Você está na página 1de 7

CYBERBULLYING PADA REMAJA INDONESIA

(studi analisis cyberbullying yang terjadi pada remaja di media sosial facebook)

Dosen : Dra. Dessy Hasanah Siti Asiah, M. Si

Disusun Oleh :
Salwa Azaria – 170310160033

ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2017
Abstrak
Adanya media sosial orang-orang membentuk sebuah ruang interaksi dunia maya
karena di dalam interaksi dunia maya terdapat berbagai kumpulan individu yang tidak
mengenal ras, agama ataupun status jabatan individu di dalamnya. Hal ini seperti makna yang
terkandung dalam ruang publik. Sesuatu yang menjadi ciri khas dari kebudayaan di dunia maya
adalah sifatnya yang selalu menggantungkan diri pada media sosial. Hal ini banyak terjadi pada
masyarakat Indonesia khususnya orang dewasa dan remaja. keadaan masyarakat khususnya
orang dewasa di zaman sekarang adalah bahwa orang dewasa melihat internet adalah sebagai
sarana untuk menemukan informasi sedangkan remaja lebih melihat internet sebagai sarana
untuk berkomunikasi dan bersosialisasi.

Penggunaan internet telah mengubah paradigma bagimana manusia berkominikasi


dengan sesamanya, terutama di media sosial. Indonesia sebagai salah satu pengguna Facebook
tertinggi di dunia membuat konsekuensi signifikan khususnya remaja. Penggunaan Facebook
oleh remaja cenderung menimbulkan dampak negatif yaitu munculnya cyberbullying atau
penindasan maya sementara itu, Facebook juga menjadi situs tertinggi pada remaja dalam
melakukan tindakan cyberbullying di internet.

According to Juvonen (2008), cyberbullying can significantly influence the life of teenagers
and it can be a huge burden as it can happen for long period of time. In cyberbullying, there
are cyber bully and cyber victim as individuals involved and also messages as the reference of
cyberbullying behaviors.

Untuk mengamati dan menganalisa perilaku cyberbullying di Facebook, penulis


menerapkan metode studi literatur dan melakukan pengumpulan data pengamatan terhadap
sampel pengalaman cyberbullying Individu yang telah menjadi korban cyber melalui
Facebook. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku cyberbullying benar-benar terjadi di
kalangan remaja. Menurut analisis, karakter pelaku cyber cyber adalah seseorang agresif dan
intimidatif Jika tidak, korbannya pasif dan orang defensif Berdasarkan analisis, jenis pesan
cyberbullying terdiri nama yang disebut negatif, opini yang dibanting, mengancam bahaya fisik
dan meremehkan pendapat korban.

Kata kunci: cyberbullying, remaja, internet, media sosial., communication, Facebook,


message production, message reception, new media, computer mediated communication, cyber
media, internet behaviour

Pendahuluan
Facebook adalah salah satu dari sekian banyak Social Network atau Situs Jejaring
Sosial yang ada di jagad web. Bila anda sebelumnya telah mengenal MySpace atau Friendster,
maka Facebook pun tak jauh berbeda seperti kedua Social Network tersebut. Facebook pertama
kali hadir pada bulan Februari 2004 dengan Mark Zuckerberg sebagai pendirinya. Di awal-
awal berdirinya, Facebook hanya ditujukan untuk kalangan Mahasiswa Universitas Harvard.
Baru di tahun 2005 Fecabook membuka keanggotaan untuk kalangan anak sekolah. Setahun
kemudian tepatnya tahun 2006 Facebook membuka keanggotaan secara universal alias siapa
saja, dari belahan bumi manapun, orang bisa bergabung dengan Facebook.

Peran remaja tidak bisa dilepaskan dari internet, termasuk di dalamnya sosial media.
Tidak seperti orang dewasa yang pada umumnya sudah mampu mem-filter hal-hal baik ataupun
buruk dari internet, remaja sebagai salah satu pengguna internet justru sebaliknya. Selain belum
mampu memilah aktivitas internet yang bermanfaat, mereka juga cenderung mudah
terpengaruh oleh lingkungan sosial mereka tanpa mempertimbangkan terlebih dulu efek positif
atau negatif yang akan diterima saat melakukan aktivitas internet tertentu. Juvonen (2008)
mengungkapkan bahwa berkembangnya penggunaan teknologi komunikasi khususnya pada
remaja, dunia maya menjadi wadah baru yang beresiko bagi aksi kekerasan. Efek negatif dalam
berinternet yang akhirnya menimbulkan perilaku kekerasan pada dunia maya disebut dengan
cyberbullying.

Tindakkan cyberbullying tidak hanya terjadi pada perempuan saja, tidak sedikit laki-
laki yang menjadi korban cyberbullying. Sebagian remaja enggan memberitaukan insiden
cyberbullying tersebut kepada orang tua mereka, karena mereka tidak ingin dibatasi kegiatan
online mereka. Facebook telah menjadi bagian dari gaya hidup, karena gaya hidup diciptakan
dari aktifitas rutin setiap orang indonesia merupakan salah satu pengguna facebook terbesar
dinunia. Dan hampir 50% dari pengguna facebook tersebut merupakan anak remaja. Dengan
demikain banyaknya pengguna facebook, rentan sekali terjadinya kasus cyberbullying di
dalamnya.

Withall (dalam Sheldon, 2008), mengungkapkan bahwa murid-murid menjadikan


Facebook sebagai Social Bible atau menjadi pedoman dalam kehidupan sosial yang penting
untuk mencari informasi dan berhubungan dengan teman-teman sekelas, orang yang ditaksir,
teman yang sudah lama mereka tidak temui, hingga orang yang baru mereka kenal.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh www.knowthenet.org.uk per terhadap 2000
responden remaja yang aktif menggunakan internet per 2016, Facebook menjadi medium
pionir untuk melakukan tindakan cyberbullying. Dalam hasil penelitiannya, Facebook
menempati posisi tertinggi dalam aksi cyberbullying sebesar 87%. Menurut hasil penelitian
tersebut, 49% remaja diketahui menjadi korban bully pada dunia nyata sedangkan 65% dari
mereka adalah korban dari cyberbullying.
Metode Penelitian

Untuk mengamati dan menganalisa perilaku cyberbullying di Facebook, penulis


menerapkan metode studi literatur dan melakukan pengumpulan data pengamatan terhadap
sampel pengalaman cyberbullying Individu yang telah menjadi korban cyber melalui
Facebook.

Isi
Cyber Bullying adalah masalah sosial yang terjadi di antara manusia yang di dalamnya
terdapat unsur teknologi yang digunakan secara sengaja oleh seorang individu atau kelompok
yang mempunyai tujuan untuk mengganggu dengan mengintimidasi secara psikologis pihak
yang lebih lemah. Intimidasi ini dapat berupa cercaan, hinaan, fitnah, dan sebagainya yang
bersifat menjatuhkan pihak tertentu.

Cyber Bullying biasanya dilakukan terhadap remaja dan dilakukan oleh remaja
seusianya pula. Sesuatu dikatakan Cyber Bullying apabila di dalam suatu media sosial
terkandung unsur hinaan, dan hal-hal yang tidak benar/tidak mengenakkan yang ditujukan oleh
suatu pihak. Intimidasi ini dianggap valid apabila pelaku dan korban berusia di bawah 18 tahun.
Namun, apabila pelaku dan korban telah berusia lebih dari 18 tahun maka tindakan tersebut
dapat dikategorikan sebagai kejahatan dunia maya atau yang biasa disebut cyber harasshment.

Penggunaan medium internet pada era komunikasi digital telah merubah pandangan
pola komunikasi manusia yang telah dilakukan selama berabad-abad (Boyd, 2012). Oetomo
(2007) mengatakan internet telah merubah pola kehidupan sehari-hari manusia, karena melalui
internet bumi seakan menjadi desa kecil yang tidak pernah tidur dan semua jenis kegiatan dapat
difasilitasi oleh teknologi internet. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Markplus Insight
(www.themarketeers.com) per tahun 2013 dan data resmi Kemenkominfo per tahun 2014,
pengguna internet di Indonesia mencapai 75,57 juta orang dan telah mencapai 82 juta orang
dimana hampir 50% penggunanya adalah remaja berusia 15-22 tahun.

Markplus Insight menguatkan bahwa sosial media adalah situs yang peling sering oleh
pengguna internet di Indonesia. Situs jejaring sosial adalah suatu media atau saran untuk
berbagi data atau informasi personal, di mana dalam beberapa situs jejaring sosial terbuka
untuk semua orang, dan ada pula yang dibatasi oleh rentang umur tertentu (Mann B. L., 2008).
Facebook sebagai sosial media terbesar saat ini menempatkan posisi Indonesia sebagai
pengguna Facebook ketiga terbesar sedunia. Melihat perkembangan era informasi internet saat
ini, usia remaja adalah usia dominan yang sering mengakses internet, khususnya Facebook.
Seorang anak biasanya menjadi target apabila mereka berbeda dalam hal tertentu
berdasarkan pendidikan, ras, berat badan, memiliki kecacatan atau sejenisnya, agama, dan lain-
lain. Mereka juga cenderung sensitif, pasif, dan berasal dari keluarga yang penuh kasih dan
saling peduli. Mereka dianggap ‘lemah’ oleh para pelaku cyberbullying dan dengan mudah
menjadi sasaran (Marden, 2010). Tidak dipungkiri bahwa karakteristik kepribadian cukup
memainkan peran dalam kecenderungan seseorang dalam melakukan tindakan cyberbullying.
Orang dengan harga diri yang tinggi cenderung sering berperilaku agresif untuk membuktikan
dirinya lebih berkuasa daripada yang lain. Salah satu cara mempertahankan kondisi tersebut
adalah dengan melakukan tindakan cyberbullying.

Pelaku cyberbullying, sebagian besar dari mereka mengungkapkan alasan mereka


mem-bully korban adalah karena sifat atau karakteristik dari korban yang mengundang untuk
mereka bully. Dari pemaparan ini terlihat bahwa persepsi dan atraksi seseorang terhadap
individu tertentu dapat mempengaruhi sikap mereka terhadap individu tersebut. Orang yang
kontroversial atau kurang disukai cenderung mengundang orang lain untuk mem-bully dirinya,
tidak peduli apapun yang ia lakukan.

Faktor terbesar yang membentuk karakteristik pelaku cyberbullying adalah keluarga.


Situasi keluarga yang kisruh, kacau, acak-acakan, liar sewenang-wenang, main hakim sendiri,
tanpa aturan dan disiplin yang baik, tidak mendidik dan tidak memunculkan iklim manusiawi
maka anak secara otomatis dan tidak sadar akan mengoper adat kebiasaan tingkah laku buruk
orang tua serta orang dewasa yang ada di dekatnya. Sehingga anak ikut-ikutan menjadi
sewenang-wenang, liar, buas, agresif, suka menggunakan kekerasan dan perkelahian sebagai
senjata penyelesaian. Terdapat juga faktor sosial, yaitu teman-teman di sekitar pelaku yang
juga pelaku cyberbullying.

Bentuk-bentuk cyberbullying dapat dikategorikan menjadi: pemberian nama negatif,


penyebaran foto pribadi, mengancam keselamatan fisik, dan pendapat yang menjatuhkan.
Banyak foto yang apabila tidak diberikan penjelasan yang benar akan menghasilkan makna
yang berbeda dengan maksud sebenarnya foto itu. Misalnya ada orang yang sedang menyetrika
baju difoto oleh temannya. Lalu temannya meng-upload foto tersebut ke media sosial dengan
penjelasan “mbok mbok yang rajin kerjanya ya, nanti gajinya saya potong loh”.

Korban bullying baik secara fisik ataupun secara mental biasanya akan mengalami
trauma yang besar dan depresi yang akhirnya menyebabkan gangguan mental dimasa yang
akan datang. Gejala kelainan mental yang biasanya muncul pada masa kanak-kanak secara
umum anak tumbuh menjadi pribadi yang mudah cemas, sulit berkonsentrasi, mudah gugup
dan takut.

Peran pekerja sosial dalam menangani kasus cyberbullying ini yakni dengan
menggunakan beberapa pendekatan Social casework adalah salah satu metode pokok pekerjaan
sosial yang dipergunakan untuk membantu individu-individu agar mereka dapat memecahkan
masalah-masalah yang mereka hadapi di dalam kehidupan sosialnya secara lebih efektif.
Adapun teknik-teknik yang akan digunakan, diantaranya : Small Talk (pembicaraan ringan);
Ventilation (mendorong dan memfasilitasi klien untuk mengunapkan masalahnya); Support
and Motivation (memberikan dukungan dan motivasi); Advice Giving And Counseling
(pemberian nasihat dan konseling).

Selan itu Social groupwork adalah metode pokok dalam pekerjaan sosial yang bertujuan
untuk membantu memperbaiki dan/atau meningkatkan keberfungsian individu melalui
kelompok. Bisa disebut juga sebagai suatu pendekatan yang secara sadar diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan individu semaksimal mungkin melalui suatu kelompok. Adapun
teknik-teknik yang dapat digunakan, diantaranya yaitu : Peer partnering, Peer mentoring,dan
Share responsibility

Dalam kasus ini selain peran pekerja sosial Peran keluarga dan diri sendiri sangatlah
penting, serta perlindungan digital untuk mencegah siswa dari cyberbullying dinilai kurang
maksimal untuk melindungi korban. Kedua, masih adanya orang-orang yang belum memahami
etika berkomunikasi di dunia maya dan aturan hukum yang menyertainya. Oleh sebab itu,
pentingnya lembaga lain khususnya untuk memberikan regulasi dalam upaya melindungi
remaja yang beraktifitas di dunia maya. Selain itu peran orang tua, lembaga pendidikan serta
pendidikan literasi informasi diharapkan aktif dalam memberikan solusi dan pandangan agar
selalu terlindungi dari pengaruh buruk dunia cyber.

Kesimpulan
Pada penelitian yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa remaja yang berperan
sebagai pelaku memiliki karakteristik agresif dan intimidatif. Sebaliknya, pada penelitian yang
telah dilakukan menyimpulkan bahwa remaja yang berperan sebagai korban memiliki
karakteristik pasif dan defensif. Karakteristik pada pelaku dan korban ini mencerminkan bahwa
cyberbullying memang kerap terjadi walaupun tidak disadari oleh kedua belah pihak. Pada
penelitian yang dilakukan terkait pesan cyberbullying dengan jenis cyberbullying
meyimpulkan terdapat jenis-jenis cyberbullying yang dilakukan pelaku, yaitu pelaku kerap
memanggil nama korban dengan panggilan atau sebutan negatif, pelaku mengirimkan atau
menyebarkan foto pribadi korban sehingga menjadi bahan lelucon oleh teman Facebook
korban, pelaku mengancam keselamatan korban melalui pesan cyberbullyingnya, serta pelaku
juga memberikan opini-opini yang merendahkan korban.

Pada penelitian yang dilakukan pada produksi pesan yang dilakukan oleh komunikator
(pelaku), disimpulkan bahwa pelaku memproduksi pesan dengan cara ekspresif, konvensional
dan retoris. Pada cara ekspresif, pelaku menuliskan pesan cyberbullying dengan menggunakan
huruf capital, simbol (emoticon) serta gambar pendukung. Selanjutnya pada cara konvensional,
terdapat seseorang yang menuliskan pesan dengan tatanan tata krama yang sesuai dengan
norma sosial. Sedangkan pada cara retoris, terdapat seseorang yang berusaha melerai dan tidak
ikut campur dalam kasus cyberbullying yang terjadi.

Pada penelitian yang dilakukan pada penerimaan pesan yang dilakukan oleh komunikan
(korban), disimpulkan bahwa korban menempatkan posisi penerimaan pesan dalam posisi
dominan, negosiasi dan oposisi. Pada posisi dominan, peneliti melihat korban menerima pada
pesan cyberbullying yang diarahkan kepadanya sehingga korban mengiyakan pesan-pesan
tersebut. Pada posisi negosiasi, terdapat korban yang menegosiasi pesan yang diarahkan
kepadanya dengan mengomentari kembali maksud dari pernyataan pelaku kepadanya karena
korban merasa tidak terima dengan pernyataan tersebut. Sedangkan pada posisi oposisi,korban
yang sama sekali tidak menerima pesan yang diarahkan kepadanya, hal ini terlihat dari adanya
korban yang merasa marah dengan tindakan cyberbullying yang diarahkan kepadanya.

Daftar Pustaka
1. Utari, Prahastiwi. (2014). Cyberbullying pada media sosial. Jurnal sosioteknologi, 12.
2. Qomariyah, Astutik Nur. (2011). Perilaku Penggunaan Internet pada Kalangan
Remaja di Perkotaan. Surabaya: Universitas Airlangga
3. Kowalski, R. M., Limber, S., Limber, S. P., & Agatston, P. W. (2012). Cyberbullying:
Bullying in the digital age. John Wiley & Sons
4. Markplus Insight (www.the-marketeers.com)
5. Knowthenet NGO (www.knowthenet.org.uk)

Você também pode gostar