Você está na página 1de 21

MAKALAH

AUDIT SEKTOR PUBLIK

PEMERIKSAAN SIKLUS BELANJA OPERASI

Di Susun Oleh

Ince An Nahdla Rajab 02320150436

Siti Khadija Tussholiha 02320150310

Herman Nur Fatima 02320150315

Riska Dian Anugrah 02320150320


KATA PENGANTAR

Segala puja hanya bagi Allah yang Maha Pengasi lagi Maha Penyayang. Berkat
limpahan karunia nikmatNya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“siklus peemriksaa belaa operasi” dengan lancar. Penyusunan makalah ini
dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Audit Sektor Publik.

Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih atas segala
partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini.

Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan


kekeliruan di dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa
maupun isi. Sehingga penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran
positif dari pembaca.

Demikian apa yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya.

Makassar, 30 November 2017

PENYUSUN
BAB I

PEMBAHASAN

A. Pemeriksaan Belanja Operasional


Terdapat lima asersi yang menjadi tujuan pemeriksaan belanja barang dan
persediaan. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk pengujian keberadaan
dan keterjadian, kelengkapan, penilaian, hak dan kewajiban serta
pengungkapan.
1. Keberadaan dan keterjadian
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk meyakini apakah nilai
persediaan yang disajikan di dalam laporan keuangan benar-benar ada dan
persediaan negara benar- benar dimiliki oleh pemerintah pusat.
Pengendalian intern kunci pada pengujian ini adalah (1) adanya
pemisahan fungsi dari pembuat kebijakan, pengelola persediaan,
pengadaan, pembayaran kas,dan akuntansi, (2)realisasi pengadaan
persediaan telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang, (3)pemeriksaan
fisik persediaan secara reguler dan (4) otorisasi penggunaan persediaan.
Risiko yang muncul atas pengujian asersi ini, diantaranya:
a. Persediaan dianggarkan, tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan.
b. Persediaan tidak dianggarkan.
c. Perangkapan fungsi
d. Pemisahan fungsi secara desain tetapi implementasi tidak terjadi
e. Tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang atau pemeriksaan fisik
formalitas
f. Persediaan yang dilaporkan tidak ada dokumen kepemilikannya.
g. Persediaan dikuasai pihak lain secara tidak sah.
h. Persediaan tidak dilaporkan.
Pengujian pengendalian intern dapat berupa:
a. Meneliti apakah belanja barang telah dianggarkan dan sesuai dengan
kebutuhan.
b. Meneliti pemisahan fungsi realisasi pengadaan persediaan desain
maupun implementasinya.
c. Meneliti secara uji petik apakah realisasi belanja barang telah
diotorisasi oleh pejabat yang berwenang.
d. Meneliti apakah persediaan tersebut telah diperiksa secara fisik
dengan sebenarnya.
e. Meneliti apakah persediaaan yang dilaporkan telah diinventarisasi
kepemilikannya.
f. Meneliti apakah semua persediaaan yang dimiliki dikuasai untuk
digunakan
Pengujian substantif yang dapat dilakukan, diantaranya:
g. Meneliti secara uji petik pengadaan persediaan apakah telah
dianggarkan dalam dokumen anggaran dan meneliti apakah telah sesuai
kebutuhan.
h. Meneliti secara uji petik apakah anggaran dan realisasi belanja barang
telah dibukukan dalam LRA dan Neraca
i. Periksa fisik aset tersebut secara uji petik dan dokumen
kepemilikannya dan pastikan bukan penitipan pihak lain.
j. Periksa dokumen dan catatan aset tetap/barang milik negara apakah
telah dilaporkan dalam neraca.
k. Meneliti apakah terdapat perselisihan mengenai status aset.
l. Lakukan pemeriksaan fisik atas persediaan akhir yang diuji dan buat
berita acara segera setelah pemeriksaan fisik.
m. Meneliti apakah ada persediaan yang sudah usang tetapi masih dicatat
dan disimpan oleh auditee
n. Lakukan wawancara untuk mengetahui apakah ada barang-barang
persediaan yang merupakan titipan pihak lain.
2. Kelengkapan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk meyakini apakah seluruh transaksi
belanja barang telah dicatat dalam LRA baik anggaran maupun realisasinya
serta aset tetapnya yang relevan pada neraca dan untuk mengetahui dan
meyakini bahwa Investasi telah mencakup semua transaksi pada periode
pelaporan. Risiko yang muncul atas pengujian asersi ini, diantaranya:
 Belanja barang tidak/kurang dicatat karena tidak ada SP2D
 Persediaan yang dipeoleh dari belanja barang yang telah direalisasikan
tidak dicatat.
 Adanya dokumen fiktif belanja barang negara.
 Salah pencatatan (oversated dan undersated).
 Pemalsuan dokumen transaksi belanja barang.
 Dokumen pendukung pencatatan kurang lengkap.
 Pengeluaran kas tidak/kurang dicatat karena tidak ada SP2D
 Pengujian pengendalian intern dapat berupa:
 Meneliti urutan nomor dan tanggal SPM, apakah telah diperoleh SP2D dan
dibukukan.
 Meneliti apakah terdapat SP2D yang belum diperoleh atas SPM yang telah
dikeluarkan untuk belanja barang.
 Meneliti apakah pencatatan belanja barang tersebut seluruhnya telah
dicatat sebagai persediaan yang relevan.
 Meneliti pencatatan penerimaan dan pengeluaran barang, periksa dokumen,
dan otoritas pejabat berwenang.
Pengujian substantif yang dapat dilakukan, diantaranya:
 Meneliti urutan nomor dan tanggal SPM, apakah telah diperoleh SP2D dan
dibukukan.
 Meneliti apakah terdapat SP2D yang belum diperoleh atas SPM yang telah
dikeluarkan untuk belanja barang.
 Meneliti apakah pencatatan belanja barang tersebut seluruhnya telah dicatat
sebagai persediaan yang relevan.
 Tetiti pencatatan penerimaan dan pengeluaran barang, periksa dokumen,
dan otoritas pejabat berwenang.
 Meneliti urutan nomor dan tanggal SPM, apakah telah diperoleh SP2D dan
dibukukan.
 Meneliti apakah terdapat SP2D yang belum diperoleh atas SPM yang telah
dikeluarkan untuk belanja barang.
 Meneliti apakah pencatatan belanja barang tersebut seluruhnya telah dicatat
sebagai persediaan yang relevan.
 Tetiti pencatatan penerimaan dan pengeluaran barang, periksa dokumen,
dan otoritas pejabat berwenang.
 Penilaian Tujuan dari pengujian ini adalah untuk meyakini apakah
Transaksi belanja barang dan persediaan yang relevan telah dicatat sesuai
dengan nilai yang semestinya, dan perhitungan yang tepat. Pengendalian
intern kunci pada pengujian ini adalah adanya prosedur verifikasi intern
atau reviu atas nilai realisasi belanja barang dan persediaan telah dilakukan
dan penilaian kembali persediaan pada neraca awal /pertama kali dengan
nilai wajar. Risiko yang muncul atas pengujian asersi ini, diantaranya:
 Anggaran dan realisasi belanja barang salah dibukukan dan dilaporkan.
 Persediaan yang diperoleh sebelum neraca awal belum dinilai dengan nilai
 Wajar Pengujian pengendalian intern dapat berupa:
 Meneliti apakah telah dilakukan verifikasi intern atau reviu atas
dokumen belanja barang dan meneliti apakah hasilnya telah
ditindaklanjuti.
 Meneliti apakah persediaan yang diperoleh sebelum neraca awal telah
dinilai kembali.
 Pengujian substantif yang dapat dilakukan, diantaranya:
 Meneliti secara uji petik (dokumen anggaran dan realisasi belanja barang
apakah telah benar perhitungannya.
 Meneliti secara uji petik atas dokumentasi persediaan terkait dengan
belanja barang apakah telah benar perhitungannya.
 Meneliti secara uji petik apakah persediaan yang dilaporkan dalam neraca
telah dinilai kembali dengan nilai wajar (aset yang diperoleh sebelum
neraca awal).
3. Hak dan Kewajiban
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk meyakini bahwa belanja barang
direalisasikan atas persediaan yang relevan. Pengendalian intern kunci pada
pengujian ini adalah pengawasan atau reviu atas belanja barang dan persediaan
terkait.
Resiko yang muncul atas pengujian asersi ini, diantaranya:
 Pengawasan intern atas aset dari belanja lemah.
 Belanja pemeliharaan yang dapat dikapitalisasi atas aset (tidak menambah
nilai aset).
 Belanja barang direalisasikan tetapi persediaan dimiliki dan atau dikuasai
oleh pihak lain secara tidak sah.
Pengujian pengendalian intern dapat dilakukan dengan:
 Meneliti secara uji petik pengawasan atas persediaan.
 Meneliti perjanjian penitipan oleh pihak ketiga, dokumen-
dokumen pendukung dan nilai barang. Apakah ada penetapan atau proses
verifikasi dan otorisasi dalam penetapan nilai persediaan.
Pengujian substantif yang dapat dilakukan dengan meneliti secara uji petik
terhadap dokumen belanja barang dan persediaan, apakah terdapat aset yang
dikuasai pihak lain.
4. Pengungkapan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk meyakini anggaran dan realisasi
belanja barang serta persediaan telah diungkapkan secara memadai dalam
laporan keuangan dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Pengendalian intern kunci pada pengujian ini adalah pada pengawasan intern
atau reviu atas klasifikasi akun dan pengungkapan belanja barang dan
persediaan telah memadai dan terdapat kebijakan akuntansi, sistem dan
prosedur penyusunan laporan keuangan, serta verifikasi internal. Risiko yang
muncul atas pengujian asersi ini, diantaranya:
 Pengawasan atau reviu atas klasifikasi dan pengungkapan lemah.
 Klasifikasi belanja barang dan persediaaan tidak sesuai dengan SAP
 Pengungkapan barang dan persediaan tidak dan atau kurang memadai.
 Pengungkapan transaksi kas tidak/kurang memadai.
 Salah saji (oversated dan understated)
 Terdapat pencatatan persediaan ganda, pencapuradukan persediaan (tidak
terklasifkasi)
Pengujian pengendalian intern dapat berupa:
 Meneliti pengawasan atau reviu atas klasifikasi dan pengungkapan
atas persediaan telah dilakukan dan hasilnya memadai.
 Meneliti apakah pengungkapan belanja barang dan persediaan dalam
catatan atas laporan keuangan telah memadai (sesuai SAP).
 Reviu kebijakan akuntansi terkait dengan penyajian saldo persediaan dan
telaah kesesuaiannya dengan standar akuntansi pemerintah.
 Reviu pelaksanaan penyusunan laporan dan verifikasi internal untuk
memastikan bahwa pengungkapan atas penyajian saldo persediaan telah
memadai (sesuai SAP)
 Meneliti apakah persediaan yang diperoleh dicatat dengan menggunakan
identifikasi yang memadai.
 Meneliti apakah terdapat prosedur untuk persediaan yang rusak, kedaluarsa
dan hilang dan dapatkan dokumen pencatatan atas kondisi persediaan
tersebut.
Pengujian substantif yang dapat dilakukan, diantaranya:
 Meneliti klasifikasi akun belanja barang dan persediaan pada laporan
keuangan apakah telah sesuai dengan SAP
 Meneliti secara uji petik dokumentasi belanja barang dan persediaan
khususnya terhadap kondisi dan status aset apakah telah diungkapkan
secara mamadai dalam catatan atas laporan keuangan.
 Meneliti apakah seluruh penyajian dan pengungkapan saldo persediaan di
neraca telah memadai.
 Dalam pemeriksaan fisik atas persediaan akhir, inventarisir jumlah
persediaan yang rusak, kadaluarsa dan hilang.
 Bandingkan dengan catatan persediaan yang ada.
B. Honorarium
Dalam konteks belanja pegawai, honorarium adalah uang yang diberikan
kepada guru/dosen tidak tetap atau pegawai honorer yang akan diangkat
menjadi pegawai negeri. Bagi Guru/Dosen Tidak Tetap, adalah honorarium
adalah tunjangan jasa yang diberikan kepada Pengajar/Guru/Dosen yang
memberikan pelajaran pada suatu Sekolah/Perguruan/Fakultas di luar tugas
pokoknya di mana dalam memberikan pelajaran tersebut diangkat dan
ditunjuk dengan surat keputusan oleh instansi bersangkutan menurut
ketentuan yang berlaku dan dalam waktu tertentu.Honorarium bagi pegawai
honorer yang akan diangkat menjadi pegawai diberikan dalam rangka
mendukung tugas pokok dan fungsi organisasi bersangkutan.
Honorarium Dalam Belanja Nonpegawai
Akun-akun yang terkait dengan honorarium dalam belanja nonpegawai,
antara lain adalah:
 Akun 521115 (Honor Operasional Satuan Kerja), yaitu honor tidak tetap
yang digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan operasional kegiatan
satker. Pembayaran honornya dilakukan secara terus-menerus dari awal
sampai dengan akhir tahun anggaran. Termasuk dalam klasifikasi
honorarium ini adalah honor pejabat Kuasa Pengguna Anggaran KPA,
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penguji/Penanda Tangan
SPM, Bendahara Pengeluaran, Bendahara Pemegang Uang Muka (PUM),
Staf Pengelola Keuangan, Pejabat Pengadaan Barang/Jasa, Pengelola
PNBP, petugas SAI dan SIMAK-BMN.
 Akun 521213 (Honor Output Kegiatan), yaitu honor tidak tetap yang
dibayarkan kepada pegawai yang melaksanakan kegiatan dan terkait
dengan output, atau honor yang dibayarkan atas pelaksanaan kegiatan
yang insidentil dan dapat dibayarkan tidak terus-menerus dalam satu
tahun. Termasuk ke dalam honor output kegiatan adalah honor yang
timbul sehubungan dengan atau dalam rangka penyerahan barang kepada
masyarakat.

C. Belanja Operasional
Belanja pemerintah daerah pada APBD berdasarkan jenis belanjanya dapat
dikategorikan menjadi belanja langsung dan tidak langsung. Belanja tidak
langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan sedangkan belanja langsung
adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan
program dan kegiatan. Belanja operasional adalah belanja yang dilakukan
pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar suatu satuan kerja.
Dalam kaitannya dengan definisi tersebut, maka belanja operasional dapat
diklasifikasikan sebagai belanja langsung. Belanja operasional yang menjadi
fokus bahasan ini terdiri dari :
1) Belanja perjalanan dinas
2) Belanja sewa
3) Belanja bahan
4) Belanja persediaan dan aktiva lancar lainnya

D. Pelaksanaan Pemeriksaan Belanja


Langkah2 yang dilakukan :
1) Memahami Pengendalian internal,
2) Mengujinya Pengendalian Internal,
3) Pertimbangan biaya dan manfaat,
4) Uji pengendalian subtantif saldo dan transaksi,
5) Prosedur analisis dan pengujian saldo rinci
Belanja Daerah adalah kewajiban pemda diakui dengan pengurang
kekayaan bersih.

E. Belanja Perjalanan Dinas


Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri (Perjadin Dalam Negeri) adalah
perjalanan ke luar tempat kedudukan baik perseorangan maupun secara
bersama yang jaraknya sekurang-kurangnya 5 kilometer dari batas kota, yang
dilakukan dalam wilayah Indonesia untuk kepentingan Negara atas perintah
Pejabat yang Berwenang, termasuk perjalanan dari tempat kedudukan ke
tempat meninggalkan Indonesia untuk bertolak ke luar negeri dan dari tempat
tiba di Indonesia dari luar negeri ke tempat yang dituju di dalam negeri.
Perjalanan dinas dalam negeri diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 45/PMK.05/2007.
Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap yang akan
melaksanakan perjalanan dinas harus terlebih dahulu mendapat
persetujuan/perintah atasannya. Perintah tersebut dituangkan dalam selembar
Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD). Penerbitan SPPD harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pejabat yang Berwenang hanya dapat memberikan perintah perjalanan
dinas untuk perjalanan dinas dalam Wilayah Jabatannya;
2. dalam hal perjalanan dinas ke luar Wilayah Jabatannya, Pejabat yang
Berwenang harus memperoleh persetujuan/perintah atasannya.
Dalam hal Pejabat yang Berwenang akan melakukan perjalanan dinas, SPPD
ditandatangani oleh:
1. atasan langsungnya, sepanjang Pejabat yang Berwenang satu Tempat
Kedudukan dengan atasan langsungnya;
2. dirinya sendiri atas nama atasan langsungnya, dalam hal pejabat tersebut
merupakan pejabat tertinggi pada Tempat Kedudukan pejabat yang
bersangkutan setelah memperoleh persetujuan/perintah atasannya.

Biaya Perjadin Dalam Negeri terdiri atas:


1. uang harian yang meliputi uang makan, uang saku, dan transport lokal;

2. biaya transport pegawai;

3. biaya penginapan;

4. uang representatif;

5. sewa kendaraan dalam kota.

Khusus untuk keperluan mengantar/menjemput jenazah, selain biaya tersebut


di atas juga diberikan biaya menjemput/mengantar jenazah yang terdiri atas:
1. biaya pemetian;
2. biaya angkutan jenazah.
Biaya perjalanan dinas digolongkan dalam 6 tingkat, yaitu:
1. Tingkat A untuk Pejabat Negara yang meliputi Ketua/Wakil Ketua dan
Anggota Lembaga Tinggi Negara, Menteri dan setingkat Menteri;
2. Tingkat B untuk Pejabat Negara Lainnya dan Pejabat Eselon I;
3. Tingkat C untuk Pejabat Eselon II;
4. Tingkat D untuk Pejabat Eselon III atau Golongan IV;
5. Tingkat E untuk Pejabat Eselon IV atau Golongan III;
6. Tingkat F untuk PNS Golongan II dan I
Biaya perjalanan dinas dibebankan pada anggaran kantor/satuan kerja yang
mengeluarkan SPPD bersangkutan. Pejabat yang Berwenang agar
memperhatikan ketersediaan dana yang diperlukan untuk melaksanakan
perjalanan tersebut dalam anggaran kantor/satuan kerja berkenaan.
Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap dilarang
menerima biaya perjalanan dinas jabatan rangkap (dua kali atau lebih) untuk
perjalanan dinas yang dilakukan dalam waktu yang sama.
Perjalanan dinas diberikan biaya-biaya sebagai berikut:
1. Uang harian, biaya transport pegawai, biaya penginapan, uang representatif,
dan sewa kendaraan diberikan untuk semua jenis perjalanan dinas, kecuali
perjalanan dinas untuk mendapatkan pengobatan di luar Tempat Kedudukan
berdasarkan keputusan Majelis Penguji Kesehatan Pegawai Negeri
dan perjalanan dinas untuk menjemput/mengantarkan jenazah;
2. Biaya transport pegawai, untuk perjalanan dinas untuk mendapatkan
pengobatan di luar Tempat Kedudukan berdasarkan keputusan Majelis
Penguji Kesehatan Pegawai Negeri dan perjalanan dinas dalam hal
ditugaskan mengikuti pendidikan dinas di luar Tempat Kedudukan, dengan
uang harian yang dapat diberikan setinggi-tingginya 30% dari Uang Harian
bagi yang ditugaskan mengikuti pendidikan dinas di luar Tempat
Kedudukan;
3. Uang harian, biaya transport pegawai/keluarga, dan biaya penginapan
sebanyak- banyaknya 4 orang, serta biaya pemetian dan angkutan jenazah
untuk perjalanan untuk menjemput/mengantarkan jenazah.
Uang harian dan uang representatif dalam rangka perjalanan dinas jabatan dan
biaya pemetian jenazah dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dan merupakan
batas tertinggi.
Biaya transport pegawai, biaya penginapan, dan sewa kendaraan dalam kota
dalam rangka perjalanan dinas serta biaya angkutan jenazah dibayarkan sesuai
dengan Biaya Riil (at cost). Uang harian, biaya penginapan, dan uang
representatif perjalanan dinas diberikan:
1. untuk perjalanan dinas yang memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 jam;
2. menurut banyak hari yang digunakan untuk melaksanakan perjalanan dinas;
3. selama 2 hari untuk transit menunggu pengangkutan lanjutan dalam hal
harus berpindah ke alat angkutan lain (transit);
4. selama-lamanya 3 hari di Tempat Bertolak ke/datang dari luar negeri;
5. selama-lamanya 10 hari di tempat yang bersangkutan jatuh sakit/berobat
dalam hal pegawai yang sedang melakukan perjalanan dinas jatuh sakit;
6. selama-lamanya 90 hari dalam hal pegawai melakukan tugas detasering;
7. selama-lamanya 7 hari setelah diterima keputusan tentang perubahan
detasering menjadi penugaspindahan;
8. selama-lamanya 3 hari di tempat penjemputan jenazah dan selama-lamanya
3 hari di tempat pemakaman jenazah dalam hal jenazah tersebut tidak
dimakamkan di tempat kedudukan almarhum/almarhumah yang
bersangkutan untuk pejabat negara/pegawai yang meninggal saat
melaksanakan perjalanan dinas;
9. selama-lamanya 3 hari di tempat pemakaman jenazah pejabat
negara/pegawai yang meninggal dan dimakamkan tidak di tempat
kedudukan almarhum/almarhumah yang bersangkutan.
Dalam hal perjalanan dinas jabatan dilakukan secara bersama-sama untuk
melaksanakan suatu kegiatan tertentu, penginapan/hotel untuk seluruh pejabat
negara/pegawai dapat menginap pada hotel/penginapan yang sama, sesuai
dengan kelas kamar penginapan/hotel yang telah ditetapkan untuk masing-
masing pejabat negara/pegawai negeri. Perjalanan dinas jabatan pulang dan
pergi yang memakan waktu kurang dari 6 jam, diberikan biaya perjalanan
dinas setinggi-tingginya sebesar 60% dari uang harian sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007.
Dalam hal perjalanan dinas menggunakan kapal laut/sungai untuk waktu
sekurang-kurangnya 24 jam, maka selama waktu transportasi tersebut kepada
Pejabat Negara/Pegawai hanya diberikan uang harian.
Selain Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap, dapat
melakukan perjalanan dinas atas perintah Pejabat yang Berwenang, dan biaya
perjalanan dinasnya digolongkan dalam tingkat sebagaimana dimaksud di atas
menurut tingkat pendidikan/kepatutan/tugas yang bersangkutan.
Pegawai Negeri Golongan I dapat melakukan perjalanan dinas dalam hal
mendesak/khusus, seperti dalam hal tenaga teknis tidak diperoleh di
tempat bersangkutan. Pegawai Tidak Tetap yang melakukan perjalanan dinas
untuk kepentingan negara, digolongkan dalam tingkat perjalanan dinas seperti
di atas oleh Pejabat yang Berwenang sesuai dengan tingkat pendidikan/tugas
yang bersangkutan.
Pembayaran belanja perjalanan dinas dilaksanakan dengan mekanisme SPM
LS atau Uang Persediaan.
Dokumen sumber yang dibutuhkan dalam pemeriksaan belanja perjalanan
dinas:
1. Surat Perintah Perjalanan Dinas
2. Bukti perjalanan (tiket, boarding pass, bukti penginapan dll)
3. SPP, SPM, SP2D Belanja Perjalanan Dinas
4. Form perhitungan riil perjalanan dinas
Contoh penyimpangan belanja perjalanan dinas:
1. Perjalanan dinas fiktif
2. Perjalanan dinas tidak efektif
3. Mark up nilai perjalanan dinas
F. Belanja Sewa
Sewa (atau imbalan dengan nama apapun) adalah penghasilan sehubungan
dengan penggunaan harta gerak atau harta tak gerak, misalnya sewa mobil,
sewa mesin fotokopi, sewa lukisan dan harta lainnya. Belanja sewa digunakan
untuk pembayaran sewa (misalnya sewa kantor/gedung/ruangan, atau sewa
lainnya). Belanja sewa diawali dengan pembuatan perjanjian sewa pada setiap
awal periode pelaksanaan sewa. Perjanjian sewa merupakan salah satu
dokumen sumber yang diperlukan dalam proses pembayaran belanja sewa
maupun pertanggungjawabannya. Pembayaran sewa dapat dilakukan pada
awal ataupun akhir periode sewa dengan mekanisme SPM LS.
Perhitungan pajak untuk belanja sewa
1. Sewa merupakan objek pemotongan PPh pasal 23 dengan tarif sebesar 2%
atau 4% jika penerima sewa tidak mempunyai NPWP. Dasar perhitungan
pajak adalah jumlah bruto sewa.
2. Sewa merupakan objek PPN karena sewa bangunan merupakan jenis jasa
yang tidak termasuk dalam jenis jasa yang tidak terutang PPN. Besar tarif
PPN terhutang adalah 10% dari jumlah sewa.
Dokumen sumber yang dibutuhkan dalam pemeriksaan belanja sewa :
1. Kontrak/perjanjian sewa
2. Berita Acara
3. SPP, SPM, SP2D belanja sewa
4. Surat setoran pajak (SSP) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Contoh penyimpangan belanja perjalanan sewa:
1. Sewa fiktif
2. Belanja sewa tidak efektif -> terhadap asset yang sudah dimiliki dan
jumlahnya cukup
3. Kesalahan pembebanan belanja sewa

G. Belanja Bahan
Pengeluaran yang digunakan untuk pembayaran biaya bahan pendukung
kegiatan (yang habis dipakai) seperti :
• Alat Tulis Kantor (ATK)
• Konsumsi/bahan makanan
• Bahan cetakan
• Dokumentasi
• Spanduk
• Biaya Fotokopi.
yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan non operasional seperti
dies natalis, pameran, seminar, pejabat, sosialisasi,rapat dan lain lain. Proses
pengadaan belanja bahan dilakukan sesuai dengan nilai belanja bahan
tersebut. Apabila melebihi batasan nilai yang dimungkinkan untuk dilakukan
pengadaan langsung, maka pengadaan harus dilakukan dengan mekanisme
lelang atau penunjukan langsung.
Pembayaran belanja bahan dapat dilakukan dengan mekanisme LS ataupun
dengan mekanisme Uang Persediaan (UP).
Dokumen sumber yang dibutuhkan dalam pemeriksaan belanja bahan:
1. Bukti pembelian (Nota pembelian/kuitansi)
2. Kontrak / SPK, serta dokumen terkait (BA Serah Terima Barang, BA
Pembayaran) jika pengadaan dilakukan dengan lelang atau pembelian
langsung dengan nilai >20 juta rupiah.
3. SPP, SPM, SP2D LS/UP belanja bahan
4. Surat setoran pajak (SSP) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Perhitungan pajak untuk belanja bahan :
1. Belanja bahan merupakan objek pemotongan PPh pasal 22. Atas
pembelian yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah dikenakan pajak
sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
2. Belanja bahan merupakan objek pemotongan PPN dengan tarif sebesar
10%.
Penyimpangan belanja bahan:
1. Proses pengadaan tidak sesuai ketentuan
2. Mark up nilai belanja bahan
3. Kesalahan pencatatan/pembebanan belanja

H. Belanja Persediaan Dan Aktiva Lain


Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang
dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-
barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka
pelayanan kepada masyarakat.
Persediaan merupakan aset yang berupa:
 Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka
kegiatan operasional pemerintah;
 Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam
proses produksi;
 Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau
diserahkan kepada masyarakat;
 Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
dalam rangka kegiatan pemerintahan.
Persediaan dapat terdiri dari :
 Barang konsumsi
 Amunisi
 Bahan untuk pemeliharaan
 Suku cadang
 Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga
 Pita Cukai dan leges
 Bahan baku
 Barang dalam proses/setengah jadi
 Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
 Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
Pengadaan barang persediaan dapat dilakukan dengan mekanisme pengadaan
langsung ataupun lelang sesuai dengan nilai dari belanja barang persediaan
tersebut. Pembayaran pengadaan barang persediaan dapat dilakukan dengan
mekanisme SPM LS maupun UP.
Setelah barang persediaan telah diperoleh, barang tersebut dicatat pada
kartu persediaan atau aplikasi persediaan jika telah tersedia. Dalam kartu
persediaan tersebut dicatat mutasi penggunaan persediaan dimaksud untuk
memudahkan perhitungan posisi persediaan serta pemeriksaan pada akhir
periode.
Dokumen sumber yang dibutuhkan dalam pemeriksaan belanja barang
persediaan:
1. Bukti pembelian (Nota pembelian/kuitansi)
2. Kontrak / SPK, serta dokumen terkait (BA Serah Terima Barang,
Pembayaran) jika pengadaan dilakukan dengan lelang atau pembelian
langsung dengan nilai >20 juta rupiah.
3. SPP, SPM, SP2D LS/UP belanja barang persediaan
4. Kartu inventaris persediaan/laporan monitoring persediaan
5. Surat setoran pajak (SSP) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Penghitungan pajak belanja persediaan
1. Belanja barang persediaan merupakan objek pemotongan PPh pasal 22.
Atas pembelian yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah dikenakan
pajak sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
2. Belanja persediaan merupakan objek pemotongan PPN dengan tarif
sebesar 10%.

http://www.wikiapbn.org/honorarium/

Você também pode gostar