Você está na página 1de 20

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

DI RUANG BEDAH

RSUD ULIN BANJARMASIN

OLEH :

NAMA : NORSIDA LAILI

NIM : P07120216079

SEMESTER :V

PRODI : D4 KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN KEPERAWATAN

BANJARBARU

2018
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : NORSIDA LAILI


NIM : PO7120216079
JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
DI RUANG BEDAH
RSUD ULIN BANJARMASIN

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK


LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

A. KONSEP MEDIS

1. Definisi

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia

dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD

Dr.Soetomo, 2001)

2. Etiologi

1) Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)

a. Gas

b. Cairan

c. Bahan padat (Solid)

2) Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)

3) Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)

4) Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

3. Fase Luka Bakar

a. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan

mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas),

dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau

beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran

pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi

adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering

terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik.

b. Fase sub akut.


Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan

atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi

menyebabkan :

1) Proses inflamasi dan infeksi.

2) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak

berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.

3) Keadaan hipermetabolisme.

c. Fase lanjut.

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan

pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah

penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan

kontraktur.

4. Klasifikasi Luka Bakar

a. Kedalaman Luka Bakar.

Kedalaman Penyebab Penampilan Warna Perasaan


Ketebalan Jilatan api, sinar Kering tidak ada Bertambah Nyeri
partial ultra violet gelembung. merah.
superfisial (terbakar oleh Oedem minimal atau
(tingkat I) matahari). tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan
ujung jari, berisi kembali
bila tekanan dilepas.

Lebih dalam Kontak dengan Blister besar dan lembab Berbintik- Sangat
dari ketebalan bahan air atau yang ukurannya bintik yang nyeri
partial bahan padat. bertambah besar. kurang jelas,
(tingkat II) Jilatan api Pucat bial ditekan dengan putih, coklat,
- Superfis kepada pakaian. ujung jari, bila tekanan pink, daerah
ial Jilatan langsung dilepas berisi kembali. merah coklat.
- Dalam kimiawi.
Sinar ultra violet.

Ketebalan Kontak dengan Kering disertai kulit Putih, kering, Tidak sakit,
sepenuhnya bahan cair atau mengelupas. hitam, coklat sedikit
(tingkat III) padat. Pembuluh darah seperti tua. sakit.
Nyala api. arang terlihat dibawah Hitam. Rambut
Kimia. kulit yang mengelupas. Merah. mudah
Kontak dengan Gelembung jarang, lepas bila
arus listrik. dindingnya sangat tipis, dicabut.
tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.

b. Luas Luka Bakar

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama

rule of nine atua rule of wallace yaitu:

1) Kepala dan leher : 9%

2) Lengan masing-masing 9% : 18%

3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%

4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%

5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
c. Berat Ringannya Luka Bakar

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara

lain :

1) Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.

2) Kedalaman luka bakar.

3) Anatomi lokasi luka bakar.

4) Umur klien.

5) Riwayat pengobatan yang lalu.

6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.

American college of surgeon membagi dalam:

A. Parah – critical:

a) Tingkat II : 30% atau lebih.

b) Tingkat III : 10% atau lebih.

c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.

d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.

B. Sedang – moderate:

a) Tingkat II : 15 – 30%

b) Tingkat III : 1 – 10%

C. Ringan – minor:

a) Tingkat II : kurang 15%

b) Tingkat III : kurang 1%

5. Patofisiologi

Luka bakar disebabkan karena terpapar panas, radiasi, bahan kimia dan listrik,

sehingga terjadi pengalihan dari suatu sumber panas ke tubuh. Akibat adanya rangsangan
tersebut maka terjadi kehilangan barier kulit sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan

jaringan, dan berlanjut ke kerusakan termogulasi. Kehilangan barier kulit ini juga

menimbulkan respon inflamasi yang kemudian terjadi pelepasan makrofag, karena

makrofag ini berperan untuk fagositosis serta respon imun maka terjadi reaksi antibodi-

antigen, lalu dari reaksi tersebut terjadi pelepasan tromboplastin dan fibrinogen sehingga

terjadi trombus, iskemik dan nekrosis.

Segera setelah cedera termal, terjadi kenaikkan nyata pada tekanan hidrostatik kapiler

pada jaringan yang cedera, disertai peningkatan permeabilitas kapiler, hal ini

mengakibatkan perpindahan cairan plasma intravaskuler menembus kapiler yang rusak

karena panas dalam daerah interstisial (mengakibatkan edema).

Kehilangan plasma dan protein cairan mengakibatkan penurunan tekanan osmotik

koloid pada kompartemen vaskuler kemudian kebocoran cairan dan elektrolit, kemudian

berlanjut pembentukan edema tambahan pada jaringan yang terbakar dan keseluruh tubuh.

Kebocoran ini yang terdiri atas natrium, air, dan plasma diikuti penurunan curah

jantung, maka terjadilah penurunan perfusi pada organ besar seperti aliran darah ke ginjal

yang akhirnya menyebabkan asidosis metabolik, aliran darah gastrointestinaal menurun

akibatnya resiko ileus, begitu pula aliran darah tidak lancaryang jika tidak segera diatasi

menyebabkan nekrosis.
6. Pathway

Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/Petir

Biologi Luka Bakar Psikologi

Pada wajah Di ruangan tertutup Kerusakan pada kulit

Kerusakan Mukosa Penguapan meningkat


Keracunan gas CO

Oedema Laring Pemblh drh kapiler


CO mengikat Hb

Obstruksi jalan Ekstravasasi cairan :


nafas Hb tidak mampu air, elektrolit, dan
mengikat O2 protein

Gagal nafas
Hipoksia Otak Tek.Onkotik dan
Jalan nafas tdk Tek. Hidrostatik
efektif Kerusakan
Pertukaran Gas Cairan intravaskuler

Stimulasi saraf
Kekurangan Hipovolemia dan
sensoris kulit Vol.cairan hemokonsentrasi

Stimulasi
Stimulasi Nyeri
mediator kimia
resiseptor
Ketakutan

Mekanisme koping Status kesehatan


Ansietas
tdk efektif menurun

Gangguan
Sirkulasi Mikro Hipotermi
kulit
7. Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
A. Luka bakar grade II:
1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%
B. Luka bakar grade III.
C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

8. Pemeriksaan diagnostik

a. LED: mengkaji hemokonsentrasi.

b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama

penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena

peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.

c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya

pada cedera inhalasi asap.

d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.

e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot

pada luka bakar ketebalan penuh luas.

f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar

masif.

h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

9. Komplikasi

a) Gagal respirasi akut

b) Syok sirkulasi

c) Gagal ginjal

d) Sindrom Kompartemen
e) Ileus Paralitik

10. Penatalaksanaan

A. Resusitasi A, B, C.

1) Pernafasan:

a. Udara panas  mukosa rusak  oedem  obstruksi.

b. Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin  iritasi  Bronkhokontriksi 

obstruksi  gagal nafas.

2) Sirkulasi:

gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler

 hipovolemi relatif  syok  ATN  gagal ginjal.

B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.

C. Resusitasi cairan  Baxter.

Dewasa : Baxter.

RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:

RL : Dextran = 17 : 3

2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal :

< 1 tahun : BB x 100 cc

1 – 3 tahun : BB x 75 cc

3 – 5 tahun : BB x 50 cc

½  diberikan 8 jam pertama

½  diberikan 16 jam berikutnya.


Hari kedua:

Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.

( 3-x) x 80 x BB gr/hr

100

(Albumin 25% = gram x 4 cc)  1 cc/mnt.

Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

D. Monitor urine dan CVP.

E. Topikal dan tutup luka

- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.

- Tulle.

- Silver sulfa diazin tebal.

- Tutup kassa tebal.

- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.

F. Obat – obatan:

o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.

o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.

o Analgetik : kuat (morfin, petidine)

o Antasida : kalau perlu


B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a) Aktifitas/istirahat:

Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang

sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.

b) Sirkulasi:

Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);

penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer

umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia

(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua

luka bakar).

c) Integritas ego:

Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.

Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

d) Eliminasi:

Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam

kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis

(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan

bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%

sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

e) Makanan/cairan:

Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

f) Neurosensori:

Gejala: area batas; kesemutan.

Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan

retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik

(syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

g) Nyeri/kenyamanan:

Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif

untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan

sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan

derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak

nyeri.

h) Pernafasan:

Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera

inhalasi).

Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan

menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.

Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan

nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema

laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret

jalan nafas dalam (ronkhi).

i) Keamanan:

Tanda:

Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari

sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.

Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler

lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan

cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase

intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa

hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut

dan atau lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.

Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh;

ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari

tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam

setelah cedera.

Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.

Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka

bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal

sehubungan dengan pakaian terbakar.

Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik

sehubungan dengan syok listrik).

2. Diagnosa Keperawatan

Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and

documenting patient care mengemukakan beberapa diagnosa keperawatan sebagai

berikut :

a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida,

inhalasi asap, dan obstruksi saluran nafas atas.

b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan edema dan efek inhalasi asap.

c. Nyeri berhubungan dengan luka bakar.

d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar.


e. Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan

kehilangan cairan.

f. Hipotermi berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka terbuka.

g. Ansietas berhubungan dengan ketakutan dan dampak dari luka bakar.

1. Intervensi Keperawatan

a) Diagnosa : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon

monoksida, inhalasi asap, dan obstruksi saluran nafas atas.

Tujuan : Tidak ada dispnea, frekuensi pernafasan 12-20 x/menit, paru bersih pada

aukultasi.

Intervensi :

1. Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, trauma dan dalam.

Rasional : Untuk mengetahui apakah dalam rentang normal, batas sianosis.

2. Pantau pasien untuk mendeteksi tanda-tanda hipoksia.

Rasional : Untuk melakukan tindakan lebih lanjut.

3. Amati letak-letak keadaan luka bakar

Rasional : Untuk mengetahui tindakan yang akan dilakukan

2. Pantau hasil gas darah arteri (nilai AGD)

Rasional : Untuk mengetahui data dasar dalam pengkajian status pernafasan dalam

pengobatan.

3. Pantau dengan ketat keadaan pasien yang menggunakan alat ventilator mekanik.

Rasional : Untuk mencegah terjadinya obstruksi jalan nafas.

4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen.

Rasional : Untuk mencegah terjadinya hipoksia/asidosis.


b) Diagnosa : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan edema dan efek inhalasi

asap.

Tujuan : Jalan nafas paten, pola, dan bunyi nafas normal.

Intervensi :

1. Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, dan irama pernafasan.

Rasional : Untuk mengetahui tindakan lanjut apa yang akan dilakukan.

2. Awasi keseimbangan cairan dalam 24 jam.

Rasional : Mencegah kekurangan dan kelebihan cairan.

3. Beri posisi semi fowler

Rasional : Untuk meningkatkan ekspansi paru sehingga melancarkan pernafasan.

4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen.

Rasional : Mencegah hipoksemia/asidosis.

5. Kolaborasi dengan tim medis untuk fisioterapi dada.

Rasional : Untuk memperbaiki jalan nafas klien sehingga meningkatkan fungsi

pernafasan.

c) Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan luka bakar

Tujuan : Nyeri berkurang dan terkontrol

Intervensi :

1. Kaji keluhan nyeri, skala nyeri dan lokasi nyeri.

Rasional : Untuk menentukan tindakan yang tepat selanjutnya.

2. Balut luka segera mungkin

Rasional : Untuk mecegah timbulnya bakteri yang menyebabkan infeksi.

3. Beri lingkungan yang nyaman

Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri


4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik.

Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri

d) Diagnosa : Kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan luka bakar.

Tujuan : Penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar

Intervensi :

1. Kaji ukuran, warna, dan kedalaman luka.

Rasional : Untuk mengetahui apakah terjadi proses infeksi

2. Amati tanda-tanda infeksi : suhu dan warna

Rasional : Untuk menghindari komplikasi

3. Berikan perawatan luka bakar yang tepat

Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi dan membantu penyembuhan luka.

4 Anjurkan pasien agar tidak memegang daerah luka bakar.

Rasional : Agar tidak terkontaminasi dengan kuman yang ada ditangan.

5 Rubah posisi klien setiap 4 jam.

Rasional : Untuk mencegah kerusakan integritas kulit yang lebih lanjut.

e) Diagnosa : Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas

kapiler dan kehilangan cairan.

Tujuan : Volume cairan adekuat. turgor kulit elastis, dan mukosa lembab.

Intervensi :

1. Kaji perubahan kesadaran

Rasional : Sebagai tanda awal kekurangan cairan.

2. Observasi TTV setiap 4 jam.


Rasional : Untuk menentukan keadaan pasien lebih lanjut.

3. Observasi intake/output

Rasional : Mengetahui keseimbangan cairan

4. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari.

Rasional : Untuk mengetahui apakah pasien kekurangan volume cairan.

5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian cairan parenteral.

Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.

f) Diagnosa : Hipotermi berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka

terbuka

Tujuan : Suhu tubuh kembali normal

Intervensi :

1. Kaji demam klien

Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum klien.

2. Observasi TTV tiap 4 jam

Rasional : Sebagai indikator dini dari reaksi hipotermi

3. Berikan lingkungan yang hangat.

Rasional : Memberikan rasa nyaman

4. Anjurka klien untuk banyak minum air putih 2000-2500 ml/hari.

Rasional : Mencegah terjadinya reaksi hipotermi.


g) Diagnosa : Ansietas berhubungan dengan ketakutan dan dampak dari luka bakar.

Tujuan : Cemas teratasi

Intervensi :

1. Kaji tingkat kecemasan klien

Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan klien

2. Berikan penjelasan dan informasi tentang proseur keperawatan.

Rasional : Untuk mengurangi kecemasan klien.

3. Dengarkan keluhan klien

Rasional : Meningkatkan rasa percaya pada perawat.

4 Libatkan orang terdekat klien dalam proses keperawatan

Rasional : Untuk mengurangi rasa cemas pada klien

5 Berikan kesempatan klien untuk bertanya.

Rasional : Untuk mengurangi kecemasan klien


DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B.
Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2,


(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis.
Alih bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit
Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan


Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.

Você também pode gostar