Você está na página 1de 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERNAPASAN:
EFUSI PLEURA
(PLEURAL EFFUSION)

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari


Bapak Edi Ruhmadi, S.Kep, M.Kes., selaku Dosen Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I

Oleh:
Kelompok 4
Ajep Tohajudin Naufal Gilang Ramadhan
Bety Nurlita Nisa Ainun Nizar
Ayu Sri Fatonah Yulianda Nur fadilah
Muggy Bahari Widya Solehah

POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN CIREBON
Jl.Pemuda Nomor 38 Kota Cirebon
2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAPASAN: EFUSI PLEURA

A. Konsep Penyakit Efusi Pleura


1. Definisi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan diantara pisceral dan varietal pleura. Cairan
dapat berupa cairan ekstraseluler, pus (empiema) Jika ada angka sel darah putih yang
tinggi dan cairan pleur bernanah, darah (hemotoraks) seperti jika ada tumor ada tumor
atau setelah trauma atau embolus paru dengan infark, kil (kilotoraks) seperti setelah
obstruksi limfatik atau trauma pada duktus toraksikus,, atau bilier (Preston & Kelly,
2017; Bilotta, 2012; Black & Hawks, 2009).

Gambar. A.1 rongga pleura: diantara pisceral dan varietal pleura. Sumber: Lechner,
Andrew J., Matuschak, George M., & Brink, David S. 2011. Respiratory: An
Integrated Approach to Disease. New York: Mcgraw-Hill.
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura (Price & Wilson, 2006). Cairan pleura normalnya merembes secara terus
menerus ke dalam rongga dada dari kapiler-kapiler yang membatasi pleura parietalis
dan diserap ulang oleh kapiler dan sistem limfatik peura viseralis. Kondisi apapun
yang mengganggu sekresi atau drainase dari cairan ini akan menyebabkan efusi
pleura (Black & Hawks, 2009)..
Efusi pleura biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Sercara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15 ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa
adanya friksi/perpecahan. Efusi pleural mungkin merupakan komplikasi gagal jantung
kongesif, tuberkulosis, pneumonia, infeksi paru (terutama virus), sindom nefrotik,
penyakit jaringan ikat, dan tumor neoplastik. Karsinoma bronkogenik adalah
malignansi yang paling umum berkaitan dengan efusi pleural. Efusi pleural dapat juga
tampak pada sirosis hepatis, embolisme paru, dan infeksi parasitik (Smeltzer & Bare,
2001).

Gambar. A.2 pengumpulan cairan dalam rongga pleura. Sumber: Smeltzer, Suzanne
C. O’Connell., & Bare, Brenda G. 2010. Handbook for Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical-Surgical Nursing. USA: Wolters Kluwer Health.

2. Klasifikasi
Efusi pleura dibagi menjadi 2, yaitu: (Morton, 2012; Smeltzer & Bare, 2001)
a. Efusi pleura transudat
Transudat (filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh)
terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan
pleural terganggu. Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor sistemik yang
mempengaruhi produksi dan absorbs cairan pleura seperti (gagal jantung
kongestif, atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dialysis peritoneum).
b. Efusi pleura eksudat
Eksudat terjadi akibat peradangan atau infiltrasi pada pleura atau jaringan yang
berdekatan dengan pleura. Kerusakan pada dinding kapiler darah menyebabkan
terbentuknya cairan kaya protein yang keluar dari pembuluh darah dan bekumpul
pada rongga pleura. Bendungan pada pembuluh limfa juga dapat menyebabkan
efusi pleura eksudatif. Penyebab efusi pleura eksudat seperti pneumonia,
empiema, penyakit metastasis (mis. Kanker paru, payudara, lambung, atau
ovarium), hemotorak, infark paru, keganasan, rupture aneurisma aorta.

3. Etiologi
Efusi pleural adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi
cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh
satu dari lima mekanisme berikut (Morton, 2012):
1. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
2. Peningkatan permiabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4. Peningkatan tekanan negative intrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Penyebab efusi pleura
1. Infeksi
 Tuberculosis
 Pneumonitis
 Abses Paru
 Perforasi esophagus
2. Noninfeksi
 Karsinoma paru
 Karsinoma pleura : primer, sekunder
 Karsinoma mediastinum
 Tumor ovarium
 Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditis konstriktiva
 Gagal hati
 Gagal ginjal
 Hipotiroidisme
 Kilotoraks
 Emboli paru

4. Patofisiologi
Kelebihan cairan pleura dapat berupa transudat, terbentuk ketika tekanan kapiler
tinggi atau protein plasma rendah, atau eksudat, hasil peningkatan permeabilitas
kapiler. Gagal jantung merupakan faktor yang mempresipitasi yang paling umum
dalam pembentukan transudat; juga dapat menyertai gagal ginjal, nefrosis, gagal hati,
dan malignansi. Eksudat, cairan kaya protein, terlihat dengan proses inflamasi seperti
infeksi, inflamasi sistemik (mis., artritis reumatoid atau lupus eritematosus sistemik),
infark paru (menyebabkan ke nekrosis jaringan dan respons inflamasi), dan
malignansi (Huether & McCance, 2008).
Pengumpulan cairan pleura lainnya, antara lain empiema, pus dalam rongga
pleura; hemotoraks, adanya darah dalam rongga; efusi pleura hemoragik, campuran
darah dan cairan pleura; dan kilotoraks, pengumpulan limfe di ruang pleura. Pada
orang dewasa, kilotoraks dapat hasil dari pembedahan toraks atau penempatan kateter
sentral pada salah satu vena besar (Huether & McCance, 2008).
Efusi pleura besar menekan jaringan paru yang berdekatan. Hal ini menyebabkan
manifestasi khas dispnea. Nyeri dapat terjadi, meskipun dengan proses inflamasi
nyeri pleuritik sering kali mereda dengan pembentukan efusi, karena cairan
mengurangi friksi antara pleura visceral dan parietal yang mengalami inflamasi.
Suara napas menurun atau tidak ada, dan nada perkusi tumpul terdengar di seluruh
area yang terkena. Gerakan dinding dada dapat terbatas (LeMone, et al. 2016).
Sumber: Nurarif, Amin H & Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jakarta:
MediaAction.
5. Manifestasi Klinis
Smeltzer & Bare (2001) mengemukakan bahwa biasanya manifestasi klinis efusi
pleura adalah disebabkan oleh penyakit dasar. Adapun manifestasi klinisnya menurut
Nurarif & Kusuma (2015) adalah sebagai berikut.
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
nafas.
b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

Gambar. A.3 garis ellis damoiseu, segitiga garland, dan segitiga Grocco-Rochfusz.
Sumber: Berman, Audrey. 2012. Kozier & Erb’s fundamentals of nursing : concepts,
process, and practice. USA: Pearson Education.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologik (Rotgen Dada)
Djojodibroto (2009) menjelaskan bahwa gambaran radiografik efusi pleura
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: jumlah cairan yang terdapat dalam rongga
pleura, posisi pengamilan, keadaan cairan efusi (bebas atau terperangkap), dan
ada tidaknya kelainan parenkim paru. Jika jumlahnya sedikit, cairan efusi akan
terdeposisi pada daerah subpulmonal sehingga foto anteroposterior akan
memberikan kesan adanya kenaikan hemidiafragma. Untuk cairan yang hanya
sedikit ini, hanya foto lateral yang sensitif sebab hanya dengan jumlah sebanyak
175 ml saja cairan sudah dapat menyebabkan penumpukan angulus kostofrenikus
lateralis. Pada cairan efusi yang banyak, dan jika tidak ada kelainan parenkim
paru, cairan akan mengisi seluruh daerah yang rendah.

Gambar. A.4 gambaran rotgen thoraks pada efusi pleura. Sumber: Lechner,
Andrew J., Matuschak, George M., & Brink, David S. 2011. Respiratory: An
Integrated Approach to Disease. New York: Mcgraw-Hill.
b. Ultrasonografi
Penggunaan ultrasonografi pada penyakit paru terbatas untuk membantu
mendeteksi pengumpulan cairan misalnya pada efusi pleura yang tersekat-sekat
dan untuk memandu melakukan biopsi atau fungsi cairan. Ultrasobografi dapat
digunakan untuk membedakan penebalan pleura dengan efusi pleura
(Djojodibroto, 2009).
c. Thorakosentesis/torasentesis
Jika penyebab efusi pleura tidak tampak, torasentesis dapat dilakukan.
Torasentesis merupakan prosedur invasif tempat cairan (atau terkadang udara)
diambil dari ruang pleura dengan jarum. Cairan yang diaspirasikan dianalisis
untuk penampilan, hitung sel, kandungan protein dan glukosa, adanya enzim
seperti LDH dan amilase, sel abnormal, dan kultur (LeMone, et al. 2016).
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) torakosentesis / pungsi pleura untuk
mengetahui kejernihan, warna, tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura
diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8.
Ketika efusi pleura signifikan dan mengganggu respirasi, torasentesis
merupakan terapi pilihan untuk mengeluarkan cairan. Torasentesis dapat
dilakukan disisi tempat tidur, di ruang prosedur, atau pada tatanan rawat jalan.
Anestesi lokal digunakan dan prosedur memerlukan waktu kurang dari 30 menit
untuk selesai. Perkusi, auskultasi, radiografi, atau ultrasonografi digunakan untuk
melokasi efusi dan tempat pemasangan jarum. Jumlah cairan yang dikeluarkan
terbatas hingga 1200-1500 mL pada satu waktu untuk mengurangi risiko kolaps
kardiovaskular dari pengambilan cepat terlalu banyak cairan (LeMone, et al.
2016).
d. Analisis cairan pleural

Gambar A.5 analisis cairan pleural merupakan salah satu pemeriksaan penunjang
penyakit efusi pleura. Sumber: https://josephinewidya.wordpress.com.
Djojodibroto (2009) memaparkan bahwa Cairan pleural secara makroskopis
diperiksa warna turbiditas, dan baunya. Transudat biasanya jernih transparan,
berwarna kuning jerami, dan tidak berbau. Cairan pleura menyerupai susu
biasanya mengandung kilus (kilotoraks). Cairan yang berbau busuk dan
mengandung nanah biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri anaerob, cairan yang
berwarna kemerahan biasanya mengandung darah, jika berwarna coklat biasanya
karena amebiasis. Sel darah putih dalam jumlah banyak, dan peningkatan
kolesterol atau trilgliserida akan membuat cairan pleura menjadi keruh (turbid).
Setelah dilakukan sentrifugasi, supernatan empiema menjadi jernih dan kuning,
sedangkan efusi klitoraks akan tetap seperti berawan setelah dilakukan
sentrifungasi. Efusi pleura yang mengandung banyak darah (100.000 eritrosit/ml)
menimbulkan dugaan adanya: trauma, keganasan, atau emboli paru. Cairan pleura
yang kental dan mengandung darah biasanya disebabkan karena keganasan. Jika
hematokrit cairan pleura melebihi 50% dari hematokrit darah perifer, dapat
dikatakan sebagai hemotoraks.
Untuk membedakan transudat dan eksudat digunakan Kriteria Light, yaitu:
cairan efusi dikatakan transudat jika memenuhi dua dari tiga kriteria
(Djojodibroto, 2009):
a. Rasio kada protein cairan efusi pleura/kadar protein serum < 0,5
b. Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase laktat (LDH) < 0,6
c. LDH cairan pleura <⅔ batas atas normal LDH serum.
Jika angka tersebut terlampaui, efusi pleura termasuk jenis eksudat.
Akan tetapi, penggunaan kriteria light masih dapat menyesatkan, misal-nya
transudat dikatakan eksudat. Untuk hal ini, harus diperiksa perbedaan kandungan
albumin pada serum dengan kandungan albumin pada cairan pleura. Jika
perbedaannya melebihi1,2 gram per 100 ml, caira pleura termasuk transudat.
Secara kasar efusi pleura dapat dikatakan transudat jika kadar proteinnya
<3gram/100mL dan berat jenisnnya <1,016, sedangkan efusi pleura dikatakan
eksudat jika kadar proteinnya >3gram/100 mL dan berat jenisnya >1,016.
e. Biopsi Pleura
Berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura melalui biopsi jalur
perkutaneus. Biopsi ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau
kuman penyakit, biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura (Muttaqin,
2008).

7. Penatalaksanaan
Smeltzer & Bare (2001) berpendapat bahwa tujuan penatalaksanaan adalah
menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk
menghilangkan ketidaknyamanan serta dispnea. Pengobatan spesifik ditujukan pada
penyebab dasar (mis., gagal jantung kongesif, pneumonia, sirosis).
a. Tirah baring
Bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan aktivitas
akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu akan semakin meningkat
pula (Nurarif & Kusuma (2015).
b. Thorakosentesis/torasentesis

Gambar A.6 Thorakosentesis. Sumber: https://josephinewidya.wordpress.com.


Dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan spesimen guna
keperluan analisis, dan untuk menghilangkan dispnea. Namun bila penyebab
dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu.
Torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan
kadang pneumotoraks. Dalam keadaan ini pasien mungkin diatasi dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke sistem drainase
water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan
paru (Smeltzer & Bare, 2001).
Prosedur Torakosentesis:
1) Penderita duduk dengan posisi tegak atau bahunya disandarkan pada bantal
atau duduk memeluk bantal.
2) Tentukan tinggi cairan pleura dengan tindakan perkusi dinding toraks.
3) Tentukan tempat pungsi, yaitu ruang interkostal/ICS 6, 7, atau 8 pada linea
aksilaris posterior (ICS 8 biasanya terletak setinggi ujung skapula).
4) Pakailah sarung tangan steril, lalu lakukan tindakan aseptik dan antiseptik
pada daerah tempat akan dipungsi dengan larutan bethadine dan alkohol 70%.
5) Tutup daerah yang akan dipungsi dengan doeck steril.
6) Tusuk dinding toraks dengan jarum (abbocath) no 16 lalu pungsi cairan
pleura dengan menggunakan syringe sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke
dalam botol-botol steril.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotic dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi antibiotic
diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman (Nurarif & Kusuma (2015).
d. Pleurodesis
Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik secara
kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi
cairan maupun udara dalam rongga pleura. Tindakan tersebut umumnya
diindikasikan untuk efusi pleura maligna dan pneumotoraks spontan. Tidak ada
kontraindikasi absolut untuk pleurodesis, namun perlu dipertimbangkan
kemungkinan tingkat keberhasilan prosedur serta risikonya agar pasien mendapat
manfaat optimal dari tindakan ini.
Telah dikenal banyak macam agen sklerosis seperti tetrasiklin, doksisiklin,
minosiklin, bleomisin, kuinakrin, (diberikan melalui selang interkostalis untuk
melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali) dan
darah pasien sendiri namun yang sering digunakan adalah talk karena murah,
cukup efektif, serta komplikasi yang minimal. Pleurodesis menggunakan talk
tidak membutuhkan anestesia umum maupun intubasi trakea. Sebelum prosedur,
perlu dilakukan evaluasi pasien meliputi foto toraks, bronkoskopi bila
memungkinkan, anamnesis dan pemeriksaan fisik ulang, menilai kembali
hasillaboratorium, serta insersi chest tube bila belum terpasang. Talk dimasukkan
ke rongga pleura melalui chest tube dan pasien diminta bernapas beberapa kali
agar larutan talk tertarik ke rongga pleura. Setelah prosedur, perlu dilakukan foto
toraks dan pemantauan tanda vital, drainase chest tube harian, kebocoran udara,
serta kontrol nyeri. Komplikasi yang mungkin timbul meliputi nyeri, takikardia,
takipnea, pneumonitis, demam, ekspansi paru inkomplit, serta reaksi alergi (Amin
& Masna, 2007).
8. Discharge Planning
a. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
b. Kebutuhanistirahat terpenuhi.Paisen beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam
perhari.
c. Anjurkan jika mengalami gejala-gejala gangguan pernapasan seperti sesak
nafas,nyeri dada segera ke dokter atau perawat yang merawatnya
d. Menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
e. Tidak melakukan kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti
merokok,minum-minuman berakohol
f. Menjaga kebersihan luka post WSD
Menjaga kebersihan ruang tempat tidur,udara dapat bersikulasi dengan baik
(Nurarif & Kusuma (2015).

B. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Efusi Pleura


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tandatanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
 Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
 Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.
h. Pola nutrisi dan metabolisme
 Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien,
 Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
 Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien
dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
i. Pola eliminasi
 Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS.
 Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed
rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada
struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
degestivus.
j. Pola aktivitas dan latihan
 Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
 Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
 Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya
nyeri dada.
 Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
k. Pola tidur dan istirahat
 Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
 Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah
yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang
mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
l. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk
mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
 Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis.
RR cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
 Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
 Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat
batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke
medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-
Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang
jelas di punggung.
 Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada
kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
 Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
 Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu
juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
 Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
 Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
 Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak,
selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau
massa.
 Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35kali per menit.
 Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
 Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan
akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta,
tumor).
5) Sistem Neurologis
 Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau
somnolen atau comma
 Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
 Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
 Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
 Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.
 Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
 Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya
lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak
cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.
 Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,
hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang
ANALISA DATA
No Kelompok Data Etiologi Masalah
1. DS menurunnya ekspansi Ketidakefekti
klien mengatakan sesak napas. paru fan pola
DO : sekunder terhadap pernapasan
Dispnea, perubahan frekuensi penumpukan cairan
pernapasan, Pernapasan sukar, dalam rongga pleura
Ortopnea, Takipna, hiperpnea,
Pernafasan disritmik
Dada simetris,cembung pada sisi
kiri pergerakan dada menurun pada
sisi kiri ,
Diafragma kiri sulit dinilai
2. DS : Gangguan frekuensi Nyeri akut
Klien mengatakan sesak dan dada jalan nafas
terasa nyeri pada bagian kiri (skala
nyeri 5 )
DO :
gangguan kosentrasi, Sesak nafas ,
Batuk produktik, Secret , Agitasi,
menggosokbagian yang nyeri,
Imobilitas, Gangguan kosentrasi,
Mengatupkan rahang/mengepalkan
tangan., Terdapat nyeri tekan pada
dada kiri
3. DS : Sesak napas Imsomnia
Klien mengeluh susah tidur, (susah tidur)
DO :
Klien tampak kurang bergairah,
Afek tamapk berubah, Perubahan
pada pola tidur
4. DS : Ancaman kematian Ansietas
Klien mengatakan merasa cemas
tentang penyakit yang di deritanya
DO:
Pasien selalu menanyakan
keadaannya, Pasien trlihat cemas,
Kontak mata yang buruk, Gugup,
Melihat sepintas, Tampak waspada

2. Diagnosa
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri, ansietas, posisi tubuh,
kelelahan dan hiperventilasi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan efusi pleura.
c. Insomnia berhubungan dengan adanya sesak napas dan nyeri.
d. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik dan rencana pengobatan.

3. Intervensi
No. DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA HASIL
1. Ketidakefektifan Tujuan / Hasil Pasien Mandiri :
pola napas (kolaboratif) : 1.Identifikasi etiologi / pemahaman
berhubungan Meningkatkan / faktor pencetus, contoh penyebab
dengan nyeri, mempertahankan kolaps spontan, kolaps paru
ansietas, posisi ekspansi paru untuk trauma, keganasan, perlu untuk
tubuh, kelelahan Oksigenasi / ventilasi infeksi, komplikasi pemasangan
dan hiperventilasi adekuat. ventilasi mekanik. selang dada
Kriteria: Pola 2. Evaluasi fungsi yang tepat dan
pernapasan yang efektif, pernapasan, catat memilih
ekspansi dada normal, kecepatan / pernapasan tindakan
dan tidak terjadi nyeri. serak,dispnea, keluhan terpeutik lain.
“ lapar udara ”
terjadinya sianosis, distress
perubahan tanda vital. pernapasan
3. Awasi kesesuaian dan
pola pernapasan bila perubahan
menggunakan ventilasi tanda vital
mekanik. Catat dapat terjadi
perubahan tekanan sebagai akibat
udara. stress
fisiologis dan
nyeri atau
4. Awasi pasang- dapat
surutnya air menunjukkan
penampung. Catat terjadinya
apakah perubahan syok
menetap atau
sementara. kesulitan
bernapas
dengan
5. Posisikan sistem ventilator dan
drainase selang untuk / atau
fungsi optimal, contoh peningkatan
koil selang ekstra di tekanan jalan
tempat tidur, yakinkan napas diduga
selang tidak terlipat memburuknya
atau menggantung di kondisi
bawah saluran komplikasi
masuknya ke wadah (misalnya
drainase. Alirkan rupture
akumulasi drainase spontan dari
bila perlu. bleb,
terjadinya
6. Catat karakter / pneumotorak)
jumlah selang dada. botol
penampung
bertindak
7. Awasi/gambarkan sebagai
seri GDA dan nadi manometer
oksimetri. Kaji intra pleural (
kapasitas ukuran
vital/pengukuran tekanan
volume tidal. intrapleural);s
8. Ajarkan napas ehingga
dalam fluktuasi (
9. Latih individu pasang surut )
bernapas berlahan dan menunjukan
efektif perbedaan
tekananantara
inspirasi dan
ekspirasi.
Kolaborasi : posisi tak
1. Kaji seri foto torak. tepat
2. Konsultasi dengan ataupengump
ahli terapi pengobatan ulan bekuan /
dan dokter jika terjadi cairan pada
gagal bernapas dalam selang
proses pengobatan mengubah
tekanan
negativyang
diinginkan
dan membuat
evakuasi
udara / cairan.
berguna
dalam
mengevaluasi
perbaikan
kondisi /
terjadinya
komplikasi /
perdarahanya
ng
memerlukan
upaya
intervensi.
mengkaji
status
pertukaran
gas dan
ventilasi,
perlu untuk
kelanjutan
atau gangguan
dalam terapi.
Memungkinka
n pernapasan
terkontrol
efektif

Meningkatkan
pernapasan
efektif
mengawasi
kemajuan
perbaikan
hemotorak /
pneumotorak
dan ekspansi
paru.
Mengidentifia
si kesalahan
posisi selang
endotrakeal
mempengaruh
i inflasi paru.
Ahli terapi
pernapasan
adalah
spesialis
dalam
perawatan
pernapasan
dan biasanya
dilakukan
sesuai dengan
hasil
pemeriksaan
fungsi paru
dan fasilitas
pengobatan
yg ada
2. Nyeri akut Tujuan:Mendemonstra Mandiri :
berhubungan sikan bebas dari nyeri. 1. Amati perubahan Untuk
dengan efusi Kriteria : Tidak terjadi suhu setiap 4 jam mengidentifik
pleura nyeri, Napsu makan asi kemajuan-
menjadi normal, kemajuan
ekspresi wajah rileks, 2. Amati kultur sputum yang terjadi
dan suhu tubuh normal. maupun
penyimpanga
3. Berikan tindakan n yang terjadi
untuk memberikan rasa Untuk
nyaman seperti mengidentifik
mengelap bagian asi kemajuan-
punggung pasien, kemajuan
mengganti alat tenun yang terjadi
yg kering setelah maupun
diaforesis, memberi penyimpanga
minim hangat, n yang terjadi
lingkungan yg tenang Tindakan
dgn cahaya yg redup tersebut akan
dan sedatif ringan jika meningkatkan
dianjurkan berikan relaksasi.
pelembab pada kulit Pelembab
dan bibir. membantu
4. Lakukan tindakan- mencegah
tindakan untuk kekeringan
mengurangi demam dan pecah-
seperti : pecah di
- Mandi air hangat mulut dan
- Kompres air hangat bibir.
- Selimut yg tidak
terlalu tebal
- Tingkatkan masukan
cairan
Kolaborasi :
1. Konsul pada dokter
jika nyeri dan demam Mandi dgn air
tetap ada atau mungkin dingin dan
memburuk. selimut yg tdk
2. Berikan antibiotik terlalu tebal
sesuai dengan anjuran memungkinka
dan evaluasi n terjadinya
keefektifannya pelepasan
panas secara
konduksi dan
evaporasi
(penguapan).
Cairan
membantu
mencegah
dehidrasi
karena
meningkatnya
metabolisme.
Analgesik
membantu
mengontrol
nyeri dengan
memblok
jalan rangsang
nyeri. Nyeri
pleuritik yg
berat sering
kali
memerlukan
analgetik
narkotik
untuk
mengontrol
nyeri lebih
efektif
Hal tersebut
merupakan
tanda
berkembagny
a komplikasi.
3. Insomnia Tujuan : Setelah 1. Lakukan koliborasi Dengan
berhubungan dilakukan tindakkan dengan dokter dalam penambahan
dengan adanya perawatan diharapakn pemberian oksigen dan sublay
sesak napas dan tidur terpenuhi sesuai analgesic O2 diharapkan
nyeri kebutuhan sesak nafas
Kriteria : klien 2.Beri suasana yang berkurang
mengatakan sudah nyaman pada klien sehingga klen
dapat tidur. dan beri posisi yang dapat istirahat
menyenangkan yaitu Suasana yang
kepala lebih tinggi nyaman
mengurangi
rangsangan
ketegangan
3. Berikan penjelasan dan sangat
terhadao klien membantu
pentingnya istirahat untuk
tidur. bersantai dan
dengan posisi
4. Tingkat relaksasi lebih tinggi
menjelang tidur. diharapkan
membantu
5. Bantu klien untuk paru – paru
melakukan untuk
kebiasaannya melakukan
menjelang tidur. ekspansi
optimal.
dengan
penjelasan
diharapkan
klien
termotivasi
untuk
memenuhi
kebutuhan
istirahat
secara
berlebihan.
Diharapkan
dapat
mengurangi
ketegangan
otot dan
pikiran lebih
tenang:
Dengan tetap
tidak
mengubah
pola
kebiasaan
klien
mempermuda
h klien untuk
beradaptasi
dengan
lingkungan.
4. Ansietas Tujuan:Memberikan
berhubungan informasi tentang
dengan kurang proses penyakit,
pengetahuan program pengobatan
tentang kondisi, Kriteria: Peningkatan
pemeriksaan pengetahuan pasien
diagnostik dan terhadap kondisi
rencana penyakit dan
pengobatan pengobatan,
meningkatkan rasa
nyaman serta
mengurangi dispnea

4. Implementasi
Menurut Doenges (1998) implementasi adalah tahap keempat dari proses
keperawatan dimana rencana perawatan dilaksanakan; melaksanakan
intervensi/aktivitas yang telah ditentukan. Pada tahap ini, artinya perawat siap untuk
melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan pasien. Sedangkan menurut Setiadi (2012) implementasi merupakan
pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan.

5. Evaluasi
a. Ekspansi paru untuk Oksigenasi/ventilasi adekuat
b. Nyeri teratasi.
c. Tidur terpenuhi sesuai kebutuhan.
d. Informasi tentang proses penyakit, program pengobatan tersampaikan
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli & Masna, Ina A. K. 2007. Indikasi dan Prosedur Pleurodesis. Indonesia:
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Dalam Koleksi: Majalah kedokteran Indonesia
(The Journal of The Indinesia Medical association) vol.57 no.4.
Bilotta, Kimberly A. J. 2012. Kapita Selekta Penyakit: dengan Implikasi Keperawatan ed. 2.
Edisi Bahasa Indonesia oleh: Wuri Praptiani & Barrarah Widiarti. Jakarta: EGC.
Berman, Audrey. 2012. Kozier & Erb’s fundamentals of nursing : concepts, process, and
practice. USA: Pearson Education.
Black, Joyce M. & Hawks, Jane H. 2009. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Medika.
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E. 1998. Aplication of Nursing Process and Nursing Diagnosis: An
Interactive Text for Diagnostic Reasoning. Jakarta: EGC.
https://josephinewidya.wordpress.com/2013/04/
Huether, S. E., & McCance, K. L. 2008. Understanding Pathophysiology. St. Louis: Mosby
Elsevier.
Lechner, Andrew J., Matuschak, George M., & Brink, David S. 2011. Respiratory: An Integrated
Approach to Disease. New York: Mcgraw-Hill.
LeMone, Priscila, et al. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa oleh: Wuri
Praptiani. Jakarta: EGC.
Morton, Gallo H. 2012. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin H & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jakarta: MediaAction.
Preston, Wendy & Kelly, Carol. 2017. Respiratory nursing at a glance. England: Willey
Blackwell.
Price, Sylvia Anderson., & Wilson, Lorraine McCarty. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Setiadi. 2012. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan: Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Smeltzer, Suzanne C. O’Connell., & Bare, Brenda G. 2010. Handbook for Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical-Surgical Nursing. USA: Wolters Kluwer Health.
Smeltzer, Suzanne C. O’Connell., & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa oleh Agung Waluyo. Jakarta: EGC.

Você também pode gostar