Você está na página 1de 2

APAKAH PUISI ITU?

Puisi adalah karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang
kosong tanpa makna. Mengapa dikatakan demikian? Puisi selalu bermakna. Sebab puisi ditulis
dari pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa berirama. Lynn
Alternbernd dan Leslie L. Lewis dalam buku A Handbook for Study of Poetry (1970) menyatakan
hal itu. Bahasa berirama yang diungkapkan tersebut menandai perbedaan antara bentuk karya
puisi dan prosa. Puisi itu karangan yang terikat oleh aturan-aturan ketat. Prosa adalah karangan
bebas yang tidak diatur secara ketat. Apakah hal itu masih dijadikan ukuran perbedaan antara
puisi dan prosa sekarang ini? Sebab, banyak kita jumpai berbagai bentuk puisi yang disebut
dengan puisi bebas dan sebagainya.

Jika kita cermati dan mengerti hakikat puisi, bentuk puisi yang ada adalah tidak dapat dikatakan
bebas. Puisi mempunyai aturan sendiri yang membentuknya sehingga apa yang ditulis dapat
dikatakan sebagai puisi. Apakah hakikat puisi itu? Hakikat puisi bukan terletak pada bentuk
formalnya, misalnya puisi itu terikat oleh bentuk yang diukur dari banyak baris dalam tiap bait,
banyak kata dalam tiap baris, atau banyak suku kata dalam tiap baris. Hakikat puisi ialah apa
yang menyebabkan sebuah tulisan disebut puisi.

Terdapat tiga aspek untuk memahami hakikat puisi. Pertama fungsi estetik, kedua kepadatan,
dan ketiga ekspresi tidak langsung. Fungsi estetik mencakupi persajakan, diksi (pilihan kata),
irama, dan gaya bahasanya. Puisi disebut sebagai karya seni yang puitis. Kepuitisan dapat
dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan bentuk visual: tipografi, susunan bait,
bunyi, persajakan, asonansi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, bahasa kiasan, dan diksi.
Dalam puisi kata-kata tidaklah keluar dari simpanan ingatan, kata-kata dalam puisi itu lahir dan
dilahirkan kembali pada waktu penciptaannya. Kepadatan yang dimaksud adalah saat penulis
puisi membuat karya dengan melakukan pemadatan informasi yang terkandung dalam pikiran
atau pengalaman yang akan dikemukakan. Dalam puisi tidak semua pikiran, cerita, atau
pengalaman itu dituliskan. Terdapat penkristalan kalimat yang akan dikatakan mungkin
menjadi sebuah kata atau frasa. Hal yang dikemukakan di dalam puisi adalah inti masalah,
cerita, atau peristiwa. Hanya esensi yang disampaikan dalam puisi. Oleh karena itu, puisi
merupakan ekspresi esensi. Penulis puisi memampatkan dan memadatkan apa yang akan
dikemukakannya dengan memilih kata secara akurat, cermat, dan sesuai maknanya. Untuk
pemadatan ini, kadang-kadang kata-kata hanya diambil inti dasarnya. Imbuhan, awalan, dan
akhiran sering dihilangkan. Dengan demikian, hubungan antarkalimat bersifat implisit, tidak
dinyatakan secara jelas dan merenik. Oleh karena kepadatannya, puisi bersifat sugestif dan
asosiatif. Aspek yang ketiga adalah ekspresi yang tidak langsung. Dari waktu ke waktu puisi
itu selalu berubah. Perubahan itu disebabkan oleh wawasan kehidupan terus berkembang dan
hal ini menyebabkan perubahan pada konsep estetik di dalam kehidupan yang ditulis menjadi
puisi. Hal yang tidak pernah berubah ialah bahwa puisi mengungkapkan sesuatu secara tidak
langsung. Ungkapan tidak langsung itu ialah menyatakan sesuatu hal dengan cara yang lain.
Ketaklangsungan ekspresi menurut Michael Riffaterre dalam bukunya Semiotic of Poetry (1978)
disebabkan oleh penggantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti.

Menulis puisi itu gampang-gampang susah. Pemahaman tentang hakikat puisi perlu dikuasai
sebelum kita menulisnya. Bahan penulisan berkelindan di sekitar kita dan kita setidaknya
paham dulu maknanya baru kita tuliskan dengan kata-kata yang juga telah kita ketahui
maknanya. Kaidah penulisan karya puisi juga mengacu pada kaidah penulisan pada umumnya
untuk tanda baca dan penulisan kata. Semakin kita cermat dalam memahami hakikat puisi dan
peralatannya semakin karya kita bermanfaat. (Salam Sastra, Nia Samsihono)

Sumber:
Altenbernd, Lyan dan Leslie L. Lewis. 1970. A Handbook for the Study of Poetry. London: The
Macmillian Company.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1997. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.

Riffaterre, Michael. 1978. Semiotic of Poetry. London: Indiana University Press.

Você também pode gostar