Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
S
perdebatan, terlebih setelah pada
epanjang sejarah penyeleng-garaan
tahapan implementasi dari UU. tersebut
pemerintahan di Indonesia, otonomi
ternyata kemudian ditemukan adanya
daerah selalu menjadi masalah
kelemahan dan dampak negatif yang
sentral yang diperdebatkan oleh
ditimbulkan. Bukan tidak mungkin
berbagai kalangan. Ada era yang ditandai
perdebatan itu akan terus berlanjut
dengan pemberian otonomi yang seluas-
meskipun Undang-undang Nomor 32
luasnya dan ada era lain yang
tahun 2004 yang merupakan pengganti
mencatumkan pemberian otonomi yang
dari UU tersebut telah diterbitkan.
nyata, dinamis dan bertanggung jawab,
Mengapa demikian ? Menurut hemat
namun dengan kecenderungan yang lebih
penulis, tidak tertutup kemungkinan
mengarah pada pergeseran kuat menuju
suara sumbang terhadap keberadaan
pengutamaan dekonsentrasi.
kedua UU tersebut hanyalah fenomena
Otonomi daerah sesudah lengsernya
temporal sebagai dampak dari suasana
Suharto pada 21 Mei 1998 yang seiring
dan semangat reformasi yang sedang
dengan berhembusnya angin reformasi,
menggelinding termasuk euphoria-nya,
diselenggarakan dengan mengacu kepada
sekaligus sebagai bagian dari proses
Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun
penyesuaian kearah terciptanya
1999 tentang Pemerintahan Daerah.
keseimbangan-keseimbangan baru. Oleh
Dalam UU ini otonomi daerah
sebab itu dapat dikatakan bahwa untuk
ditempatkan secara utuh di Kabupaten/
memberikan penilaian plus/minus
Kota atas dasar otonomi luas, nyata dan
terhadap kedua UU tersebut diusianya
bertanggung jawab, dan pada daerah
yang relatif muda, masih terlalu dini,
otonom provinsi diselenggarakan atas
dan tidaklah fair apabila yang lebih
dasar otonomi terbatas. Saat ini acuan
banyak ditonjolkan semata
yang digunakan adalah Undang-undang
kelemahannya tanpa mengetengahkan
Nomor 32 tahun 2004 yang merupakan
hal-hal positif yang telah dicapai.
pengganti dari UU No.22 tahun 1999.
Namun demikian, juga sukar untuk
Sejak diundangkannya,(UU No.22
disangkal bahwa otonomi daerah yang
tahun 1999) kajian tentang format
antara lain dimaksudkan untuk
2 Government: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol. 1 No. 1, Juli 2008
berbagai ancaman yang timbul. Model saat ini alternatif terbaik dalam
sentralisasi jelas sulit dikembangkan pengelolaan negara adalah otonomi
untuk mencapai kinerja seperti itu, daerah. Oleh sebab itu, diperlukan
khususnya bagi Indonesia yang memiliki upaya berkesinambungan untuk terus
wilayah yang begitu luas, jumlah memantapkan konsep dan
penduduk yang besar, serta tingkat penyelenggaraannya. Pada sisi lain,
keragaman sosial budaya yang tinggi. diundangkannya Undang-undang Nomor
Oleh karena itu, satu-satunya pilihan 32 tahun 2004 sebagai revisi UU 22/99
yang tersedia adalah meneruskan sebagaimana diamanatkan dalam TAP
kebijakan desentralisasi dengan MPR No.IV tahun 2000, maka tidak
sepenuh hati, walaupun perlu digaris dapat dihindari hal tersebut tetap harus
bawahi, agar penerapan kebijakan ini dilaksanakan. Dalam hal ini intensitas
dilakukan secara berhati-hati agar tidak pelaksanaan otonomi seyogyanya dan
mengulang sejarah kelam Uni Soviet harus lebih ditingkatkan untuk
dan Yogoslavia. memberikan pengalaman yang lebih
Diingatkan bahwa otonomi daerah banyak dan pemahaman yang lebih
sebagai konsekwensi logis dari mendalam baik bagi aparatur
desentralisasi pemerintahan tidak hanya pemerintah, masyarakat, maupun bagi
menyangkut persoalan penyerahan stakeholder lainnya. Titik berat
wewenang dari pemerintah pusat intensitas pelaksanaannya, antara lain
kepada pemerintah daerah, tetapi dapat diarahkan pada peraturan
secara implisit didalamnya juga melekat perundang-undangan yang merupakan
tugas dan tanggung jawab yang cukup penjabaran UU tersebut, penguatan
berat dengan kelembagaan pemerintah dan
masyarakat, pemantapan manajemen
TUJUAN UTAMA UNTUK pemerintah nasional dan daerah
MENSEJAHTERAKAN RAKYAT. berdasarkan prinsip-prinsip good
Otonomi daerah memang membuka governance.
ruang untuk kebebasan dan demokrasi, Selain itu, dalam upaya
akan tetapi jangan dengan alasan demi menemukenali hal-hal yang menjadi
otonomi daerah, demi kebebasan dan pemicu terjadinya dampak negatif
demokrasi, kesejahteraan rakyat lalu dalam implementasi kedua UU tersebut,
terabaikan. Jika hal ini terjadi, maka maka nampaknya sudah perlu dilakukan
tidak mustahil perjalanan sejarah penelitian/ pengkajian secara
bangsa ini akan bermuara pada menyeluruh dan mendasar berbagai
disintegrasi. persoalan yang erat kaitannya dengan
Terlepas dari pro kontra terhadap kedua UU tersebut, termasuk UU politik
UU tersebut, bagaimanapun juga untuk dan produk hukum lainnya, sembari
4 Government: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol. 1 No. 1, Juli 2008
dengan apa yang dibutuhkan dan kita juga tidak bisa menutup mata
dirasakan oleh masyarakat desa. Hal bahwa implementasi dari otonomi
ini dimaksudkan agar pada saatnya dan demokratisasi desa tersebut,
kelak, masyarakat desa dapat masih berjalan tertatih-tatih dan
tampil sebagai pelaku utama bekerja dalam berbagai
pembangunan untuk dirinya sendiri, keterbatasan. Terdapat sejumlah
sehingga pelaksanaan pembangunan faktor yang yang potensial menjadi
desa bisa berjalan lebih efektif, penyebabnya antara lain adalah:
ketimbang pembangunan yang • Masih adanya pemahaman yang
dipaksakan dari atas tanpa sempit tentang otonomi
keterlibatan masyarakat desa dan termasuk otonomi desa, yang
elemen yang lain. seolah-olah hanya milik
Fenomena lain adalah pemerintah, bukan local
kecenderungan mulai terjadinya governance stakeholders yang
pergeseran dari dominasi peran mencakup pemerintah,
birokrasi ke arah penguatan peran masyarakat sipil dan swasta.
institusi masyarakat lokal dan/atau Pemahaman seperti ini
adat. Sebagai contoh, di Bali, dipengaruhi oleh penggunaan
Pemerintah Desa harus berbagi pendekatan yang berpusat pada
peran dengan Institusi Adat yang negara dengan penekanan pada
disebut Desa Adat dalam “bureaucratic power oriented”
penyelenggaraan pemerintahan dan atau “autonomy within
proses pembangunan. Desa adat bureaucracy” bukan dengan
selain dilibatkan dalam penerbitan pendekatan yang berpusat pada
identitas kependudukan dan proses masyarakat. Akibatnya otonomi
perizinan investasi, ia juga desa diartikan hanya sebatas
dilibatkan dalam berbagai operasi pembuatan peraturan desa yang
penertiban. Bahkan menurut merupakan otoritas Pemerintah
Dwipayana (2003) dalam beberapa Desa dan Badan Perwakilan
kegiatan penyelenggaraan pemerin- Desa, serta keharusan
tahan dan proses pembangunan, penegakannya di masyarakat,
Desa Adat nampaknya lebih dan bukan sebagai proses politik
“berwibawa” dibandingkan Desa sehari-hari.
dinas/Birokrasi desa. • Berbagai kebiasaan masa lalu
Kendati semangat otonomi dan yang sukar dihapuskan dan
demokratisasi desa pada tahap awal masih melekat di benak
telah berhasil dibangkitkan kembali sebahagian besar elemen desa.
oleh UU No.22/1999, akan tetapi Misalnya kebiasaan menunggu
Hasrat Arief Saleh, Kajian Tentang Pemerintahan Desa Perspektif Otonomi Daerah 13