Você está na página 1de 24

TUGAS INDIVIDU II

MATA KULIAH

SANITASI TEMPAT – TEMPAT UMUM DAN HUKUM LINGKUNGAN

Kasus Susu Berbakteri


OLEH :

MUHAMMAD RIZAL
12/341594/PKU13421

Minat Kesehatan Lingkungan

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2012/2013
BAB I

TEORI PERLINDUNGAN KONSUMEN

Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi


dan terpenuhinya hak konsumen. UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya
adalah :

 hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang


dan atau jasa.
 hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
 hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
 hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila
barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan


perlindungan adalah :

 Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal
27, dan Pasal 33.
 Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3821).
 Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
 Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian
Sengketa.
 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
 Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang
Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota.
 Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.
BAB II

KASUS SUSU BERBAKTERI

 Bakteri Enterobacter Sakazakii

Enterobacter sakazakii merupakan bakteri gram negatif anaerob fakultatif, berbentuk


koliform (kokoid), dan tidak membentuk spora. Bakteri ini termasuk dalam famili
Enterobacteriaceae. Sampai tahun 1980 Enterobacter sakazakii dikenal dengan nama
Enterobacter cloacae berpigmen kuning.

Pada tahun 1980, bakteri ini dikukuhkan dalam genus Enterobacter sebagai suatu spesies
baru yang diberi nama Enterobacter sakazakii untuk menghargai seorang bakteriolog Jepang
bernama Riichi Sakazakii. Reklasifikasi ini dilakukan berdasarkan studi DNA hibridisasi yang
menunjukkan kemiripan 41% dengan Citrobacter freundii dan 51% dengan Enterobacter
cloacae.

Enterobacter sakazakii bukan merupakan mikroorganisme normal pada saluran


pencernaan hewan dan manusia, sehingga disinyalir bahwa tanah, air, sayuran, tikus dan
lalat merupakan sumber infeksi.

Enterobacter sakazakii dapat ditemukan di beberapa lingkungan industri makanan


(pabrik susu, coklat, kentang, sereal, dan pasta), lingkungan berair, sedimen tanah yang
lembab. Dalam beberapa bahan makanan yang potensi terkontaminasi Enterobacter
sakazakii antara lain keju, sosis, daging cincang awetan, sayuran, dan susu bubuk.

Enterobacter sakazakii pertama kali ditemukan pada 1958 pada 78 kasus bayi
dengan infeksi meningitis. Sejauh ini juga dilaporkan beberapa kasus yang serupa pada
beberapa negara. Meskipun bakteri ini dapat menginfeksi pada segala usia, risiko terbesar
terkena adalah usia bayi. Peningkatan kasus yang besar dilaporkan terjadi di bagian Neonatal
Intensive Care Units (NICUs) beberapa rumah sakit di Inggris, Belanda, Amerika, dan Kanada.

Di Amerika Serikat angka kejadian infeksi Enterobacter sakazakii yang pernah


dilaporkan adalah 1 per 100.000 bayi. Terjadi peningkatan angka kejadian menjadi 9,4 per
100.000 pada bayi dengan berat lahir sangat rendah (< 1.5 kg) . Sebenarnya temuan peneliti
IPB tersebut mungkin tidak terlalu mengejutkan karena dalam sebuah penelitian
prevalensi kontaminasi di sebuah negara juga didapatkan dari 141 susu bubuk formula
didapatkan 20 kultur positif Enterobacter sakazakii.

Enterobacter sakazakii adalah suatu kuman jenis gram negatif dari keluarga
enterobacteriaceae. Organisme ini dikenal sebagai yellow pigmented Enterobacter
cloacae. Pada 1980, bakteri ini diperkenalkan sebagai bakteri jenis yang baru berdasarkan
pada perbedaan analisis hibridasi DNA, reaksi biokimia dan uji kepekaan terhadap
antibiotika. Disebutkan, dengan hibridasi DNA menunjukkan Enterobacter sakazakii 53-54%
dikaitkan dengan 2 spesies yang berbeda genus, yaitu Enterobacter dan Citrobacter.

Hingga saat ini tidak banyak diketahui tentang virulensi dan daya patogeniotas
bakteri berbahaya ini. Bahan enterotoxin diproduksi oleh beberapa jenis strain kuman.
Dengan menggunakan kultur jaringan, diketahui efek enterotoksin dan beberapa strain
tersebut. Didapatkan 2 jenis strain bakteri yang berpotensi sebagai penyebab kematian,
sedangkan beberapa strain lainnya non patogenik atau tidak berbahaya. Hal inilah yang
mungkin menjelaskan kenapa sudah ditemukan demikian banyak susu terkontaminasi, tetapi
belum banyak dilaporkan terjadi korban terinfeksi bakteri tersebut.

 Proses Pencemaran dan Antisipasi Bakteri

Proses pencemaran terjadinya kontaminasi bakteri dapat dimulai ketika susu diperah
dari puting sapi. Lubang puting susu memiliki diameter kecil yang memungkinkan bakteri
tumbuh di sekitarnya. Bakteri ini ikut terbawa dengan susu ketika diperah. Meskipun
demikian, aplikasi teknologi dapat mengurangi tingkat pencemaran pada tahap ini dengan
penggunaan mesin pemerah susu (milking machine), sehingga susu yang keluar dari puting
tidak mengalami kontak dengan udara.

Pencemaran susu oleh mikroorganisme lebih lanjut dapat terjadi selama pemerahan
(milking), penanganan (handling), penyimpanan (storage), dan aktivitas pra-pengolahan
(preprocessing) lainnya. Mata rantai produksi susu memerlukan proses yang steril dari hulu
hingga hilir, sehingga bakteri tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang
dalam susu.

Peralatan pemerahan yang tidak steril dan tempat penyimpanan yang tidak bersih
dapat menyebabkan tercemarnya susu oleh bakteri. Susu memerlukan penyimpanan dalam
temperatur rendah agar tidak terjadi kontaminasi bakteri. Udara yang terdapat dalam
lingkungan di sekitar tempat pengolahan merupakan media yang dapat membawa bakteri
untuk mencemari susu.

Proses pengolahan susu sangat dianjurkan untuk dilakukan di dalam ruangan


tertutup. Manusia yang berada dalam proses pemerahan dan pengolahan susu dapat
menjadi penyebab timbulnya bakteri dalam susu. Tangan dan anggota tubuh lainnya harus
steril ketika memerah dan mengolah susu. Bahkan, hembusan napas manusia ketika proses
pemerahan dan pengolahan susu dapat menjadi sumber timbulnya bakteri.

Sapi perah dan peternak yang berada dalam sebuah peternakan harus dalam kondisi
sehat dan bersih agar tidak mencemari susu. Proses produksi susu di tingkat peternakan
memerlukan penerapan good farming practice seperti yang telah diterapkan di negara-
negara maju. Antisipasi dari berbagai penelitian dan pengalaman di beberapa Negara
tersebut sebenarnya WHO (World Health Organization), USFDA (United States Food and
Drug Administration) dan beberapa negara maju lainnya telah menetapkan bahwa susu
bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril.

Sedangkan susu formula cair yang siap saji, dianggap sebagai produk komersial steril
karena dengan proses pemanasan yang cukup. Sehingga di bagian perawatan bayi NICU,
USFDA menggunakan perubahan rekomendasi dengan pemberian susu bayi formula cair siap
saji untuk penderita bayi prematur yang rentan terjadi infeksi.

Sayangnya di Indonesia produk susu tersebut belum banyak dan relatif mahal
harganya. Rekomendasi lain yang harus diperhatikan untuk mengurangi resiko infeksi
tersebut adalah cara penyajian yang baik dan benar.

Di antaranya adalah menyajikan hanya dalam jumlah sedikit atau secukupnya untuk
setip kali minum untuk mengurangi kuantitas dan waktu susu formula terkontaminasi
dengan udara kamar. Meminimalkan hang time atau waktu antara kontak susu dengan
udara kamar hingga saat pemberian.

Waktu yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 4 jam. Semakin lama waktu
tersebut akan meningkatkan resiko pertumbuhan mikroba dalam susu formula tersebut. Hal
lain yang penting adalah memperhatikan dengan baik dan benar cara penyajian susu formula
bagi bayi, sesuai instruksi dalam kaleng atau petunjuk umum.

Peningkatan pengetahuan orangtua, perawat bayi dan praktisi klinis lainnya tentang
prosedur persiapan dan pemberian susu formula yang baik dan benar harus terus dilakukan.
Terlepas benar tidaknya akurasi temuan tersebut sebaiknya pemerintah dalam hal ini
Departemen Kesehatan harus bertindak cepat dan tepat sebelum terjadi kegelisahan dan
korban yang memakan jiwa.

Sedangkan orangtua tetap waspada dan tidak perlu khawatir berlebihan ternyata
temuan tersebut juga pernah dilaporkan oleh USFDA tetapi tidak terjadi kasus luar biasa
Karena mungkin sebagian besar adalah kuman non-patogen atau yang tidak berbahaya.
Tetapi apapun juga, jangan sampai terjadi banyak anak Indonesia terkorbankan hanya
karena keterlambatan mengantisipasi keadaan.

 Awal Mula Munculnya Kasus Susu Berbakteri

Sri Estuningsih (Estu) awalnya berburu bakteri dalam susu formula untuk penelitian
doktoral saat menempuh pendidikan bidang Mikrobiologi dan Patologi di Justus Liebig
Universitat, Gieben, Jerman. Penelitian yang awalnya mencari penyebab diare pada bayi,
dengan fokus pada Salmonella, Shigella dan E. Coli sebagai bakteri penyebab diare, justru
menemukan Enterobacter Sakazakii. Enam tahun setelah penelitian dilaksanakan, Estu justru
menghadapi tuntutan hukum. Adalah David Tobing, Pengacara Publik yang berturut-turut
memenangkan tuntutan di level Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah
Konstitusi (MK).

Isi tuntutan tersebut adalah agar Institut Pertanian Bogor (IPB), Kementerian
Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Bpom) mengumumkan merek susu
yang terpapar Enterobacter Sakazakii sesuai penelitian Estu yang dilaksanakan mulai tahun
2003 itu. Pasalnya, penelitian yang mulai dilakukan pada 2003 itu bukanlah penelitian
survaillance, artinya peneliti tidak mendaftar seluruh merek susu yang beredar di pasaran,
melainkan semata mencari bakteri yang terdapat pada susu.
Apabila merek susu diungkap, hal itu tentunya tidak adil dan diskriminatif karena
sampel tidak mewakili seluruh jenis susu dan makanan bayi yang beredar dipasaran. Padahal
Enterobacter Sakazakii adalah jenis bakteri yang dapat dijumpai di mana-mana, termasuk
dalam usus manusia yang tidak sakit.

Penelitian yang awalnya dilakukan di Jerman tersebut sebenarnya menyoroti


cemaran Salmonella, Shigella dan E. Coli berkaitan dengan diare pada bayi. Bukannya
menemukan ketiga bakteri tersebut, Estu justru menemukan cemaran Enterobacter
Sakazakii sebanyak 13,5%, atau ditemukan dalam 10 dari 74 sampel. Pada 2004 bakteri itu
masih ditemukan dalam 3 sampel dari 46 sampel yang diteliti. Penelitian yang sama pada
2006 justru menemukan kecenderungan yang lebih tinggi Enterobacter Sakazakii ditemukan
dalam 22,73% sampel susu formula dan 40% sampel makanan bayi.

Dari hasil karakterisasi bahaya yang dilakukan dalam penelitian pada 2006,
ditemukan bahwa Enterobacter Sakazakii dapat menyebabkan enteritis, sepsis dan
meningitis. Karena dianggap berbahaya, pada 2006 hasil penelitian tersebut dilaporkan ke
BPOM. Penemuan itu menjadi pertimbangan bagi IPB untuk mengajukan ke BPOM agar
Indonesia mengikuti aturan Codex Alimentarius Commission untuk membatasi kadar
cemaran Enterobacter Sakazakii dalam susu formula, makanan bayi, serta barang konsumsi
lain.

Selain itu pada saat itu pihak IPB berharap agar BPOM dapat melakukan penelitian
yang lebih memadai, misalnya dengan metode survaillance agar dapat menyertakan
keseluruhan merek susu formula dan makanan bayi yang beredar di pasaran.

Pada tahun 2009 BPOM mengadopsi Codex yang mengatur cemaran Enterobacter
Sakazakii. BPOM juga melakukan survaillance terhadap seluruh merek susu dan makanan
bayi yang beredar di pasaran. Survaillance terus berlanjut hingga saat ini, tetapi BPOM sudah
tidak menemukan satu pun merek susu yang mengandung cemaran Enterobacter Sakazakii,
pasca adopsi Codex itu.

BPOM adalah lembaga pengawas. Oleh karena itu Codex harus diadaptasi kemudian
BPOM melakukan pengawasan terhadap susu yang beredar di pasaran mulai 2009.

Berdasarkan fungsi pengawasan itulah BPOM mengumumkan hasil penelitiannya


terhadap berbagai susu yang ada di pasaran. Sejak 2009 hingga kini BPOM telah meneliti 117
jenis susu di pasaran Indonesia yang kesemuanya aman dari Enterobacter Sakazakii. Harry
Suhardiyanto, Rektor IPB mengatakan untuk mengumumkan jenis susu yang aman dan tidak
aman demi memenuhi kepentingan publik merupakan kewenangan BPOM, apalagi BPOM
telah melakukan penelitian paling baru dari segi waktu serta mencakup seluruh jenis susu
formula dan makanan bayi yang ada.

Apabila IPB terpaksa mengumumkan merek susu dengan cemaran Enterobacter


Sakazakii berdasar hasil penelitian Estu, hal tersebut akan menyalahi prinsip keadilan dalam
penelitian karena sampel yang digunakan belum mencakup seluruh sampel yang beredar di
pasaran. Padahal sampel yang tidak diteliti belum tentu terbebas dari cemaran. Hal ini tentu
tidak adil dan mendiskriminasi pihak tertentu karena tidak seluruh sampel yang ada diteliti.
Sementara itu, kewajiban mempublikasikan isi penelitian sudah dilakukan IPB dan
Estu melalui berbagai Jurnal Internasional. Hasil penelitian tersebut juga telah dipaparkan
dalam pertemuan internasional tentang Enterobacter Sakazakii yang diselenggarakan oleh
WHO dan FAO di Roma, Italia pada 2006.

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengungkapkan pihaknya tidak


dapat memaksa IPB untuk mengumumkan merek susu karena IPB adalah lembaga
independen yang tidak memiliki kewajiban melaporkan hasil penelitiannya.

Fasli Jalal, Wakil Menteri Pendidikan Nasional juga menghargai sikap IPB untuk tidak
menyebutkan merek susu yang menjadi sampel penelitian karena telah diatur dalam kode
etik internasional bahwa merek produk yang menjadi objek penelitian tidak disebutkan.

Selain itu dia juga menyatakan kebebasan akademik dan kebebasan mimbar
akademik serta otonomi keilmuan pada penyelenggara pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dilindungi oleh hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 UU No 20
tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional.

 Tanggapan Menteri Kesehatan Mengenai Kasus Susu Berbakteri

Penolakan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengumumkan merek susu


formula yang mengandung bakteri Entrobacter Sakazakii, berbuntut panjang. Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) Sahabat Muslim, melaporkan persoalan ini ke Bareskrim Mabes
Polri. Terlapornya adalah, Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih, Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan, Kustantinah, dan Rektor Institut Pertanian Bogor, Herry
Suhardiyanto.

Sesuai dengan keterangan pers, laporan bernomor : LP/77/II/2011/ Bareskrim


berdasarkan Pasal 52 Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan
Informasi Publik.

Sesuai dengan UU itu, badan publik yang dengan sengaja tidak mengumumkan
informasi publik, yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak terancam pidana berupa
penjara satu tahun atau denda Rp 5.000.000.

Ketua LSM Sahabat Muslim, Muhammad HS, meminta polisi bergerak dengan cepat
dalam menangani kasus yang mendapat perhatian luas dari masyarakat tersebut. Agar tidak
menimbulkan keresehan masyarakat yang meluas, khususnya pada kalangan orangtua.

Selain itu, dia melanjutkan dengan kewenangan untuk kepentingan penyidikan, polisi
juga harus menyita dokumen hasil penelitian yang dilakukan IPB dan mengambil alih
kewajiban mengumumkan produk susu yang tercemar, sesuai perintah UU Keterbukaan
Informasi Publik.

Selain itu, polisi diminta mengungkap motif penundaan pengumuman produk susu
formula yang tercemar bakteri kepada publik. Polisi juga dapat mengembangkan kasus ini,
terkait beredarnya produk makanan yang merusak kesehatan dan dengan sengaja tidak
ditarik dari peredaran. Guna mengantisipasi kemungkinan adanya masyarakat yang
mengalami kondisi gangguan kesehatan yang diduga bersumber dari mengkonsumsi susu
formula tercemar bakteri, LSM Sahabat Muslim membuka posko pengaduan masyarakat
korban susu formula tercemar bakteri, di kawasan Jalan Harapan Indah, Cipinang Melayu,
Jakarta Timur.

Menurut Menteri Kesehatan, IPB sebagai universitas independen tidak wajib


melaporkan hasil penelitiannya kepada Kementerian Kesehatan. IPB juga telah menolak
mengumumkan dengan alasan belum menerima surat keputusan Mahkamah Agung secara
resmi. Menkes menambahkan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah
melakukan penelitian berkala yang menjamin produk susu formula di pasaran bebas bakteri
tersebut dan aman konsumsi.

Ditanyai kembali mengenai persoalan ini, Menteri Kesehatan, di sela-sela peringatan


Hari Kanker di FX, Jakarta, hanya berpendapat yang penting sekarang kalau bayi usia 0-6
bulan dikasih ASI, kalau nggak bisa memberi ASI, pake susu formula tidak masalah. Asalkan
airnya direbus matang.

 Daftar Merk Susu yang Bebas Bakteri Sakazakii

Daftar merek susu hasil riset BPOM yang bebas bakteri sakazakii :

Tahun 2009

1. Frisian Flag Tahap I (MD.810409118005, exp Oktober 2010)


2. Susu Lactona 1 (MD.810412070003, exp Mei 2010)
3. Lactogen 1 (ML.810411051018, exp Januari 2010)
4. Lactogen 1 (MD 810413370001, exp Juni 2010)
5. Susu Lactogen 1 (MD.819413370001, exp Mei 2010)
6. SGM Tahap 1 (MD.810412270001, exp Januari 2011)
7. Vitalac BL (MD.809010195008, exp Desember 2010)
8. Susu SGM 1 (MD.810412270001, exp November 2010)
9. SGM 1 (MD.810412270001, exp Juni 2010)
10. Vitalac 1 (MD.810412259001, exp Desember 2010)
11. SGM Tahap 1 (MD 810412270001, exp Februari 2010)

Tahun 2010

1. Anmum Infacare (ML.510406002076, exp Desember 2011)


2. Frissian Flag 1 (MD.810409118005, exp Juli 2011)
3. Frissian Flag Tahap 2 (MD.810309117005, exp Desember 2011)
4. Frissian Flag 123 Madu (MD.807009128005, exp Agustus 2011)
5. Frissian Flag Tahap 1 (MD.810409118005, exp Februari 2012)
6. Frissian Flag Tahap 2 (MD.810309117005, exp Maret 2012)
7. Frissian Flag Tahap 1 (MD.8100409118005, exp Mei 2012)
8. Frissian Flag (MD.810409118005, exp Juli 2012)
9. Frissian Flag 2 (MD.810309117005, exp Desember 2011)
10. Frisian Flag Tahap I (MD.810409118005,exp 2011)
11. Frisian Flag Tahap I (MD.810409118005, exp Oktober 2010)
12. Fresian Flag Coklat (MD.805309148005)
13. Frisian Glag Madu (MD.805309152005)
14. Sun baby Tomat Wortel (MD 810110042188, exp Desember 2011)
15. Bubur Bayi Sun Sari Buah 6 Bulan (MD 810110042188,exp 12 Maret 2012)
16. SUN Beras Merah (MD 810110030188, exp Mei 2012)
17. Indomilk Coklat Instant (MD.805309086015, ekp Mei 2012)
18. Indomilk Full Cream (MD.805309085015, exp Mei 2012)
19. Indomilk Susu Bubuk Full Cream (MD.805309087015)
20. Morinaga BMT Platinum 0-6 Bulan (MD 510410016989, exp 28 Desember 2011)
21. Chilmil (MD.810310020989, exp 4 Maret 2011)
22. BMT Motinaga (MD.810410019989, exp Mei 2011)
23. Morinaga BMT Platinum (MD.510410016989, exp Desember 2011)
24. Enfamil (ML.810411076019, exp Maret 2011)
25. Enfamil (ML.810411076019, exp Maret 2011)
26. Lactona (MD.810412070003, exp November 2011)
27. Lactogen 2 (MD 810313376001, exp Maret 2011)
28. Lactogen 2 (MD 810313376001, exp Maret 2011)
29. Dancow 1+ Rasa Madu (MD 807013337001, exp Mei 2011)
30. Dancow Nutrigold 1+ (MD 807013372001, exp Juli 2011)
31. Lactogen Gold 1 (MD 810413370001, exp Juli 2011)
32. Dancow Full Cream Milk Powder (MD 805313199001, exp November 2011)
33. Lactogen Gold 2 (MD 810313369001, exp Juli 2011)
34. Lactogen Susu Formula Lanjutan (MD 810313369001, exp April 2011)
35. NAN Nestle HA 1 (ML 510412013040, exp Maret 2010)
36. AL 110 Nestle (ML 50702004079, exp Maret 2012)
37. Lactogen 2 (MD 810313369001, exp April 2011)
38. Lactogen 2 (MD 810313369001, exp Feb 2011)
39. Lactogen 1 (MD 810413370001, exp April 2011)
40. Lactogen Gold 2 (MD 810313369001, exp Mei 2011)
41. Lactogen 2 (MD 810313369001 exp Juni 2011)
42. Lactogen Susu Formula 2 Lanjutan (MD 810313369001, exp Juni 2012)
43. Lactogen Gold 1 (MD 810413370001, exp Mei 2011)
44. Nestle Lactogen 1 (MD 810413370001, exp Januari 2011)
45. Nestle Lactogen 1 (MD 810413370001)
46. Cerelac Nestle (ML 810101001341, exp Maret 2011)
47. Cerelac Beras Merah (ML 8101011017145, exp Mei 2011)
48. Bimbi Susu Formula Bayi (MD 810413009417, exp Maret 2012)
49. Bimbi Susu Formula Bayi (MD 810413009417, exp Juni 2011)
50. Nutrilon Hypo-allergenic (ML 510402009035, exp November 2011)
51. Anlene Actifit Vanilla (MD 808509391040)
52. Bebelac susu formula (MD 810409335040, exp April 2011)
53. Nutrilon I (MD 810409288040, exp April 2011)
54. SGM 1 (MD 810412270001, exp Januari 2012)
55. Vitalac 1 (MD 810412259001, exp Juni 2011)
56. Vitalac (MD 814012259001)
57. SGM 1 (MD 810412270001, exp Oktober 2011)
58. SGM Prenutrisi (MD 810412270001, exp Desember 2011)
59. SGM Prenutrisi 0-6 Bulan (MD 810412270001, exp April 2012)
60. SGM (MD 810412270001, exp Mei 2012)
61. SGM Prenutrisi 2 Lanjutan (MD 810312271001)
62. Vitalac Susu Formula Bayi (MD 810412259001, exp Maret 2012)
63. SGM BBLR (MD 81021094008, exp Februari 2012)
64. Vitalac (MD 810412259001)
65. SGM (MD 809012327001, exp Maret 2012)
66. SGM Prenutrisi 1 (MD 810412270001)
67. SGM 1 (MD 810412270001, exp Desember 2011)
68. SGM Presinutri (MD 810412270001, exp Oktober 2011)
69. SGM 2 (MD 810312271001, exp 1 November 2012)
70. SGM 1 (MD 810412270001, exp 1 Januari 2012)
71. SGM Presinutri 3 (MD 810312271001, exp April 2012)
72. SGM 4 Rasa Madu (MD 807012263001, exp April 2012)
73. SGM 3 Eksplor Rasa Vanilla (MD 807012266001, exp Mei 2012)
74. SGM Prenutrisi 1 (MD 810412270001, exp Juni 2012)
75. SGM LLM (MD 809012327001, exp Mei 2012)
76. SGM BBLR (MD 810412328001, exp Maret 2012)
77. SGM 2 (MD 810312271001, exp Desember 2011)
78. Vitalac 2 (MD 810312260001, exp Desember 2011)
79. SGM Presinutri 1 (MD 810412270001, exp Januari 2011)
80. SGM Presinutri (MD 810412270001, exp Februari 2011)
81. SGM Presinutri (MD 810412270001, exp Maret 2011)
82. Vitalac 1 (MD 810412259001, exp Agustus 2011)
83. SGM Presinutri 1 (MD 810412270001, exp Desember 2011)
84. SGM LLM (MD 809012327001, exp Januari 2012)
85. Nutricia Bebelac 1 (MD 255610214112)
86. SGM BBLR (MD 810210194008, exp September 2011)
87. SGM 2 (MD 810312271001, exp Desember 2011)
88. Vitalac Bebas Lactosa (MD 809010195008, exp Februari 2012)
89. Vitalac (MD 810310190008, exp Mei 2011)
90. SGM BBLR (MD 810210194008, exp Januari 2012)
91. SGM BBLR (MD 810210194008, exp Januari 2012)
92. S-26 Tahap 1 (MD 8810417018124)
93. S-26 Gold (ML 510417001245)
94. S-26 Tahap 1 (ML 810417013124, exp Juni 2011)
95. Lactona (MD 810412070003, exp Oktober 2011)
96. S-26 Tahap 1 (ML 810417018124, exp Juni 2011)
97. S-26 Gold Tahap 1 (ML 510417001245, exp Januari 2012)
98. S-26 (ML 810417018124, exp Februari 2011)

Tahun 2011 (sampai Februari)

1. Bimbi Lola Rendah Laktose (MD 810413009417)


2. Neosure (ML 510415007019)
3. Enfamil A+ (ML 810411066019)
4. Pre NAN (ML 510202002079)
5. NAN 1 (ML 510402003079)
6. Morinaga BMT (MD 810410019989)
7. Lactogen Gold (MD 810413370001)
8. Nutricia Nutrilon Royal (MD 810409408040)
9. Nutricia Nutrilon (MD 810409288040)
10. Bebelac 1 (MD 810409335040)
11. SGM BBLR (MD 810412328001)
12. Vitalac Step 1 (MD 810412259001)
13. SGM LLM (MD 809012327001)
14. Susu Formula Bayi Bimbi 1 (MD 8091213010417, exp Desember 2012)
15. Susu Bimbi Lola (MD 809213010417, exp Februari 2011)
16. Susu Formula Bayi SGM Prenutrisi (MD 810412270001, exp Desember 2012.
17. S-26 (ML 810417018124)

 Desakan Untuk mengumumkan Merk Susu Formula yang Terkontaminasi


Bakteri

Institut Pertanian Bogor, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Menteri
Kesehatan didesak untuk segera mengumumkan nama-nama merek susu formula yang
terkontaminasi bakteri Enterobacter sakazakii. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah
Agung (MA) yang mewajibkan ketiganya membuka secara transparan nama-nama itu melalui
media cetak dan elektronik.

Desakan tersebut disampaikan oleh pengacara konsumen publik. Tidak ada lagi
alasan untuk menunda. Kenapa ini penting sebab putusan ini seakan-akan menyatakan
bahwa informasi terhadap hasil penelitian itu adalah hak masyarakat.

Kasus itu bermula ketika para peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan
adanya kontaminasi Enterobacter sakazakii sebesar 22,73 persen dari 22 sampel susu
formula yang beredar tahun 2003 hingga 2006. Namun, IPB tidak bersedia menyebutkan
merek susu yang dimaksud.

Terkait hal itu, David yang juga konsumen susu (untuk dua anaknya) menggugat IPB,
Badan POM, dan Menteri Kesehatan dengan alasan melakukan perbuatan melawan hukum
karena telah menyebabkan keresahan dan kekhawatiran masyarakat terkait penelitian
tersebut. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan David.

Putusan tersebut dikuatkan MA melalui putusan kasasinya. Majelis kasasi yang


diketuai Harifin A Tumpa dengan hakim anggota I Made Tara dan Muchsin mewajibkan IPB,
Badan POM, dan Menteri Kesehatan mempublikasikan nama-nama susu formula yang
tercemar tersebut.

Majelis kasasi sepakat dengan penggugat bahwa IPB, Badan POM, dan Menteri
Kesehatan telah melakukan pelanggaran hukum. Alasannya, dengan tidak diumumkannya
merek susu yang tercemar bakteri mengakibatkan keresahan masyarakat.

Menurut Mahkamah Agung, suatu penelitian yang mengandung kepentingan


masyarakat banyak haruslah dipublikasikan agar masyarakat lebih waspada. Tidak
mengumumkan hasil penelitian itu merupakan pelanggaran tindakan yang tidak hati-hati
dalam fungsi pelayanan publik.

Persoalan belum selesai David mengatakan, apabila ketiga instansi tersebut tetap
bersikeras tidak mengumumkan hasil penelitian tersebut, pihaknya bakal melakukan langkah
hukum yang lain. Ia akan mengajukan upaya paksa ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kalau sudah mentok, saya bisa saja lapor polisi karena mereka menyembunyikan
informasi. Diperolehnya informasi tentang merek susu tercemar Enterobacter sakazakii pun
tidak membuat persoalan selesai. Apabila susu yang dikonsumsi kedua anaknya tergolong
susu yang tercemar bakteri, ia akan menggugat perusahaan susu yang dimaksud. Demikian
pula masyarakat yang kemungkinan besar akan berbondong-bondong memeriksakan
kesehatan anaknya. Setidaknya untuk memeriksakan kesehatan itu kan perlu uang.

 22,73 Persen Susu Formula dan 40 Persen Makanan Bayi Terkontaminasi


Bakteri

Para peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan 22,73 persen susu
formula (dari 22 sampel) dan 40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan
antara bulan April hingga Juni 2006 telah terkontaminasi Enterobacter sakazakii.

Berdasar pengujian pada bayi mencit (tikus percobaan), kontaminasi oleh E. Sakazakii
yang menghasilkan enterotoksin tahan panas dapat menyebabkan enteritis (peradangan
saluran pencernaan), sepsis (infeksi peredaran darah) dan meningitis (infeksi pada lapisan
urat saraf tulang belakang dan otak).

Dr Sri Estuningsih, juru bicara tim peneliti dalam keterangan yang dipublikasikan
Kantor Humas IPB, Selasa menyebutkan bahwa sampel makanan dan susu formula yang
diteliti berasal dari produk lokal.

Tim tersebut terdiri dari staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan IPB, yakni drh
Hernomoadi Huminto MVS, Dr drh I Wayan T. Wibawan, dan Dr Rochman Naim.

Menurut Sri Estuningsih, penelitian itu dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama,
isolasi dan identifikasi Enterobacter sakazakii dalam 22 sampel susu formula dan 15 sampel
makanan bayi. Selanjutnya pada tahap kedua, menguji 12 isolat Enterobacter sakazakii dari
hasil isolasi dan kemampuannya menghasilkan enteroksin (racun) melalui uji sitolisis
(penghancuran sel).

Dari 12 isolat yang diujikan terdapat enam isolat yang menghasilkan enteroksin. Uji
selanjutnya adalah menguji isolat tersebut pada kemampuan toksin setelah dipanaskan.
Terdapat lima dari enam isolat tersebut yang masih memiliki kemampuan sitolisis setelah
dipanaskan.

Selanjutnya, ditentukan satu kandidat dari isolat tersebut dan menguji enterotoksin
serta bakteri vegetatifnya pada bayi mencit (tikus percobaan) berusia enam hari. Bayi mencit
diinfeksi melalui rute oral (cekok mulut) menggunakan sonde lambung khusus dan steril.
Setelah tiga hari, kemudian dilakukan pengambilan sampel organ mencit tersebut.
Hasil pengujian enteroksin murni dan enteroksin yang dipanaskan dan bakteri
mengakibatkan enteritis, sepsis dan meningitis. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan
metode hispatologi menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Dari hasil pengamatan
histopatologis yang diperoleh masih dibutuhkan penelitian senada yang lebih mendalam
untuk mendukung hasil penelitian tersebut.

Ia menyatakan, amat penting dipahami bahwa susu formula bayi bukanlah produk
steril, sehingga dalam penggunaannya serta penyimpanannya perlu perhatian khusus untuk
menghindari kejadian infeksi karena mengonsumsi produk tersebut.

Sri Estuningsih secara pribadi telah melihat langsung fasilitas salah satu perusahaan
makanan dan susu formula dengan omzet terbesar di Indonesia.

Sebagian besar fasilitas tersebut telah memenuhi standar operasional prosedur perusahaan
susu formula bayi, dan saat ini masih terus dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi
tersebut.

 Menkes Pastikan Susu Formula Aman dikonsumsi

Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih, menegaskan kembali bahwa susu


formula yang saat ini beredar di pasaran aman untuk dikonsumsi. Hingga saat ini
Kementerian yang dipimpinnya tidak menerima adanya pengaduan dari masyarakat yang
mengeluhkan buruknya mutu susu yang beredar.

Semua susu formula yang beredar aman dikonsumsi. Tidak ada laporan yang masuk
soal adanya susu formula berbakteri. Kementerian Kesehatan tidak mengetahui hasil
penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menyebutkan bahwa sejumlah susu formula di
pasaran mengandung bakteri Enterobacter sakazakii. Data yang lebih lengkap ada di IPB.
Tapi Kementerian Kesehatan dan Balai Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Pusat
sudah menjamin aman untuk dikonsumsi.

Disinggung adanya sejumlah merek yang dijadikan objek penelitian IPB, Menkes juga
mengaku tidak mengetahui. Karena selama penelitian yang dilakukan April hingga Juni 2006
lalu itu, pihaknya tidak menerima laporan soal hal itu.

Namun, Menkes mengimbau kepada semua masyarakat yang memiliki anak balita
untuk tidak diberi susu formula merk apapun. Karena, usia setengah tahun lebih baik diberi
air susu ibu (ASI). Untuk ketahanan bayi, ASI sangat perlu diberikan sejak dini.

 Susu Formula Seharusnya Memakai Resep Dokter

Sesuai dengan ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) susu berlabel formula
itu sebenarnya susu yang dibeli sesuai petunjuk/resep dokter serta tidak bisa dijual bebas.

Di Indonesia ada susu formula untuk bayi baru lahir sampai orang yang mau
meninggal dunia serta dijual bebas tanpa resep dokter. Aturan lain yang tercantum dalam
Peraturan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1981 tentang Pemasaran Pengganti ASI.
Di antaranya disebutkan, fasilitas kesehatan tidak boleh digunakan untuk promosi susu
formula atau produk sejenis memajang produk pengganti ASI, serta tidak boleh menerima
donasi atau membeli susu formula dengan harga diskon.

Sebenarnya, Indonesia pun memiliki aturan soal pemasaran susu formula ini dalam
Surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor 237 tahun 1997 tentang Pemasaran Pengganti
Air Susu Ibu. Namun, pelaksanaan dan pengawasan aturan ini di lapangan kurang maksimal.
Disamping itu, tidak adanya sanksi yang tegas dan jelas soal hal ini membuat produsen susu
semakin gencar saja memasarkan produk susunya. Produk susu formula semakin banyak
beredar bebas di masyarakat.

Sebenarnya setelah berusia 2 tahun, anak tidak membutuhkan susu. Seluruh


kecukupan kalori dan nutrisinya diharapkan terpenuhi dari beragam bahan makanan sehat
alami yang diberikan kepadanya. Untuk batita 1-2 tahun, cukup berikan 200 mililiter susu
formula (sekitar 50 gram susu bubuk) pada jeda waktu antara makan siang dan makan
malam. Anda bisa memberikannya setelah si kecil menghabiskan kudapan sore atau di
antara waktu makan siang/malam dan mengudap.

Orangtua jangan menyerahkan tanggung jawab tumbuh-kembang anak pada susu


sapi dengan menempatkan susu sebagai makanan utama penunjang pertumbuhan batita.
Perlakukan susu sama derajatnya dengan makanan bergizi lainnya. Jangan mudah
terprovokasi dengan mengikuti anjuran produsen susu agar memberikan susu formula
minimum dua gelas per hari pada anak balita (seperti anjuran dalam label kemasan).

Ketimbang ribut-ribut soal merek susu apa yang terkontaminasi bakteri, masyarakat
disarankan menyebarkan informasi soal ASI eksklusif 2 tahun. Selain lebih sehat ASI juga
dapat memenuhi seluruh kebutuhan bayi dan keunggulannya tidak bisa digantikan dengan
susu lain.

Saat berada di dalam kandungan, bayi mendapat asupan melalui plasenta sehingga
dapat dikatakan lambung berpuasa selama bayi di kandungan. Begitu lahir, kapasitas
lambung bayi hanya sebesar kelereng. Bayi belum membutuhkan banyak ASI dan umumnya
produksi air susu ibu baru melahirkan masih sedikit.

Setelah sepuluh hari, kapasitas lambung mulai bertambah menjadi sebesar bola pingpong.
Terkadang dibutuhkan beberapa hari baru produksi ASI lancar dan memadai jumlahnya. Jika
ibu terus menyusui sekalipun air susu belum keluar, itu ikut merangsang produksi air susu.

 Salah Satu Korban Susu Berbakteri

Si penggugat itu bernama David Tobing. Ayah dua anak ini mendaftarkan gugatan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 17 Maret 2008. Dia mendesak hakim memerintahkan
Depkes dan IPB, membuka data nama merk susu formula yang mengandung entrobacter
sakazakii. Bakteri jenis ini berbahaya bagi bayi. Hingga kasasi di Mahkamah Agung, David
Tobing menang terus.

Kamis, 10 Februari 2011, Menteri Kesehatan menggelar konferensi pers. Sehari


sebelumnya santer beredar kabar bahwa Departemen Kesehatan akan mengumumkan
nama-nama susu formula yang mengandung bakteri yang berbahaya itu. Dan publik tentu
saja menunggu.

Konferensi pers itu berlangsung dikantor Kementerian Komunikasi dan Informasi.


Selain Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, hadir dalam acara ini Tifatul
Sembiring, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Ikatan Dokter Anak Indonesia, dan Biro
Hukum Institut Pertanian Bogor.

Dalam konferensi pers itu, Menteri Endang mengecam keras pembagian gratis susu-
susu formula kepada sejumlah klinik bersalin. Jangan minum susu formula kalau bayi belum
enam bulan. Karena bayi usia itu berisiko.

Lalu soal daftar susu formula yang berbahaya itu Ibu Menteri tak mau
mengumumkannya. Meski MA sudah memutuskan kasus ini tanggal 26 April 2010, Endang
memastikan belum menerima pemberitahuan resmi dari PN Jakarta Pusat. Ia mengaku
sudah mengetahui keputusan itu dari laman Mahkamah Agung.

Pihak Institut Pertanian Bogor juga enggan membuka daftar itu. Sama juga alasannya.
Sampai dengan 10 Februari 2011, IPB sebagai tergugat satu belum menerima
pemberitahuan keputusan itu.

Dalam kesempatan yang sama, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BOPM)
memastikan semua susu formula yang beredar bebas dari bakteri berbahaya. Bebas dari
Enterobacter sakazakii. Badan itu menjamin bahwa susu formula yang beredar sudah sesuai
standar internasional, Codex. Jaminan itu berdasarkan uji sampel berkala terhadap sejumlah
merk susu formula yang beredar. BPOM melakukan uji sampel soal kemungkinan
kontaminasi bakteri Enterobacter sakazakii sejak 2008, sebagai respons hasil temuan tim
peneliti IPB. Sejumlah 96 susu formula diuji. Hasilnya nihil. Uji sampel itu kembali dilakukan
terhadap 11 merek susu formula pada 2009, 99 merek susu formula pada 2010, dan 18
merek susu pada awal 2011. Hasilnya pun sama.

Semua penjelasan itu tidak membuat David Tobing surut langkah. Konferensi pers
itu. Ia mengaku kecewa dengan pernyataan Badan POM bahwa berdasarkan uji sample sejak
2008, tidak ada susu yang tercemar. Dia menegaskan bahwa gugatan yang diajukan
berdasarkan penelitian IPB tahun 2003 sampai 2006.

Alasan Endang Rahayu urung mengumumkan nama-nama susu formula itu sebab
salinan putusan belum diterima, menurut David, sungguh tidak masuk akal. Kalau sekedar
mengunakan alasan administrasi, sungguh tidak diperlukan konferensi pers sebesar itu.
Alasan administrasi itu sesungguhnya bisa dikesampingkan, sebab ini menyangkut
kepentingan publik. Apalagi katanya, keputusan itu sudah diunggah ke laman MA.

David mengaku tidak akan surut langkah. Dia berjanji akan terus mengejar nama-
nama merk susu formula berbakteri itu. Soal kepentingan publik itulah yang disebutkan para
hakim di Mahkamah Agung dalam amar putusannya. Para hakim yang dipimpin Harifin A
Tumpa itu menegaskan bahwa penelitian yang menyangkut kepentingan masyarakat
haruslah dipublikasikan. Agar masyarakat lebih waspada.
Jika tidak akan mengakibatkan keresahan dalam masyarakat, karena dapat
merugikan konsumen. Hasil penelitian yang menyimpulkan ada bakteri Enterobacter
dipublikasikan di laman IPB tanggal 12 Februari 2008.

 Tanggapan Anggota DPR mengenai Kasus Susu Berbakteri

Anggota komisi IX DPR RI, Rieke Diah Pitaloka memandang kasus ini bukan hanya
persoalan IPB sepihak yang enggan mengumumkan, namun ada peran pemerintah yang
ditiadakan. Baginya, kasus susu berbakteri merupakan masalah kerakyatan yang dibiarkan.

Ini persoalan bahwa pemerintah tidak hadir di setiap keresahan-keresahan yang


dihadapi oleh rakyat. Soal susu saja tidak ada perhatian, apalagi persoalan politik yang besar.
Sebagai anggota dewan yang ikut membidangi kesehatan, Rieke menyebutkan, ada tiga
persoalan yang dihadapkan pemerintah terkait susu berbakteri tersebut. Ada ketidakhadiran
pemerintah dalam melayani kesehatan warganya, masyarakat yang tidak percaya kepada
institusi resmi, dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan Badan POM yang enggan
mengumumkan, dan kedaulatan pangan.

Rieke mangatakan, tanggung jawab utama bukan hanya pada IPB, tetapi kesalahan
juga ada pada pemerintah. Sebagai pihak yang ikut digugat Mahkamah Agung, Kementerian
Kesehatan dan BPOM, didesak untuk lebih bertanggungjawab atas kasus ini. Ini bukan hanya
tanggung jawab pihak IPB saja, tetapi tanggung jawab institusi resmi negara, Kementerian
Kesehatan, dan BPOM. Jika pemerintah tidak segera bersikap tegas untuk mengumumkan,
masyarakat akan menempuh jalannya sendiri. Kalau pemerintah selalu seperti ini,
menurutnya, masyarakat akan mengambil langkahnya sendiri.

 Tanggapan Lembaga Asosiasi Terhadap Masalah Susu Berbakteri

Ditengah maraknya berita mengenai bakteri Enterobacter Sakazakii yang mencemari


berbagai produk susu formula dan makanan instan untuk bayi dan balita (yang hasil
penelitiannya sebenar sudah dirampungkan oleh para peneliti dari Institut Pertanian Bogor
(IPB) dan dilaporkan kepada BPOM sejak tahun 2006), Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia
(AIMI) menyerukan ajakan untuk kembali ke Air Susu Ibu (ASI) sebagai satu-satunya sumber
nutrisi yang terlengkap dan terbaik untuk bayi dan balita.

Ketua AIMI Mia Sutanto dalam siaran persnya mengatakan, bukti yang menguatkan
pernyataan tersebut semakin tak terbantahkan. Nutrisi dan kalori yang terkandung di dalam
ASI sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi, jadi tak perlu tambahan susu
formula apapun.

ASI mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air garam dan gula
yang semuanya sudah secara khusus dikomposisikan sesuai dengan kebutuhan masing-
masing bayi. ASI mengandung sel-sel hidup yang berperan sebagai zat anti infeksi dan
imunitas alami untuk melindungi bayi dari berbagai ancaman penyakit. Tentu sel-sel hidup
ini tidak ada dalam produk susu formula.

Oleh karena itu bicara mengenai keunggulan ASI dibandingkan dengan susu formula
sudah pasti sangat banyak, selain dari segi kandungan dan kecukupan nutrisi, kemudian
faktor imunitas atau perlindungan tubuh, juga dari segi kedekatan ibu dan anak (bonding)
yang tak akan tertandingi oleh apapun.

AIMI akan secara konsisten terus menyerukan kepada seluruh ibu-ibu di Indonesia
untuk kembali memberikan ASI kepada bayinya. Jangan mempertaruhkan masa depan bayi-
bayi Indonesia dengan tidak memberikan ASI, yang sudah terbukti merupakan makanan yang
paling bagus, paling lengkap dan paling higienis untuk dikonsumsi oleh bayi.

Memberikan ASI sebagai satu-satunya nutrisi terbaik untuk bayi, memang


membutuhkan persiapan khusus sejak masa kehamilan. Namun semua proses persiapan
untuk memberikan ASI bisa dilakukan dengan mudah karena bekal utamanya hanyalah
pengetahuan yang memadai dan pikiran positif dan niat si ibu untuk memberikan ASI kepada
bayinya serta dukungan dari keluarga dan masyarakat sekitar.

Sesuai dengan rekomendasi WHO/UNICEF dan juga Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI), untuk bayi harus diberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama dan kemudian
dilanjutkan dengan MPASI (makanan pendamping ASI) yang berkualitas. ASI diteruskan
hingga 2 tahun atau lebih sesuai dengan keinginan ibu dan bayi.

Selanjutnya, karena ASI bisa memenuhi kebutuhan kalori sebesar 100% untuk bayi
yang berusia 0-6 bulan, 70% untuk usia bayi 6-12 bulan dan 30% untuk usia anak diatas 12
bulan, maka pemberian susu tambahan setelah masa ASI Eksklusif juga tidak diperlukan.
Saat ini masih banyak ibu yang berpendapat bahwa setelah masa ASI Eksklusif pemberian
susu formula untuk bayi diatas 6 bulan atau diatas 1 tahun menjadi kebutuhan wajib,
padahal selama anak masih mendapatkan ASI hal tersebut tidak diperlukan. Apabila karena
sesuatu hal orangtua memilih untuk memberikan susu formula kepada bayinya, ada 3 hal
yang perlu diingat susu formula bukanlah produk yang steril, tidak ada satupun susu formula
yang komposisi dan kualitasnya mendekati ASI, dan pemberian susu formula bukannya
tanpa resiko.

AIMI juga sangat menyayangkan pernyataan yang dikeluarkan oleh Menteri


Kesehatan RI Siti Fadilah Supari bahwa temuan IPB ini merupakan salah satu bentuk perang
produk. Sangat tidak pada tempatnya Menteri Kesehatan yang seharusnya menyikapi
temuan ini dengan arif dan mencermatinya secara positif, malah mengeluarkan pernyataan
prematur yang cenderung bersifat defensif dan memihak pada produsen susu formula
dengan mendiskriditkan temuan tersebut.

Seharusnya dalam kapasitasnya sebagai Menteri Kesehatan, tujuan utamanya adalah


melindungi kepentingan masyarakat (bukan kepentingan pengusaha) dengan segera
menindaklanjuti temuan tersebut dan selanjutnya mengambil langkah-langkah yang
diperlukan guna mencegah timbulnya keresahan serta terjadinya kerugian yang lebih besar
pada masyarakat.

 Bahaya Susu berbakteri

Bakteri ini sejatinya bisa dijumpai di mana-mana. Pada lingkungan, makanan, juga
dalam usus manusia normal dan beberapa hewan. Bakteri ini memiliki banyak strain. Ada
yang berbahaya, ada juga yang tidak. Yang paling rentan terkena bakteri ini adalah, Bayi yang
berumur kurang dari 28 hari. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah, lahir prematur,
dan mungkin dengan risiko lain.

Jika terinfeksi, bayi bisa menderita diare, itu jika bakteri mengenai saluran
pencernaan. Bakteri ini bisa menyusup dalam empat tahapan pembuatan susu. Dari bahan
mentah, proses pasteurisasi, saat kaleng dibuka, dan proses penyiapan. Entah karena botol
dan sebagainya mungkin tercemar.

Laporan mengenai infeksi Enterobacter sakazakii menunjukkan bahwa bakteri ini


dapat menyebabkan radang selaput otak dan radang usus pada bayi. Kelompok bayi yang
memiliki risiko tertinggi terinfeksi Enterobacter sakazakii yaitu neonatus (baru lahir hingga
umur 28 hari), bayi dengan gangguan sistem tubuh, bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR), bayi prematur, dan bayi yang lahir dari ibu yang mengidap Human Immunodeficiency
Virus (HIV)

Enterobacter sp. merupakan patogen nosokomial yang menjadi penyebab berbagai


macam infeksi termasuk bakteremia, infeksi saluran pernapasan bagian bawah, infeksi kulit
dan jaringan lunak, infeksi saluran kemih, infeksi dalam perut, radang jantung, radang sendi,
osteomyelitis, dan infeksi mata.

Angka kematian akibat infeksi Enterobacter sakazakii mencapai 40-80%. Sebanyak


50% pasien yang dilaporkan menderita infeksi Enterobacter sakazakii meninggal dalam
waktu satu minggu setelah diagnosa. Hingga kini belum ada penentuan dosis infeksi
Enterobacter sakazakii, namun sebesar 3 cfu/100 gram dapat digunakan sebagai perkiraan
awal dosis infeksi.

Meskipun sangat jarang, infeksi karena bakteri ini dapat mengakibatkan penyakit
yang sangat berbahaya sampai dapat mengancam jiwa, di antaranya adalah neonatal
meningitis (infeksi selaput otak pada bayi), hidrosefalus (kepala besar karena cairan otak
berlebihan), sepsis (infeksi berat) dan necrotizing enterocolitis (kerusakan berat saluran
cerna). Sedangkan pada beberapa kasus dilaporkan terjadi infeksi saluran kencing.

Secara umum, tingkat kefatalan kasus (case-fatality rate) atau risiko untuk dapat
mengancam jiwa berkisar antara 40-80% pada bayi baru lahir yang mendapat diagnosis
infeksi berat karena penyakit ini. Infeksi otak yang disebabkan karena Enterobacter sakazakii
dapat mengakibatkan infark atau abses otak (kerusakan otak) dengan bentukan kista,
gangguan persarafan yang berat dan gejala sisa gangguan perkembangan.

Gejala yang dapat terjadi pada bayi atau anak di antaranya adalah diare, kembung,
muntah, demam tinggi, bayi tampak kuning, kesadaran menurun (malas minum, tidak
menangis), mendadak biru, sesak hingga kejang. Bayi prematur, berat badan lahir rendah
(kurang dari 2.500 gram) dan penderita dengan gangguan kekebalan tubuh adalah individu
yang paling berisiko untuk mengalami infeksi ini.

Meskipun juga jarang bakteri patogen ini dapat mengakibatkan bakterimeia dan
osteomielitis (infeksi tulang) pada penderita dewasa. Pada penelitian terakhir didapatkan
kemampuan 12 jenis strain Enterobacter sakazakii untuk bertahan hidup pada suhu 58
derajat celsius dalam pemanasan rehidrasi susu formula.
Menurut Badan Kesehatan Dunia, WHO, sejak tahun 1961-2003 di seluruh dunia
ditemukan 48 bayi yang terkena. Meski berbahaya, bakteri ini gampang dilumpuhkan. Mati
dalam air panas 70 derajat Celcius. Jika diaduk dalam air mendidih, dalam 15 detik bakteri
mati. Meski mudah, Menkes mengimbau, bayi enam bulan jangan minum susu formula.
Sebab bayi usia itu sangat bersiko.

 Pencegahan Timbulnya Bakteri pada Susu

Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih menegaskan, bakteri


Enterobacter Sakazakii (ES) dalam susu formula bayi sebetulnya tidak semuanya berisiko
bagi kesehatan tubuh.

Masyarakat tidak perlu resah, karena sebetulnya tidak semua orang memiliki risiko
dari terpapar bakteri Enterobacter sakazakii. Menkes memastikan, bakteri Enterobacter
sakazakii bakal mati sendirinya jika bubuk susu dicampur air panas bersuhu minimal 70
derajat celsius. Selain itu, bakteri Enterobacter sakazakii juga tidak bakal membahayakan
bagi setiap bayi. Apalagi, pada anak-anak dan orang dewasa. Bakteri Enterobacter sakazakii,
menurut Menkes, hanya bisa berdampak fatal pada bayi yang lahir prematur dan bayi di
bawah usia 28 bulan ke bawah dengan berat badan rendah.

Hingga kini, kata Menkes belum ada penelitian khusus berkaitan dengan sejumlah
kasus diare, demam tinggi, atau radang otak pada bayi yang terkorelasi dengan konsumsi
susu tercemar. Sekretaris Jenderal Kemenkes Ratna Rosita Hendardji juga menyatakan,
Kemenkes atau BPOM tidak memiliki relevansi secara ilmiah mengumumkan merek susu
terkontaminasi hasil penelitian IPB. Pasalnya, temuan susu tercemar bakteri Enterobacter
sakazakii yang dilakukan peneliti IPB, Sri Estuningsih, terjadi pada rentang waktu yang cukup
jauh yaitu sepanjang tahun 2003-2006.

Dari berbagai penelitian dan pengalaman di beberapa negara tersebut sebenarnya


Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), United States Food and Drug
Administration (USFDA) dan beberapa negara maju lainnya telah menetapkan bahwa susu
bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril.

Adapun susu formula cair yang siap saji dianggap sebagai produk komersial steril
karena dengan proses pemanasan yang cukup. Dengan demikian, di bagian perawatan bayi
NICU, USFDA menggunakan perubahan rekomendasi dengan pemberian susu bayi formula
cair siap saji untuk penderita bayi prematur yang rentan terjadi infeksi. Sayangnya di
Indonesia, produk susu tersebut belum banyak dan relatif mahal harganya.

Rekomendasi lain yang harus diperhatikan untuk mengurangi risiko infeksi tersebut
adalah cara penyajian yang baik dan benar. Di antaranya adalah menyajikan hanya dalam
jumlah sedikit atau secukupnya untuk setiap kali minum untuk mengurangi kuantitas dan
waktu susu formula terkontaminasi dengan udara kamar. Meminimalkan hang time atau
waktu antara kontak susu dan udara kamar hingga saat pemberian. Waktu yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 4 jam. Semakin lama waktu tersebut meningktkan
risiko pertumbuhan mikroba dalam susu formula tersebut.
Hal lain yang penting adalah memerhatikan dengan baik dan benar cara penyajian
susu formula bagi bayi, sesuai instruksi dalam kaleng atau petunjuk umum. Peningkatan
pengetahuan orangtua, perawat bayi, dan praktisi klinis lainnya tentang prosedur persiapan
dan pemberian susu formula yang baik dan benar harus terus dilakukan.

Terlepas benar-tidaknya akurasi temuan tersebut, sebaiknya pemerintah dalam hal


ini departemen kesehatan harus bertindak cepat dan tepat sebelum terjadi kegelisahan dan
korban yang memakan jiwa. Sedangkan orangtua tetap waspada dan tidak perlu kawatir
berlebihan ternyata temuan tersebut juga pernah dilaporkan oleh USFDA, tetapi tidak terjadi
kasus luar biasa.

Hal ini karena mungkin sebagian besar adalah kuman non pathogen atau yang tidak
berbahaya. Tetapi apa pun juga, jangan sampai terjadi banyak anak Indonesia terkorbankan
hanya karena keterlambatan mengantisipasi keadaan.

 Menkes Jamin Susu Formula di Pasaran Bebas Bakteri Enterobacter Sakazakii

Menteri Kesehatan memastikan susu formula yang beredar di masyarakat aman


dikonsumsi. Dikatakan Menkes, pihaknya tidak mengetahui hasil penelitian IPB yang
menyebut sejumlah susu formula yang beredar di pasaran mengandung bakteri
Enterobacter Sakazakii. Jadi yang punya datanya adalah IPB, sedangkan Kementerian
Kesehatan dan BB POM sudah menjamin susu formula yang beredar di pasaran saat ini aman
dikonsumsi.

Menkes sendiri mengaku tidak tahu merk-merk susu yang menjadi objek penelitian
IPB dalam kurun waktu April hingga Juni 2006 itu. Pasalnya IPB tidak melaporkan penelitian
tersebut ke Kemenkes.

Meski ada jaminan aman, Menkes minta agar susu formula tidak diberikan pada bayi
berusia di bawah enam bulan. Untuk bayi di bawah usia enam bulan, berikan ASI saja.

Dikatakan Menkes bakteri Enterobacter Sakazakii terbagi menjadi dua jenis. Ada yang
berbahaya, dan tidak berbahaya. Dua jenis bakteri itu pasti mati kalau dipanaskan dengan
suhu 70 derajat celcius. Bakteri itu akan mati dalam waktu 15 detik.

Untuk diketahui, Menkes mengumumkan susu berbakteri ini setelah sembilan bulan
Mahkamah Agung (MA) memproses dan memenangkan gugatan David Tobing konsumen
susu formula mewakili 2 anaknya kepada Menteri Kesehatan RI, Institut Pertanian Bogor
(IPB), dan BPOM untuk segera mengumumkan sejumlah merek susu formula produksi tahun
2003-2006 yang mengandung Enterobacter Sakazii.

Sebelumnya, SRI ESTUNINGSIH peneliti IPB, menemukan susu tercemar bakteri


Enterobacter Sakazakii. Hasil penelitian itu menyebutkan bahwa 22,73% susu formula (dari
22 sample), 40% makanan bayi (dari 15 sampel), yang dipasarkan pada April-Juni 2006 telah
terkontaminasi Enterobacter Sakazaki. Namun, ESTU merahasiakan nama-nama susu
tercemar tersebut.
BAB III

KESIMPULAN

Enterobacter Sakazakii pertama kali ditemukan pada 1958. Enterobacter sakazakii


dapat ditemukan di beberapa lingkungan industri makanan (pabrik susu, coklat, kentang,
sereal, dan pasta), lingkungan berair, sedimen tanah yang lembab. Dalam beberapa bahan
makanan yang potensi terkontaminasi Enterobacter Sakazakii antara lain keju, sosis, daging
cincang awetan, sayuran, dan susu bubuk.

Proses pencemaran terjadinya kontaminasi bakteri dapat dimulai ketika susu diperah
dari puting sapi. Lubang puting susu memiliki diameter kecil yang memungkinkan bakteri
tumbuh di sekitarnya.

Sapi perah dan peternak yang berada dalam sebuah peternakan harus dalam kondisi
sehat dan bersih agar tidak mencemari susu. Antisipasi dari berbagai penelitian dan
pengalaman di beberapa Negara tersebut sebenarnya WHO (World Health Organization),
USFDA (United States Food and Drug Administration) dan beberapa negara maju lainnya
telah menetapkan bahwa susu bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril.

Sri Estuningsih (Estu) awalnya berburu bakteri dalam susu formula untuk penelitian
doktoral saat menempuh pendidikan bidang Mikrobiologi dan Patologi di Justus Liebig
Universitat, Gieben, Jerman. Penelitian yang awalnya mencari penyebab diare pada bayi,
dengan fokus pada Salmonella, Shigella dan E. Coli sebagai bakteri penyebab diare, justru
menemukan Enterobacter Sakazakii.

Estu justru menemukan cemaran Enterobacter Sakazakii sebanyak 13,5%, atau


ditemukan dalam 10 dari 74 sampel. Pada 2004 bakteri itu masih ditemukan dalam 3 sampel
dari 46 sampel yang diteliti.

Harry Suhardiyanto, Rektor IPB mengatakan untuk mengumumkan jenis susu yang
aman dan tidak aman demi memenuhi kepentingan publik merupakan kewenangan BPOM,
apalagi BPOM telah melakukan penelitian paling baru dari segi waktu serta mencakup
seluruh jenis susu formula dan makanan bayi yang ada.

Penolakan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengumumkan merek susu


formula yang mengandung bakteri Entrobacter Sakazakii, berbuntut panjang. Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) Sahabat Muslim, melaporkan persoalan ini ke Bareskrim Mabes
Polri. Terlapornya adalah, Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih, Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan, Kustantinah, dan Rektor Institut Pertanian Bogor, Herry
Suhardiyanto.

Guna mengantisipasi kemungkinan adanya masyarakat yang mengalami kondisi


gangguan kesehatan yang diduga bersumber dari mengkonsumsi susu formula tercemar
bakteri, LSM Sahabat Muslim membuka posko pengaduan masyarakat korban susu formula
tercemar bakteri, di kawasan Jalan Harapan Indah, Cipinang Melayu, Jakarta Timur.

Daftar sebagian merek susu hasil riset BPOM yang bebas bakteri sakazakii :

Tahun 2009

 Frisian Flag Tahap I (MD.810409118005, exp Oktober 2010)


 Susu Lactona 1 (MD.810412070003, exp Mei 2010)
 Susu Lactogen 1 (MD.819413370001, exp Mei 2010)

Tahun 2010

 Anmum Infacare (ML.510406002076, exp Desember 2011)


 Frissian Flag 1 (MD.810409118005, exp Juli 2011)
 Frissian Flag Tahap 2 (MD.810309117005, exp Desember 2011)

Tahun 2011 (sampai Februari)

 Bimbi Lola Rendah Laktose (MD 810413009417)


 Neosure (ML 510415007019)
 Enfamil A+ (ML 810411066019)

Institut Pertanian Bogor, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Menteri
Kesehatan didesak untuk segera mengumumkan nama-nama merek susu formula yang
terkontaminasi bakteri Enterobacter sakazakii. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah
Agung (MA) yang mewajibkan ketiganya membuka secara transparan nama-nama itu melalui
media cetak dan elektronik.

Para peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan 22,73 persen susu
formula (dari 22 sampel) dan 40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan
antara bulan April hingga Juni 2006 telah terkontaminasi Enterobacter sakazakii.

Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih, menegaskan kembali bahwa susu


formula yang saat ini beredar di pasaran aman untuk dikonsumsi. Menkes mengimbau
kepada semua masyarakat yang memiliki anak balita untuk tidak diberi susu formula merk
apapun. Usia bayi setengah tahun lebih baik diberi air susu ibu (ASI). Untuk ketahanan bayi,
ASI sangat perlu diberikan sejak dini.

Sesuai dengan ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) susu berlabel formula
itu sebenarnya susu yang dibeli sesuai petunjuk/resep dokter serta tidak bisa dijual bebas.

Kamis, 10 Februari 2011, Menteri Kesehatan menggelar konferensi pers. Sehari


sebelumnya beredar kabar bahwa Departemen Kesehatan akan mengumumkan nama-nama
susu formula yang mengandung bakteri yang berbahaya itu. Dalam konferensi pers itu,
Menteri Endang mengecam keras pembagian gratis susu-susu formula kepada sejumlah
klinik bersalin. Jangan minum susu formula kalau bayi belum enam bulan. Karena bayi usia
itu berisiko.
Lalu soal daftar susu formula yang berbahaya itu Ibu Menteri tak mau
mengumumkannya. Meski MA sudah memutuskan kasus ini tanggal 26 April 2010, Endang
memastikan belum menerima pemberitahuan resmi dari PN Jakarta Pusat. Ia mengaku
sudah mengetahui keputusan itu dari laman Mahkamah Agung.

Ditengah maraknya berita mengenai bakteri Enterobacter Sakazakii yang mencemari


berbagai produk susu formula dan makanan instan untuk bayi dan balita (yang hasil
penelitiannya sebenar sudah dirampungkan oleh para peneliti dari Institut Pertanian Bogor
(IPB) dan dilaporkan kepada BPOM sejak tahun 2006), Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia
(AIMI) menyerukan ajakan untuk kembali ke Air Susu Ibu (ASI) sebagai satu-satunya sumber
nutrisi yang terlengkap dan terbaik untuk bayi dan balita.

Laporan mengenai infeksi Enterobacter sakazakii menunjukkan bahwa bakteri ini


dapat menyebabkan radang selaput otak dan radang usus pada bayi. Kelompok bayi yang
memiliki risiko tertinggi terinfeksi Enterobacter sakazakii yaitu neonatus (baru lahir hingga
umur 28 hari), bayi dengan gangguan sistem tubuh, bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR), bayi prematur, dan bayi yang lahir dari ibu yang mengidap Human Immunodeficiency
Virus (HIV)

Masyarakat tidak perlu resah, karena sebetulnya tidak semua orang memiliki risiko
dari terpapar bakteri Enterobacter sakazakii. Menkes memastikan, bakteri Enterobacter
sakazakii bakal mati sendirinya jika bubuk susu dicampur air panas bersuhu minimal 70
derajat celsius. Selain itu, bakteri Enterobacter sakazakii juga tidak bakal membahayakan
bagi setiap bayi. Apalagi, pada anak-anak dan orang dewasa.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://nasional.vivanews.com/news/read/204465-soal-susu-berbakteri-mulai-ke-
polisi
2. http://nasional.vivanews.com/news/read/204190-ini-merek-susu-yang-bebas-
bakteri-sakazakii
3. http://nasional.vivanews.com/news/read/204183-menkes-pastikan-susu-formula-
aman-dikonsumsi
4. http://jatim.vivanews.com/news/read/204181–susu-formula-seharusnya-pakai-
resep-dokter-
5. http://fokus.vivanews.com/news/read/204042-merk-susu-berbakteri-masih-teka-
teki
6. http://www.komhukum.com/kriminal-feed-1388
7. http://id.wikipedia.org/wiki/Enterobacter_sakazakii
8. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1779977-proses-pencemaran-dan-
antisipasi-bakteri/#ixzz1L4TcxU1H
9. http://health.kompas.com/read/2011/02/10/08414748/Apa.Sih.Enterobacter.Sakaza
kii.Itu.
10. http://aimi-asi.org/2008/02/aimi-kembali-ke-asi/

Você também pode gostar