Você está na página 1de 2

Antara Kebakaran dan Pembakaran

Untuk kesekian kalinya keharmonisan hubungan diplomatik Indonesia dengan dua negara
tetangganya, yaitu Malaysia dan Singapura mengalami ujian. Pasalnya wilayah kedua negara itu
selama berminggu-minggu diselimuti kabut asap yang membuat rakyat dua negara tersebut sulit
menghirup udara segar. Kehidupan sehari-hari dan aktivitas bisnis di dua negara itu pun mengalami
gangguan. Entah berapa angka kerugian ekonomi yang dialami dua negara itu. Yang pasti jumlahnya
amat besar. Untuk negara dengan jumlah bencana alam yang kecil seperti Singapura dan Malaysia
tentunya persoalan kabut asap adalah persoalan yang amat serius.

Seperti biasanya Singapura dan Malaysia menganggap Indonesia sebagai sumber malapetaka
kabut asap ini. Pemerintah Indonesia dianggap tidak melakukan apa-apa terhadap banyaknya
kebakaran lahan di wilayahnya. Kita pun sebagai rakyat sudah maklum. Kadang-kadang memang
pemerintah terlambat dalam bertindak. Sebagian pihak menuding balik bahwa ada perusahaan-
perusahaan kebun sawit asal Singapura dan Malaysia yang ikut berpartisipasi menambah kepekatan
kabut asap tersebut.

Para aktivis berusaha membangun wacana bahwa yang terjadi bukanlah kebakaran lahan,
melainkan pembakaran lahan. Memang betul di lapangan tidak ada perbedaan nyata antara objek
yang diacu oleh kata kebakaran dan oleh kata pembakaran. Akan tetapi, tampaknya bagi para aktivis
lingkungan hidup penggunaan istilah yang tepat menjadi penting ketika kita berniat menghukum siapa
yang bertanggung jawab terhadap petaka ini.

Dari sudut pandang ilmu bahasa kita dapat menjelaskan perbedaan nyata antara kebakaran
dan pembakaran. Intuisi bahasa kita mengatakan bahwa baik kata kebakaran, maupun kata
pembakaran memiliki akar kata atau root yang sama, yaitu verba bakar. Kedua kata ini pun berkelas
kata yang sama, yaitu nomina atau kata benda. Namun, proses afiksasi yang berbeda pada kata bakar
menciptakan makna turunan yang berbeda.

Kata kebakaran hanya mengalami satu tahap proses afiksasi. Kata bakar mengalami
konfiksasi imbuhan ke- -an sehingga menjadi kebakaran. Nominalisasi dengan ke- -an pada verba
biasanya bermakna ‘hal atau keadaan yang berkaitan dengan verba’. Jadi kita dapat menyimpulkan
bahwa kata kebakaran bermakna ‘keadaan terbakar’. Nah, jika kita menggunakan kata kebakaran,
maka secara tidak langsung kita mengatakan bahwa ratusan titik-titik api yang ada di lahan-lahan
perkebunan sawit di pulau sumatera adalah sesuatu yang terjadi secara alami.

Di sisi lain, proses yang terjadi pada kata pembakaran tidak melalui satu tahap afiksasi,
melainkan dua tahap afiksasi. Pada tahap pertama kata bakar mendapat imbuhan mem- sehingga
menjadi membakar. Ketika kita mendengar kata membakar, intuisi bahasa kita pasti mengatakan
bahwa verba tersebut akan melibatkan dua maujud. Satu maujud akan menjadi titik tolak atau pelaku
dan maujud kedua akan menjadi sasaran. Verba dengan ciri seperti ini biasanya kita sebut verba
transitif.

Pada tahap selanjutnya, verba membakar mengalami nominalisasi dengan imbuhan pe(ng)- -
an sehingga menjadi pembakaran. Imbuhan pe- -an membawa makna perbuatan yang dinyatakan oleh
verba’ maka kata pembakaran mengandung makna ‘perbuatan membakar yang dilakukan oleh pelaku
terhadap suatu sasaran’. Di sini kita dapat memahami mengapa para aktivis lingkungan hidup
cenderung menggunakan kata pembakaran lahan daripada menggunakan kata kebakaran lahan karena
kata itu memberi informasi kepada kita bahwa ada yang membakar dan ada yang dibakar.
Kekeukeuhan para aktivis lingkungan hidup untuk menggunakan kata pembakaran lahan
daripada kebakaran lahan tampaknya dapat kita mengerti setelah mereka menyodorkan hasil uji
bahwa lahan-lahan kering hanya dapat terbakar secara alami jika lahan-lahan tersebut bersuhu di atas
empat puluh derajat celcius dan para aktivis ini mengetahui bahwa suhu udara alami di daerah tempat
terjadi pembakaran lahan tidak pernah lebih dari empat puluh derajat celcius di musim kemarau
sekalipun.

Yusup Irawan, M. Hum.


Staf Pembinaan di Balai Bahasa Jawa Barat

Você também pode gostar