Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun Oleh :
Amelia Kusuma Dewi 142210101009
Ulfia Dwi Novita 152210101065
Zubaidah Hoiril Wafiq 152210101069
Septi Sudianingsih 152210101076
Bayu Dwi Permana 152210101082
Aulia Satria Bimantara 152210101086
Ikhar Ridho Dayli 152210101091
Tinton Agung Laksono 152210101097
Muhamad Arfan Muzaqi 1522101010101
Kelas : B
Dosen Pengampu : Dewi Dianasari, S.Farm., M.Farm., Apt.
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2018
1 Patofisiologi
Batu ginjal terdiri dari kristal-kristal kecil yang terakumulasi. Kristal dapat mengendap
di dalam saluran kemih ketika urin dalam kondisi supersaturasi. Batu ginjal terjadi karena
pengendapan suatu senyawa yang sukar larut karena tubuh kekurangan cairan sehingga
terjadi kekeruhan atau air seni menjadi pekat, yang mengakibatkan terjadi penyumbatan pada
saluran dari ginjal menuju kandung kemih (Soenanto & Kuncoro, 2005). Sebelum menjadi
batu ginjal, kristal harus mengalami proses pengikatan di ginjal. Pada kondisi normal dan
sehat pembentukan kristal tetap terjadi, kristal akan berikatan dengan permukaan sel epitel
tubular yang selanjutnya akan difagositasi oleh makrofag atau lisosom sel tersebut (Tsujita,
2007).
Menurut Long (1996; 323) dan Suddarth (2002;1460) batu dalam perkemihan berasal
dari obstruksi saluran kemih. Obstruksi mungkin hanya parsial atau lengkap. Obstruksi yang
lengkap bisa menjadi hidronefrosis yang disertai tanda-tanda dan gejala-gejalanya.
Urolithiasis merupakan kristalisasi dari mineral dari matrik seputar, seperti pus, darah,
jaringan yang tidak vital, tumor atau urat. Komposisi mineral dari batu ginjal bervariasi kira-
kira tiga perempat bagian dari batu adalah kalsium, fosfat, urin dan custine. Peningkatan
konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan rendah dan juga peningkatan bahan-bahan
organik akibat infeksi saluran kemih atau urin statis, mensajikan sarang untuk pembentukan
batu. Ditambah adanya infeksi meingkatkan kebasaan urin (oleh produksi amonium), yang
berakibat presipitasi kalsium fosfat dan magnesium ammonium fosfat .
2 Etiologi
Penyebab terbentuknya batu dapat digolongkan dalam 2 faktor antara lain faktor
endogen seperti hiperkalsemia, hiperkasiuria, pH urin yang bersifat asam maupun basa dan
kelebihan pemasukan cairan dalam tubuh yang bertolak belakang dengan keseimbangan
cairan yang masuk dalam tubuh dapat merangsang pembentukan batu, sedangkan faktor
eksogen seperti kurang minum atau kurang mengkonsumsi air mengakibatkan terjadinya
pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat ketidakseimbangan cairan yang masuk,
tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyaknya pengeluaran keringat, yang akan
mempermudah pengurangan produksi urin dan mempermudah terbentuknya batu, dan
makanan yang mengandung purin yang tinggi, kolesterol dan kalsium yang berpengaruh pada
terbentuknya batu (Boyce et al., 2010;Moe et al., 2006).
Pada umumnya urolithiasis terjadi akibat berbagai sebab yang disebut faktor resiko.
Terapi dan perubahan gaya hidup merupakan intervensi yang dapat mengubah faktor resiko,
namun ada juga faktor resiko yang tidak dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah antara
lain: umur atau penuaan, jenis kelamin, riwayat keluarga, penyakit-penyakit seperti
hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain.
1) Jenis Kelamin
Pasien dengan urolithiasis umumnya terjadi pada laki-laki 70-81% dibandingkan
dengan perempuan 47-60%, salah satu penyebabnya adalah adanya peningkatan kadar
hormon testosteron dan penurunan kadar hormon estrogen pada laki-laki dalam pembentukan
batu. Selain itu, perempuan memiliki faktor inhibitor seperti sitrat secara alami dan
pengeluaran kalsium dibandingkan laki-laki (Colella, 2005)
2) Umur
Urolithiasis banyak terjadi pada usia dewasa dibanding usia tua, namun bila
dibandingkan dengan usia anak-anak, maka usia tua lebih sering terjadi (Portis & Sundaram,
2001). Rata-rata pasien urolithiasis berumur 19-45 tahun (Colella, 2005).
3) Riwayat Keluarga
Pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan urolithiasis ada kemungkinan
membantu dalam proses pembentukan batu saluran kemih pada pasien (25%) hal ini mungkin
disebabkan karena adanya peningkatan produksi jumlah mucoprotein pada ginjal atau
kandung kemih yang dapat membentuk kristal dan membentuk menjadi batu atau calculi
(Colella, 2005).
4) Kebiasaan diet dan obesitas
Intake makanan yang tinggi sodium, oksalat yang dapat ditemukan pada teh, kopi
instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama
bayam dapat menjadi penyebab terjadinya batu (Brunner & Suddarth, 2015). Selain itu,
lemak, protein, gula, karbohidrat yang tidak bersih, ascorbic acid (vitamin C) juga dapat
memacu pembentukan batu (Colella, 2005).
5) Faktor lingkungan
Faktor yang berhubungan dengan lingkungan seperti letak geografis dan iklim.
Beberapa daerah menunjukkan angka kejadian urolithiasis lebih tinggi daripada daerah lain.
Urolithiasis juga lebih banyak terjadi pada daerah yang bersuhu tinggi dan area yang
gersang/ kering dibandingkan dengan tempat/ daerah yang beriklim sedang (Portis &
Sundaram, 2001). Iklim tropis, tempat tinggal yang berdekatan dengan pantai, pegunungan,
dapat menjadi faktor resiko tejadinya urolithiasis (Colella, 2005).
6) Pekerjaan
Pekerjaan yang menuntut untuk bekerja di lingkungan yang bersuhu tinggi serta
intake cairan yang dibatasi atau terbatas dapat memacu kehilangan banyak cairan dan
merupakan resiko terbesar dalam proses pembentukan batu karena adanya penurunan jumlah
volume urin (Colella, 2005).
3 Gejala
Urolithiasis dapat menimbulkan berbagi gejala tergantung pada letak batu, tingkat
infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih (Robinson et al., 2009). Beberapa gambaran
klinis yang dapat muncul pada pasien urolithiasis:
1. Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan non kolik.
Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu pada saluran kemih sehingga terjadi
resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar (Robinson et al., 2009). Nyeri kolik juga
karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam
usaha untuk mengeluarkan batu pada saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan pada terminal saraf yang
memberikan sensasi nyeri.
2. Gangguan miksi
Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urin (urine flow) mengalami
penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan.
3. Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami desakan
berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini akan menimbulkan gesekan
yang disebabkan oleh batu sehingga urin yang dikeluarkan bercampur dengan darah
(hematuria) (Brunner & Suddart, 2015).
5. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda demam
yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah di kulit merupakan
tanda terjadinya urosepsis.
4 Pilihan Fitoterapi
4.1 Seledri (Apium graveolens L) – Apii Semen
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Apium
Spesies : Apium graveolens L.
Kandungan Kimia
Seluruh herba seledri mengandung glikosida apiin (glikosida flavon), isoquersetin,
dan umbelliferon. Juga mengandung mannite, inosite, asparagine, glutamine, choline,
linamarose, pro vitamin A, vitamin C, dan B. Kandungan asam-asam dalam minyak
atsiri pada biji antara lain : asam-asam resin, asam-asam lemak terutama palmitat,
oleat, linoleat, dan petroselinat. Senyawa kumarin lain ditemukan dalam biji, yaitu
bergapten, seselin, isomperatorin, osthenol, dan isopimpinelin (Sudarsono dkk, 1996).
Data Farmakologis
Pada penelitian Rusdiana (2015), mengungkapkan bahwa ekstrak air dan fraksi-
fraksinya memiliki efek antikalkuli (peluruh batu ginjal) jenis batu kalsium dan
magnesium baik secara in vitro maupun in vivo. Penelitian secara in vivo dilakukan
terhadap tikus yang diinduksi oleh zat kimia pembentuk kristal batu kalsium yaitu L-
hidroksiprolin dan etilen glikol. Ekstrak air seledri menunjukan efek meluruhkan
kristal kalsium yang lebih signifikan dibandingkan fraksi-fraksinya.
Dugaan mekanisme kerja
Kandungan flavonoid di dalam seledri seperti apigenin dan apiin, meluruhkan dan
mencegah penempelan kristal garam kalsium ataupun magnesium penyebab
terbentuknya batu ginjal. Selain itu, biji seledri memiliki efek langsung terhadap
ginjal yaitu meningkatkan eliminasi air dan mempercepat pengeluaran toksin-toksin
yang terakumulasi dalam ginjal (Sowbhagya, 2014).
Dosis dan cara penggunaan
Dapat digunakan sebagai antikuali untuk gangguan saluran kemih (batu ginjal)
dengan cara diseduh dengan konsentrasi ekstrak/serbuk kering daun seledri 1 g dalam
10 ml air ( Rusdiana, et al., 2015).
Kandungan Kimia
Tanaman ini mengandung banyak senyawa berguna, seperti lignan, flavonoid,
alkaloid,
triterpenoid, asam lemak, vitamin C, kalium, damar, tanin, geraniin, phillanthin, dan
hypophyllanthin (Permadi, 2008).
Data Farmakologis
Tanaman meniran selalu menjadi pilihan utama untuk mengatasi berbagai penyakit,
seperti batu ginjal, batu kandung kemih, batu kandung empedu, serta gejala infeksi
yang
menyertainya (Kardinan & Kusuma, 2004). Hasil penelitian farmakologi yang
dilakukan oleh Campos & Schor, 1999 ekstrak meniran juga telah diketahui efektif
dalam menghambat pembentukan kristal kalsium oksalat sebagai pembentuk batu
ginjal.
Dugaan mekanisme kerja
Kandungan utama flavonoid dan glikosida flavonoid menghambat kerja enzim
xanthine oksidase dan superoksidase. Flavonoid akan berikatan dengan kalium dari
batu ginjal membentuk senyawa kompleks kelat yang mudah larut. Ion-ion Na dan K
akan berikatan dengan asam urat membentuk senyawa garam yang mudah larut dalam
air sehingga asam urat yang telah mengkristal di dalam darah dan ginjal akan terlarut
secara perlahan-lahan dan akan dikeluarkan.
Dosis dan cara penggunaan
- Merebus 30 g daun meniran dengan air 4 gelas, tunggu sampai air tersisa 2 gelas,
kemudian saring airnya dan minum 2 kali sehari pagi dan sore secara rutin.
- Sebungkus jamu di seduh dengan 1/2 gelas (±100 ml) air matang panas lalu
diminum seluruhnya. 2x1 bungkus sehari, pagi dan sore, selama 5-7 hari.
selanjutnya diulang setelah berhenti 7 hari
Kandungan Kimia
Kejibeling mengandung zat-zat kimia antara lain: kalium, natrium, kalsium, asam
silikat, alkaloida, saponin, flavonoida, dan polifenol. Kalium berfungsi melancarkan
air seni (diuretik) serta menghancurkan batu dalam empedu, ginjal dan kandung
kemih. Natrium berfungsi meningkatkan cairan ekstraseluler yang menyebabkan
peningkatan volume darah. Kalsium berfungsi membantu proses pembekuan darah,
juga sebagai katalisator berbagai proses biologi dalam tubuh dan mempertahankan
fungsi membran sel. Sedangkan asam silikat berfungsi mengikat air, minyak, dan
senyawa-senyawa non-polar lainnya (Soewito,1989).
Data Farmakologis
Kusumowati (2000) menemukan bahwa fraksi air dan fraksi etil asetat dari herba keji
beling mampu melarutkan batu ginjal kalsium secara in vitro, dan efek ini berbanding
lurus dengan kenaikan kadar fraksi. Kemudian dari uji KLT diketahui bahwa pada
kedua fraksi terdapat senyawa flavanoid, yang kemungkinan adalah flavanon, flavon,
dan auron. Ditambah lagi dengan penemuan Afrizal (2008) bahwa indeks
penghambatan pertumbuhan kristal kalsium oksalat dari ekstrak keji beling mirip
dengan ekstrak tempuyung.
Dugaan mekanisme kerja
Mekanisme kelarutan batu ginjal kalsium oleh keji beling diduga melalui
pembentukan kompleks antara senyawa aktif (flavonoid) dengan kalsium, yang
bersifat lebih polar, sehingga lebih mudah larut dalam air (Kusumowati, 2000).
Dosis dan cara penggunaan
a) Merebus 10 g daun kering atau 30 gram daun keji beling segar dengan 250 ml
air, tunggu sampai volume air sampai tersisa 150 ml, kemudian dinginkan dan
saring. Minum 3 kali dalam sehari (Tampubolon, 1995). Atau dapat juga
dengan penggunaan peroral 3 x 2 kapsul sehari.
b) Penggunaan keji beling sebagai obat tradisional, dibagi menjadi 3 yaitu dalam
bentuk segar, simplisia dan serbuk (Lim et al., 2012).
- Dalam bentuk daun segar, direbus 25-50 gram daun segar dengan 2 gelas
air bersih sebanyak 15 menit, setelah dingin disaring kemudian diminum
airnya, dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari.
- Dalam bentuk simplisia digunakan 5-10 gram dan dimasukkan ke dalam 1
gelas air mendidih dan ditutup, setelah dingin baru diminum, dilakukan
pagi dan sore hari.
- Untuk serbuk digunakan 5-10 gram serbuk yang dicampur dengan air
mendidih dan diminum dua kali sehari.
- Contoh produk
4.4 Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) - Orthosiphonis Folium
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon aristatus
Kandungan Kimia
Mengandung minyak atsiri 0,02-0,06% terdiri dari 60 macam sesquiterpens dan
senyawa fenolik, 0,2% flavonoid lipofil dengan kandungan utama sinensetin,
eupatorin, skutellarein, tetrametil eter, salvigenin, rhamnazin; glikosida flavonol,
turunan asam kafeat (terutama asam rosmarinat dan asam 2,3-dikaffeoil tartarat ),
metilripariokromen, saponin serta garam kalsium (3%) dan myoinositol.
Hasil ekstraksi daun dan bunga Orthosiphon aristatus ditemukan metilripariokromen
senyawa golongan flavonoid yaitu sinensetin, tetrametilskutellarein, salvigenin,
kirsimaritin, pilloin, rhamnazin dan 9 macam golongan senyawa flavon dalam bentuk
aglikon, 2 macam glikosida flavonol, 1 macam senyawa kumarin, asam kafeat dan 7
macam senyawa depsida turunan asam kafeat, skutellarein, 6-hidroksiluteolin,
sinensetin (Dalimartha, 2000).
Data Farmakologis
Pengaruh infus daun kumis kucing terhadap kelarutan kalsium batu ginjal secara in
vitro telah dilakukan oleh Cahyono (1990) dan terbukti bahwa kalsium batu ginjal
dapat dilarutkan oleh infus daun Orthosiphon aristatus. Kemampuan melarutkan
kalsium tersebut dibandingkan dengan infus daun tempuyung (Sonchus arvensis L.)
dan diperoleh hasil infus daun kumis kucing pada kadar 5%; 7,5%; dan 10% memiliki
kemampuan melarutkan kalsium batu ginjal lebih baik dari infus daun tempuyung
pada kadar yang sama, sementara pada kadar 0,5%; 1%; dan 2,5% kemampuan infus
daun tempuyung lebih baik.
Zhong dkk. (2012) meneliti efek pencegahan pembentukan kristal kalsium oksalat
pada tikus yang diinduksi nefrolitiasis dari kandungan flavonoid total, fenolik total,
dan polisakarida dalam ekstrak kumis kucing. Hasilnya membuktikan bahwa
polisakarida menunjukkan efek pencegahan yang paling tinggi
Dugaan mekanisme kerja
Hossain & Rahman (2010) mengemukakan bahwa kemampuan ekstrak kumis kucing
dalam pengobatan batu ginjal berkaitan dengan aktivitas antioksidannya yang mampu
menghambat peroksidasi lipid.
Dosis dan cara penggunaan
- Merebus 10 g daun kering atau 30 gram daun kumis kucing segar dengan 250 ml air,
tunggu sampai volume air sampai tersisa 150 ml, kemudian dinginkan dan saring.
Minum 3 kali dalam sehari (Tampubolon, 1995). Atau dapat juga dengan penggunaan
peroral 3 x 2 kapsul sehari.
Kandungan Kimia
Bunga rosella mempunyai kandungan zat kimia sebagai berikut : gosipetin,
antosianin, glusida hibiskin, asam organik, polisakarida, flavonoid, kalori, air, protein,
lemak, karbohidrat, kalsium, phosphor, besi, B-karotene, asam askorbat (Daryanto-
Agrina, 2006).
Data Farmakologis
Penelitian yang dilakukan Nurfarida mendapatkan bahwa kandungan antioksidan pada
kelopak bunga rosella lebih tinggi dibanding kumis kucing yang antioksidannya teruji
klinis meluruhkan batu ginjal.
Dugaan mekanisme kerja
Fraksi etil-asetat bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) diduga kuat mampu
meningkatkan kelarutan kalsium batu ginjal secara in vitro. Gugus -OH yang terdapat
pada rantai samping struktur induk flavonoid memiliki kemampuan membentuk
ikatan dengan kalsium batu ginjal sehingga menghasilkan senyawa kompleks Ca–
flavonoid. Senyawa kompleks ini lebih mudah larut dalam air sehingga akan mudah
dikeluarkan melalui urin (Soenanto & Kuncoro & Kuncoro, 2005).
Dosis dan cara penggunaan
- Masukkan 3-4 kelopak bunga Rosella dalam segelas air, diamkan 5-10 menit
untuk mendapatkan warna,aroma dan kesegaran, kemudian minum 2-3 kali
sehari.
- Dengan seduhan, siapkan 200 cc air/1 gelas air putih (boleh air dingin kulkas, air
dingin netral , disesuaikan dengan kondisi pasien) lalu campurkan/masukkan
1(satu) sachet AgaricPro aduk hingga rata, minum 2-3 kali sehari.
Kandungan Kimia
Senyawa flavonoid yang terdapat dalam infusum daun alpukat adalah quercetin3-O-
αD-arabinopyranosides, quercetin 3-O-α-Lrhamnopyranoside (quercitrin), dan
quercetin 3-O-β-glucopyranoside (Almeida et al, 1998).
Data Farmakologis
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Taufiq, 2014) disimpulkan bahwa ekstrak
akuades daun alpukat berpotensi untuk melarutkan batu ginjal. Semakin pekat ekstrak
akuades daun alpukat semakin besar kadar kalsium terlarut. Kelarutan kalsium dalam
ekstrak akuades daun alpukat pada variasi 2,5; 5; 10; 15; dan 20 gram secara berturut-
turut adalah 4,25; 185,32; 232,87; 239,49; dan 262,77 mg/L.
Dugaan mekanisme
Daun alpukat dan daun pandan wangi mengandung flavonoida. Mekanisme pelarutan
batu ginjal kemungkinan dengan terbentuknya kompleks antara ion kalsium batu
ginjal dengan gugus hidroksi karbonil flavonoid yang terkandung dalam obat
tradisional (Pramono dkk, 1995).
Dosis dan cara penggunaan
Bahan : Daun Alpukat 7 lembar dan air 100 ml
- Masak dan didihkan 100 ml air, turunkan dari api
- Masukkan dan seduh 7 lembar daun alpukat dalam air panas tersebut
- Diamkan beberapa saat hingga dingin
Seduhan daun alpukat yang sudah dingindiminum 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore
(Prastyawan, 2013).
Tn. Um merupakan seorang kuli bangunan. Diusia 37 tahun, setiap hari rutin bekerja
berat secara fisik untuk mengangkat dan mengolah bahan bangunan. Namun rutinitas ini
tidak diimbangi dengan pola hidup sehat, Tn. Um lebih suka minum kopi dipagi hari,
minuman bersoda di siang hari, dan sedikit minum air putih. Kebiasaannya ini akhirnya
mengakibatkan rasa nyeri hebat dibagian pinggang belakangan, terasa sakit saat buang air
kecil disertai volume yang kecil, dan terkadang disertai darah. Gejala ini telah dialami Tn.
Um 2 minggu lamanya hingga akhirnya saat berkemih mengeluarkan bongkahan kristal kecil
disertai kencing berdarah. Saat Tn. Um memeriksakan diri ke Dokter ternyata dari hasil lab
dan USG didiagnosis mengalami batu ginjal, namun karena belum parah sehingga dapat
diterapi secara farmakologi tanpa harus melakukan operasi. Namun, Tn. Um ini sangat takut
mengonsumsi obat-obatan konvensional dan lebih percaya dengan pengobatan tradisional
karena menurutnya lebih murah dan aman. Kemudian dokter meresepkan :
R/ Kalkul Gama 1 fl
S 3 dd 2 kap
Data Lab :
5.2 KIE
Keterangan : P = Pasien, A = Apoteker
Contoh KIE :
A : Selamat Malam, Saya Roni, apoteker yang sedang berjaga di apotek kampus, ada
yanag bisa dibatu?
P : Malam Mas, ini saya mau menebus resep (Sambil menyerahkan resep)
A : Oh ya, saya cek sebentar ya, monggo duduk dulu
P : Iya Mas
A : Pasien Tn. Riko?
Ini Bu obatnya harganya Rp.110.000, bagaimana bu?
P : Oh ya sudah mas gapapa, ini suami saya sudah kesakitan soalnya
A : Baik bu, tapi sebelumnya mohon maaf apa punya waktunya sebentar untuk konseling?
P : Oh ya, bisa mas
A : Monggo ke ruangan sebelah
Jadi begini bu, sebelumnya waktu Tn. Riko periksa ke dokter apakah ibu menemani?
Karena saya perlu beberapa informasi.
P : Iya mas, saya temani terus sampai cek labnya, soalnya kasian kalau ditinggal sendiri.
A : Baik Bu, kemudian waktu ke dokter apa saja yang sudah disampaikan?
P : Bilangnya dokter suami saya kena batu ginjal Mas, tapi karena belum parah bisa pakai
obat saja tanpa operasi, tapi karena suami saya nggak mau pakai obat kimia jadi minta
dikasih resep obat herbal.
A : Baik, kemudian apa yang disampaikan dokter soal obat herbal ini bu dan harapannya
apa setelah minum obat herbal ini?
P : Bilangnya suruh minum 3x sehari mas, pagi, siang, malam supaya batu ginjalnya mau
keluar gitu.
A : Baik, oh ya sebelumnya apakah bapak pernah punya riwayat sakit atau sedang
mengonsumsi obat lain?
P : Nggak ada riwayat sakit mas, paling ya cumak pusing, pilek batuk gitu tapi sudah
lama sih dan bapak itu nggak mau minum obat jadi ya baru kali ini saja dikasih obat.
Bapak itu kurang minum air putih akhir-akir ini sampek jadi batu ginjal gini.
A : Oh ya, jadi ini nanti obatnya diminum 3x sehari setelah makan ya bu, pagi, siang, dan
malam. Usahakan diminum dijam yang sama biar efek kerja obatnya maksimal.
Kemudian diusahakan jangan minum obat obat apapun selain resep ini ya bu, kecuali
sudah ada intruksi dari dokter untuk menghindari efek sampig yang tidak diinginkan
agar tidak memperparah penyakit bapak. Kemudian tolong diperbanyak lagi minum
air putihnya, biar ginjalnya tidak bekerja terlalu berat dan segea keluar batu ginjalnya.
P : baik mas
A : Baik bu, kalau sudah mengerti apakah bisa diulang informasinya? Barangkali ada
yang lupa saya sampaikan
P : Jadi ini nanti obatnya diminum 3x sehari setelah makan, pagi, siang, dan malam
diminum dijam yang sama biar efek kerja obatnya maksimal. Kemudian tidak boleh
minum obat lain kecuali sudah ada intruksi dari dokter untuk menghindari efek
sampig yang tidak diinginkan agar tidak memperparah penyakit bapak. Kemudian
diperbanyak lagi minum air putihnya, biar ginjalnya tidak bekerja terlalu berat dan
segera keluar batu ginjalnya bapak.
A : Baik bu, pesan saya yang teratur ya minum obatnya, karena memakai obat herbal
mungkin akan sedikit lama efeknya dan bila lupa minum obat langsung dilanjutkan
minum obat dijam berikutnya saja, ada yang ditanyakan lagi bu?
P : Baik Mas, sudah cukup.
A : Baiklah, terimakasih atas waktunya, semoga bapak Riko lekas sembuh, terimakasih.
P : Amin.
Daftar Pustaka
Afrizal. 2008. Analytical, Bioactivity, and Stability Studies on Strobilanthes crispus L.
Bremek and Sonchus arvensis L. Extracts, Tesis. Malaysia: Universiti Sains Malaysia.
AlmeidaAP, Miranda MMFS, Simoni IC, Wigg MD, Lagrota MHC, Costa SS. 1998.
Flavonolol monoglycosides isolated from the antiviral fraction of Persea americana
(Lauraceae) leaf infusion. Phytother Res 12: 562-567
Boyce, C. J., Pickhardt, P. J., Lawrence, E. M., Kim, D. H., & Bruce, R. J. 2010. Prevalence
of Urolithiasis in Asymptomatic Adults: Objective Determination Using Low Dose
Noncontrast Computerized Tomography. Journal of Urology, 183(3), 1017–1021.
https://doi.org/10.1016/j.juro.2009.11.047
Brunner, L. S., Suddarth, D. S., Smeltzer, S. O., & Bare, B. 1989. Medical-Surgical Nursing
(pp. 356-7). Philadelphia: The Lippincott Manual.
Cahyono, Agus Tri. 1990. Pengaruh Infus Daun Tempuyung Dan Infus Daun Kumis
Kucing Terhadap Kelarutan Kalsium Batu Ginjal secara In Vitro, Skripsi.Yogyakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Campos AH, Schor N. 1999. Phyllantus niruri inhibits calcium oxalate endocytosis by renal
tubular cells: its role in urolithiasis Nephron 81:393–397.
Hardiyatmo, Giri. 1988. Pengaruh Ekstrak Air dan Ekstrak Alkohol Daun
Sonchus arvensis L. terhadap Volume Urin Tikus In Vivo dan Pelarutan Batu
Ginjal In Vitro, Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
Hossain, M.A., Rahman, S.M. 2011. Isolation and Characterisation of Flavonoids from
The Leaves of Medicinal Plant Orthosiphon stamineus. Arabian Journal of
Chemistry
Kardinan, A., & Kusuma, F. R. 2004. Meniran penambah daya tahan tubuh alami. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Kusumowati, I.T.D. 2000. Efek Melarutkan Fraksi Air dan Fraksi Etil Asetat Herba
Kejibeling (Pararuellia napifera (Zoll.) Bremek) terhadap Batu Ginjal Kalsium In
Vitro, Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Lim K.T, Lim V., Chin J.H. 2012. Subacute oral toxicity study of ethanolic leaves extracts of
Strobilanthes crispus in rats. Asian Pac J Trop Biomed, Vol. 2(12): 948-952.
Moe, S., Drüeke, T., Cunningham, J., Goodman, W., Martin, K., Olgaard, K., … Eknoyan, G.
2006. Definition, evaluation, and classification of renal osteodystrophy: A position
statement from Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). Kidney
International, 69(11), 1945–1953. https://doi.org/10.1038/sj.ki.5000414
Portis, A. J., & Sundaram, C. P. 2001. Diagnosis and initial management of kidney stones.
American Family Physician, 63(7), 1329–1338.
Pramono S., Sumarmo, Wahyono, S., 1993. Flavonoid Daun Sonchus arvensis Senyawa Aktif
Pembentuk Komplek dengan Batu Ginjal Berkalsium, Warta Tumbuhan Obat Indonesia
2(3).
Robinson, E., Picon, D., Sturrock, H. J., Sabasio, A., Lado, M., Kolaczinski, J., & Brooker, S.
2009. The performance of haematuria reagent strips for the rapid mapping of urinary
schistosomiasis: Field experience from Southern Sudan. Tropical Medicine and
International Health, 14(12), 1484–1487. https://doi.org/10.1111/j.1365
3156.2009.02407.x
Soewito D. 1989. Manfaat dan Khasiat Flora. Jakarta : Stella Maris.
Soenanto, H., Kuncoro, Sri. 2005. Hancurkan Batu Ginjal dengan Ramuan Herbal.
Jakarta: Puspa Swara.
Tsujita M. 2007. Review Article Mechanism of calcium oxalate renal stone formation and
renal
tubular cell injury. International Journal of Urology 15: 115-120.
Zhong, Y.S,Yu, C.H., Ying, H.Z., Wang, Z.Y & Fang, H. 2012. Prophylactic effects of
Orthosiphon stamineus Benth. extracts on induction of calcium oxalate
nephrolithiasis in ras. Journal of Ethnopharmacology, 144, 761-767.