Você está na página 1de 12

TOTO SUGIYARTO

142160159
EA-C

KODE ETIK PROFESI LAINNYA

Keberadaan Berbagai Profesi


Dewasa ini makin banyak banyak bermunculan organisasi profesi dari kelompok profesi sejenis
dan setiap organisasi makin menyadari perlunya membuat kode etik untuk menjadi pedoman
perilaku bagi para anggotanya.
Tujuan khusus dari setiap organisasi profesi adalah untuk mengembangkan kompetensi para
anggota secara berkelanjutan sekaligus untuk melakukan pengendalian perilaku para anggotanya
dengan berpedoman pada kode etik yang telah disepakati bersama. Kelompok-kelompok
organisasi profesi seperti ini tidak membeda-bedakan latar belakang status para anggota mereka,
baik dari sektor swasta atau sektor publik.
Setiap organisasi profesi mempunyai pedoman kode etik untuk menjadi standar/acuan perilaku
bagi para anggotanya. Karena banyaknya organisasi profesi yang ada, maka pada kesempatan ini
hanya akan dibahas beberapa contoh kode etik dari beberapa organisasi profesi, yaitu profesi
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI), Perhimpunan Auditor Internal
Indonesia (PAII), Himpunan Psikologi Indonesia, dan Advokat Indonesia.
Setelah mempelajari masing-masing kode etik profesi ini, dapat diketahui bahwa:
(1) tidak ada sistematika baku dalam penulisan kode etik;
(2) terdapat banyak istilah dan konsep yang sama, tetapi pemaknaan atas istilah-istilah atau konsep
tersebut bias jadi berbeda; dan
(3) banyak konsep dan istilah yang maknanya tumpang-tindih.

Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia(BPK-RI)


Kode Etik BPK dituangkan dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2007, serta telah diumumkan dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia
Nomor 110 Tahun 2007. Kode Etik ini berlaku untuk Anggota dan Pemeriksa BPK.
Anggota BPK dan Pemeriksa BPK mempunyai pengertian yang berbeda menurut pasal 1 ayat 2
dan 3 Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007, yaitu :
a. Anggota BPK adalah pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh DPR dan diresmikan
berdasarkan Keputusan Presiden.
b. Pemeriksa BPK adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengeloaan dan
tanggung jawab keuangan Negara untuk dan atas nama BPK.
Proses penalaran atas kode etik BPK-RI ini dengan mengacu pada cirri-ciri utama suatu profesi.
Pasal 2 kode etik BPK mengatur tentang nilai-nilai dasar yang wajib dimiliki oleh anggota dan
pemeriksa BPK. Nilai-nilai dasar ini terdiri atas:
a. Mematuhi peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku.
b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
c. Menjunjung tinggi indepedensi, integritas, dan profesionalitas.
d. Menjunnjung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.
Tabel 9.1
Proses Penalaran Kode Etik BPK
CIRI PROFESI KODE ETIK BPK
1. Kepentingan Publik Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan
pribadi dan golongan (Pasal 2b)
2. Tanggung Jawab Mengembangkan standar kompetensi tinggi yang
menyangkut knowledge, skill, dan attitude
3. Kompetensi Dilihat dari tiga unsure kompetensi (knowledge, skill,
attitude):
a. Pengetahuan (knowledge) Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan
keahlian tertentu (Pasal 1 ayat 8)
b. Keterampilan (skill) Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
merupakan patokan pemeriksaan yang menyangkut standar
umum, standar pelaksanaan pekerjaan, dan standar
pelatoran (Pasal 1 ayat 5)
c. Sikap perilaku (attitude) Menyangkut diri (pribadi) dan hubungan dengan
lembaga/pihak lain.
 Menyangkut diri (pribadi) Bagi setiap anggota dan pemeriksa wajib mematuhi,
memiliki, dan menjunjung nilai-nilai dasar (Pasal 2):
 Taat pada peraturan (ayat 2)
 Mengutamakan kepentingan Negara (ayat b)
 Menjunjung tinggi indepedensi, integritas, dan
profesionalitas (ayat c)
 Menjujung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan
kredibilitas BPK
 Hubungan rekan sejawat Menghormati dan memercayai serta saling membantu di
antara pemeriksa sehingga dapat bekerja sama dengan
baik dalam melaksanakan tugas (Pasal 8 ayat 1g)
 Hubungan klien  Menghindari terjadinya benturan kepentingan (Pasal
6 ayat 1b)
 Dilarang menerima pemberian dalam bentuk apa pun
baik langsung maupun tidak langsung yang diduga atau
patut diduga dapat memengaruhi pelaksanaan tigas dan
wewenangnya (Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 7 ayat 2a)
 Dilarang membocorkan informasi yang diperolehnya
dari auditee (Pasal 6 ayat 2d)
 Hubungan Lain  Dilarang merangkap jabatan pada badan, lembaga,
atau perusahaan lain untuk anggota dan pemeriksa (Pasal
3 ayat 2a dan Pasal 6 ayat 2a)
 Dilarang menjadi anggota partai politik bagi anggota
BPK (Pasal 3 ayat 2b)
 Pengawasan Melalui Majelis Kehormatan Kode Etik (Bab III Pasal 9-
32)

Kode Etik Psikologi Indonesia


Kode etik yang berlaku bagi Ilmuwan psikologi dan psikolog dibedakan berdasarkan latar
belakang pendidikan mereka, di mana latar belakang pendidikan ini menetukan boleh atau
tidaknya seseorang melakukan prakyik psikologi. Para Ilmuwan psikologi dalam batas-batas
tertentu dapat memberika jasa psikologi, tetapi tidak boleh menjalankan praktik psikologi. Prakti
psikologi hanya boleh dilakukan ileh para psikolig.
Dengan menggunakan model penalaran pada gambar 9.1 esensi dari kode etik psikolgi dapat
dirangkum seperti terlihat pada Tabel 9.4 berikut ini:
Tabel 9.4
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Psikolog
Ciri Profesi Kode Etik Psikologi
1. Kepentingan publik  Mengabdikan pengetahuan tentang perilaku manusia bagi
kesejahteraan manusia (pembukaan)
 Mengutamakan kepentingan umum daripada pribadi atau
golongan ( Pasal 14a)
2. Tanggung Jawab  Pentingnya setiap Ilmuwan psikologi mempunyai rasa
tanggung jawab menyangkut kompetensi, objektivitas,
kejujuran, integritas, bersikap bijak, dan hati-hati.
3. Kompetensi
3.1 Pengetahuan  Ilmuwan Psikologi adalah para lulusan perguruan tinggi
(Knowladge) dan universitas di dalam maupun luar negeri, yaitu mereka
yang telah mengikuti pendidikan dengan kurikulum nasional
(SK Mendikbud Nomor 18/D/0/1993 untuk pendidikan
program akademik (Sarjana Psikologi); lulusan pendidikan
tinggi strata 2 (S2) dan strata 3 (S3) dalam bidang psikologi,
yang pendidikan strata (S1) diperoleh bukan dari fakultas
psikologi. Ilmuwan Psikologi yang tergolong kriteria tersebut
dinyatakan dapat memberika jasa psikologi, tetapi tidak
berhak dan tidak berwenang untuk melakukan praktik
psikologi di Indonesia.
3.2 Keterampilan (skill)  Psikolog adalah Sarjana Psikologi yang telah mengikuti
pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) dengan kurikulum
lama (Sistem Paket Murni) Perguruan Tinggi Negeri (PTN);
atau sistem Kredit Semester (SKS) PTN; atau pendidikan
program akademik (Sarjana Psikologi) dan program
pendidikan profesi (Psikologi); atau kurikulum lama
Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang sudah mengikuti ujian
negara sarjana psikologi; atau pendidikan tinggi psikologi di
luar negeri yang sudah mendapat akreditasi dan disetarakan
dengan psikologi Indonesia oleh Direktorat Pendidikan
Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas
RI). Sarjana Psikologi dengan kriteria tersebut dinyatakan
berhak dan berwenang untuk melakukan praktik psikologi di
wilayah hukum Negara Republik Indonesi. Sarjana Psikolog
menurut kriteria ini juga dikenal dan disebut sebagai
psikolog. Untuk melakukan praktik psikologi , Sarjana
Psikolog yang tergolong kriteria ini diwajibkan memiliki izin
praktik psikolog sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3.3 Sikap perilaku
(attitude)
 Menyangkut diri  Kesadaran diri tentang Pancasila dan UUD 1945
(Pribadi)  Mengindahkan etika dan nilai-nilai moral yang berlaku di
masyarakat (Pasal 4a)
 Menjaga citra profesi (Pasal 4b)
 Memiliki objektivitas, kejujuran, integritas, bersikap
bijak, dan hati-hati (Pasal 2)
 Hubungan rekan sejawat  Saling menghormati dan menjaga hak-hak serta nama
baik rekan sejawat (Pasal 5a)
 Saling memberi umpan balik (Pasal 5b)
 Saling mengingatkan untuk mencegah pelanggaran kode
etik (Pasal 5c)
 Menghargai karya cipta rekan sejawat/pihak lain (Pasal
15)
 Hubungan klien  Melindungi klien dari akibat yang merugikan sebagai
dampak pemberian jasa/praktik yang dilakukan (Pasal 8c)
 Melindungli kerahasiaan data klien, kecuali ada
persetujuan dari klien, atau ada hubungannya dengan pihak
berwenang (Pasal 12)
 Mengutamakan ketidakberpihakan dalam kepentingan
pemakai jasa, atau klien dan pihak-pihak terkait (Pasal 8d)
 Hubungan lain  Menghargai kompetensi profesi lain (Pasal 6a)
 Mencegah pemberian jasa dari pihak yang tidak
berkompeten (Pasal 6b)
 Pengawasan  Melalui Majelis Psikologi (Pasal 18)
Yanes Hargita
142160187
EA-C

KODE ETIK PROFESI LAINNYA

Keberadaan Berbagai Profesi


Dewasa ini makin banyak banyak bermunculan organisasi profesi dari kelompok profesi sejenis
dan setiap organisasi makin menyadari perlunya membuat kode etik untuk menjadi pedoman
perilaku bagi para anggotanya.
Tujuan khusus dari setiap organisasi profesi adalah untuk mengembangkan kompetensi para
anggota secara berkelanjutan sekaligus untuk melakukan pengendalian perilaku para anggotanya
dengan berpedoman pada kode etik yang telah disepakati bersama. Kelompok-kelompok
organisasi profesi seperti ini tidak membeda-bedakan latar belakang status para anggota mereka,
baik dari sektor swasta atau sektor publik.
Setiap organisasi profesi mempunyai pedoman kode etik untuk menjadi standar/acuan perilaku
bagi para anggotanya. Karena banyaknya organisasi profesi yang ada, maka pada kesempatan ini
hanya akan dibahas beberapa contoh kode etik dari beberapa organisasi profesi, yaitu profesi
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI), Perhimpunan Auditor Internal
Indonesia (PAII), Himpunan Psikologi Indonesia, dan Advokat Indonesia.
Setelah mempelajari masing-masing kode etik profesi ini, dapat diketahui bahwa:
(1) tidak ada sistematika baku dalam penulisan kode etik;
(2) terdapat banyak istilah dan konsep yang sama, tetapi pemaknaan atas istilah-istilah atau konsep
tersebut bias jadi berbeda; dan
(3) banyak konsep dan istilah yang maknanya tumpang-tindih.

Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia(BPK-RI)


Kode Etik BPK dituangkan dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2007, serta telah diumumkan dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia
Nomor 110 Tahun 2007. Kode Etik ini berlaku untuk Anggota dan Pemeriksa BPK.
Anggota BPK dan Pemeriksa BPK mempunyai pengertian yang berbeda menurut pasal 1 ayat 2
dan 3 Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007, yaitu :
a. Anggota BPK adalah pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh DPR dan diresmikan
berdasarkan Keputusan Presiden.
b. Pemeriksa BPK adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengeloaan dan
tanggung jawab keuangan Negara untuk dan atas nama BPK.
Proses penalaran atas kode etik BPK-RI ini dengan mengacu pada cirri-ciri utama suatu profesi.
Pasal 2 kode etik BPK mengatur tentang nilai-nilai dasar yang wajib dimiliki oleh anggota dan
pemeriksa BPK. Nilai-nilai dasar ini terdiri atas:
a. Mematuhi peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku.
b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
c. Menjunjung tinggi indepedensi, integritas, dan profesionalitas.
d. Menjunnjung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.
Tabel 9.1
Proses Penalaran Kode Etik BPK
CIRI PROFESI KODE ETIK BPK
1. Kepentingan Publik Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan
pribadi dan golongan (Pasal 2b)
2. Tanggung Jawab Mengembangkan standar kompetensi tinggi yang
menyangkut knowledge, skill, dan attitude
3. Kompetensi Dilihat dari tiga unsure kompetensi (knowledge, skill,
attitude):
a. Pengetahuan (knowledge) Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan
keahlian tertentu (Pasal 1 ayat 8)
b. Keterampilan (skill) Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
merupakan patokan pemeriksaan yang menyangkut standar
umum, standar pelaksanaan pekerjaan, dan standar
pelatoran (Pasal 1 ayat 5)
c. Sikap perilaku (attitude) Menyangkut diri (pribadi) dan hubungan dengan
lembaga/pihak lain.
 Menyangkut diri (pribadi) Bagi setiap anggota dan pemeriksa wajib mematuhi,
memiliki, dan menjunjung nilai-nilai dasar (Pasal 2):
 Taat pada peraturan (ayat 2)
 Mengutamakan kepentingan Negara (ayat b)
 Menjunjung tinggi indepedensi, integritas, dan
profesionalitas (ayat c)
 Menjujung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan
kredibilitas BPK
 Hubungan rekan sejawat Menghormati dan memercayai serta saling membantu di
antara pemeriksa sehingga dapat bekerja sama dengan
baik dalam melaksanakan tugas (Pasal 8 ayat 1g)
 Hubungan klien  Menghindari terjadinya benturan kepentingan (Pasal
6 ayat 1b)
 Dilarang menerima pemberian dalam bentuk apa pun
baik langsung maupun tidak langsung yang diduga atau
patut diduga dapat memengaruhi pelaksanaan tigas dan
wewenangnya (Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 7 ayat 2a)
 Dilarang membocorkan informasi yang diperolehnya
dari auditee (Pasal 6 ayat 2d)
 Hubungan Lain  Dilarang merangkap jabatan pada badan, lembaga,
atau perusahaan lain untuk anggota dan pemeriksa (Pasal
3 ayat 2a dan Pasal 6 ayat 2a)
 Dilarang menjadi anggota partai politik bagi anggota
BPK (Pasal 3 ayat 2b)
 Pengawasan Melalui Majelis Kehormatan Kode Etik (Bab III Pasal 9-
32)

Kode Etik Psikologi Indonesia


Kode etik yang berlaku bagi Ilmuwan psikologi dan psikolog dibedakan berdasarkan latar
belakang pendidikan mereka, di mana latar belakang pendidikan ini menetukan boleh atau
tidaknya seseorang melakukan prakyik psikologi. Para Ilmuwan psikologi dalam batas-batas
tertentu dapat memberika jasa psikologi, tetapi tidak boleh menjalankan praktik psikologi. Prakti
psikologi hanya boleh dilakukan ileh para psikolig.
Dengan menggunakan model penalaran pada gambar 9.1 esensi dari kode etik psikolgi dapat
dirangkum seperti terlihat pada Tabel 9.4 berikut ini:
Tabel 9.4
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Psikolog
Ciri Profesi Kode Etik Psikologi
1. Kepentingan publik  Mengabdikan pengetahuan tentang perilaku manusia bagi
kesejahteraan manusia (pembukaan)
 Mengutamakan kepentingan umum daripada pribadi atau
golongan ( Pasal 14a)
2. Tanggung Jawab  Pentingnya setiap Ilmuwan psikologi mempunyai rasa
tanggung jawab menyangkut kompetensi, objektivitas,
kejujuran, integritas, bersikap bijak, dan hati-hati.
3. Kompetensi
3.1 Pengetahuan  Ilmuwan Psikologi adalah para lulusan perguruan tinggi
(Knowladge) dan universitas di dalam maupun luar negeri, yaitu mereka
yang telah mengikuti pendidikan dengan kurikulum nasional
(SK Mendikbud Nomor 18/D/0/1993 untuk pendidikan
program akademik (Sarjana Psikologi); lulusan pendidikan
tinggi strata 2 (S2) dan strata 3 (S3) dalam bidang psikologi,
yang pendidikan strata (S1) diperoleh bukan dari fakultas
psikologi. Ilmuwan Psikologi yang tergolong kriteria tersebut
dinyatakan dapat memberika jasa psikologi, tetapi tidak
berhak dan tidak berwenang untuk melakukan praktik
psikologi di Indonesia.
3.2 Keterampilan (skill)  Psikolog adalah Sarjana Psikologi yang telah mengikuti
pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1) dengan kurikulum
lama (Sistem Paket Murni) Perguruan Tinggi Negeri (PTN);
atau sistem Kredit Semester (SKS) PTN; atau pendidikan
program akademik (Sarjana Psikologi) dan program
pendidikan profesi (Psikologi); atau kurikulum lama
Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang sudah mengikuti ujian
negara sarjana psikologi; atau pendidikan tinggi psikologi di
luar negeri yang sudah mendapat akreditasi dan disetarakan
dengan psikologi Indonesia oleh Direktorat Pendidikan
Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas
RI). Sarjana Psikologi dengan kriteria tersebut dinyatakan
berhak dan berwenang untuk melakukan praktik psikologi di
wilayah hukum Negara Republik Indonesi. Sarjana Psikolog
menurut kriteria ini juga dikenal dan disebut sebagai
psikolog. Untuk melakukan praktik psikologi , Sarjana
Psikolog yang tergolong kriteria ini diwajibkan memiliki izin
praktik psikolog sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3.3 Sikap perilaku
(attitude)
 Menyangkut diri  Kesadaran diri tentang Pancasila dan UUD 1945
(Pribadi)  Mengindahkan etika dan nilai-nilai moral yang berlaku di
masyarakat (Pasal 4a)
 Menjaga citra profesi (Pasal 4b)
 Memiliki objektivitas, kejujuran, integritas, bersikap
bijak, dan hati-hati (Pasal 2)
 Hubungan rekan sejawat  Saling menghormati dan menjaga hak-hak serta nama
baik rekan sejawat (Pasal 5a)
 Saling memberi umpan balik (Pasal 5b)
 Saling mengingatkan untuk mencegah pelanggaran kode
etik (Pasal 5c)
 Menghargai karya cipta rekan sejawat/pihak lain (Pasal
15)
 Hubungan klien  Melindungi klien dari akibat yang merugikan sebagai
dampak pemberian jasa/praktik yang dilakukan (Pasal 8c)
 Melindungli kerahasiaan data klien, kecuali ada
persetujuan dari klien, atau ada hubungannya dengan pihak
berwenang (Pasal 12)
 Mengutamakan ketidakberpihakan dalam kepentingan
pemakai jasa, atau klien dan pihak-pihak terkait (Pasal 8d)
 Hubungan lain  Menghargai kompetensi profesi lain (Pasal 6a)
 Mencegah pemberian jasa dari pihak yang tidak
berkompeten (Pasal 6b)
 Pengawasan  Melalui Majelis Psikologi (Pasal 18)

Você também pode gostar