Você está na página 1de 16

MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

PENENTUAN HARGA PELAYANAN PUBLIK

DISUSUN OLEH :
TOTO SUGIYARTO 142160159
JB
BOBY

KELAS EA-A
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UPN “VETERAN” YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sebagaimana kita ketahui bahwa sektor publik sebagai suatu entitas yang aktivitasnya
berhubungkan dengan usaha untuk menghasikan barang dan pelayanan publik dalam memenuhi
kebutuhan dan hak publik.
Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan berbagai pelayanan publik ( Public
Services) yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau
pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang
pendidikan, kesehatan, utlilitas, dan lainnya.
Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dibiayai melalui 2 sumber, yaitu :
1. Pajak, jika pelayanan publik dibiayai dengan pajak, maka setiap wajib pajak harus
membayar tanpa mempedulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa publik
tersebut atau tidak. Hal tersebut dikarenakan pajak merupakan iuran masyarakat kepada
negara yang tidak memiliki jasa timbal balik (kontraprestasi) individual yang secara
langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak.
2. Pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik, jika pelayanan
publik dibiayai melalui pembebanan langsung, maka yang membayar hanyalah mereka
yang memanfaatkan jasa pelayanan publik tersebut, sedangkan yang tidak menggunakan
tidak diwajibkan untuk membayar.
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, instansi milik pemerintah apakah BUMD
dan BUMN akan memberikan tarif pelayanan publik yang diwujudkan dalam bentuk retribusi,
pajak dan pembebanan tarif Jasa langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik
(charging for sevice).
Tidak semua prestasi yang diberikan oleh organisasi sektor publik kepada masyarakat secara
gratis mengingat terdapat barang privat yang manfaat barang dan jasa hanya dinikmati secara
individu oleh yang membelinya, sedangkan yang tidak mengkonsumsi tidak dapat menikmati
barang dan jasa, contoh : makanan, listrik, telepon, dsb.
Barang publik yaitu barang dan jasa kebutuhan yang dapat dinikmati oleh seluruh
masyarakat secara bersama-sama, contoh : pertahanan nasional, pengendalian penyakit, jasa polisi,
dsb.
Campuran barang privat dengan barang publik adalah campuran barang antara barang privat
dan publik yang meskipun dikonsumsi secara individual, seringkali masyarakat umum (publik)
juga membutuhkan barang atau jasa tersebut.Contoh: pendidikan, pelayanan kesehatan,
transportasi publik, dan air bersih.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah :
1. Jelaskan mengenai pembebanan tarif pelayanan publik yang ada dalam pelayanan publik
yang dapat dijual?
2. Apa saja yang menjadi argumen terhadap pembebanan tarif pelayanan?
3. Bagaimana prinsip dan praktek pembebanan?
4. Apa saja kegunaan pembebanan dalam praktek?
5. Apa saja yang menjadi kesulitan dalam penetapan harga pelayanan?
6. Apa yang menjadi permasalahan marginal cost pricing?
7. Sebutkan kompleksitas strategi harga?
8. Hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam taksiran biaya?

C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Dapat memahami pembebanan tarif pelayanan publik yang ada dalam pelayanan publik
yang dapat dijual
2. Dapat mengetahui argumen terhadap pembebanan tarif pelayanan
3. Agar dapat mengetahui prinsip dan praktek pembebanan
4. Agar lebih memehami kegunaan pembebanan dalam praktek
5. Dapat mengetahui kesulitan-kesulitan dalam penentuan harga pelayanan public
6. Dapat menngetahui permasalahan marginal cost pricing
7. Dapat memgetahui kompleksitas strategi harga
8. Agar dapat mengetahui apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam taksiran biaya
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat
(public services). Pemberian pelayanan public pada dasarnya dibiayai melalui 2 sumber, yaitu :
1. Pajak
2. Pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa public.
Jika pelayanan public dibiayai dengan pajak, maka setiap wajib pajak harus membayar
tanpa mempedulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa public tersebut atau tidak. Hal
tersebut dikarenakan pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang tidak memiliki jasa
timbal balik (kontraprestasi) individual yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar
pajak. Jika pelayanan public dibiayai melalui pembebanan langsung, maka yang membayar
hanyalah mereka yang memanfaatkan jasa pelayanan public tersebut, sedangkan yang tidak
menggunakan tidak diwajibkan untuk membayar. Permasalahan yang kemudian muncul adalah
apakah suatu pelayanan public lebih baik dibiayai melalui pajak atau dengan pembebanan
langsung kepada konsumen.

A. PELAYANAN PUBLIK YANG DAPAT DIJUAL


Dalam memberikan memberikan pelayanan public, pemerintahan dapat dibenarkan
menarik tarif untuk pelayanan tertentu baik secara langsung atau tidak langsung melalui
perusahaan milik pemerintah. Beberapa pelayanan public yang dapat dibebankan tarif pelayanan
misalnya :
1. Penyediaan air bersih.
2. Transportasi public.
3. Jasa pos dan telekomunikasi.
4. Energy dan listrik.
5. Perumahan rakyat.
6. Fasilitas rekreasi (pariwisata).
7. Pendidikan.
8. Jalan tol.
9. Irigasi.
10. Jasa pemadaman kebakaran.
Pembebanan tarif pelayanan public kepada konsumen dapat dibenarkan karena beberapa
alasan, yaitu :
1. Adanya Barang Privat Dan Barang Public
Terdapat 3 jenis barang yang menjadi kebutuhan masyarakat, yaitu :
a. Barang privat
Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaat barang atau jasa tersebut
hanya dinikmati secara individual oleh yang membelinya, sedangkan yang tidak
mengkonsumsi tidak dapat menikmati barang/jasa tersebut.
Contoh : makanan, listrik dan telepon.
b. Barang publik
Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya dinikmati oleh seluruh
masyarakat secara bersama-sama.
Contoh : pertahanan nasional, pengendalian penyakit, jasa polisi.
c. Campuran antara barang privat dan public
Terdapat beberapa barang dan jasa yang merupakan campuran antara barang privat dan
barang public. Karena, meskipun dikonsumsi secara individual seringkali masyarakat
secara umum juga membutuhkan barang dan jasa tersebut. Contoh : pendidikan, pelayanan
kesehatan, transportasi public, dan air bersih. Barang –barang tersebut sering disebut
dengan merit good karena semua orang membutuhkannya akan tetapi tidak semua orang
bisa mendapatkan barang dan jasa tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan barang tersebut
pemerintah dapat menyediakannya secara langsung (direct public privision), memberikan
subsidi, atau mengontrakkan ke pihak swasta. Sebagai contoh pendidikan, meskipun
pemerintah bertanggungjawab untuk menyediakan pendidikan, namun bukan berarti
barang tersebut sebagai pure public good yang harus dibiayai semuanya dengan pajak dan
dilaksanakan sendiri oleh pemerintah. Dapat saja sektor swasta terlibat dalam penyediaan
pelayanan pendidikan tersebut.

Pada tataran praktek, terdapat kesulitan membedakan barang public dan barang barang
privat. Beberapa sebab kesulitan membedakan barang public dengan barang privat tersebut antara
lain :
1. Batasan antara barang public dan barang privat sulit untuk ditentukan.
2. Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/jasa public, tapi dalam penggunaannya
tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen pembebanan langsung. Contohnya
adalah biaya pelayanan medis, tariff obat-obatan, dan air. Pembebanan terhadap
pemanfaatan barang tersebut memaksa orang untuk berhati-hati dalam mengkonsumsi
sumber-sumber yang mahal atau langka.
3. Terdapat kecenderungan untuk membebankan tarif pelayanan daripada membebankan
pajak karena pembebanan tarif lebih mudah pengumpulkannya. Jika digunakan pajak,
maka akan terdapat kesulitan dalam menentukan besar pajakyang pantas dan cukup.
Sedangkan jika digunakan pembebanan tarif pelayanan, orang harus membayar untuk
memperoleh jasa yang diinginkannya, dan mungkin bersedia untuk membayar lebih
tinggi dibandingkan dengan tarif pajak. Terdapat argument yang menyatakan bahwa
pembebanan pada dasarnya demokratis karena orang dapat memilih barang apa yang
ingin mereka bayar dan apa yang tidak mereka inginkan, sehingga pola pengeluaran
public dapat diarahkan menurut pilihan mereka.
Biasanya terdapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran (mixed
economy), barang privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta (privat market) dan barang public
lebih baik diberikan secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak. Namun
demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerahkan penyediaan barang public
kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem kontrak.
Jika manfaat dirasakan secara perorangan, seperti listrik,telepon, dan air bersih, maka untuk
memperoleh barang-barang tersebut masyarakat biasanya dibebani dengan tarif untuk penyediaan
kebutuhan tersebut. Jika manfaat dirasakan secara umum, karena spillover effects (eksternalitas
positif), yang tidak bisa dihilangkan dan pasti ada seperti pertahanan dan pengendalian kesehatan,
maka pendanaan untuk hal-hal tersebut lebih tepat didanai lewat pajak.
Dalam hal penyediaan pelayanan public, yang perlu diperhatikan adalah :
1. Identifikasi barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat (apakah barang public atau
privat)
2. Siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk menyediakan kebutuhan public
tersebut (pemerintah atau swasta)
3. Dapatkah penyediaan pelayanan public tertentu diserahkan kepada sektor swasta dan
sektor ketiga
4. Pelayanan public apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah namun dapat
ditangani oleh swasta.

2. Efisiensi Ekonomi
Ketika setiap individu bebas menentukan banyaknya barang dan jasa yang mereka ingin
konsumsi , mekanisme harga memiliki perang penting dalam mengalokasikan sumber daya
melalui :
a. Pendistribusian permintaan, pihak yang mendapatkan manfaat paling banyak harus
membayar lebih banyak pula.
b. Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan.
c. Pemberian insentif pada suplier berkaitan dengan skala produksi.
d. Penyediaan sumber daya padasupplier untuk mempertahankan dan meningkatkan persediaan
jasa(supply of servise).

3. Prinsip Keuntungan
Ketika pelayanan tidak dinikmati oleh semua orang, pembebanan langsung kepada
masyarakat yang menerima jasa tersebut dianggap “wajar” bila didasarkan prinsip bahwa yang
tidak menikmati manfaat tidak perlu membayar. Jadi pembebanan hanya dikenakan kepada
masyarakat atau mereka yang diuntungkan kepada pelayanan tersebut. Pemerintah tidak boleh
melakukan maksimisasi keuntungan bahkan lebih baik menetapkan harga di bawah full price,
subsidi, bahkan tanpa dipungut biaya. Fee adalah biaya atas perijinan atau lisensi yang diberikan
pemerintah.
Biaya perijinan/lisensi relatif kecil, umumnya berupa biaya administrasi & pengaawasan,
yang didasarkan pada:
a. Kategori perijinan yang dilakukan.
b. Ada tidaknya keuntungan yg diperoleh pemegang ijin/lisensi atas ijin/lisensi yang
dimiliki.

B. ARGUMEN TERHADAP TARIF PEMBEBANAN PELAYANAN


Dalam praktik, pembebanan langsung (direct charging) biasanya ditentukan karena alasan-alasan
sebagai berikut :
1. Suatu jasa, baik merupakan barang publik maupun barang privat, mungkin tidak dapat diberikan
kepada setiap orang, sehingga tidak adil bila biayanya dibebankan kepada semua masyarakat
melalui pajak, sementara mereka tidak menikmati jasa tersebut.
2. Suatu pelayanan mungkin membutuhkan sumber daya yang mahal atau langka sehingga
konsumsi publik harus didisiplinkan (hemat), misalnya pembebanan terhadap penggunaan air dan
obat-obatan medis.
3. Terdapat variasi dalam konsumsi individual yang lebih berhubungan dengan pilihan daripada
kebutuhan, misalnya penggunaan fasilitas rekreasi.
4. Suatu jasa mungkin digunakan untuk operasi komersial yang menguntukan dan untuk memenuhi
kebutuhan domestic secara individual maupun industrial, misalnya air, listrik, jasa pos dan telepon.
5. Pembebanan dapat digunakan untuk mengetahui arah dan skala permintaan publik atas suatu
jasa apabila jenis dan standar pelayanannya tidak dapat ditentukan secara tegas.
Terlepas dari kasus yang merupakan barang publiK murni, terdapat argument yang
menentang pembebanan tarif pelayanan, yaitu :
1. Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan
2. Yang miskin tidak mampu untuk membayar
a. Adanya eksternalitas, merit good dan persyaratan legal
b. Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan
Penetapan tarif pelayanan mensyaratkan adanya sistem pencatatan dan pengukuran yang
handal (seperti:tarif jalan tol, meteran untuk air). Hal tersebut dapat meningkatkan biaya
penyediaan pelayanan. Akan tetapi keterukuran membuat penafsiran tarif pelayanan lebih
mudah dibandingkan dengan perhitungan pajak (seperti: menghitung besarnya biaya untuk
air dan listrik lebih mudah dibandingakan dengan menghitung pajak penghasilan).
c. Yang miskin tidak mampu untuk membayar
Kesenjangan ekonomi dan pendapatan yang lebar menyebabkan orang miskin tidak mampu
membayar pelayanan dasar yang mestinya mereka dapatkan, seperti pendidikan, kesehatan,
air bersih, transportasi umum dan bahkan makanan sehat.
Namun, yang menjadi masalah adalah dapatkah kita membuat daftar kebutuhan dasar
secara objektif. Yang penting bagi seseorang belum tentu penting bagi orang lain, sehingga
skala prioritas dan pilihan individu berbeda-beda. Pilihan yang berbeda-beda tesebut
membutuhkan perlakuan yang berbeda-beda pula, sehingga pembebanan tarif pelayanan
dipandang sesuai dengan pilihan kebutuhan seseorang. Pelayanan publik dapat juga
diberikan secara gratis oleh pemerintah, akan tetapi penyediaan gratis tersebut akan
mempengaruhi pilihan individu. Pemberian beras gratis mungkin tidak pas untuk orang
tertentu karena mungkin ia lebih suka diberi uang untuk membeli pakaian. Keputusan
untuk membebankan biaya pelayanan kepada pelanggan harus dikompensasi dengan
pemberian subsidi atau pemberiian pelayanan gratis.
Penyediaan pelayanan gratis atau subsidi mungkin sia-sia dan kurang efektif. Apakah
subsidi menjamin dinikmati bagi yang miskin? Mungkin saja subsidi menguntungkan yang
kaya jika dikorupsi oleh birokrasi. Atau justru yang miskin mensubsidi yang kaya. Bila kita
peduli pada golongan miskin, pendekatan terbaik adalah melalui distribusi pendapatan
(lumpsum transfer), tetapi hal ini sulit dilakukan di Negara berkembang.

d. Adanya Eksternalitas, Merit Good, Dan Persyaratan Legal.


Eksternalitas positif (spilover effects) misalnya tarif pelayanan yang terlalu tinggi membuat
masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya. Demikian juga barang yang dianggap
sebagai merid good mungkin lebih baik diberikan secara gratis atau tanpa beban biaya,
seperti pendididkan. Selain itu terdapat peraturan perundang – undangan yang
mensyaratkan pemerintah untuk menyediakan pelayanan tertentu seperti pendidikan dasar
9 tahaun, sehingga kebutuhsan barabg tersebut biasanya dianggap bebas dari beban
masyarakat dan tidak perlu ditarik tarif pelayanan.
Terdapat cara alternatif untuk alokasi sumber daya selain dengan pembebanan harga
pelayanan, misalnya melalui pembagian kupon (cards) dan vouchers. Meskipun metode
kupon tersebut menjamin kaum miskin mendapat kesempatan yang sama, akan tetapi
sistem kupon tersebut tidak dapat memenuhi fungsi sistem harga dan mudah untuk
disalahgunakan.

C. PRINSIP DAN PRAKTEK PEMBEBANAN


Prinsip dan praktek pembebanan sebagian barang dan jasa yang disediakan pemerintah
lebih sesuai dibiayai dengan pembebanan tarif. Semakin dekat suatu pelayanan terkait dengan
barang privat, semakin sesuai barang tersebut dikenai tarif. namun batasan identifikasi barang
privat dan public kadang sulit dan harus dilakukan dengan dasar tiap pelayanan.
Dalam praktiknya, pelayanan yang gratis secara nominal seringkali sulit dijumpai.
Pelayanan gratis menyebabkan insentif rendah, sehingga terkadang kualitas pelayanan menjadi
sangat rendah. Misalnya pemberian pelayanan kesehatan gratis biasanya kualitasnya kurang
memuaskan.
Kesalahan penetapan tarif pelayanan publik merupakan penyebab utama defisit anggaran
di negara berkembang (devas, 1989), pelayanan gratis mengakibatkan insentif yang rendah
sehingga kualitas menjadi sangat rendah dan tidak memuaskan.

D. KEGUNAAN PEMBEBANAN DALAM PRAKTEK


Praktik pembebanan pelayanan publik berbeda-beda tiap negara, antara hjasa yang
disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik negara, dan antar
pemerintah pusat dan daerah. Charging for services merupakan alah satu sumber penerimaan bagi
pemerintah daerah tertentu. Pemerintah memperoleh penerimaan dari beberapa sumber, antara
lain:
1. Pajak
2. Pembebanan langsung pada masyarakat (Charging for services)
3. Laba BUMN/BUMD
4. Penjualan aset milik pemerintah
5. Hutang
6. Pembiayaan defisit anggaran (Mencetak Uang)
Data biaya kadang sulit diperoleh dan sulit diperbandingkan, terutama antara jasa yang
disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh perusahaan milik negara. Pada
kasusu perusahaan negara, hanya net defisit atau surplus yang muncul dalam rekening pemerintah.
Pada umumnya kita mengharapkan bahwa penyedia barang publik seperti pertahanan,
kesehatan publik dan jasa kepolisian seharusnya diberikan secara gratis, dalam arti dibiayai dari
pajak. Sementara itu, penyediaan barang privat yaitu jasa untuk mkepentingan individu seperti
listrik, telepon, transportasi umum ditarik sebesar harga pemulihan biaya totalnya (full cost
recovery price). Untuk barang campuran (mixed/merit good), seperti pendidikan menengah,
penyembuhan kesehatan, sanitasi disediakan melalui pajak dan sebagian dari tarif.
E. PENETAPAN HARGA PELAYANAN
Jika pemerintah tidak membebankan biaya pelayanan kepada konsumennya, maka
pemerintah harus memutuskan berapa beban yang pantas dan wajar atau dengan kata lain berapa
harga pelayanan yang akan ditetapkan? Aturan yang biasa dipakai adalah bahwa beban (Charge)
dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut (Full cost recovery). Akan
tetapi untuk menghitung biaya total tersebut terdapat beberapa kesulitan, karena :
1. Kita tidak tahu secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu pelayanan.
Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga dapat mengindentifikasi biaya
secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Amun tidak boleh terjadi pencampuradukan biaya untuk
pelayanan yang berbeda atau harus ada prinsip different costs for different purposes. Biaya
overhead harus dibebankan secara proporsional terhadap berbagai pelayanan. Selain itu juga harus
diidentifikasi adanya biaya-biaya tersembunyi (hidden costs) dalam penyediaan pelayanan publik.
Hidden costs juga terkait dengan biaya birokrasi ( costs of bureaucracy).
2. Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi.
Karena jumlah biaya untuk melayani sau orang dengan orang lain berbeda-beda, maka diperlukan
pembedaan pembebanan tarif pelayanan, sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk
pengumpulan sampah dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh. Jika
hal ini dilakukan maka akan terlihat tidak adil, meskipun untuk hal tertentu. Misalnya : bus kota,
jarak jauh maupun dekat dikenai tarif sama. Namun yang jelas, pada prinsipnya pembebanan harus
merefleksikan biaya total (full cost) untuk menyediakan pelayanan tersebut.
3. Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Jika orang
miskintidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital, maka mereka harus
disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi produk untuk menghindari
subsidi.
4. Biaya apa saja yang harus diperhitungkan : apakah hanya biaya operasi langsung (currnt
operation costs), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital costs). Aturan umumnya
adalah bahwa kita harus memasukkan bukan saja biaya operasi dan pemeliharaan, akan tetapi juga
biaya penggantian barang modal yang sudah usang (kadaluwarsa), dan biaya penambahan
kapasitas. Prinsip tersebut disebut marginal costs pricing.
Ahli ekonomi umumnya menganjurkan untuk menggunakan marginal costs pricing, yaitu
tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk melayani konsumen tambahan (costs of
serving the marginal consumer). Harga tersebut adalah harga yang juga berlaku dalam pasar
persaingan untuk pelayanan tersebut. Marginal costs pricing mengacu pada harga pasar yang
paling efisien (economically efficient price), karena pada tingkat harga tersebut (ceteris paribus)
akan memaksimalkan manfaat ekonomi dan penggunaan sumber daya yang terbaik. Masyarakat
akan memperoleh peningkatan output dari barang atau jasa sampai titik dimana marginal costs
sama dengan harga.
Penetapan harga pelayanan publik dengan menggunakan marginal cost pricing, setidaknya
harus memperhitungkan :
1. Operasi biaya variabel (variable operating cost)
2. Semi variable overhead cost seperti biaya modal atas aktiva yang digunakan untuk
memberikan pelayanan.
3. Biaya penggantian atas aset modal yang digunakan dalan penyediaan pelayanan
4. Biaya penambahan aset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan permintaan.
Akan tetapi, marginal cost pricing tidak memperhitungkan pure historic capital cost atau
pure overhead cost, yang tidak terkait sama sekali dengan penggunaan jasa. Contoh kasus klasik
dari historical cost adalah seperti jembatan penyebrangan. Marginal cost pricing menganjurkan
tidak ada biaya yang ditarik atas jasa penyebrangan karena marginal cost yang ada nol. Memungut
biaya penyebrangan sehingga menimbulkan kapasitas menganggur atas jembatan tersebut, ini akan
mengurangi total economic benefit.
Sebaliknya, marginal cost untuk menyediakan rumah tidak sama dengan nol, karena sejak
ditempati kapasitas ruang yang sudah digunakan, sehingga marginal cost-nya sama dengan biaya
untuk menyediakan rumah pengganti dan biaya pemeliharaan.
Contoh : penyediaan air, marginal cost-nya misalnya :
a. Tambahan air yang dikonsumsi
b. Tambahan jarak yang diambil
c. Pemasangan pipa besar untuk industri

F. PERMASALAHAN MARGINAL COST PRICING


Penggunaan marginal cost pricing memiliki beberapa permasalahan, antara lain :
1. Sulit untuk memperhitungkan secara tepat marginal cost untuk jasa tertentu, dalam praktik,
kadang biaya rata-rata (average cost) digunakan sebagai pengganti walau hal ini menyimpang dari
syarat ekonomis dan efisiensi. Juga terdapat masalah pengukuran dan pengumpulan data biaya
yang membuat marginal cost sulit diimplementasikan.
2. Apakah harga seharusnya didasarkan pada biaya marginal jangka pendek (short run MC) atau
biaya marginal jangka panjang (long run marginal cost). Dalam kasus penyediaan air, akan timbul
suatu titik ketika marginal consumer memerlukan pabrik baru. Tidak mungkin mengharapkan
konsumen menanggung full cost sendirian.
3. Marginal cost pricing bukan berarti full cost recovery. Historic capital cost tidak mungkin
dipulihkan, demikian juga full operating cost. Ketika sumber daya yang terbatas, kegagalan untuk
menutup biaya menimbulkan adanya penghematan yang dikorbankan (opportunity loss) dalam
pemakaian alternative sumber daya tersebut. Kerugian tersebut harus diukur dengan efisiensi yang
dikorbankan (efficiency loss) yang berasal dari penaikan harga di atas marginal cost.
4. Konsep kewajaran digunakan untuk menunjukkan :
1. Hanya mereka yang menerima manfaat yang membayar.
2. Semua konsumen membayar sama tanpa memandang perbedaan biaya dalam menyediakan
pelayanan tersebut.
5. Ekternalitas konsumsi, seperti manfaat kesehatan umum dari air bersih untuk minum dan mandi
dapat secara signifikan merubah “efisiensi harga” yang ditentukan oleh marginal cost.
6. Pertimbangan ekuitas mensyaratkan yang kaya membayar lebih, paling tidak untuk jasa seperti
air, dimana terdapat beberapa macam bentuk diskriminasi harga, (seperti tarif progesif) yang
mungkin digunakan.

G. KOMPLEKSITAS STRATEGI HARGA


1. Two-part tariffs : banyak kepentingan public (seperti listrik) dipungut dengan two-part tariffs,
yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur dan variable charge
yang didasarkan atas besarnya konsumsi.
2. Peak-load tariffs : pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi. Permasalahannya
adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang disediakan, tarif tertinggi untuk
periode puncak yang harus menggambarkan higher marginal cost (seperti telepon dan transportasi
umum).
3. Diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan pertimbangan
keadilan (equity) melalui kebijakan penetapan harga. Jika kelompok dengan pendapatan berbeda
dapat diasumsikan memiliki pola permintaan yang berbeda, pelayanan yang diberikan kepada
kelompok dengan pendapatan tinggi. Hal tersebut tergantung dari kemampuan mencegah orang
kaya menggunakan pelayanan yang dimaksudkan untuk orang miskin.
4. Full cost recovery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total untuk
menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan biaya penuh atas pelayanan publik perlu
mempertimbangkan keadilan (equity) dan kemampuan publik untuk membayar.
5. Harga diatas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga diatas marginal
cost, seperti tarif parker mobil, adanya beberapa biaya perijinan atau licence fee.

H. TAKSIRAN BIAYA
Penentuan harga dengan teknik apapun yang digunakan pada dasarnya adalah mendasarkan
pada usaha penaksiran biaya secara akurat. Hal ini melibatkan beberapa pertimbangan sebagai
berikut :
a. Opportunity cost untuk staf, perlengkapan, dll.
b. Opportunity cost of capital
c. Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to society
(opportunity cost)
d. Pooling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu
e. Cadangan inflasi
Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat
mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang tepat. Prinsip biaya
memberikan dasar yang bermanfaat untuk penentuan harga di sektor publik. Marginal cost pricing
bukan merupakan satu-satunya dasar untuk penetapan harga di sektor publik. Digunakan MC
pricing atau tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang jelas mengenai harga pelayanan yang
mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu mengidentifikasi skala subsidi publik.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Harga di dalam sektor publik mempunyai suatu dampak yang penting pada konsumsi dan
perilaku. Harga juga mempunyai kemampuan untuk mencapai sejumlah pencapaian lain, termasuk
dalam penggunaan sumber daya efisien, peningkatang pendapatan, dan pemerataan pendapatan.
Sering kali, harga diatur dalam cara-cara yang bertentangan dengan sasaran hasil kebijakan
publik. Akan tetapi sering kali juga hal ini merupakan hasil dari suatu pemahaman yang kurang
mengenai peran harga dan keberadaan alternatif mekanisme penetapan harga.
Ketika menentukan harga untuk suatu fasilitas yang ada, adalah hal yang penting untuk
memahami bahwa ada banyak pilihan dalam penetapan harga dan tidak ada suatu metode tunggal
yang benar untuk tiap-tiap situasi. Pemanfaatan sumber daya efisien tergantung pada penetapan
biaya marginal, walaupun untuk kebanyakan barang publik, hal ini mengarah pada pendapatan
jangka pendek. Masih ada sejumlah strategi penetapan barang publik yang lebih efisien, seperti
two-part tarif. Akhrnya, harga didalam sector publik tidak terpisahkan dengan permasalahn politis,
distribusional, kelembagaan, dan factor historis sering kali sangat penting.
Memang disadari bahwa penetapan harga pada barang publik ditujukan untuk mengganti
biaya penyediaan barang tersebut. Namun, juga harus diingat bahwa penyediaan barang public
pada awalnya memiliki tujuan tertentu. Tidak seperti barang swasta yang secara pasti bertujuan
untuk mendapatkan laba semaksimal mungjkin. Penyediaan barang publik lebih mengaruh pada
pencapaian kesejahteraan masyarakat, sedangkan tujuan-tujuanya bias berupa peningkatan
pendapatan, pemerataan pendapatan, ataupun mewujudkan eksternalitas positif dari penyediaanya.
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo.2004. Akuntansi Sektor Publik:Penentuan Harga Pelayanan Publik. Edisi IV.


Yogyakarta : Andi Offset.

http://aquocha.blogspot.com/2010/12/penentuan-harga-pelayanan-sektor-publik.html.

http://riskaseilya.wordpress.com/2012/01/22/120122-akt-sektor-publik-penentuan-harga-
pelayanan-publik/.

Você também pode gostar