Você está na página 1de 11

Pengertian Hadis menurut bahasa dan istilah terlengkap– Hadis adalah kata, bertindak, ketetapan dan

persetujuan dari Nabi Muhammad yang digunakan sebagai dasar hukum Islam
Al-hadist adalah sumber kedua agama dan ajaran agama islam. Al-hadist merupakan penafsiran serta
penjelassan otentik dassar tentang al-quran.

Menurut para ahli hadist, umumnya menyamakan istilah hadist dengan istilah sunnah. Namun ada
beberapa ahli yang mengatakan bahwa istilah hadist dipergunakan khuhsus untuk
sunnah qauliyah (perkataan Nabi) sedangkan
sunnah fi’liyah (sunnah perbuatan) Contoh-contoh hadits yang berupa perbuatan Nabi (fi’liyah)
banyak kita temukan, diantaranya seperti cara-cara nabi melakukan shalat (baik shalat wajib
maupun shalat sunah), tata cara mengerjakan ibadah haji, memutuskan sebuah perkara yang
terjadi di para sahabat berdasarkan saksi dan berdasarkan sumpah, dan adab-adab berpuasa
dan sunnah taqririyah ( tidak disebut hadist.
Ada banyak pendapat yang mengatakan soal perbedaan sunnah dan hadis. Kalau sunnah
dikatakan sebagai segala perbuatan dan perkataan Nabi Muhammad, maka hadis oleh
berbagai ulama dikatakan sebagai catatan tentang perbuatan, perkataan, dan
perizinan Nabi Muhammad yang sampai saat ini.

Yang dimaksud catatan adalah dokumentasi tertulis terhadap segala bentuk perbuatan,
perkataan dan perizinan Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh berbagai ulama. Hadis
yang paling banyak dipakai adalah hadis riwayat Bukhari dan Muslim. Oleh karena
itu, sunnah dan hadis menjadi sumber hukum Islam yang menjadi pedoman umat
muslim.

Hanya saja, sunnah lebih bersifat umum, sedangkan hadis lebih bersifat khusus. Oleh
karena itu, sunnah dan hadis dalam terminologi fiqh atau hukum Islam sudah dianggap
identik, meskipun secara keilmuan bidang kajian ushul fiqh diklasifikasikan
antara sunnah dan hadis.

3 peranan hadist
1. Menegaskan lebih lanjut ketetntuan yang terdapat dalam alquran
2. Sebagai penjelasan isi alquran
3. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yng tidak ada atau samar2 ketentuannya di
dalam alquran
Hadits Menrut Bahasa
Terdapat tiga kata yang dapat dijadikan makda dari hadits, yakni:

1. Khabar, khabar artinya berita atau warta, dalam istilah banyak diartikan dengan
segala sesuatu yang diperbincangkan atau ucapan yang dipindahkan dari seseorang
pada orang lain atau lebih kuta kenal dengan “ma yatahaddatsu bihi wa yunqalu”.
Dari arti ini kita lalu disebut dengan perkataan “hadits Nabi”.
2. Jadid, Jadid artinya bar, iaialah lawan kaa dari qodim yang artinya sudah lama. Jadi
hadits juga dapat diartikan dengans esuatu yang baru bila disandarkan dalam katanya
saja, terkecuali bila disandarkan pada nabi maka artinya lain lagi.
3. Qarib, qarib artinya dekat atau yang belum lama ini berlangsung atau terjadi,
sotohnya dalam kalimat “haditsul ahli bil-islam” yang berarti orang yang baru masuk
islam, bentuk jamaknya ialah huduts atau hidats.

Struktur hadits

Dalam struktur hadits terdiri dari dua komponen utama, yaitu sanad / isnad (rantai penutur) dan
kehormatan (editorial).

Sanad

Sanad adalah rantai speaker / narator (perawi) hadits. Rawi adalah orang memberikan hadits
(dalam contoh di atas: Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu’bah, Qatada dan Anas). Sanad hadits
awal adalah orang yang merekamnya dalam bukunya (kitab hadits); Orang ini disebut mudawwin
atau mukharrij.

Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur / perawi bervariasi dalam
lapisan sanadnya; Lapisan dalam disebut thabaqah sanad. Signifikansi sanad dan jumlah penutur
di setiap sanad thabaqah akan menentukan tingkat Hadis, ini dijelaskan lebih lanjut dalam
klasifikasi hadits.

Jadi yang perlu diamati untuk memahami tradisi yang terkait dengan sanadnya adalah:

 Keutuhan sanadnya
 Jumlahnya
 Perawi akhirnya

kehormatan

Terkait dengan hormat atau editor, maka yang perlu dipertimbangkan dalam memahami hadits:

 Akhir dari rantai penularan sebagai editor sumber, apakah penyebab Nabi Muhammad,
 Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan lainnya, hadits sanadnya lebih kuat
(jika ada untuk melemahkan atau memperkuat) dan kemudian dengan sebuah ayat dalam
Al-Qur’an (jika ada yang bertentangan).

Tingkat Keaslian Hadist

1. Shahih

Merupakan Hadist yang paling tinggi tingkat keasliannya karena telah memenuhi
persyaratan, yaitu :


o
 Sanadnya bersambung
 Diriwayatkan oleh para perawi yang memenuhi syarat
 Pada saat menerima hadits, masing-masing rawi telah cukup umur (baligh)
dan beragama Islam.
 Matannya juga memenuhi syarat.

2. Hasan

Merupakan Hadist yang sanadnya bersambung, namun ada sedikit kelemahan pada
rawinya, misalnya diriwayatkan oleh rawi yang memiliki kekurangan dari syarat rawi
diatas, seperti kurang kuat hafalannya.

3. Dhaif (lemah)

Merupakan Hadist yang baik pada sanad maupun matannya tidak memenuhi syarat atau
banyak memiliki kecacatan.

4. Maudlu’

Merupakan Hadist yang dicurigai palsu atau karangan belaka karena perawinya tidak
dikenal atau perawinya dikenal sebagai orang yang tidak memenuhi syarat sebagai
perawi.

Sejarah Penyusunan Kitab Hadist

1. Periode rasulullah | Ashr Al-Wahyi wa At-Taqwin (masa turunnya wahyu dan


pembentukan masyarakat Islam).
Pada masa awal kenabian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, hadits belum ditulis
dan berada dalam hafalan para sahabat saja Karena Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam melarang penulisan hadits agar tidak tercampur dengan periwayatan Al
Qur'an.

Lalu setelah beberapa waktu, Rasulullah Shalallahu alaihi wassallam memperbolehkan


penulisan hadits dari beberapa orang sahabat yang mulia, seperti Abdullah bin Mas'ud,
Abu Bakar, Umar bin Khattab, Abu Hurairah, Zaid bin Tsabit, dll.

2. Periode Khulafa' Ar-Rasyidin (11 H-40 H) | Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-


Riwayah (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat)

Setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, muncullah persoalan yang


mendorong para sahabat saling bertukar hadits dan menggali dari sumber-sumber
utamanya. Sehingga jika ada hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya
diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa hadits itu.

Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar secara terbatas.
Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada
masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis dan
Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk
menyebarluaskan Al-Quran.

3. Periode Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin | Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-
Amslaar (masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis)

Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand,
bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol.

Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama
dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.

Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadist-hadist diharuskan berangkat ke
seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat
besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut.

Dengan demikian, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-
pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.

Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga


(Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri.
Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha penggalian, pendidikan,dan
pengembangan hadis terdapat di:

1. Madinah
2. Mekah
3. Bashrah
4. Syam
5. Mesir

Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali R.A

4. Periode Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah | Ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin
(masa penulisan dan pembukuan)

Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada masa pemerintahan
Khalifah Umar Ibn Abdul Azis (khalifah dari Bani Umayyah tetapi dari garis keturunan
Umar Bin Khattab) tahun 101 H,

Umar Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam hapalannya
semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukandan
mengumpulkan dalam buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis
tersebut akan lenyap dari permukaan bumi.

Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada
Gubernur Madinah untuk membukukan hadist

Pembukuan seluruh hadist yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn
Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari
ulama-ulama hadist pada masanya.

Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur lain yang ada di bawah
kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah
mereka masing-masing.

Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukulcan hadist atas anjuran Abu `Abbas
As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah ‘Abbasiyah.

BEBERAPA PENGERTIAN (ISTILAH) DALAM ILMU HADITS


1. Hadist Muttafaq Alaih Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari
sumber sahabat yang sama, atau dikenal juga dengan Hadits Bukhari- Muslim.
2. As Sab'ah As Sab'ah berarti tujuh perawi, yaltu 1. Imam Ahmad 2. Imam Bukhari 3. Imam Muslim 4.
Imam Abu Daud 5. Imam Tirmidzi 6. Imam Nasa'i 7. Imam Ibnu Majah
3. As Sittah Yaitu eriam perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecualiImam Ahmad bin Hanbal.
4 Al Khamsah Yaitu lima perawi yang tersebut pada As Sab'ah kecuall Imsm Buihan dar Imam Muslim
ncompenb hean had lengp pengetar-hadiet rmacam, macam-hedis dlan panjelacanry htiml
5. Al Arba'ah Yaitu empat perawi yang tersebut pada As Sab äh, kecuali Imam Ahmad Imam Bukhari dan
Imam Muslim.
6. Ats tsalatsah Yaitu tiga perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam
Bukhari,.Imam Muslim dan Ibnu Majäh.
7. Perawi Yaitu orang yang meriwayatkan hadits.
8. Sanad Sanad berarti sandaran yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada orang
yang mengeluarkan (mukhri) hadits itu atau mudawwin (orang yang menghimpun atau membukukan)
hadits. Sanad biasa disebut juga dengan Isnad berarti penyandaran. Pada dasarnya orang atau ulama
yang menjadi sanad hadits itu adalah perawijuga
9. Matan Matan ialah isi hadits baik berupa sabda Nabi Muhammad SAW, maupun berupa perbuatan
Nabi Muharmmad SAW yang diceritakan oleh sahabat atau berupa tagrirnya.
D. BEBERAPA KITAB HADITS YANG MASYHUR/ POPULER Berikut dibawah ini adalah beberapa kitab-kitab
hadis yang terkenal:
1. Shahih Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H) Di dalam Shahih al-Bukhary terdapat 7275 hadits
termasuk yang dlulang. sedangkan jumlahnya tanpa diulang sebanyak 4000 hadits. Ada ulama yang
mengatakan bahwa hanya sedikit saja yang tidak dimuat mereka dari hadits-hadits shahih lainnya.
Namun pendapat yang benar adalah bahwa banyak hadits-hadits shahih lainnya yang terlewati oleh
mereka berdua. Imam al- Bukharly sendiri mengakui hal itu ketika berkata, "Hadits-hadits shahih lainnya
yang aku tinggalkan lebih banyak." Dia juga mengatakan, "Aku hafal sebanyak seratus ribu hadits shahih
dan dua ratus ribu hadits yang tidak shahih."
2. Shahih Muslim, disusun oleh Muslim (204-262 H) . Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah yg berkata
"Aku menulis bersama Muslim utk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000
buah hadits.Dalam pada itu lbn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al- Hafiz bahwa jumlah hadits Sahih
Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadits Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan yaitu bahwa
perhitungan pertama memasukkan hadits hadits yg ulngulang penyebutannya sedangkan perhitungan
kedua hanya menghtung hadits-hadits yg tidak disebutkan berulang. Imam Muslim berkata di dalam
Sahihnya "Tidak tiap hadits yg sahih menurutku aku cantumkan di sini yakni dalam Sahihnya. Aku hanya
mencantunkan hadits-hadits yg telah disepakati oleh para ulama hadits."Imam Muslim pernah berkata
sebagai ungkapan gembira atas karunia Tuhan yg diterimanya "Apabila penduduk bumi ini menulis
hadits selama 200 tahun maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad ini.
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yg diriwayatkan dalam Sahihnya dapat dilihat dari
perkataannya sebagai berikut "Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini melainkan
dgn alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya melainkan dgn alasan pula.""
3. Sunan Abu Daud, disusun oleh Abu Dawud (202-275 H)
4. Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H)
5. Sunan an-Nasa'i, disusun oleh an-Nasa'i (215-303 H)
6 Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majäh (209-273).
7 Imam Ahmad bin Hambal
8 Imam Malik
9. Ad-Darimi
A. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi
1) Hadits Mutawatir

Hadits Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad
yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Berita tersebut mengenai hal-hal yang dapat dicapai
oleh panca indera. Dan berita itu pun diterima dari sejumlah orang yang semacam itu pula (tidak
berdusta).

2) Hadits Ahad

Hadits Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai
kepada tingkat mutawatir. Sifatnya adalah "zhonniy". Hadis ahad ada dua macam yaitu hadis
sahih (kuat) dan hadis dhaif (lemah).

3) Hadits Shahih

Hadis sahih adalah hadits yang bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi
dhabit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih
shahih. dan tidak cacat. hadits Shahih memenuhi beberapa syarat yaitu :
1. isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.

2.Harus bersambung sanadnya

3.Diriwayatkan oleh perawi yang adil.

4.Diriwayatkan oleh orang yang dhabit yaitu kuat ingatannya


5.Tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih shahih)

6.Tidak cacat walaupun tersembunyi.

4) Hadits Hasan

Hadis hasan adalah hadits yang banyak sumbernya dan dari kalangan perawinya tidak ada yang
disangka dusta dan tidak syadz.

5) Hadits Dha'if

Hadis dhaif adalah hadis yang lemah yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh
orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat.

B. Menurut Macam Periwayatannya

1) hadis yang bersambung sanadnya

Yaitu hadits yang bersambung sanadnya hingga sampai kepada Rasulullah SAW. Hadits ini
disebut dengan hadits marfu' atau Maushul.

2) hadis yang terputus sanadnya

a. hadis muallaq (tergantung) yaitu hadis yang permulaan sanadnya dibuang oleh seorang hingga
akhir sanadnya.

b. hadis mursal (hadis yang dikirim) yaitu hadis yang diriwayatkan oleh para tabi’in dari
Rasulullah SAW tanpa menyebutkan sahabat penerima hadis tersebut.

c. hadis mudallas (hadis ditutup-tutupi) yaitu hadis yang disembunyikan cacatnya.

d. hadis munqati (hadis yang terputus) yaitu hadis yang hilang seorang atau dua orang perawai
selain para sahabat dan tabi’in.

e. hadis mu’dhal (terputus sanadnya) yaitu hadis yang diriwayatkan oleh para tabi’ tabi’in dari
Rasulullah SAW ataupun dari sahabat tanpa menyebutkan tabi’in yang menjadi sanadnya

C. Hadis Berdasarkan Ujung Sanad

1) Hadits Maqtu' yaitu hadits yang sanadnya berujung pada para tabi’in (penerus).

2) Hadits Mauquf yaitu hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat.

3) Hadits Marfu' yaitu hadits yang sanadnya berujung langsung pada Rasulullah SAW.
Tujuan Mempelajari Ilmu Hadits
Tujuan mempelajari ilmu hadits adalah untuk mengetahui hadits-hadits yang shahih ,
yakni mengetahui keadaan dari suatu hadits, apakah hadits tersebut shahih, hasan, atau bahkan
dhaif (lemah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai pegangan).[6]
Sedangkan secara rinci, tujuan mempelajari ilmu hadits antara lain:[7]
1. Mengetahui istilah-istilah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring
(filterisasi) dan mengklarifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadits yang diterima dan mana yang
bukan hadits
2. Mengetahui kaidah-kaidah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring
(filterisasi) dan mengklarifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadits, sehingga dapat menyimpulkan
mana hadits yang diterima dan mana yang ditolak.
3. Mengetahui usaha-usaha dan jerih payah yang ditempuh para ulama dalam menerima
dan menyampaikan periwayatan hadits, kemudian menghimpun dan
mengodifikasikannya ke dalam berbagai kitab hadits.
4. Mengenal tokoh-tokoh ilmu hadits baik riwayah ataupun dirayah yang mempunyai
peran penting dalam perkembangan pemeliharaan hadits sebagai sumber syari’ah
islamiyah sehingga hadits terpelihara dari pemalsuan tangan-tangan kotor yang tidak
bertanggung jawab.

Cakupan Ilmu Hadits


1. Ilmu Hadits Riwayah
a. Pengertian
Kata riwayah, artinya periwayatan atau cerita, maka ilmu hadits riwayah,
artinya ilmu hadits berupa periwayatan.[8] Banyak definisi ilmu hadits yang
dikemukakan para ulama. Dan yang paling terkenal di antaranya adalah definisi
Ibnu al-Akhfani yang mengatakan bahwa ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang
membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Nabi SAW periwayatannya,
pencatatannya, dan penelitian lafal-lafalnya.[9]
Definisi di atas mengacu kepada rumusan hadits secara luas, sedangkan
definisi yang mengacu kepada rumusan hadits yang terbatas atau sempit, maka
definisinya ialah ilmu yang menukilkan segala yang disandarkan kepada Nabi
SAW semata.
b. Objek dan Kegunaannya
Objek kajian ilmu hadits riwayah adalah bagaimana cara menerima,
menyampaikan kepada orang lain, memindahkan atau mentadwinkan. Dalam
meriwayatkan hadits atau mentadwinkan hadits hanya disebutkan apa adanya baik
yang berkaitan dengan sanad maupun matan. Kegunaan ilmu hadits riwayah
adalah untuk menghindari adanya penukilan hadits yang tidak berasal dari
sumbernya (Nabi Muhammad SAW).

2. Ilmu Hadits Dirayah


a. Pengertian
Ilmu hadits dirayah ialah kumpulan dari kaidah-kaidah dan masalah-
masalah yang di dalamnya dapat diketahui keadaan riwayat dan menyalin hadits
sekaligus dengan sanadnya, baik dia seorang laki-laki ataupun perempuan dan
yang diriwayatkan disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada selainnya baik
terhadap sahabat ataupun tabi’in dan yang lain.[10]
Nuruddin ‘Itr mengungkapkan bahwa definisi yang paling baik untuk ilmu
ini adalah definisi menurut Imam ‘Izuddin bin Jama;ah berikut:
‫علم بقوانين يعرف بها احوال السند والمتن‬
“Ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat
diketahui keadaan sanad dan matan”.
Adapun pengertian ilmu hadits dirayah menurut Ibnu al-Akhfani adalah
ilmu untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan
hukum-hukumnya. Dan untuk mengetahui keadaan para perawi, baik syarat-
syaratnya, macam-macam hadits yang diriwayatkan dan segala yang berkaitan
dengannya.[11]
b. Objek dan Kegunaannya
Objek kajian ilmu hadits dirayah adalah keadaan para periwayat atau rawi
dan hadits-hadits yang mereka riwayatkan atau marwi. Keadaan para periwayat
menyangkut pribadi seperti akhlak, tabiat, keadaan hafalannya atau menyangkut
persambungan dan terputusnya sanad. Sedangkan keadaan hadits-hadits yang
diriwayatkan dari segi kesahihan, kedhaifan, dan dari segi lain-lainya yang
berkaitan dengan keadaan matan.[12]
Kegunaan mempelajari ilmu hadits dirayah cukup banyak antara lain:[13]
1. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa
ke masa sejak zaman Nabi SAW hingga sekarang. Hadits dan ilmu hadits telah
mengalami sejarah perkembangan yang cukup signifikan sejak masa awal
Islam hingga masa sekarang.
2. Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan
dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits.
3. Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam
mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
4. Dapat melakukan penelitian hadits dan melakukan penilaian terhadap kualitas
hadits tertentu.
5. Dapat melakukan klarifikasi dan kritik ulang terhadap suatu hadits yang
kualitasnya masih diperselisihkan. Tidak sedikit hadits yang dalam rentang
waktu cukup lama diperselisihkan kualitasnya di kalangan para ulama, dan
memerlukan klarifikasi serta kritik ulang sehingga diketahui status hadits yang
sesungguhnya.

Você também pode gostar