Você está na página 1de 4

Anak yang hilang

LUKAS 15:11-32
I) Anak bungsu.
Anak bungsu ini menggambarkan orang berdosa.
1) Dosa anak bungsu.
a) Minta bagian harta / warisan selagi ayahnya masih hidup (ay 12).
Hukum Yahudi mengharuskan orang tua mewariskan kekayaannya kepada anak-anaknya.
Biasanya anak sulung mendapat 2/3 bagian, sedang anak bungsu mendapat 1/3 bagian.
Seakan-akan si Bungsu berkata: ‘Kalau kamu mati, itu toh menjadi milikkku, jadi berikan
sekarang saja, seakan-akan kamu sudah mati!’.
b) Setelah ayahnya menuruti permintaannya, anak bungsu itu menjual segala miliknya /
warisannya, lalu pergi meninggalkan ayahnya ke negeri yang jauh, dan berfoya-foya (ay
13 bdk. ay 30). Ia tidak merampok, menyakiti, atau membunuh bapanya; ia hanya
menjauhinya dan tidak mempedulikannya! Sebetulnya dari semula inilah tujuannya. Inti
dari keinginannya adalah bahwa ia tidak mau hidup dikuasai / diatur ayahnya. Ia
ingin bebas, sehingga bisa berfoya-foya dan mencari kesenangan sesuka hatinya.
2) Akibat dosa anak bungsu (ay 14-16).
a) Ia menghabiskan harta miliknya.
b) Pada waktu ada bencana kelaparan, ia menjadi melarat / miskin.
c) Ia terpaksa menjadi penjaga babi.
Perlu diingat bahwa babi adalah binatang haram bagi orang Yahudi, sehingga ini jelas
adalah pekerjaan yang hina.
d) Pada waktu ia lapar dan ingin mengisi perutnya dengan makanan babi, tidak seorangpun
mau memberikannya kepadanya.
Dosa memang mula-mula menawarkan / menjanjikan dan bahkan memberikan
kesenangan, tetapi pada akhirnya pasti membawa penderitaan dan kehinaan.
b) Ia mengambil keputusan (ay 18-19).
Tidak ada gunanya saudara sadar dosa, kalau saudara tidak mau mengambil keputusan
untuk meninggalkan dosa itu dan kembali kepada Tuhan!
c) Ia melakukan keputusannya, dan kembali kepada bapanya (ay 20).
Ada orang yang setelah mengambil keputusan untuk bertobat, lalu ditarik kembali oleh
dosa / hal-hal duniawi, sehingga tidak jadi melakukan keputusannya (bandingkan dengan
istri Lot)! Tetapi anak bungsu ini tidak demikian. Ia melakukan keputusannya.
d) Ia mengakui dosanya (ay 21).
Ia tidak mencari kambing hitam, seperti Adam yang menyalahkan Hawa, dan Hawa yang
menyalahkan ular (Kej 3:12-13). Ia juga tidak menyalahkan roh foya-foya, roh zinah, dsb.
Sebaliknya ia mengakui bahwa dirinya telah berdosa.

Maz 51:19 - “Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang
patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah”.
II) Bapanya.
‘Siapa lakon dalam cerita ini? Anak bungsu atau anak sulung?’ atau ‘Bapanya’?.
Memang, bapa itulah yang merupakan lakon dalam perumpamaan ini, karena penekanan
utama dari perumpamaan ini adalah untuk menunjukkan sikap Allah kepada orang berdosa yang
bertobat. Karena itu mari kita sekarang menyoroti sikap bapa ini.
1) Bapa ini menunggu-nunggu.
Dari mana kita bisa melihat hal itu? Dari ay 20 yang mengatakan: “Ketika ia masih jauh,
ayahnya telah melihatnya. ... Ayahnya itu berlari mendapatkan dia”.
2) Bapa ini tergerak oleh belas kasihan (ay 20a).
Ia melihat keadaan anaknya, yang mungkin sekali kurus, kotor, berpakaian compang
camping, dan hatinya tergerak oleh belas kasihan.
Maz 103:8-9 - “TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah
kasih setia. Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak selama-lamanya Ia mendendam. Tidak
dilakukanNya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada
kita setimpal dengan kesalahan kita”.
3) Bapa itu lari mendapatkan anaknya, merangkul dan mencium dia (ay 20b).
Dari semua ini jelas terlihat bahwa bapa itu:
a. Tidak jual mahal dalam menerima anaknya kembali.
b. Tidak memberikan persyaratan-persyaratan lebih dahulu sebelum menerima kembali
anaknya.
c. Menerima kembali anaknya dengan tangan terbuka, padahal anaknya ragu-ragu apakah
bapanya mau menerimanya kembali atau tidak (ia minta diterima sebagai hamba, karena
merasa tidak layak menjadi anak - ay 19,21).
Yoh 6:37 - “Semua yang diberikan Bapa kepadaKu akan datang kepadaKu, dan
barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang”.
4) Bapa itu tidak lagi mengingat-ingat dosa anak bungsu itu.
Dalam ay 21 anak bungsu itu mengakui dosa, tetapi jawaban bapa dalam ay 22 sama sekali
tidak menyinggung-nyinggung dosa anak bungsu itu. Di sinilah terletak keindahan kasih
Allah! Kalau kita manusia mengampuni seseorang, kita masih mengingat kesalahan orang
itu. Tetapi kalau Bapa mengampuni kesalahan kita, Ia tidak mengingat-ingatnya lagi!
Yes 43:25 - “Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena
Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu”.
Mikha 7:19 - “Biarlah Ia kembali menyayangi kita, menghapuskan kembali kesalahan-
kesalahan kita dan melemparkan segala dosa kita ke dalam tubir-tubir laut”.
5) Bapa itu menerima anak bungsu itu sebagai anak.
a) Dalam ay 18b-19 anak itu merencanakan untuk berkata: “Bapa, aku telah berdosa
terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa;
jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa”, tetapi dalam ay 21 ia baru
mengucapkan “Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku
tidak layak lagi disebutkan anak bapa”. Sebelum ia mengucapkan kata-
kata “jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa”, bapanya sudah memotong
kata-katanya! Bapanya tidak mau mendengarkan kata-kata yang berhubungan dengan
ketidaklayakan anak itu menjadi anak! Mengapa? Jelas karena ia mau
menerimanya sebagai anak!
Bdk. Yoh 1:12 - “Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya
menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya”.
b) Bapa itu memerintahkan supaya anak itu diberi jubah, cincin dan sepatu (ay 22).
1. Bapa itu menyuruh memberi jubah (bukan koteka!) yang adalah tanda kehormatan
(Ester 6:8-9).
2. Bapa itu menyuruh memberi cincin, yang merupakan pemberian otoritas (Ester 3:10
8:2).
3. Bapa itu menyuruh memberi sepatu (ini seharusnya adalah ‘sandal’). Perlu
diketahui bahwa seorang hamba selalu telanjang kaki!
6) Bapa itu mengadakan pesta (ay 23-24 bdk. Luk 15:7,10).
Ketika orang berdosa bertobat dan percaya Alkitab mengatakan berlaksa-laksa malaikat
bersorak-sorai merayakannya.
III) Anak sulung.
1) Ia menjadi marah dan tidak mau ikut pesta (ay 28).
Anak sulung ini juga bisa menggambarkan ‘orang kristen’ yang sok suci, yang tidak senang
melihat orang berdosa datang kepada Tuhan.
2) Ia iri hati (ay 29-30).
3) Ia meninggikan dirinya sendiri dan menjelek-jelekkan adiknya (ay 29-30). Tindakan seperti
ini memang ciri khas orang Farisi (bdk. Luk 18:11-12).
4) Ia tidak mengakui adiknya sebagai saudara / adik (ay 30).
Dalam ay 30 ia menyebut adiknya bukan dengan sebutan ‘saudaraku’ atau ‘adikku’ tetapi
‘anak bapa’!
Mat 8:11-12: “Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan
bersama-sama dengan Abraham, Ishak, dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga,
sedangkan anak-anak kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling
gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi”.
· Mat 21:28-32 - “Tetapi apa pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-
laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari
ini dalam kebun anggur. Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. Lalu orang itu
pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku
tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal dan pergi juga. Siapakah di antara kedua orang
itu yang melakukan kehendak ayahnya? Jawab mereka: Yang terakhir. Kata Yesus
kepada mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan
perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, tetapi kamu
tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan
sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak
menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya”.

Você também pode gostar