Você está na página 1de 6

Analisis Hujan Ekstrem Menggunakan

Model WRF-ARW
Richard Mahendra Putra dan Achmad Rifani
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG) Jakarta
Richardmp.rmp@gmail.com

Intisari – Pada tanggal 19 Agustus 2014 telah terjadi hujan dengan kategori ekstrem di wilayah Sintang, Kalimantan Barat.
Curah hujan selama 24 jam terukur oleh Stasiun Meteorologi Sintang sebesar 139 mm. Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan analisis kondisi atmosfer saat kejadian hujan ekstrem tersebut menggunakan model cuaca skala meso WRF-ARW.
Penelitian dilakukan dengan cara menjalankan WRF-ARW menggunakan skema parameterisasi cumulus KF. Berdasarkan
hasil output model WRF-ARW menunjukkan bahwa pada saat sebelum hujan lebat terjadi di Sintang terdapat adanya
konvergensi dan shearline yang menyebabkan penumpukan aliran massa udara sehingga udara bergerak naik. Selain itu, nilai
dari energi konvektif CAPE sebelum kejadian hujan ekstrem cukup signifikan untuk membentuk awan-awan Cumulonimbus
yang berpotensi menghasilkan hujan lebat. Simulasi kelembaban juga menunjukkan kondisi sangat basah hingga lapisan atas
ketika terjadi hujan lebat di wilayah Sintang, Kalimantan Barat..
Kata kunci: WRF-ARW , hujan lebat, parameterisasi

Abstract – On August 19th, 2014 occured extreme rainfall in Sintang, West Borneo. Rainfall for 24 hours measured by
Meteorological Station of Sintang is 139 mm. This study aimed to analyze the atmospheric conditions at the time of the extreme
rainfall using meso-scale weather models WRF-ARW. The study was using KF for cumulus parameterization schemes. Based
on the results of WRF-ARW, model output was indicated that before the heavy rainfall occurred in Sintang, there is convergence
and shearline pattern that causes development of cloud. In addition, the value of the convective energy (CAPE) before extreme
rainfall was significant enough to produce Cumulonimbus clouds which produced heavy rainfall. Humidity simulation of WRF
also showed very wet conditions until the top layer when the heavy rainfall was occured in Sintang, West Borneo.

Key words: WRF-ARW, heavy rainfall, parameterization

I. PENDAHULUAN B. Cuaca Ekstrem


Kabupaten Sintang adalah salah satu daerah otonom Cuaca ekstrem merupakan suatu kondisi atmosfer yang
tingkat II di bawah provinsi Kalimantan Barat. Ibu kota berada pada suatu tempat tertentu, memiliki durasi pendek
kabupaten ini terletak di Kota Sintang. Kabupaten ini dan bersifat ekstrem [4]. Kondisi cuaca bisa dikatakan
memiliki luas wilayah 21.635 km² dan berpenduduk ekstrem apabila masuk pada salah satu kriteria berikut [3]:
sebesar ± 365.000 jiwa [1]. - Suhu permukaan >35oC
Pada tanggal 19 Agustus 2014 telah terjadi hujan lebat - Kecepatan angin >25 knot
disertai guntur di sebagian besar wilayah Sintang, - Curah hujan dalam sehari >50mm
Kalimantan Barat. Berdasarkan informasi dari kantor
BMKG Sintang, hujan lebat yang terjadi pada hari itu C. WRF - ARW
sebesar 139 mm. Kondisi ini termasuk salah satu hujan Weather Research and Forcasting (WRF) merupakan
dengan intensitas yang ekstrem dan penting untuk model yang dapat digunakan untuk memprediksi dan
dilakukan kajian. meneliti suatu fenomena cuaca dalam skala meso
Model WRF merupakan salah satu tools model yang menggunakan persamaan-persamaan numerik.
digunakan untuk melakukan prediksi dan penelitian Sedangkan untuk jenis WRF-ARW (Weather Research
fenomena atmosfer dalam skala meso dengan and Forecasting – Advanced Research) merupakan
menggunakan perhitungan numerik. Pada umumnya salah satu model yang dikembangkan dan digunakan
model ini digunakan untuk kepentingan operasional untuk keperluan penelitian atmosfer. Model ini banyak
maupun penelitian. digunakan untuk simulasi atmosfer di sebagian besar
Berdasarkan hasil penelitian, parameterisasi cumulus wilayah Indonesia , namun jarang digunakan di wilayah
Kain – Fritsch memiliki nilai verifikasi yang lebih baik Khatulistiwa.
dibandingkan dengan skema lainnya [2]. Oleh karena itu
D. Parameterisasi
dalam penelitian ini penulis melakukan running WRF-
ARW dengan menggunakan parameterisasi cumulus Parameterisasi adalah suatu proses yang diperlukan
skema Kain Fritsch. model untuk menjelaskan bagaimana fenomena-
fenomena yang terjadi di dalam grid. Model NWP tidak
II. LANDASAN TEORI bisa menjelaskan bagaimana proses yang terjadi di
A. Curah Hujan dalam grid yang ukurannya kecil, seperti contoh adanya
Curah hujan merupakan ketinggian/ ketebalan air hujan gaya gesek saat melewati bangunan, turbulensi eddy
yang terkumpul dalam suatu tempat / permukaan yang yang muncul di sekitar gedung, dan sebagainya.
datar, dengan asumsi tidak menguap, tidak meresap, dan Suatu model harus memperhitungkan efek agregat
tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) mm artinya jika dari permukaan yang mempengaruhi aliran level bawah
luasannya 1 m persegi pada tempat yang datar tertampung
dengan sebuah single number yang dapat sejalan
air setinggi satu millimeter atau sebanyak satu liter (1 dm³)
dengan bentuk gaya gesek pada persamaan angin. Oleh
dengan asumsi tidak menguap, tidak meresap dan tidak
karena itu perlu dilakukan parameterisasi untuk dapat
mengalir[3].
menghitung efek-efek tersebut [5]
E. Reflektivitas 1. Data FNL (Final Analisis) sebagai data inisialisasi
Reflektivitas (Z) merupakan suatu ukuran efisiensi WRF-ARW tanggal 19 Agustus 2014 jam 00.00
suatu target dalam menangkap dan mengembalikan UTC sampai Jam 24.00 UTC dengan resolusi 1 o x
energi gelombang radio [6]. Besaran daya yang 1o dan resolusi temporal 6 jam yang di download
dipantulkan kembali oleh hydrometor tergantung pada dari http://rda.ucar.edu/datasets/
: 2. Data pengamatan curah hujan tanggal 19 Agustus
- Ukuran (diameter partikel) : semakin besar 2014 di Stasiun Meteorologi Sintang, Kalimantan
diameter partikel maka semakin besar pula nilai Barat
reflektivitasnya.
- Konsentrasi (jumlah partikel persatuan volume): b. Metode Penelitian
semakin banyak jumlah partikel maka semakin 1. Langkah pertama yang dilakukan adalah
besar pula reflektivitasnya. mengunduh file FNL (Final Analysis) tanggal 19
- Keadaan partikel (beku, cairan) : jika keadaan Agustus 2014 dengan interval 6 jam. Setelah itu
partikel beku maka reflektivitasnya besar. melakukan downscaling dari domain 1 yang
Sebaliknya, jika keadaan partikel cair maka memiliki resolusi 27.75 km menjadi domain 2
reflektivitas kecil. dengan resolusi 9.25 km. Pada tahap ini juga
- Bentuk (bulat, datar pada kutub-kutub, datar) : ditentukan konfigurasi dari parameterisasi yang
reflektivitas dalam bentuk bulat lebih besar digunakan dalam penelitian
dibandingkan reflektivitas dalam bentuk lain
(datar). Dan yang paling utama tergantung pada Konfigurasi Domain 1 Domain 2
ukuran dan konsentrasi
Resolusi Grid Hrizontal 27.75 km 9.25 km

F. Kelembapan Udara Skema Mikrofisik Lin et Al Lin et Al


Kelembapan udara adalah banyaknya uap air yang Opsi Lap. Batas (PBL) MYJ MYJ
terkandung dalam udara atau atmosfer. Besaran yang
Opsi Cumulus Kain Fritsch Kain Fritsch
sering dipakai untuk menyatakan kelembapan udara
adalah persen. Udara yang memiliki suhu lebih tinggi
mempunyai kemampuan menyimpan uap air lebih 2. Setelah itu menyelesaikan tahapan pre-processing
banyak dibandingkan udara bersuhu lebih rendah, pada WRF-Processing (WPS) yang terdiri dari
karena udara bersuhu rendah akan lebih mudah jenuh geogrid, ungrib dan metgrid.
[7]. 3. Tahap berikutnya adalah proses numerik dalam
WRF yang terdiri dari proses real.exe dan wrf.exe
G. CAPE 4. Selanjutnya adalah tahapan post-processing pada
CAPE (Convective Available Potential Energy) ARW post untuk mengubah data menjadi format
merupakan energi potensial konvektif yang tersedia .dat dan .ctl agar bisa diolah dengan aplikasi
untuk parsel udara agar dapat bergerak naik. CAPE GrADS yang hasilnya berupa gambar dengan
dinyatakan dalam satuan J/kg. Nilai CAPE merupakan format .jpg agar bisa divisualisasikan secara jelas
salah salah satu indikasi potensi intensitas konvektif 5. Hasil dari running data FNL pada aplikasi WRF-
dan bisa dianggap sebagai tingkat kelabilan atmosfer. ARW kemudian diolah menggunakan aplikasi
Dalam meteorologi, APE (Available Potential Energy) GrADS. Hasil olahan yang antara lain berupa
yaitu jumlah energi suatu parsel saat terangkat pada gambar hujan, streamline angin, CAPE, curah
jarak tertentu secara vertikal di atmosfer [8]. hujan, reflektivitas dan kelembaban udara yang
kemudian dilakukan analisis kaitannya dengan
hujan lebat yang terjadi
III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN
a. Data
Data yang digunakan merupakan data saat kejadian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
hujan ekstrim yaitu tanggal 19 Agustus 2014 diantaranya Analisis Lokal
:

Gambar 2. Kondisi cuaca permukaan Stasiun Meteorologi


Gambar 1. Lokasi Penelitian Stasiun Meteorologi Sintang Sintang tanggal 19 Agustus 2014
(Sumber : http://maps.google.co.id) (Sumber : http://ogimet.com/gsynres.phtml.en)
Berdasarkan hasil pengamatan cuaca di Stasiun
Meteorologi Sintang, terlihat bahwa hujan lebat mulai terjadi
pada interval antara 12.00 UTC – 15.00 UTC sebesar 94.0
mm. Kondisi ini terbilang sangat ekstrem untuk hujan selama
3 jam. Kondisi hujan lebat terus menerus terjadi hingga
keesokan harinya yaitu pukul 00.00 UTC tercatat bahwa
selama 24 jam seebesar 139 mm.

Analisis Hujan Menggunakan WRF-ARW

Gambar 4. Hasil output reflektivitas jam 15.00 UTC – 23.00 UTC

Berdasarkan hasil output WRF-ARW produk reflektivitas


pada jam 15.00 UTC – 23.00 UTC dengan interval 3 jam,
terdapat nilai reflektivitas dengan interval 0 – 10 dBz di
wilayah Sintang pada jam 15.00 UTC. Kondisi ini terus
meningkat hingga mencapai nilai maksimal pada jam 18.00
UTC sebesar 50 – 60 dBz.
Besarnya nilai reflektivitas menunjukkan banyaknya
kandungan air dan es di awan. Pada jam 21.00 kondisi
reflektivitas semakin kecil dan terus melemah hingga jam
23.00 UTC menjadi 20 – 30 dBz. Hal ini menunjukkan
bahwa sel awan konvektif di wilayah Sintang sudah mulai
mengalami fase punah.

Gambar 3. Hasil output curah hujan tiap 3 jam

Gambar 3 merupakan hasil output curah hujan tiap 3 jam


oleh WRF-ARW. Berdasarkan hasil output curah hujan
WRF-ARW pada jam 06.00 UTC hingga 12.00 UTC sudah
terjadi hujan namun hanya memiliki nilai <10 mm.
Sedangkan saat memasuki jam 18.00 UTC, hujan lebat sudah
mulai terjadi di wilayah Sintang, Kalimantan Barat dan terus
berlanjut hingga jam 21.00 UTC dengan intensitas lebih
besar dari 60 mm pada jam 18.00 UTC. Sedangkan saat Gambar 5. Hasil output reflektivitas
memasuki jam 24.00 UTC nilai curah hujan turun menjadi
<10 mm. Berdasarkan hasil analisis produk reflektivitas terhadap
waktu dan ketinggian di wilayah Sintang, terlihat bahwa nilai
Analisis Reflektivitas Produk WRF-ARW reflektivitas tinggi terjadi saat memasuki jam 16.00 UTC
hingga 19.00 UTC. Kondisi reflektivitas tinggi terjadi hingga
lapisan atas dengan nilai maksimum sebesar 50 – 60 dBz
terjadi pada jam 17.00 UTC pada ketinggian sekitar 5000
meter.
Saat memasuki jam 20.00 UTC, kondisi awan sudah mulai
punah dengan ditandai oleh nilai reflektivitas yang menurun
dragtis hingga 10 dBz, namun untuk lapisan mengenah masih
memiliki nilai reflektivitas yang cukup tinggi yaitu 20 – 30
dBz. Hal ini mengindikasikan bahwa partikel air di dalam
awan yang terdapat di lapisan menengah masih cukup
banyak. Kemudian saat memasuki jam 23.00 UTC, nilai
reflektivitas melemah dan hampir hilang untuk lapisan
bawah, sedangkan untuk lapisan menengah hingga atas
masih memiliki nilai reflektivitas namun tidak terlalu tinggi
yaitu berkisar antara 0 – 10 dBz.
Analisis CAPE Menggunakan WRF-ARW
Berdasarkan hasil analisis angin lapisan 3000 feet, pada
jam 00.00 UTC tidak ada pola yang signifikan di wilayah
Sintang dan sekitarnya. Namun saat memasuki jam 06.00
UTC sudah mulai terjadi gangguan berupa shearline
(belokan angin) dan perlambatan angin yang cukup
siginifikan. Hal ini ditunjukkan oleh panjangnya vektor angin
yang semakin pendek saat memasuki wilayah Sintang dan
sekitarnya.
Sedangkan saat jam 12.00 UTC terjadi konvergensi yang
berupa pertemuan angin yang ditandai oleh penurunan
kecepatan di wilayah Sintang dan sekitarnya. Kondisi ini
akan memicu penumpukan massa udara di wilayah Sintang
dan akan berpotensi terjadi pertumbuhan awan jenis
konvektif. Kemudian saat jam 18.00 UTC terjadi pola
pertemuan angin namun bukan termasuk dalam kategori
konvergensi karena tidak ada perlambatan angin di daerah
pertemuan angin tersebut. Kondisi ini termasuk dalam
konfluen (pertemuan angin).

Analisis RH Menggunakan WRF-ARW

Gambar 6. Hasil output CAPE

Berdasarkan nilai CAPE dari hasil output WRF-ARW,


terlihat bahwa pada saat pagi hari nilai CAPE masih
cenderung rendah yaitu berkisar antara 500 – 1000 J/kg.
Kemudian nilai CAPE mulai meningkat dragtis ketika
memasuki jam 06.00 UTC hingga 12.00 UTC yaitu berkisar
antara 2500 – 3500 J/kg. Kondisi tersebut mengindikasikan
besarnya energi konvektif yang mendukung untuk
terbentuknya awan-awan konvektif. Namun pada jam 18.00 Gambar 7. Hasil output RH
UTC, terlihat bahwa nilai CAPE sudah mulai berkurang
daripada jam sebelumnya yaitu berkisar antara 500 – 1500 Gambar 7 merupakan hasil output dari kelembaban di
J/kg. Stasiun Meteorologi Sintang. Berdasarkan hasil output
WRF-ARW, terlihat nilai kelembaban yang sangat tinggi
Analisis Angin 3000 feet Menggunakan WRF-ARW hingga lapisan menengah pada jam 00 – 06 UTC. Kemudian
pada jam 06 – 12 UTC nilai kelembaban mengalami
penurunan yang sangat dragtis yaitu berkisar antara 60 – 70
%. Namun sejak pukul 14.00 UTC nilai kelembaban mulai
dari lapisan terendah hingga lapisan atas memiliki nilai yang
sangat tinggi berkisar antara 90 – 100%.
Kondisi RH tinggi sampai lapisan atas terjadi hingga
keesokan harinya. Semakin besar nilai kelembaban udara di
suatu tempat menunjukkan kandungan uap air yang banyak
dan sangat berpotensi tumbuh awan konvektif yang
menghasilkan hujan lebat.

Analisis Angin dan RH Menggunakan WRF-ARW


Lapisan 925 mb

Gambar 7. Hasil output Angin


Nilai kelembaban udara masih cukup rendah hingga jam
12.00 UTC yaitu berkisar antara 75 – 85%. Sedangkan saat
memasuki jam 15.00 UTC nilai kelembaban sudah cukup
tinggi di wilayah Sintang dan sekitarnya akibat transport
udara dari timur laut wilayah Sintang dan sekitarnya.
Nilai kelembaban maksimum terjadi pada jam18.00 UTC
yaitu berkisar antara 95 – 100% dengan pergerakan angin
yang berkumpul di wilayah Sintang dan sekitarnya. Kondisi
ini terus bertahan hingga jam 21.00 UTC dimana banyak
massa uap air di atmosfer yang bergerak terbawa angin
menuju wilayah Sintang dan sekitarnya.

Gambar 8. Hasil output Angin dan RH lapisan 925mb V. KESIMPULAN


Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini,
Berdasarkan hasil analisis kelembaban udara di lapisan 925 terdapat beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
mb, telrihat bahwa kondisi basah di lapisan ini sudah terjadi 1. Berdasarkan hasil output WRF produk curah hujan,
sejak pagi hari yaitu berkisar antara 85 – 95 %. Kemudian terlihat bahwa terjadi hujan lebat di wilayah Sintang
menjelang siang hari nilai kelembaban mulai menurun. pada jam 15.00 UTC dengan intensitas lebih dari 70
Untuk pola angin sendiri tidak terdapat pola angin yang mm. Kondisi ini sama seperti hasil pengamatan
signifikan saat pagi hari hingga siang hari. observasi Stasiun Meteorologi Sintang bahwa hujan
Namun kondisi berubah saat memasuki jam 12.00 UTC, sejak jam 12.00 UTC – 15.00 UTC sebesar 93 mm.
terdapat transport kelembaban yang cukup tinggi dari Kondisi hujan masih bertahan hingga pukul 24.00
wilayah selatan Sintang menuju wilayah Sintang. Hal ini UTC.
ditunjukkan oleh arah vektor pergerakan massa udara di 2. Nilai reflektivitas bernilai tinggi sejak jam 15.00
lapisan 925mb. Kondisi ini akan memicu kenaikan UTC hingga 23.00 UTC. Nilai reflektivitas
kelembaban udara di wilayah Sintang pada jam-jam maksimum terdapat pada jam 17.00 UTC yaitu
sekitarnya sehingga akan berpotensi tumbuh awan-awan berkisar antara 50 – 60 dBz. Semakin tinggi nilai
konvektif. reflektivitas menunjukkan kandungan partikel di
Pada jam 18.00 UTC terlihat bahwa nilai kelembaban yang dalam awan yang semakin banyak dan ukurannya
sangat tinggi berfokus di wilayah Sintang dan sekitarnya. semakin besar.
Nilai kelembaban saat itu berkisar atara 90 – 100% dan 3. Berdasarkan hasil analisis CAPE, terlihat bahwa
mengalami pergerakan menuju wilayah Sintang yaitu nilai CAPE pada pagi hari tidak terlalu tinggi hanya
ditandai dengan vektor angin yang menuju daerah tersebut. sekitar 500 – 1000 J/kg. Namun saat memasuki jam
06.00 UTC dan 12.00 UTC nilai CAPE meningkat
Lapisan 700 mb hingga mencapai 3500 J/kg. Kondisi ini sangat
berpotensi untuk menghasilkan awan-awan
konvektif apabila didukung dengan nilai
kelembaban yang tinggi
4. Analisis kelembaban udara menunjukkan bahwa
pada saat pagi hari wilayah Sintang memiliki
kelembaban yang cukup tinggi hingga lapisan
menengah. Kemudian saat siang hari nilai RH mulai
berkurang dan menjelang malam hari nilai RH
meningkat dragtis hingga mencapai 95% di lapisan
permukaan hingga lapisan atas.
5. Berdasarkan hasil analisa angin yang di-overlay
dengan data kelembaban di tiap lapisan, terlihat
bahwa kondisi kelembaban di sekitar wilayah
Sintang juga memiliki nilai yang tinggi di lapisan
bawah dan menengah. Kemudian didukung dengan
pergerakan angin sehingga menyebabkan wilayah
Sintang mengalami peningkatan kelembaban yang
cukup tinggi.
6. Berdasarkan seluruh simulasi hasil output model
WRF-ARW, dapat disimpulkan bahwa model ini
dianggap bagus untuk menunjukkan kondisi
atmosfer di saat terjadi hujan ekstrem pada tanggal
19 Agustus 2014.

Gambar 9. Hasil output Angin dan RH lapisan 700mb UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kepada senior saya Achmad Rifani
Berdasarkan analisis kelembaban udara lapisan 700 mb, yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini. Selain
terlihat bahwa kelembaban yang tinggi di lapisan ini berasal
itu, terima kasih juga kepada seluruh pihak yang membantu
dari sebelah timur laut wilayah Sintang. Kondisi angin yang
serta membimbing saya dalam proses pengerjaan dan
cukup mendukung menyebabkan pergerakan transport
analisis data output WRF-ARW hingga pada akhirnya
kelembaban udara menuju wilayah Sintang dan sekitarnya.
penelitian ini bisa selesai dengan baik.
PUSTAKA

[1]Wikipedia, Kabupaten Sintang , Website


https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sintang, diakses
08 September 2016

[2] M. Aditya, Simulasi Analisis dan Forecast Hasil Model WRF-


ARW (Studi kasus hujan lebat di Putussibau tanggal 3 – 4
April 2013), SKRIPSI, Sekolah Tinggi Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan, 2014.

[3] BMKG. 2010, KEP.009 Tahun 2010 Tentang Prosedur


Standart Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini,
Pelaporan dan Diseminasi Informasi Cuaca Ekstrim.
BMKG Jakarta.

[4] Zakir, A., Sulistya W., Khotimah, M.K, Perspektif


Operasional Cuaca Tropis, BMKG Jakarta, 2010

[5] Hadi, T. W., et al., Pelatihan Model WRF Forecasting


Prediction Laboratory Bandung. 2011

[6] S. Putri Permata, Menghitung Jumlah Curah Hujan dan Hari


Tanpa Hujan dengan Pengolahan Citra Radar
Palangkaraya di Wilayah Kalimantan Tengah,
LAPORAN KERJA, Sekolah Tinggi Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan, 2012

[7] Soepangkat, Pengantar Meteorologi, Balai Pendidikan dan


Latihan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta, 1994

[8] Ameka, I., Analisis Pertumbuhan Awan Konvektif untuk


Informasi Penerbangan, Program Studi Meteorologi
ITB, Bandung, 2005

Você também pode gostar