Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
MATA KULIAH
MUHAMMAD RIZAL
12/341594/PKU13421
PROGRAM PASCASARJANA
YOGYAKARTA
2012/2013
BAB I
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal
27, dan Pasal 33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3821).
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian
Sengketa.
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang
Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag
Prop/Kab/Kota.
Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.
BAB II
Pada tahun 1980, bakteri ini dikukuhkan dalam genus Enterobacter sebagai suatu spesies
baru yang diberi nama Enterobacter sakazakii untuk menghargai seorang bakteriolog Jepang
bernama Riichi Sakazakii. Reklasifikasi ini dilakukan berdasarkan studi DNA hibridisasi yang
menunjukkan kemiripan 41% dengan Citrobacter freundii dan 51% dengan Enterobacter
cloacae.
Enterobacter sakazakii pertama kali ditemukan pada 1958 pada 78 kasus bayi
dengan infeksi meningitis. Sejauh ini juga dilaporkan beberapa kasus yang serupa pada
beberapa negara. Meskipun bakteri ini dapat menginfeksi pada segala usia, risiko terbesar
terkena adalah usia bayi. Peningkatan kasus yang besar dilaporkan terjadi di bagian Neonatal
Intensive Care Units (NICUs) beberapa rumah sakit di Inggris, Belanda, Amerika, dan Kanada.
Enterobacter sakazakii adalah suatu kuman jenis gram negatif dari keluarga
enterobacteriaceae. Organisme ini dikenal sebagai yellow pigmented Enterobacter
cloacae. Pada 1980, bakteri ini diperkenalkan sebagai bakteri jenis yang baru berdasarkan
pada perbedaan analisis hibridasi DNA, reaksi biokimia dan uji kepekaan terhadap
antibiotika. Disebutkan, dengan hibridasi DNA menunjukkan Enterobacter sakazakii 53-54%
dikaitkan dengan 2 spesies yang berbeda genus, yaitu Enterobacter dan Citrobacter.
Hingga saat ini tidak banyak diketahui tentang virulensi dan daya patogeniotas
bakteri berbahaya ini. Bahan enterotoxin diproduksi oleh beberapa jenis strain kuman.
Dengan menggunakan kultur jaringan, diketahui efek enterotoksin dan beberapa strain
tersebut. Didapatkan 2 jenis strain bakteri yang berpotensi sebagai penyebab kematian,
sedangkan beberapa strain lainnya non patogenik atau tidak berbahaya. Hal inilah yang
mungkin menjelaskan kenapa sudah ditemukan demikian banyak susu terkontaminasi, tetapi
belum banyak dilaporkan terjadi korban terinfeksi bakteri tersebut.
Proses pencemaran terjadinya kontaminasi bakteri dapat dimulai ketika susu diperah
dari puting sapi. Lubang puting susu memiliki diameter kecil yang memungkinkan bakteri
tumbuh di sekitarnya. Bakteri ini ikut terbawa dengan susu ketika diperah. Meskipun
demikian, aplikasi teknologi dapat mengurangi tingkat pencemaran pada tahap ini dengan
penggunaan mesin pemerah susu (milking machine), sehingga susu yang keluar dari puting
tidak mengalami kontak dengan udara.
Pencemaran susu oleh mikroorganisme lebih lanjut dapat terjadi selama pemerahan
(milking), penanganan (handling), penyimpanan (storage), dan aktivitas pra-pengolahan
(preprocessing) lainnya. Mata rantai produksi susu memerlukan proses yang steril dari hulu
hingga hilir, sehingga bakteri tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang
dalam susu.
Peralatan pemerahan yang tidak steril dan tempat penyimpanan yang tidak bersih
dapat menyebabkan tercemarnya susu oleh bakteri. Susu memerlukan penyimpanan dalam
temperatur rendah agar tidak terjadi kontaminasi bakteri. Udara yang terdapat dalam
lingkungan di sekitar tempat pengolahan merupakan media yang dapat membawa bakteri
untuk mencemari susu.
Sapi perah dan peternak yang berada dalam sebuah peternakan harus dalam kondisi
sehat dan bersih agar tidak mencemari susu. Proses produksi susu di tingkat peternakan
memerlukan penerapan good farming practice seperti yang telah diterapkan di negara-
negara maju. Antisipasi dari berbagai penelitian dan pengalaman di beberapa Negara
tersebut sebenarnya WHO (World Health Organization), USFDA (United States Food and
Drug Administration) dan beberapa negara maju lainnya telah menetapkan bahwa susu
bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril.
Sedangkan susu formula cair yang siap saji, dianggap sebagai produk komersial steril
karena dengan proses pemanasan yang cukup. Sehingga di bagian perawatan bayi NICU,
USFDA menggunakan perubahan rekomendasi dengan pemberian susu bayi formula cair siap
saji untuk penderita bayi prematur yang rentan terjadi infeksi.
Sayangnya di Indonesia produk susu tersebut belum banyak dan relatif mahal
harganya. Rekomendasi lain yang harus diperhatikan untuk mengurangi resiko infeksi
tersebut adalah cara penyajian yang baik dan benar.
Di antaranya adalah menyajikan hanya dalam jumlah sedikit atau secukupnya untuk
setip kali minum untuk mengurangi kuantitas dan waktu susu formula terkontaminasi
dengan udara kamar. Meminimalkan hang time atau waktu antara kontak susu dengan
udara kamar hingga saat pemberian.
Waktu yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 4 jam. Semakin lama waktu
tersebut akan meningkatkan resiko pertumbuhan mikroba dalam susu formula tersebut. Hal
lain yang penting adalah memperhatikan dengan baik dan benar cara penyajian susu formula
bagi bayi, sesuai instruksi dalam kaleng atau petunjuk umum.
Peningkatan pengetahuan orangtua, perawat bayi dan praktisi klinis lainnya tentang
prosedur persiapan dan pemberian susu formula yang baik dan benar harus terus dilakukan.
Terlepas benar tidaknya akurasi temuan tersebut sebaiknya pemerintah dalam hal ini
Departemen Kesehatan harus bertindak cepat dan tepat sebelum terjadi kegelisahan dan
korban yang memakan jiwa.
Sedangkan orangtua tetap waspada dan tidak perlu khawatir berlebihan ternyata
temuan tersebut juga pernah dilaporkan oleh USFDA tetapi tidak terjadi kasus luar biasa
Karena mungkin sebagian besar adalah kuman non-patogen atau yang tidak berbahaya.
Tetapi apapun juga, jangan sampai terjadi banyak anak Indonesia terkorbankan hanya
karena keterlambatan mengantisipasi keadaan.
Sri Estuningsih (Estu) awalnya berburu bakteri dalam susu formula untuk penelitian
doktoral saat menempuh pendidikan bidang Mikrobiologi dan Patologi di Justus Liebig
Universitat, Gieben, Jerman. Penelitian yang awalnya mencari penyebab diare pada bayi,
dengan fokus pada Salmonella, Shigella dan E. Coli sebagai bakteri penyebab diare, justru
menemukan Enterobacter Sakazakii. Enam tahun setelah penelitian dilaksanakan, Estu justru
menghadapi tuntutan hukum. Adalah David Tobing, Pengacara Publik yang berturut-turut
memenangkan tuntutan di level Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah
Konstitusi (MK).
Isi tuntutan tersebut adalah agar Institut Pertanian Bogor (IPB), Kementerian
Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Bpom) mengumumkan merek susu
yang terpapar Enterobacter Sakazakii sesuai penelitian Estu yang dilaksanakan mulai tahun
2003 itu. Pasalnya, penelitian yang mulai dilakukan pada 2003 itu bukanlah penelitian
survaillance, artinya peneliti tidak mendaftar seluruh merek susu yang beredar di pasaran,
melainkan semata mencari bakteri yang terdapat pada susu.
Apabila merek susu diungkap, hal itu tentunya tidak adil dan diskriminatif karena
sampel tidak mewakili seluruh jenis susu dan makanan bayi yang beredar dipasaran. Padahal
Enterobacter Sakazakii adalah jenis bakteri yang dapat dijumpai di mana-mana, termasuk
dalam usus manusia yang tidak sakit.
Dari hasil karakterisasi bahaya yang dilakukan dalam penelitian pada 2006,
ditemukan bahwa Enterobacter Sakazakii dapat menyebabkan enteritis, sepsis dan
meningitis. Karena dianggap berbahaya, pada 2006 hasil penelitian tersebut dilaporkan ke
BPOM. Penemuan itu menjadi pertimbangan bagi IPB untuk mengajukan ke BPOM agar
Indonesia mengikuti aturan Codex Alimentarius Commission untuk membatasi kadar
cemaran Enterobacter Sakazakii dalam susu formula, makanan bayi, serta barang konsumsi
lain.
Selain itu pada saat itu pihak IPB berharap agar BPOM dapat melakukan penelitian
yang lebih memadai, misalnya dengan metode survaillance agar dapat menyertakan
keseluruhan merek susu formula dan makanan bayi yang beredar di pasaran.
Pada tahun 2009 BPOM mengadopsi Codex yang mengatur cemaran Enterobacter
Sakazakii. BPOM juga melakukan survaillance terhadap seluruh merek susu dan makanan
bayi yang beredar di pasaran. Survaillance terus berlanjut hingga saat ini, tetapi BPOM sudah
tidak menemukan satu pun merek susu yang mengandung cemaran Enterobacter Sakazakii,
pasca adopsi Codex itu.
BPOM adalah lembaga pengawas. Oleh karena itu Codex harus diadaptasi kemudian
BPOM melakukan pengawasan terhadap susu yang beredar di pasaran mulai 2009.
Fasli Jalal, Wakil Menteri Pendidikan Nasional juga menghargai sikap IPB untuk tidak
menyebutkan merek susu yang menjadi sampel penelitian karena telah diatur dalam kode
etik internasional bahwa merek produk yang menjadi objek penelitian tidak disebutkan.
Selain itu dia juga menyatakan kebebasan akademik dan kebebasan mimbar
akademik serta otonomi keilmuan pada penyelenggara pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dilindungi oleh hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 UU No 20
tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional.
Sesuai dengan UU itu, badan publik yang dengan sengaja tidak mengumumkan
informasi publik, yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak terancam pidana berupa
penjara satu tahun atau denda Rp 5.000.000.
Ketua LSM Sahabat Muslim, Muhammad HS, meminta polisi bergerak dengan cepat
dalam menangani kasus yang mendapat perhatian luas dari masyarakat tersebut. Agar tidak
menimbulkan keresehan masyarakat yang meluas, khususnya pada kalangan orangtua.
Selain itu, dia melanjutkan dengan kewenangan untuk kepentingan penyidikan, polisi
juga harus menyita dokumen hasil penelitian yang dilakukan IPB dan mengambil alih
kewajiban mengumumkan produk susu yang tercemar, sesuai perintah UU Keterbukaan
Informasi Publik.
Selain itu, polisi diminta mengungkap motif penundaan pengumuman produk susu
formula yang tercemar bakteri kepada publik. Polisi juga dapat mengembangkan kasus ini,
terkait beredarnya produk makanan yang merusak kesehatan dan dengan sengaja tidak
ditarik dari peredaran. Guna mengantisipasi kemungkinan adanya masyarakat yang
mengalami kondisi gangguan kesehatan yang diduga bersumber dari mengkonsumsi susu
formula tercemar bakteri, LSM Sahabat Muslim membuka posko pengaduan masyarakat
korban susu formula tercemar bakteri, di kawasan Jalan Harapan Indah, Cipinang Melayu,
Jakarta Timur.
Daftar merek susu hasil riset BPOM yang bebas bakteri sakazakii :
Tahun 2009
Tahun 2010
Institut Pertanian Bogor, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Menteri
Kesehatan didesak untuk segera mengumumkan nama-nama merek susu formula yang
terkontaminasi bakteri Enterobacter sakazakii. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah
Agung (MA) yang mewajibkan ketiganya membuka secara transparan nama-nama itu melalui
media cetak dan elektronik.
Desakan tersebut disampaikan oleh pengacara konsumen publik. Tidak ada lagi
alasan untuk menunda. Kenapa ini penting sebab putusan ini seakan-akan menyatakan
bahwa informasi terhadap hasil penelitian itu adalah hak masyarakat.
Kasus itu bermula ketika para peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan
adanya kontaminasi Enterobacter sakazakii sebesar 22,73 persen dari 22 sampel susu
formula yang beredar tahun 2003 hingga 2006. Namun, IPB tidak bersedia menyebutkan
merek susu yang dimaksud.
Terkait hal itu, David yang juga konsumen susu (untuk dua anaknya) menggugat IPB,
Badan POM, dan Menteri Kesehatan dengan alasan melakukan perbuatan melawan hukum
karena telah menyebabkan keresahan dan kekhawatiran masyarakat terkait penelitian
tersebut. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan David.
Majelis kasasi sepakat dengan penggugat bahwa IPB, Badan POM, dan Menteri
Kesehatan telah melakukan pelanggaran hukum. Alasannya, dengan tidak diumumkannya
merek susu yang tercemar bakteri mengakibatkan keresahan masyarakat.
Persoalan belum selesai David mengatakan, apabila ketiga instansi tersebut tetap
bersikeras tidak mengumumkan hasil penelitian tersebut, pihaknya bakal melakukan langkah
hukum yang lain. Ia akan mengajukan upaya paksa ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kalau sudah mentok, saya bisa saja lapor polisi karena mereka menyembunyikan
informasi. Diperolehnya informasi tentang merek susu tercemar Enterobacter sakazakii pun
tidak membuat persoalan selesai. Apabila susu yang dikonsumsi kedua anaknya tergolong
susu yang tercemar bakteri, ia akan menggugat perusahaan susu yang dimaksud. Demikian
pula masyarakat yang kemungkinan besar akan berbondong-bondong memeriksakan
kesehatan anaknya. Setidaknya untuk memeriksakan kesehatan itu kan perlu uang.
Para peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan 22,73 persen susu
formula (dari 22 sampel) dan 40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan
antara bulan April hingga Juni 2006 telah terkontaminasi Enterobacter sakazakii.
Berdasar pengujian pada bayi mencit (tikus percobaan), kontaminasi oleh E. Sakazakii
yang menghasilkan enterotoksin tahan panas dapat menyebabkan enteritis (peradangan
saluran pencernaan), sepsis (infeksi peredaran darah) dan meningitis (infeksi pada lapisan
urat saraf tulang belakang dan otak).
Dr Sri Estuningsih, juru bicara tim peneliti dalam keterangan yang dipublikasikan
Kantor Humas IPB, Selasa menyebutkan bahwa sampel makanan dan susu formula yang
diteliti berasal dari produk lokal.
Tim tersebut terdiri dari staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan IPB, yakni drh
Hernomoadi Huminto MVS, Dr drh I Wayan T. Wibawan, dan Dr Rochman Naim.
Menurut Sri Estuningsih, penelitian itu dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama,
isolasi dan identifikasi Enterobacter sakazakii dalam 22 sampel susu formula dan 15 sampel
makanan bayi. Selanjutnya pada tahap kedua, menguji 12 isolat Enterobacter sakazakii dari
hasil isolasi dan kemampuannya menghasilkan enteroksin (racun) melalui uji sitolisis
(penghancuran sel).
Dari 12 isolat yang diujikan terdapat enam isolat yang menghasilkan enteroksin. Uji
selanjutnya adalah menguji isolat tersebut pada kemampuan toksin setelah dipanaskan.
Terdapat lima dari enam isolat tersebut yang masih memiliki kemampuan sitolisis setelah
dipanaskan.
Selanjutnya, ditentukan satu kandidat dari isolat tersebut dan menguji enterotoksin
serta bakteri vegetatifnya pada bayi mencit (tikus percobaan) berusia enam hari. Bayi mencit
diinfeksi melalui rute oral (cekok mulut) menggunakan sonde lambung khusus dan steril.
Setelah tiga hari, kemudian dilakukan pengambilan sampel organ mencit tersebut.
Hasil pengujian enteroksin murni dan enteroksin yang dipanaskan dan bakteri
mengakibatkan enteritis, sepsis dan meningitis. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan
metode hispatologi menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Dari hasil pengamatan
histopatologis yang diperoleh masih dibutuhkan penelitian senada yang lebih mendalam
untuk mendukung hasil penelitian tersebut.
Ia menyatakan, amat penting dipahami bahwa susu formula bayi bukanlah produk
steril, sehingga dalam penggunaannya serta penyimpanannya perlu perhatian khusus untuk
menghindari kejadian infeksi karena mengonsumsi produk tersebut.
Sri Estuningsih secara pribadi telah melihat langsung fasilitas salah satu perusahaan
makanan dan susu formula dengan omzet terbesar di Indonesia.
Sebagian besar fasilitas tersebut telah memenuhi standar operasional prosedur perusahaan
susu formula bayi, dan saat ini masih terus dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi
tersebut.
Semua susu formula yang beredar aman dikonsumsi. Tidak ada laporan yang masuk
soal adanya susu formula berbakteri. Kementerian Kesehatan tidak mengetahui hasil
penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menyebutkan bahwa sejumlah susu formula di
pasaran mengandung bakteri Enterobacter sakazakii. Data yang lebih lengkap ada di IPB.
Tapi Kementerian Kesehatan dan Balai Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Pusat
sudah menjamin aman untuk dikonsumsi.
Disinggung adanya sejumlah merek yang dijadikan objek penelitian IPB, Menkes juga
mengaku tidak mengetahui. Karena selama penelitian yang dilakukan April hingga Juni 2006
lalu itu, pihaknya tidak menerima laporan soal hal itu.
Namun, Menkes mengimbau kepada semua masyarakat yang memiliki anak balita
untuk tidak diberi susu formula merk apapun. Karena, usia setengah tahun lebih baik diberi
air susu ibu (ASI). Untuk ketahanan bayi, ASI sangat perlu diberikan sejak dini.
Sesuai dengan ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) susu berlabel formula
itu sebenarnya susu yang dibeli sesuai petunjuk/resep dokter serta tidak bisa dijual bebas.
Di Indonesia ada susu formula untuk bayi baru lahir sampai orang yang mau
meninggal dunia serta dijual bebas tanpa resep dokter. Aturan lain yang tercantum dalam
Peraturan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1981 tentang Pemasaran Pengganti ASI.
Di antaranya disebutkan, fasilitas kesehatan tidak boleh digunakan untuk promosi susu
formula atau produk sejenis memajang produk pengganti ASI, serta tidak boleh menerima
donasi atau membeli susu formula dengan harga diskon.
Sebenarnya, Indonesia pun memiliki aturan soal pemasaran susu formula ini dalam
Surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor 237 tahun 1997 tentang Pemasaran Pengganti
Air Susu Ibu. Namun, pelaksanaan dan pengawasan aturan ini di lapangan kurang maksimal.
Disamping itu, tidak adanya sanksi yang tegas dan jelas soal hal ini membuat produsen susu
semakin gencar saja memasarkan produk susunya. Produk susu formula semakin banyak
beredar bebas di masyarakat.
Ketimbang ribut-ribut soal merek susu apa yang terkontaminasi bakteri, masyarakat
disarankan menyebarkan informasi soal ASI eksklusif 2 tahun. Selain lebih sehat ASI juga
dapat memenuhi seluruh kebutuhan bayi dan keunggulannya tidak bisa digantikan dengan
susu lain.
Saat berada di dalam kandungan, bayi mendapat asupan melalui plasenta sehingga
dapat dikatakan lambung berpuasa selama bayi di kandungan. Begitu lahir, kapasitas
lambung bayi hanya sebesar kelereng. Bayi belum membutuhkan banyak ASI dan umumnya
produksi air susu ibu baru melahirkan masih sedikit.
Setelah sepuluh hari, kapasitas lambung mulai bertambah menjadi sebesar bola pingpong.
Terkadang dibutuhkan beberapa hari baru produksi ASI lancar dan memadai jumlahnya. Jika
ibu terus menyusui sekalipun air susu belum keluar, itu ikut merangsang produksi air susu.
Si penggugat itu bernama David Tobing. Ayah dua anak ini mendaftarkan gugatan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 17 Maret 2008. Dia mendesak hakim memerintahkan
Depkes dan IPB, membuka data nama merk susu formula yang mengandung entrobacter
sakazakii. Bakteri jenis ini berbahaya bagi bayi. Hingga kasasi di Mahkamah Agung, David
Tobing menang terus.
Dalam konferensi pers itu, Menteri Endang mengecam keras pembagian gratis susu-
susu formula kepada sejumlah klinik bersalin. Jangan minum susu formula kalau bayi belum
enam bulan. Karena bayi usia itu berisiko.
Lalu soal daftar susu formula yang berbahaya itu Ibu Menteri tak mau
mengumumkannya. Meski MA sudah memutuskan kasus ini tanggal 26 April 2010, Endang
memastikan belum menerima pemberitahuan resmi dari PN Jakarta Pusat. Ia mengaku
sudah mengetahui keputusan itu dari laman Mahkamah Agung.
Pihak Institut Pertanian Bogor juga enggan membuka daftar itu. Sama juga alasannya.
Sampai dengan 10 Februari 2011, IPB sebagai tergugat satu belum menerima
pemberitahuan keputusan itu.
Dalam kesempatan yang sama, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BOPM)
memastikan semua susu formula yang beredar bebas dari bakteri berbahaya. Bebas dari
Enterobacter sakazakii. Badan itu menjamin bahwa susu formula yang beredar sudah sesuai
standar internasional, Codex. Jaminan itu berdasarkan uji sampel berkala terhadap sejumlah
merk susu formula yang beredar. BPOM melakukan uji sampel soal kemungkinan
kontaminasi bakteri Enterobacter sakazakii sejak 2008, sebagai respons hasil temuan tim
peneliti IPB. Sejumlah 96 susu formula diuji. Hasilnya nihil. Uji sampel itu kembali dilakukan
terhadap 11 merek susu formula pada 2009, 99 merek susu formula pada 2010, dan 18
merek susu pada awal 2011. Hasilnya pun sama.
Semua penjelasan itu tidak membuat David Tobing surut langkah. Konferensi pers
itu. Ia mengaku kecewa dengan pernyataan Badan POM bahwa berdasarkan uji sample sejak
2008, tidak ada susu yang tercemar. Dia menegaskan bahwa gugatan yang diajukan
berdasarkan penelitian IPB tahun 2003 sampai 2006.
Alasan Endang Rahayu urung mengumumkan nama-nama susu formula itu sebab
salinan putusan belum diterima, menurut David, sungguh tidak masuk akal. Kalau sekedar
mengunakan alasan administrasi, sungguh tidak diperlukan konferensi pers sebesar itu.
Alasan administrasi itu sesungguhnya bisa dikesampingkan, sebab ini menyangkut
kepentingan publik. Apalagi katanya, keputusan itu sudah diunggah ke laman MA.
David mengaku tidak akan surut langkah. Dia berjanji akan terus mengejar nama-
nama merk susu formula berbakteri itu. Soal kepentingan publik itulah yang disebutkan para
hakim di Mahkamah Agung dalam amar putusannya. Para hakim yang dipimpin Harifin A
Tumpa itu menegaskan bahwa penelitian yang menyangkut kepentingan masyarakat
haruslah dipublikasikan. Agar masyarakat lebih waspada.
Jika tidak akan mengakibatkan keresahan dalam masyarakat, karena dapat
merugikan konsumen. Hasil penelitian yang menyimpulkan ada bakteri Enterobacter
dipublikasikan di laman IPB tanggal 12 Februari 2008.
Anggota komisi IX DPR RI, Rieke Diah Pitaloka memandang kasus ini bukan hanya
persoalan IPB sepihak yang enggan mengumumkan, namun ada peran pemerintah yang
ditiadakan. Baginya, kasus susu berbakteri merupakan masalah kerakyatan yang dibiarkan.
Rieke mangatakan, tanggung jawab utama bukan hanya pada IPB, tetapi kesalahan
juga ada pada pemerintah. Sebagai pihak yang ikut digugat Mahkamah Agung, Kementerian
Kesehatan dan BPOM, didesak untuk lebih bertanggungjawab atas kasus ini. Ini bukan hanya
tanggung jawab pihak IPB saja, tetapi tanggung jawab institusi resmi negara, Kementerian
Kesehatan, dan BPOM. Jika pemerintah tidak segera bersikap tegas untuk mengumumkan,
masyarakat akan menempuh jalannya sendiri. Kalau pemerintah selalu seperti ini,
menurutnya, masyarakat akan mengambil langkahnya sendiri.
Ketua AIMI Mia Sutanto dalam siaran persnya mengatakan, bukti yang menguatkan
pernyataan tersebut semakin tak terbantahkan. Nutrisi dan kalori yang terkandung di dalam
ASI sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi, jadi tak perlu tambahan susu
formula apapun.
ASI mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air garam dan gula
yang semuanya sudah secara khusus dikomposisikan sesuai dengan kebutuhan masing-
masing bayi. ASI mengandung sel-sel hidup yang berperan sebagai zat anti infeksi dan
imunitas alami untuk melindungi bayi dari berbagai ancaman penyakit. Tentu sel-sel hidup
ini tidak ada dalam produk susu formula.
Oleh karena itu bicara mengenai keunggulan ASI dibandingkan dengan susu formula
sudah pasti sangat banyak, selain dari segi kandungan dan kecukupan nutrisi, kemudian
faktor imunitas atau perlindungan tubuh, juga dari segi kedekatan ibu dan anak (bonding)
yang tak akan tertandingi oleh apapun.
AIMI akan secara konsisten terus menyerukan kepada seluruh ibu-ibu di Indonesia
untuk kembali memberikan ASI kepada bayinya. Jangan mempertaruhkan masa depan bayi-
bayi Indonesia dengan tidak memberikan ASI, yang sudah terbukti merupakan makanan yang
paling bagus, paling lengkap dan paling higienis untuk dikonsumsi oleh bayi.
Sesuai dengan rekomendasi WHO/UNICEF dan juga Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI), untuk bayi harus diberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama dan kemudian
dilanjutkan dengan MPASI (makanan pendamping ASI) yang berkualitas. ASI diteruskan
hingga 2 tahun atau lebih sesuai dengan keinginan ibu dan bayi.
Selanjutnya, karena ASI bisa memenuhi kebutuhan kalori sebesar 100% untuk bayi
yang berusia 0-6 bulan, 70% untuk usia bayi 6-12 bulan dan 30% untuk usia anak diatas 12
bulan, maka pemberian susu tambahan setelah masa ASI Eksklusif juga tidak diperlukan.
Saat ini masih banyak ibu yang berpendapat bahwa setelah masa ASI Eksklusif pemberian
susu formula untuk bayi diatas 6 bulan atau diatas 1 tahun menjadi kebutuhan wajib,
padahal selama anak masih mendapatkan ASI hal tersebut tidak diperlukan. Apabila karena
sesuatu hal orangtua memilih untuk memberikan susu formula kepada bayinya, ada 3 hal
yang perlu diingat susu formula bukanlah produk yang steril, tidak ada satupun susu formula
yang komposisi dan kualitasnya mendekati ASI, dan pemberian susu formula bukannya
tanpa resiko.
Bakteri ini sejatinya bisa dijumpai di mana-mana. Pada lingkungan, makanan, juga
dalam usus manusia normal dan beberapa hewan. Bakteri ini memiliki banyak strain. Ada
yang berbahaya, ada juga yang tidak. Yang paling rentan terkena bakteri ini adalah, Bayi yang
berumur kurang dari 28 hari. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah, lahir prematur,
dan mungkin dengan risiko lain.
Jika terinfeksi, bayi bisa menderita diare, itu jika bakteri mengenai saluran
pencernaan. Bakteri ini bisa menyusup dalam empat tahapan pembuatan susu. Dari bahan
mentah, proses pasteurisasi, saat kaleng dibuka, dan proses penyiapan. Entah karena botol
dan sebagainya mungkin tercemar.
Meskipun sangat jarang, infeksi karena bakteri ini dapat mengakibatkan penyakit
yang sangat berbahaya sampai dapat mengancam jiwa, di antaranya adalah neonatal
meningitis (infeksi selaput otak pada bayi), hidrosefalus (kepala besar karena cairan otak
berlebihan), sepsis (infeksi berat) dan necrotizing enterocolitis (kerusakan berat saluran
cerna). Sedangkan pada beberapa kasus dilaporkan terjadi infeksi saluran kencing.
Secara umum, tingkat kefatalan kasus (case-fatality rate) atau risiko untuk dapat
mengancam jiwa berkisar antara 40-80% pada bayi baru lahir yang mendapat diagnosis
infeksi berat karena penyakit ini. Infeksi otak yang disebabkan karena Enterobacter sakazakii
dapat mengakibatkan infark atau abses otak (kerusakan otak) dengan bentukan kista,
gangguan persarafan yang berat dan gejala sisa gangguan perkembangan.
Gejala yang dapat terjadi pada bayi atau anak di antaranya adalah diare, kembung,
muntah, demam tinggi, bayi tampak kuning, kesadaran menurun (malas minum, tidak
menangis), mendadak biru, sesak hingga kejang. Bayi prematur, berat badan lahir rendah
(kurang dari 2.500 gram) dan penderita dengan gangguan kekebalan tubuh adalah individu
yang paling berisiko untuk mengalami infeksi ini.
Meskipun juga jarang bakteri patogen ini dapat mengakibatkan bakterimeia dan
osteomielitis (infeksi tulang) pada penderita dewasa. Pada penelitian terakhir didapatkan
kemampuan 12 jenis strain Enterobacter sakazakii untuk bertahan hidup pada suhu 58
derajat celsius dalam pemanasan rehidrasi susu formula.
Menurut Badan Kesehatan Dunia, WHO, sejak tahun 1961-2003 di seluruh dunia
ditemukan 48 bayi yang terkena. Meski berbahaya, bakteri ini gampang dilumpuhkan. Mati
dalam air panas 70 derajat Celcius. Jika diaduk dalam air mendidih, dalam 15 detik bakteri
mati. Meski mudah, Menkes mengimbau, bayi enam bulan jangan minum susu formula.
Sebab bayi usia itu sangat bersiko.
Masyarakat tidak perlu resah, karena sebetulnya tidak semua orang memiliki risiko
dari terpapar bakteri Enterobacter sakazakii. Menkes memastikan, bakteri Enterobacter
sakazakii bakal mati sendirinya jika bubuk susu dicampur air panas bersuhu minimal 70
derajat celsius. Selain itu, bakteri Enterobacter sakazakii juga tidak bakal membahayakan
bagi setiap bayi. Apalagi, pada anak-anak dan orang dewasa. Bakteri Enterobacter sakazakii,
menurut Menkes, hanya bisa berdampak fatal pada bayi yang lahir prematur dan bayi di
bawah usia 28 bulan ke bawah dengan berat badan rendah.
Hingga kini, kata Menkes belum ada penelitian khusus berkaitan dengan sejumlah
kasus diare, demam tinggi, atau radang otak pada bayi yang terkorelasi dengan konsumsi
susu tercemar. Sekretaris Jenderal Kemenkes Ratna Rosita Hendardji juga menyatakan,
Kemenkes atau BPOM tidak memiliki relevansi secara ilmiah mengumumkan merek susu
terkontaminasi hasil penelitian IPB. Pasalnya, temuan susu tercemar bakteri Enterobacter
sakazakii yang dilakukan peneliti IPB, Sri Estuningsih, terjadi pada rentang waktu yang cukup
jauh yaitu sepanjang tahun 2003-2006.
Adapun susu formula cair yang siap saji dianggap sebagai produk komersial steril
karena dengan proses pemanasan yang cukup. Dengan demikian, di bagian perawatan bayi
NICU, USFDA menggunakan perubahan rekomendasi dengan pemberian susu bayi formula
cair siap saji untuk penderita bayi prematur yang rentan terjadi infeksi. Sayangnya di
Indonesia, produk susu tersebut belum banyak dan relatif mahal harganya.
Rekomendasi lain yang harus diperhatikan untuk mengurangi risiko infeksi tersebut
adalah cara penyajian yang baik dan benar. Di antaranya adalah menyajikan hanya dalam
jumlah sedikit atau secukupnya untuk setiap kali minum untuk mengurangi kuantitas dan
waktu susu formula terkontaminasi dengan udara kamar. Meminimalkan hang time atau
waktu antara kontak susu dan udara kamar hingga saat pemberian. Waktu yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 4 jam. Semakin lama waktu tersebut meningktkan
risiko pertumbuhan mikroba dalam susu formula tersebut.
Hal lain yang penting adalah memerhatikan dengan baik dan benar cara penyajian
susu formula bagi bayi, sesuai instruksi dalam kaleng atau petunjuk umum. Peningkatan
pengetahuan orangtua, perawat bayi, dan praktisi klinis lainnya tentang prosedur persiapan
dan pemberian susu formula yang baik dan benar harus terus dilakukan.
Hal ini karena mungkin sebagian besar adalah kuman non pathogen atau yang tidak
berbahaya. Tetapi apa pun juga, jangan sampai terjadi banyak anak Indonesia terkorbankan
hanya karena keterlambatan mengantisipasi keadaan.
Menkes sendiri mengaku tidak tahu merk-merk susu yang menjadi objek penelitian
IPB dalam kurun waktu April hingga Juni 2006 itu. Pasalnya IPB tidak melaporkan penelitian
tersebut ke Kemenkes.
Meski ada jaminan aman, Menkes minta agar susu formula tidak diberikan pada bayi
berusia di bawah enam bulan. Untuk bayi di bawah usia enam bulan, berikan ASI saja.
Dikatakan Menkes bakteri Enterobacter Sakazakii terbagi menjadi dua jenis. Ada yang
berbahaya, dan tidak berbahaya. Dua jenis bakteri itu pasti mati kalau dipanaskan dengan
suhu 70 derajat celcius. Bakteri itu akan mati dalam waktu 15 detik.
Untuk diketahui, Menkes mengumumkan susu berbakteri ini setelah sembilan bulan
Mahkamah Agung (MA) memproses dan memenangkan gugatan David Tobing konsumen
susu formula mewakili 2 anaknya kepada Menteri Kesehatan RI, Institut Pertanian Bogor
(IPB), dan BPOM untuk segera mengumumkan sejumlah merek susu formula produksi tahun
2003-2006 yang mengandung Enterobacter Sakazii.
KESIMPULAN
Proses pencemaran terjadinya kontaminasi bakteri dapat dimulai ketika susu diperah
dari puting sapi. Lubang puting susu memiliki diameter kecil yang memungkinkan bakteri
tumbuh di sekitarnya.
Sapi perah dan peternak yang berada dalam sebuah peternakan harus dalam kondisi
sehat dan bersih agar tidak mencemari susu. Antisipasi dari berbagai penelitian dan
pengalaman di beberapa Negara tersebut sebenarnya WHO (World Health Organization),
USFDA (United States Food and Drug Administration) dan beberapa negara maju lainnya
telah menetapkan bahwa susu bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril.
Sri Estuningsih (Estu) awalnya berburu bakteri dalam susu formula untuk penelitian
doktoral saat menempuh pendidikan bidang Mikrobiologi dan Patologi di Justus Liebig
Universitat, Gieben, Jerman. Penelitian yang awalnya mencari penyebab diare pada bayi,
dengan fokus pada Salmonella, Shigella dan E. Coli sebagai bakteri penyebab diare, justru
menemukan Enterobacter Sakazakii.
Harry Suhardiyanto, Rektor IPB mengatakan untuk mengumumkan jenis susu yang
aman dan tidak aman demi memenuhi kepentingan publik merupakan kewenangan BPOM,
apalagi BPOM telah melakukan penelitian paling baru dari segi waktu serta mencakup
seluruh jenis susu formula dan makanan bayi yang ada.
Daftar sebagian merek susu hasil riset BPOM yang bebas bakteri sakazakii :
Tahun 2009
Tahun 2010
Institut Pertanian Bogor, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta Menteri
Kesehatan didesak untuk segera mengumumkan nama-nama merek susu formula yang
terkontaminasi bakteri Enterobacter sakazakii. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah
Agung (MA) yang mewajibkan ketiganya membuka secara transparan nama-nama itu melalui
media cetak dan elektronik.
Para peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan 22,73 persen susu
formula (dari 22 sampel) dan 40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan
antara bulan April hingga Juni 2006 telah terkontaminasi Enterobacter sakazakii.
Sesuai dengan ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) susu berlabel formula
itu sebenarnya susu yang dibeli sesuai petunjuk/resep dokter serta tidak bisa dijual bebas.
Masyarakat tidak perlu resah, karena sebetulnya tidak semua orang memiliki risiko
dari terpapar bakteri Enterobacter sakazakii. Menkes memastikan, bakteri Enterobacter
sakazakii bakal mati sendirinya jika bubuk susu dicampur air panas bersuhu minimal 70
derajat celsius. Selain itu, bakteri Enterobacter sakazakii juga tidak bakal membahayakan
bagi setiap bayi. Apalagi, pada anak-anak dan orang dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://nasional.vivanews.com/news/read/204465-soal-susu-berbakteri-mulai-ke-
polisi
2. http://nasional.vivanews.com/news/read/204190-ini-merek-susu-yang-bebas-
bakteri-sakazakii
3. http://nasional.vivanews.com/news/read/204183-menkes-pastikan-susu-formula-
aman-dikonsumsi
4. http://jatim.vivanews.com/news/read/204181–susu-formula-seharusnya-pakai-
resep-dokter-
5. http://fokus.vivanews.com/news/read/204042-merk-susu-berbakteri-masih-teka-
teki
6. http://www.komhukum.com/kriminal-feed-1388
7. http://id.wikipedia.org/wiki/Enterobacter_sakazakii
8. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1779977-proses-pencemaran-dan-
antisipasi-bakteri/#ixzz1L4TcxU1H
9. http://health.kompas.com/read/2011/02/10/08414748/Apa.Sih.Enterobacter.Sakaza
kii.Itu.
10. http://aimi-asi.org/2008/02/aimi-kembali-ke-asi/