjadi turun serta dilatasi atau miosis pupil.
karena organophosphate melakukan Kematian disebabkan karena kegagalan
fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk pernafasan dan blok jantung.7,11
komponen yang stabil. Asetilkolin (ACh)
adalah penghantar saraf yang berada pada Hubungan Kecepatan Rigor mortis
seluruh sistem saraf pusat (SSP), saraf dengan Keracunan Organofosfat
otonom (simpatik dan parasimpatik), dan Dalam proses taut neuromuskular, sel
sistem saraf somatik. Asetilkolin bekerja saraf dan sel otot sebenarnya tidak
pada ganglion simpatik dan parasimpatik, berkontak satu samalin. Ruang atau celah
reseptor parasimpatik, simpangan saraf antara keduanya terlalu besar untuk
otot, penghantar sel-sel saraf dan medula memungkinkan transmisi listrik suatu
kelenjar suprarenal. Setelah masuk dalam impuls antara keduanya. Selain itu tidak
tubuh, golongan organofosfat akan terdapat saluran keluar bagi arus pembawa
mengikat enzim asetilkolinesterase muatan dari terminal button (terminal
25
Guanovora, Mallo, Tomuka: Kecepatan rigor mortis pada intoksikasi insektisida ...

akson yang membesar membentuk struktur menerus. Berkelanjutannya kontraksi otot


mirip tombol). Karenanya, seperti disinaps ini menyebabakan deplesi dari ATP
saraf terdapat suatu pembawa pesan (adenosine tripohospat) pada otot sehingga
kmimiawi yang mengangkut sinyal antara terjadi penggumpalan pada aktin dan
ujung saraf dan serat otot. Neurotarnsmiter myosin membuat terjadinya kekakuan pada
ini disebut asetilkolin (ACh). Setiap otot. Dalam kasus ini keracunan insektisida
terminal buton mengandung ribuan vesikel golongan organofosfat menyebabkan
yang menyimpan ACh. Perambatan peningkatan kecepatan rigor mortis dan
potensial aksi ke terminal akson memicu dimana terjadinya deplesi ATP dan
pembukaan saluran Ca2+ berpintu tegangan peningkatan reseptor ACh sehingga
di terminal button. Pembukaan saluran Ca2+ kontraksi otot terjadi secara terus menerus
memungkinkan Ca2+ berdifusi kedalam (tanpa relaksasi). 7,8,12-15
terminal button dari konsentrasi Keracunan terjadi gangguan degenerasi
ekstraselnya yang lebih tinggi, yang pada pada sel saraf otak yang disebabkan oleh
gilirannya menyebabkn pelepasan ACh organofosfat dapat terjadi karena proses
melalui eksositosis dari beberapa ratus nekrosis dan apoptosis. Proses nekrosis
vesikel ke dalam celah. ACh yang dimulai dengan adanya inhibisi
disebabkan berdifusi melintasi celah dan kolinesterase yang akan menyebabkan
berikatan dengan reseptor spesifik, yaitu asetilkolin tertimbun di sinaps sehingga
protein membran khusus yang khas bagi terjadi stimulasi yang terus-menerus pada
bagian motor end plate (neuromuskular) reseptor postsinaptik. Overstimulasi pada
membrane serat otot (tahap kolinergik ini reseptor muskarinik dan nikotinik
adalah tipe nikotinik). Pengikatan ACh menyebabkan timbulnya efek kolinergik.
dengan resptor ini memicu pembukaan Adanya akumulasi asetilkolin ini juga akan
saluran berpintu kimiawi di motor end menyebabkan aktivasi neuron glutamater-
plate. Saluran ini memungkinkan sejumlah gik yang memicu aktivasi reseptor NMDA
kecil kation berpindah melewatinya (baik (N-methyl-D-aspartate) dan ditandai
Na+ maupun K+) tetapi tidak untuk anion. dengan pembukaan saluran ion kalsium
Karena permeabilitas memebran motor end pada celah sinaps. Pembukaan saluran ion
plate. Saluran terhadap Na+ maupun K+. ini mengakibatkan influks ion Ca2+ besar-
pada pembukaan saluran-saluran ini pada besaran pada postsinaps dan memicu
hakikatnya sama, maka perpindahan terjadinya proses neurodegenerasi pada
relative ion-ion ini melalui saluran otak. Neurodegenerasi sel akibat toksisitas
bergantung pada gaya dorong elektro- kronik dari organofosfat disebabkan karena
kimiawi mereka.7,8,12 proses kematian sel dan apoptosis yang
Organofosfat memodifikasi aktifitas dipicu oleh adanya penumpukan radikal
taut motor end plate dengan cara bebas (ROS; reactive oxygen species).
menghambat secara irreversible AChE. Keracunan organofosfat dapat menyebab-
AChE menghambat inaktivasi ACh yang kan terjadinya kerusakan mitokondria yang
telah dibebaskan.7,8 Dalam mekanisme mengakibatkan penumpukan radikal bebas
organofosfat AChE dihambat sehingga dan timbulnya stress oksidatif. Adanya
tidak terjadi pembersihan ACh yang radikal bebas tersebut memicu deplesi
seharusnya AChE berfungsi mengakhiri ATP, menginduksi pengeluaran enzim
aktivitas ACh di taut motor end plate. proteolitik, menyebabkan fragmentasi
Pembersihan ACh mengakhiri end plate DNA, yang akhirnya mengakibatkan
potensial (EPP) sehingga membran sel otot terjadinya kematian sel. 12-14,17
kembali ke potensial istirahat (otot dalam Kerusakan pada sel saraf pusat juga
keadaan relaksasi). Jika terjadi hambatan dapat disebabkan oleh OPIDN
AChE pada keracunan organofosfat maka (organophosphorus ester-induced delayed
terjadi peningkatan ACh pada taut motor neurotoxicity) yaitu neurodegenerasi
end plate dan terjadi kontraksi otot terus dengan lesi aksonopati distal pada sistem
26
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

saraf pusat dan perifer. 12 sempurna, dan waktu melemas dapat dilihat
Terjadinya kematian sel dan deplesi pada Tabel 1.
ATP karena proses dari peningkatan dari
Asetilkolin. Kemudian terjadi Reaksi Perbandingan Waktu Terbentuk Rigor
Hidrolisis Asetilkolin Menjadi Asetat dan Mortis, Waktu Terbentuk Rigor Mortis
Kolin.7 Dalam reaksi siklus krebs, asam Sempurna, Serta Waktu Mulai Melemas
laktat meningkat maka terjadinya reaksi Antara Kelompok Kontrol Dan
anaerob,7,8 Jika ATP habis dari setiap Kelompok Perlakuan
cadangan yang disimpan, yang dibutuhkan Pada kelompok kontrol dan kelompok
untuk pemisahan jembatan silang dari perlakuan didapatkan nilai rerata waktu
filament aktin selama proses relaksasi terbentuk rigor mortis masing-masing
sehingga terjadinya rigor mortis. Otot akan 63,40 menit dan 29,00 menit. Hasil uji T
kaku sampai protein-protein terurai.18 menunjukkan terdapat perbedaan bermakna
waktu terbentuk rigor mortis antara kedua
METODE PENELITIAN kelompok dengan nilai p=0,000 (p<0,05)
Penelitian ini menggunakan metode (Tabel 2).
eksperimental murni (true experimental Pada kelompok kontrol dan kelompok
design) dengan rancangan penelitian post perlakuan didapatkan nilai rerata waktu
test only control group design. Penelitian terbentuk rigor mortis sempurna masing-
ini dilakukan di Laboratorium Forensik masing 340,80 menit dan 244,80 menit.
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Hasil uji T menunjukkan terdapat
Ratulangi RSUP Prof. Dr. dr. R. D. Kandou perbedaan bermakna waktu terbentuk rigor
Manado pada bulan September - November mortis antara kedua kelompok dengan nilai
2015. Objek penelitian ialah kelinci spesies p=0,000 (p<0,05) (Tabel 3).
Oryctolagus cuniculus dewasa, sehat, Pada kelompok kontrol dan kelompok
berumur 16-18 minggu dengan berat badan perlakuan didapatkan nilai rerata waktu
1000-2100 g. Kelinci yang memenuhi terbentuk mulai melemas masing-masing
kriteria dibagi menjadi dua kelompok, 600,20 menit dan 469,20 menit. Hasil uji T
masing-masing kelompok terdiri dari lima menunjukkan terdapat perbedaan bermakna
ekor kelinci kelompok control dan lima waktu terbentuk rigor mortis antara kedua
ekor kelinci kelompok perlakuan. Pada kelompok dengan nilai p=0,000 (p<0,05)
kelompok kelinci pertama sebagai kontrol (Tabel 4).
dimatikan dengan cara deserebrasi. Pada Berdasarkan hasil uji normalitas dan
kelompok kelinci kedua diberikan secara uji homogenitas didapatkan bahwa data
oral organofosfat dengan dosis 3 ml dan seluruh variabel penelitian terdistribusi
diamati keadaan kelinci sampai terjadi normal dan memiliki varian yang sama
kematian dan terjadi kekakuan. dimana masing-masing memiliki
signifikansi ≤ 0,05. Oleh karena itu untuk
HASIL PENELITIAN uji hipotesis secara statistik digunakan
Setiap kelompok diamati mulai dari metode pengujian parametrik uji T-test
waktu kematian, terbentuk rigor mortis, Independent Sample. Pengujian mengguna-
sampai mulai melemas. Hasil yang kan T-Test, diperoleh angka nilai T hitung
didapatkan menunjukkan rerata waktu 50,70 pada waktu terbentuk rigor mortis,
terbentuk rigor mortis dari keseluruhan waktu terbentuk rigor mortis sempurna
sampel adalah 46,20 menit, rerata waktu nilai T hitung 14,729, serta waktu mulai
rigor mortis sempurna dari keseluruhan melemas 22,046 didapatkan T hitung > dari
sampel adalah 292,50 menit, dan rerata T tabel yang hipotesis 0 (H0) diterima
waktu mulai melemas dari keseluruhan dengan kesimpulan terdapat perbedaan
sampel adalah 539,00 menit. Variabel dari signifikan waktu terbentuk rigor mortis,
seluruh sampel menurut berat badan, waktu waktu terbentuk rigor mortis sempurna,
terbentuk rigor mortis, waktu rigor mortis serta waktu mulai melemas pada
27
Guanovora, Mallo, Tomuka: Kecepatan rigor mortis pada intoksikasi insektisida ...

intoksikasi organofosfat antara kelompok Tabel 4. Perbandingan waktu rigor mortis


kontrol dan kelompok perlakuan. Pengujian sempurna antara kelompok kontrol dan
menggunakan T-Test, diperoleh angka nilai kelompok perlakuan
0,000 pada waktu terbentuk rigor mortis,
waktu terbentuk rigor mortis sempurna, Waktu Menetap rigor mortis
sempurna (menit)
serta waktu mulai melemas didapatkan P
Value (Asymp. Sig.2-tailed) < 0, hipotesis
Kontrol Perlakuan
null (H0) diterima dengan kesimpulan Mean 340,80 244,80
terdapat perbedaan signifikan waktu waktu Median 341,00 241,00
terbentuk rigor mortis, waktu terbentuk SD 7,085 12,736
rigor mortis sempurna, serta waktu mulai Min-Max 332-351 231-261
melemas pada intoksikasi organofosfat
antara kelompok kontrol dan kelompok p= 0,000
perlakuan. Keterangan : SD = Standard Deviation

Tabel 2. Karakteristik seluruh sampel Tabel 5. Perbandingan waktu mulai melemas


antara kelompok kontrol dan kelompok
Variabel n(%) Mean±S Median perlakuan
D (min-max)
Kelompok 5(50 - - Waktu Menetap mulai melemas
Kontrol %) (menit)
Kelompok 5(50 - -
Perlakuan %) Kontrol Perlakuan
BB (gram) - 1560±22 1500(1250- Mean 600,20 469,20
3,358 2100) Median 602,00 466,00
Waktu terbentuk - 46,20±18 46.00(28-
SD 3,633 12,795
rigor mortis ,159 65)
(menit) Min-Max 594-603 455-484
waktu rigor - p= 0,000
mortis sempurna 292,80±5 296,50(231
(menit) - 1,521 -351) Keterangan : SD = Standard Deviation
waktu mulai
melemas (menit) - 534,70±6 539,00(455 BAHASAN
9,610 -603) Pada penelitian ini ditemukan bahwa
rerata waktu terbentuk rigor mortis pada
Keterangan: n = jumlah sampel,
SD = Standard Deviation, BB = Berat Badan
kelompok kontrol (63,40 menit) lebih lama
daripada kelompok perlakuan (29 menit),
Tabel 3. Perbandingan waktu terbentuk rigor secara statistik terdapat perbedaan yang
mortis antara kelompok kontrol dan kelompok bermakna (p<0,05 atau p=0,000). Penilitian
perlakuan ini juga menemukan bahwa rerata waktu
terbentuknya rigor mortis dan rigor mortis
Waktu Terbentuk rigor mortis sempurna pada kelompok kontrol (249
(menit) menit) dan (341 menit), lebih cepat
Kontrol Perlakuan daripada kelompok perlakuan (149 menit)
Mean 63,40 29,00 dan (241 menit). Hal ini menunjukkan
Median 63,00 29,00 bahwa terdapat perbedaan waktu terbentuk
SD 1.140 1,000 rigor mortis antara kelompok kontrol
Min-Max 62-65 28-30
(kelinci yang tidak diberikan) dengan
p= 0,000
kelompok perlakuan (kelinci yang
diberikan organofosfat).
Keterangan : SD = Standard Deviation
Secara fisiologi ATP baru berguna
untuk melekat pada myosin agar iktan
jembatan silang antara myosin dan aktin
28
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

dapat terlepas pada akhir siklus, meskipun paralisis.2 Dalam kasus ini keracunan
selama proses disosiasi ini ATP tidak insektisida golongan organofosfat
terurai. Kebutuhan akan ATP dalam menyebabkan peningkatan kecepatan rigor
memisahkan myosin dan aktin jelas terlihat mortis dan dimana terjadinya deplesi ATP
dalam rigor mortis (kaku mayat).7,8 Ikatan dan peningkatan reseptor ACh sehingga
antara aktin dan myosin di otot manusia kontraksi otot terjadi secara terus menerus
akan menetap (menggumpal) dan terjadilah (tanpa relaksasi). 7,8,20
kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai Penelitian ini kami menemukan bahwa
muncul 2 jam postmortem (setelah rerata waktu mulai melemas pada
kematian).2 Pemberian organofosfat pada kelompok kontrol (600,20 menit) lebih
kelinci perlakuan maka mempercepat tinggi daripada kelompok perlakuan
terjadinya rigor mortis, ini dikarenakan (469,20 menit), secara statistik terdapat
kerja dari organofosfat Dalam mekanisme perbedaan yang bermakna (p<0,05 atau
organofosfat AChE dihambat sehingga p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa
tidak terjadi pembersihan ACh yang terdapat perbedaan waktu terbentuk rigor
seharusnya AChE berfungsi mengakhiri mortis antara kelompok kontrol (kelinci
aktivitas ACh di taut motor end plate. yang tidak diberikan diazinon) dengan
Pembersihan ACh mengakhiri end plate kelompok perlakuan (kelinci yang
potensial (EPP) sehingga membran sel otot diberikan organofosfat). Dalam teori, Pada
kembali ke potensial istirahat (otot dalam 12 jam setelah kekakuan maksimal (24 jam
keadaan relaksasi). Jika terjadi hambatan postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada
AChE pada keracunan organofosfat maka lagi.2 dan pada teori yang lain mengatakan
terjadi peningkatan ACh pada taut motor beberapa hari selanjutnya, kaku mayat
end plate dan terjadi kontraksi otot terus secara bertahap berkurang akibat protein-
menerus. Pada kelinci, rigor mortis yang protein yang terlibat dalam kompleks rigor
terbentuk lebih cepat dibandingkan mortis mulai terurai.7,8 Pada kelinci
manusia kemungkinan oleh karena luas mungkin lebih cepat, hal ini mungkin
penampang tubuh kelinci yang lebih kecil karena luas penampang tubuh kelinci yang
dibandingkan manusia sehingga darah lebih lebih kecil dibandingkan manusia,
cepat terakumulasi di pembuluh darah kecil sehingga, efek rigor mortis lebih cepat
di bagian tubuh yang paling rendah.7,8,19 menghilang (keadaan mulai melemas).
Hasil penelitian ini (tabel 3) Hasil dari penelitian ini (tabel 5)
menunjukkan bahwa kisaran waktu rigor menunjukkan bahwa kisaran waktu
mortis terbentuk pada kelompok kontrol keadaan mulai melemas terbentuk pada
(62 – 65 menit) lebih lama dibandingkan kelompok kontrol (594-603 menit) lebih
dengan kisaran waktu terbentuk rigor tinggi dibandingkan dengan kisaran waktu
mortis pada kelompok perlakuan yang mati keadaan mulai melemas pada kelompok
akibat intoksikasi organofosfat (28-30 perlakuan yang mati akibat intoksikasi
menit). Hal ini kemungkinan karena efek organofosfat (455-485 menit). Secara teori,
tubuh akan mengikat enzim asetilkolin- ini disebabkan efek dari intoksikasi
esterase (AChE), sehingga AChE menjadi organofosfat yang menghambat AChE
infaktif dan terjadi akumulasi asetilkolin. sehingga produksi ACh secara terus
Asetikolin bekerja pada ganglion menerus, dan mempengaruhi otot dalam
disimpatik dan parasimpatik, reseptor pengahsilan ATP. Penggunaan ATP secara
parasimpatik, neuro-muscular junction, terus menerus, dalam beberapa jam akan
neuro-transmitter sel-sel saraf dan medulla habis, sehingga keadaan rigor mortis mulai
kelenjar suprarenal. Keadaan ini akan melemas. Semakin cepat terjadinya rigor
menimbulkan efek yang luas. Depolarisasi mortis, semakin cepat pula terjadinya
yang menetap pada otot-otot rangka, deplesi ATP dan terjadi relaksasi (keadaan
sehingga mula-mula terjadi fasikulasi yang mulai melemas).8,12,15,16,21
disusul dengan blok neuromuskular dan
29
Guanovora, Mallo, Tomuka: Kecepatan rigor mortis pada intoksikasi insektisida ...

SIMPULAN Panam Salud Publica/Pan Am J Public


Berdasarkan hasil penelitian dan Health. 2003;14(3).
bahasan dapat disimpulkan bahwa waktu 11. Monica E. Bahaya Bahan Kimia pada
terbentuk rigor mortis dan waktu mulai Kesehatan Manusia dan Lingkungan.
melemas lebih singkat pada kelinci dengan Jakarta: EGC, 2005.
12. Grob D, Harvey AM. The effects and
intoksikasi organofosfat dibandingkan
treatment of nerve gas poisoning. Am J
kontrol. Med. 1953;14:52–63.
13. Milby TH. Prevention and management of
Saran organophosphate poisoning. JAMA.
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjut 1971;216:2131–3.
dengan menggunakan alat ukur untuk 14. Raii, Mariana. Toksikologi Pestisda dan
menilai rigor mortis. Penanganan Akibat Keracunan
Pesisida. Media Litbang Kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA 2007;XVII(3).
1. Howard C, Adelman M. Establishing the 15. Calvert G, Karnik M, Mehler J,
Time of Death. In: Forensic Medicine. Beckman L, Morrissey J, Sievert B,
New York: Infobase Publishing, 2007; et al. Acute pesticide poisoning among
p. 20-6. agricultural workers in the United
2. Budiyanto A, Widiatmika W, Sudiono S, States. 1998-2005. American Journal of
Winardi T, Abdul Mun’in, Sidhi, et Industrial Medicine. 2008;51 (12):883–
al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta; 98.
FKUI, 1997; p. 28-9, 121-8. 16. Ecobichon DJ. Toxic effects of pesticides.
3. Moeloek NF. [cited 2015 Sep 17]. Available In: Klaassen CD. Casarett and Doull's
from: Toxicology: The Basic Science of
www.depkes.go.id/resources/download/ Poisons (6th ed). McGraw-Hill
info-publik/Renstra-2015.h.17. Professional, 2001. [cited 2015 Sep
4. WHO. in collaboration with United Nation 17]. Available from: murdercube.com
Environment Programme. Public 17. International Code of Conduct on the
Healthy Impact of Pesticides Used in Distribution and Use of Pesticides.
Agriculture. Geneva: 1990. Food and Agriculture Organization of
5. Gadoth N, Fisher A. Late onset of the United Nations. Rome, 2003.
neuromuscular block in 18. Asti, Yodenca. Faktor-Faktor Yang
organophosphate poisoning. New York: Berhubungan dengan Keracunan
Interscience Publication 1978. [cited Insektisida Organofosfat, Karbamat
2015 Sep 17]. Available from: Dan Kejadian Anemia pada Petani
medind.nic.in. Hortikultura Di Desa Tejosari
6. Winny, Suwindoro. Pengaruh Pestisida Kecamatan Ngablak Kabupaten
Terhadap Lingkungan. Lingkungan dan Magelang [Tesis]. Semarang: Fakultas
pembangunan. 1993;13:233-46. Kesehatan Masyarakat Universitas
7. Sherwood L. Fisiologi Manusia; dari Sel ke Diponegoro; 2008.
Sistem (6th ed). Jakarta: EGC, 2012; p. 19. Wiliiams P. Properties and Effects of
266-71, 288-9. Pesticides In: Principle of Toxicology.
8. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi New York: Wiley, 2000; p. 345-51.
Kedokteran (11th ed). Jakarta: EGC, 20. Afriyanto. Kajian Keracunan Pestisida
2012; p. 86. Pada Petani Penyemprot Cabe Di Desa
9. Sutikno S. Dasar - Dasar Insektisida dan Candi Kecamatan Bandungan
Dampak Penggunaannya. Jakarta: kabupaten Semarang [PhD thesis].
Gramedia Pustaka Utama, 1992. Semarang. Universitas Diponegoro;
10. Jaga, Kushi, Dharmani, Chandrabhan. 2008.
Sources of Exposure to and Public 21. Hodgson E. A Textbook of Modern
Health Implications of Toxicology. New Jersey: John Wiley &
Organophosphate Pesticides. Rev Sons, 2004; p. 54-64.

30

Você também pode gostar