Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Ulufun Na’imah
Mahasiswa FEBI, UIN SUNAN KALIJAGA
Email : ulufunnaimah@ymail.com
Abstraksi
Paper ini bertujuan untuk menganalisis struktur dan kinerja industri tekstil di Indonesia.
Metode yang digunakan lebih bersifat deskriptif dengan menghitung indikator struktur
dan kinerja sektor industri tekstil dari tahun 2005 sampai 2009. Data yang digunakan
bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan publikasi Bank Indonesia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa struktur industri tekstil cenderung oligopoli ketat.
Adapun kinerja industri cenderung efisien secara alokatif. Hal ini mengindikasikan
bahwa persaingan harga di antara perusahaan tekstil cukup tinggi.
A. Latar Belakang
Industri adalah kumpulan produsen yang menjual produk sejenis atau hampir
homogen. Industri merupakan sektor yang penting dalam perekonomian nasional suatu
negara. Pada negara maju, industri adalah sektor yang dominan. Sedangkan di Indonesia
sendiri, sektor industri terus dikembangkan oleh pemerintah. Penyerapan tenaga kerja
Indonesia di sektor industri masih rendah, di bawah pertanian, perdagangan,
pengangkutan dan jasa. Berdasarkan Outlook Ekonomi Indonesia 2008 – 2013,
pertanian menyerap tenaga kerja sebesar 41 persen, perdagangan sebesar 21 persen,
pengangkutan sebesar 6 persen dan jasa-jasa lain sebesar 12 persen. Di antara berbagai
macam industri, industri tekstil termasuk yang menyerap tenaga kerja yang besar.
Dilihat dari komposisinya, industri tekstil termasuk industri yang mendominasi
di Indonesia. Lebih dari 50% dari industri besar dan sedang adalah industri yang
bergerak di Industri Makanan dan Minuman, Tekstil, Pakaian Jadi, dan Furnitur.
Jumlah industri tekstil sebesar 2.809 pada tahun 2006 dan menurun menjadi 2.601 pada
tahun 2009. Dengan peningkatan jumlah industri tersebut, maka secara otomatis jumlah
tenaga kerja yang diserap pun juga semakin menurun. Jumlah tenaga kerja menurun dari
544.142 orang pada tahun 2006 menjadi 498.005 pada tahun 2009. (Kemenperin.go.id.)
Penurunan di sektor industri dapat dipengaruhi atau mungkin berpengaruh pada
struktur dan kinerja pasar di sektor tersebut. Oleh karena itu, paper ini dibuat untuk
menganalisis struktur dan kinerja pasar dalam industri tekstil. Struktur suatu sektor
dapat ditunjukkan oleh Concentration Ratio (CR), dalam karya ilmiah ini, yang dipakai
adalah CR2, CR4, dan CR 8. Sedangkan untuk mengetahui kinerjanya, dapat dilihat dari
PCM-nya(Price Cost Margin).
B. TINJAUAN PUSTAKA
Aliran SCP (Structure-Conduct-Performance) dikemukakan oleh Mason (1939)
dan Joe S. Bain (1943). Bain melakukan penelitian tentang struktur dan kinerja pasar
pada tahun 1956 dan menuangkan hasil penelitiannya dalam bukunya yang berjudul
“Barriers to New Competition”. Penelitiannya bertujuan menguji hipotesis teori
oligopoli. Hasil penelitiannya adalah kekuatan pasar meningkat saat konsentrasi pasar
meningkat dan hambatan masuk tinggi. Karena penelitiannya ini, Bain dianggap sebagai
Bapak Aliran SCP, namun Bain sendiri menganggap bahwa Mason-lah yang pantas
dianggap sebagai Bapak Aliran SCP karena pemikiran-pemikirannya banyak
dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Mason.
Gambar 1 menjelaskan bahwa struktur mempengaruhi perilaku pasar. Struktur
pasar sendiri dapat dilihat dari jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk,
hambatan keluar-masuk, integrai vertikal, diversifikasi, dan struktur biaya. sedangkan
perilaku pasar dapat dilihat dari strategi harga, kolusi, merger, advertising, investasi
pabrik, strategi produk, strategi hukum, dan R&D. Kemudian perilaku pasar
mempengaruhi kinerja pasar. Kinerja pasar dapat dilihat dari efisiensi alokatif, efisiensi
produksi, tingkat pengembangan teknologi, kualitas dan pelayanan, serta keadilan.
Sedangkan kebijakan pemerintah mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja dalam
pasar.
Gambar 1
Pola Struktur-Perilaku-Kinerja
Sumber : Diana Yoseva, 2009. “Peranan Pesaing Asing dalam Persaingan pada
Pasar Industri Manufaktur Domestik”. Jurnal Persaingan Usaha : Jurnal Komisi
Pengawas Persaingan Usaha, Edisi 1 Tahun 2009. Indonesia
Saat ini, hubungan struktur-perilaku-kinerja tidak hanya sebatas
hubungan linier. Yang terjadi adalah struktur dan perilaku saling mempengaruhi.
Struktur dan perilaku akan berpengaruh pada kinerja yang kemudian akan
mempengaruhi laba yang diperoleh.
Gambar 2
Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja yang Saling Mempengaruhi
Perkembangan
Teknologi Laba
Struktur
Perilaku
Sumber : Martin(1999)
Usaha
Penjualan
1. Struktur Pasar
Terdapat beberapa ukuran yang dapat digunakan sebagai proksi dari MES yaitu:
2. Perilaku Pasar
Menurut Hasibuan (1993), perilaku didefinisikan sebagai pola tanggapan dan
penyesuaian suatu industri dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Perilaku perusahaan
dalam suatu industri akan menarik diamati apabila perusahaan berada dalam suatu
industri yang mempunyai struktur tidak sempurna. Struktur persaingan sempurna
menyebabkan perusahaan tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan harga pasar
(Martin,1994).
Struktur pasar dapat mempengaruhi perilaku pasar dalam hal mempengaruhi
organisasi internal perusahaan (kebijakan-kebijakan tenaga kerja, kondisi kerja, faktor-
faktor yang mempengaruhi alokasi sumber daya perusahaan dan produk yang
diproduksi untuk kemudian ditawarkan oleh perusahaan). Perilaku pasar dapat dilihat
dari desain dan diferensiasi produk yang dimiliki, cara menentukan harga, dan strategi-
strategi.
3. Kinerja Pasar
Kinerja dipengaruhi oleh struktur dan perilaku dalam pasar. Kinerja cnderung
identik dengan seberapa besar perusahaan menguasai pasar dan jumlah keuntungan
yang didapatkan. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pasar yaitu PCM
(Price Cost Margin). Semakin besar PCM menunjukkan harga jual yang lebih tinggi
dari biaya sehingga kinerjanya semakin buruk. Variabel-variabel dalam PCM yaitu
tingkat kompetisi perusahaan domestik, barriers to entry, dan kelangkaan input (input
scarcity).
C. METODOLOGI
Ruang lingkup penelitian dibatasi dari tahun 2005 hingga 2009. Data mengenai
tingkat konsentrasi dan efisiensi industri tekstil berasal dari Badan Pusat Statistik
(BPS). Sedangkan data mengenai tingkat Minimum Efficient Scale (MES) diambil dari
Outlook Ekonomi Indonesia 2008 – 2013 (2008). Commented [H2]: Perhatikan cara menulis kutipan
Untuk mengukur kinerja pasar, digunakan indikator PCM. PCM dihitung dari
selisih output dan biaya marginal dibagi output. Kemudian diperoleh persamaan satu
dikurangi hasil dari input dibagi output . Atau bisa ditulis sebagai berikut :
𝑝−𝑀𝐶 𝑝−𝐶 𝑝 𝑐 𝑐
𝑃𝐶𝑀 = == = − =1− (1)
𝑝 𝑝 𝑝 𝑝 𝑝
c = input, p = output
Tabel 2
Tingkat Konsentrasi Industri Tekstil Indonesia
CR 2 CR4 CR8
Jenis Industri
2008 2009 2008 2009 2008 2009
Benang pintal 0,22 0,20 0,37 0,27 0,48 0,39
Benang jahit 0,50 0,75 0,66 0,89 0,86 0,97
Kain cetak 0,27 0,51 0,46 0,64 0,66 0,82
Batik 0,46 0,29 0,55 0,33 0,63 0,40
Tekstil selain pakaian jadi 0,30 0,09 0,36 0,16 0,45 0,29
Tekstil untuk kesehatan 0,82 0,70 0,85 0,85 0,90 0,93
Tekstil untuk kosmetika 0,52 0,74 0,81 0,95 1,00 1,00
Bordir 0,18 0,23 0,31 0,28 0,43 0,35
Non women 0,77 0,61 0,91 0,84 1,00 1,00
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5 2001
2006
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Benang dan kain Permadani Perajutan Kapuk
Kode Tahun
Uraian
Industri 2005 2006 2007 2008 2009
171 Benang dan kain 0,74 0,65 0,61 0,70 0,63
172 Permadani 0,70 0,62 0,66 0,63 0,62
173 Perajutan 0,59 0,52 0,77 0,70 0,72
174 Kapuk 0,78 0,70 0,60 0,71 0,68
Sumber : Data BPS
Dari rumus (1) dapat diketahui PCM-nya sebagai berikut :
Tabel 5
PCM Industri Tekstil Indonesia
GKode Tahun PCM
Uraian
Industri 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
171 Benang dan kain 0,26 0,35 0,39 0,30 0,37 0,33
172 Permadani 0,30 0,38 0,34 0,37 0,38 0,35
173 Perajutan 0,41 0,48 0,23 0,30 0,28 0,34
174 Kapuk 0,22 0,30 0,40 0,29 0,32 0,31
Grafik 2
Tingkat PCM Industri Tekstil di Indonesia
2
1.8
1.6
1.4
2009
1.2
2008
1
2007
0.8 2006
0.6 2005
0.4
0.2
0
Benang dan kain Permadani Perajutan Kapuk
Dari tabel di atas, terlihat bahwa PCM rata-rata (dari tahun 2005-2009)untuk
keempat kelompok industri tekstil menunjukkan perkembangan yang berfluktuasi. PCM
rata-rata periode 2005-2009 untuk keempat industri manufaktur berada dalam kisaran
30%, dengan PCM tertinggi terdapat di industri permadani dan terendah terdapat di
industri kapuk. Kelompok dalam industri tekstil memiliki PCM rata-rata yang
cenderung rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kinerjanya cenderung efisien secara
alokatif.
F. Kesimpulan
Struktur pasar industri tekstil semakin bersifat oligopoly ketat, hal itu dilihat dari Commented [H3]: Oligopili ketat atau longgar?
tingkat konsentrasi dan nilai MES yang tinggi. Kinerjanya cenderung baik, hal itu
dilihat dari sebagian kelompok industri yang memiliki PCM rata-rata yang rendah, yaitu
sebesar 30%. Kemungkinan yang masuk akal terhadap kedua pernyataan di atas yaitu
terjadinya persaingan harga yang cukup tinggi di antara perusahaan-perusahaan dalam
industri tekstil sehingga dengan struktur pasar yang cenderung oligopoli, harga jualnya
masih cenderung rendah. Adapun kinerja industri cenderung efisien secara alokatif.
Referensi
Alfarisi, Dicky Ade, 2009. “Analisa Struktur Dan Kinerja Industri Pulp Dan Kertas
Indonesia”. Jurnal Persaingan Usaha : Jurnal Komisi Pengawas Persaingan
Usaha, Edisi 1 Tahun 2009, hal 61-92
Martin, S., 1994. Industrial Ecoomics : Economic Analysis and Public Policy. Edisi
Kedua. Prentice-Hall. New Jersey.
Naylah, Maal, 2010. Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Kinerja Industri Perbankan
Indonesia.
Tjahjono, Endy Dwi Dkk, 2008. Outlook Ekonomi Indonesia 2008 – 2013 : Organisasi
Industri dan Pembentukan Harga di Tingkat Produsen , Juli 2008.
Yoseva, Diana, 2009. “Peranan Pesaing Asing dalam Persaingan pada Pasar Industri
Manufaktur Domestik”. Jurnal Persaingan Usaha : Jurnal Komisi Pengawas
Persaingan Usaha, Edisi 1 Tahun 2009, hal 39-60.