Você está na página 1de 14

ARTIKEL PERAN WARGA INDONESIA

DALAM PROSES PEMBANGUNAN

DI KERJAKAN OLEH:
LUCKY RAHMAN RACHMAN 20
RAZA ABDULLAH AL AZZAM 25
UBAIDILLAH HASAN F. 30
YANUAR ADI NUGROHO 32
ARTIKEL
PERAN WARGA NEGARA INDONESIA DALAM
PROSES PEMBANGUNAN

Pembangunan merupakan proses pewujudan


cita-cita negara untuk mewujudkan masyarakat yang
makmur dan sejahtera secara merata diseluruh wilayah
Indonesia, namun demikian pembangunan yang menjadi
dasar terwujudnya masyarakat makmur dan sejahtera
belumlah bisa dinikmati secara merata oleh seluruh
rakyat Indonesia karena berbagai faktor penyebab
dimana salah satu faktornya adalah faktor geografis.
Kondisi geografis wilayah Indonesia terdiri atas banyak
pulau-pulau yang terpisahkan oleh lautan dimana
penduduknya tersebar dihampir selururh pulau yang ada
di Indonesia secara tidak merata, faktor persebaran
penduduk yang tidak merata ditambah lagi dengan akses
atau infrastruktur yang tidak sama dan merata antara satu
wilayah dengan wilayah lain menjadi salah satu
penghambat untuk mewujudkan pembangunan yang
merata diseluruh wilayah Indonesia. Selain itu adanya
sistem otonomi daerah juga menjadi salah satu
penghambat dalam pemerataan pembangunan karena
adanya kebebasan pada setiap daerah untuk
memenfaatkan segala potensi yang ada didaerahnya
untuk dimanfaatkan membuat adanya jenjang antara
daerah yang mimiliki potensi sumber daya dengan
daerah yang tidak memiliki potensi sumber daya.
Dalam hal ini pemerintah menyadari bahwa tidak
mungkin menyamaratakan pembanguna pada setiap
daerah, untuk mengatasi hal tersebut pemerintah
membuat suatu peraturan yang tertuang dalam undang-
undang nomor 22 tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan antara pusat dengan daerah. Terkait dengan
undang-undang nomor 22 tahun 1999 pembangunan
daerah disertai dengan otonomi daerah sangat relevan
dengan pembangunan secara menyeluruh, dinyatakan
juga bahwa terdapat empat hal yang mendasari adanya
penyamarataan keuangan antara pusat dengan daerah
atau pembangunan daerah yaitu :
1. Pembangunan daerah sangat tepat
diimplementasikan dalam perekonomian yang
mengandalkan pengelolaan sumber daya publik
seperti sektor perikanan, pertanian dan kehutanan
2. Pembangunan daerah diyakini mampu memenuhi
harapan keadilan ekonomi bagi sekian banyak orang
yang tercermin dalam otonomi daerah
3. Pembangunan daerah dapat menekan biaya
transaksi
4. Pembangunan daerah dapat meningkatkan daya
beli domestik

Masyarakat kecil atau masyarakat kelas bawah


ternyata bukanlah masyarakat yang secara keseluruhan
hanya mampu menggantungkan kehidupannya pada
pihak lain, dalam hal ini terutama pada pemerintah.
Mereka juga bukan seluruhnya dapat dikatakan akan
menjadi beban pembangunan bangsa. Kenapa bisa
dikatakan seperti itu, bukan lain karena diantara mereka
juga pada dasarnya tumbuh semangat untuk mandiri dan
lepas dari ketergantungan pada pihak lain.
Kasus di Jakarta menunjukkan, ternyata partisipasi
masyarakat terhadap perekonomian cukup berarti bagi
kelangsungan roda pertumbuhan ekonomi, minimal
mengurangi beban yang seharusnya menjadi tanggungan
pemerintah. Dalam kasus ini, Biro Pusat Statistik (BPS)
DKI Jakarta menghitung, ternyata pedagang kaki lima
Jakarta menyetor pungutan liar sebesar Rp 53,4
milyar/tahun, dengan omzet Rp 42,3 milyar/hari!. Dari
aset dan omzet yang ada, ternyata sektor ini tidak begitu
miskin, artinya angka yang dihasilkan oleh mereka
ternyata juga cukup besar.
Jadi dalam kasus tadi, sikap para pedagang kaki lima
ternyata menunjukkan bahwa mereka mampu eksis di
tengah gelombang terpaan krisis ekonomi yang terjadi.
Jelas sikap kewirausahaan semacam itu akan cukup
signifikan bagi peningkatan kemampuan masyarakat
secara keseluruhan. Sedangkan di beberapa kota lainnya,
kita bisa menyaksikan, betapa di jalan-jalan utama kota
tadi, kini telah tumbuh pusat-pusat ekonomi informal
yang juga ternyata mampu membantu menaikan
pendapatan ekonomi warga masyarakat serta diyakini
kedepannya akan berimplikasi pada peingkatan
kehidupan dan kesejahteraan para pedagang yang ada di
sana.
Makanya tidak seluruhnya benar ungkapan yang
mengatakan bahwa penyebab keterpurukan ekonomi
bangsa ini adalah karena adanya ketidakmampuan untuk
menumbuhkan modal (capital). Dari segi ekonomi,
modal adalah memang salah satu kekuatan pertumbuhan
ekonomi. Namun tanpa dibarengi dengan kekuatan untuk
berusaha dengan keras, tetap saja akan kurang signifikan
dengan peningkatan produktivitas. Sebagaimana para
pedagang kaki lima tadi, dengan modal terbatas, akhinya
mereka tetap mampu eksis. Dengan mereka eksis,
minimal mereka akan mampu memenuhi kebutuhan-
kebuuhan dasar kehidupan keluarganya. Diharapkan dari
peningkatan tersebut, akan meningkatkan pula
kesejahteraan keluarga mereka. Dengan begitu,
pemerintah tinggal mendorong semangat berwirausaha
ini menjadi semangat kolektif yang terus pula
dikembangkan menjadi lebih luas lewat pembinaan-
pembinaan kelompok usaha-kelompok usaha yang ada di
masyarakat, atau paling tidak memberikan arahan-
arahan bagi pengembangan usaha mereka secara
personal.
Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan masyarakat
dalam proses pembangunan;

Peran di Bidang Pendidikan


Pendidikan adalah permasalahan besar yang
menyangkut nasib dan masa depan bangsa dan negara.
Karena itu, tuntutan reformasi politik, ekonomi, sosial,
hak azasi manusia, sistem pemerintahan dan agraria tidak
akan membuahkan hasil yang baik tanpa reformasi
sistem pendidikan. Krisis multidimensi yang melanda
negara dan bangsa Indonesia dewasa ini, tidak hanya
disebabkan oleh krisis ekonomi, sosial dan politik,
melainkan juga oleh krisis pada sistem pendidikan
nasional.
Upaya pemerintah memberikan bantuan darurat dalam
bentuk materi baik melalui program “jaring pengaman
sosial” maupun melalui proyek “Padat Karya” ternyata
belum mampu memberdayakan masyarakat miskin
secara maksimal. Tentu saja masyarakat lapisan bawah
sangat memerlukan bantuan semacam ini. Akan tetapi,
fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa upaya
tersebut masih sarat dengan korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Bantuan yang seharusnya menjadi porsi dan
hak masyarakat lapisan bawah justru sebaliknya
kadangkala dinikmati mereka yang tidak berhak.
Pola partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan
seharusnya memang bukan pola yang bersifat top-down
intervention yang terkadang mengandung nuansa kurang
menjunjung tinggi aspirasi dan potensi masyarakat untuk
melakukan kegiatan swadaya. Akan tetapi yang relatif
lebih sesuai dengan masyarakat lapisan bawah terutama
yang tinggal di desa adalah pola pemberdayaan yang
sifatnya bottom-up intervention yang di dalamnya ada
nuansa penghargaan dan pengakuan bahwa masyarakat
lapisan bawah memiliki potensi untuk memenuhi
kebutuhannya, memecahkan permasalahannya, serta
mampu melakukan usaha-usaha pendidikan dengan
prinsip swadaya dan kebersamaan. Bagaimana peran
partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan formal
dan nonformal untuk melahirkan SDM yang berkualitas
tentu saja menjadi pekerjaan rumah semua pihak.
Masalahnya adalah bagaimana pemerintah menjadi
motivator dan akselerator yang baik bagi tumbuhnya
lembaga-lembaga pendidikan milik masyarakat sehingga
mampu menjadi daya dukung pembangunan SDM yang
berkualitas. Pada tataran ini pula, pemerintah harus
mendorong secara maksimal agar masyarakat mampu
meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik, yang
didalamnya terdapat tujuan mulia untuk mengubah
perilaku masyarakat, yaitu pengetahuan, sikap, dan
keterampilan menjadi seorang insan yang utama .

Peran di Bidang Ekonomi


Sebagian besar masyarakat Indonesia adalah petani
dan buruh. Ironisnya, sejumlah besar petani kita, bekerja
dan hidup di atas lahan yang bukan milik mereka sendiri.
Mereka yang merasa “memiliki” lahan pun kadangkala
tanpa hak kepemilikan yang resmi. Legalisasi serta
sertifikasi tanah yang ada baru mencakup sebagian kecil
dari lahan yang diolah para petani. Di tengah kondisi itu,
pemerintah belum mengupayakan perbaikan maksimal
nasib para petani. Wajarlah ketika akhirnya di Jawa
Tengah para petani yang kecewa kepada pemerintah
membakar gabah yang merupakan hasil panen dari kerja
keras dan banting tulang mereka selama ini.
Sedangkan nasib para buruh di Indonesia, ternyata tidak
begitu jauh dari para petani. Karena umumnya para
buruh kita berangkat dari latar belakang pendidikan yang
rendah, maka mereka cenderung tidak punya pilihan
selain hanya menjadi buruh selamanya. Artinya, hampir
bisa dikatakan ketika usia mereka masih belia dan masuk
ke sektor ini, hingga kemudian mereka menjadi tua,
dalam prakteknya mereka mengalami kesulitan untuk
bisa beralih ke profesi lain yang lebih baik. Terkadang
para buruh ini pula yang pada akhirnya justeru
melahirkan buruh-buruh generasi selanjutnya yang akan
menggantikan mereka. Lingkaran kemiskinan yang
terjadi di kalangan petani dan buruh ternyata
menyebabkan rentannya kehidupan ekonomi mereka.
Kondisi ini pula pada perkembangan selanjutnya
berimplikasi pada perekonomian sebagian besar
penduduk Indonesia.
Di tengah-tengah kondisi yang terjadi tersebut, ternyata
juga, terjadi pula ledakan urbanisasi, kekumuhan dan
ekspansi sektor informal yang muncul sebagai bagian
kompleksitas problema kehidupan masyarakat. Di saat
yang sama, seringkali kebijakan yang dilakukan
pemerintah difokuskan justeru pada pembangunan sektor
formal semata. Pada kenyataannya, fenomena sektor
informal haruslah kita lihat sebagai bagian dari ekspansi
ekonomi yang lebih banyak memberi harapan daripada
permasalahan. Belajar dari pengalaman di Barat,
pemerintah di sana seringkali memberikan wadah formal
yang sesuai untuk masyarakat yang bergerak di sektor
informal tersebut.

Peran di Bidang Politik


Pada dataran konseptual, banyak pihak yang
menyangka bahwa politik pada dasarnya adalah hal yang
hanya berurusan dengan kekuasaan. Padahal secara
substansial, politik sebenarnya menyangkut juga
kehidupan manusia secara luas. Makanya dalam
kehidupan praktis, kita menjumpai istilah politik
ekonomi, politik pendidikan serta istilah politik lain yang
dihubungkan dengan persoalan yang terjadi.
Namun begitu, dalam konteks pembicaraan politik saat
ini, kita akan memfokuskan pada dua hal
pembahasan. Pertama, politik yang kita maknai sebagai
wahana (arena) perjuangan tempat elemen dalam
masyarakat bersaing mendapat porsi dalam kekuasaan
yang ada dalam bentuk institusi legislatif dan eksekutif
yang adadi berbagai tingkatan.Kedua, ketika masalah
pertama tadi telah dilampaui, maka keadaannya menjadi
bergeser ke dalam manajemen kekuasaan tersebut.
Secara substansi harusnya kekuasaan mampu
memberikan jawaban kepada publik, akan diarahkan
kemana kekuasaan yang telah diraih. Secara ideal,
siapapun yang pada akhirnya berkuasa secara syah
sekaligus secara legal formal aturan demokrasi bisa
terpenuhi harusnya mengarahkan kekuasaan yang ada
pada pencapaian sebesar-besarnya bagi pengurusan
kepentingan masyarakat. Secara spsifik berarti
memperbesar legitimasi dan fokus awal (yang ada pada
kelompok atau elemen pendukung awal; bisa berupa satu
partai atau gabungan) untuk sanggup melintasi tujuan
bersama yang lebih baik, yakni menuju masyarakat
berkualitas yang dalam kehidupannya tercipta keadilan,
kemakmuran, dan kesejahteraan. Masyarakat yang
dalam hidupnya pula tercipta rasa aman, damai sentausa,
tanpa takut pada tekanan atau intimidasi pihak lain.
Untuk mewujudkan hal yang seperti di atas, pada
dasarnya di masyarakat sendiri sebenarnya telah
terbangun sendi-sendi kehidupan yang mengarah ke
sana. Di tengah masyarakat pula, kita saksikan ada
banyak tokoh masyarakat, baik yang berlatar belakang
tokoh agama (kyai, ulama atau ustadz), tokoh sosial,
aparat pemerintahan maupun para pemimpin informal
lainnya yang selalu saja akan segera sigap membantu
penyelesaian masalah begitu terjadi kesalahpahaman
atau persoalan-persoalan lain yang terjadi di tengah
masyarakat. Potensi inilah yang secara khusus harus kita
syukuri, mengingat perselisihan pandangan atau
perbedaan politik seperti apapun yang terjadi di
masyarakat kita, akan segera selesai ketika para tokoh
masyarakat sedera ikut serta membantu penyelesaian
masalah yang terjadi.

Peran di Bidang Sosial Budaya


Karya sastra dan kesenian yang tumbuh di tengah
masyarakat ternyata kadangkala mampu membuat
banyak orang terpengaruh, baik secara langsung ataupun
tidak langsung. Pengaruh ini, baik sebatas visi dan
pandangan hidup atau malah pada perilaku keseharian.
Dengan begitu kesan yang mungkin ditimbulkan oleh
sebuah produk kesenian haruslah mampu terkontrol.
Artinya, seni dan produk berkesian secara ideal
seyogianya berada dalam koridor tatanan normatif yang
mampu menjembatani kebebasan berekspresi dan etika
yang berlaku di tengah masyarakat. Ini haruslah
dilakukan, mengingat Indonesia adalah negara yang
secara nyata menjadikan dasar-dasar kehidupan
masyarakatnya berada di atas landasan moral dan
spiritual yang baik. Jika tidak terjadi keseimbangan
seperti itu, maka dikhawatirkan akan terjadi polemik
berkepanjangan tanpa penyelesaian. Ini terjadi
sebagaimana pada beberapa waktu yang lalu, yang
dimungkinkan karena berbedanya cara pandang terhadap
seni dan produk kesenian yang ada di tengah masyarakat.
Dunia seni dan produk kesenian pada dasarnya adalah
produk budaya masyarakat. Kalau kita amati dalam
perjalanannya di tengah kehidupan bangsa, kadangkala
seni dan produk budaya bangsa ini pula yang mampu
menjadikan bangsa kita dihormati dan dihargai oleh
bangsa lain. Dengan begitu, seni adalah asset besar
bangsa yang kalau bisa dikelola dengan baik serta tetap
memegang etika yang baik akan justeru menaikkan
derajat bangsa.
Dan sebagaimana kita telah ketahui bersama, di tengah
masyarakat kita telah tumbuh beranekaragam kesenian
dan budaya yang merupakan warisan dari para orang tua
serta nenek moyang kita. Hal ini, tentu saja wujud
kekayaan yang tak ternilai harganya bagi bangsa. Dari
hari ke hari, dari waktu ke waktu, kesenian dan budaya
ini akan menjadi semakin bermanfaat besar ketika kita
terus menggalai, mengembangkan serta memberikan
inovasi-inovasi kreatif. Sehingga pada akhirnya usaha-
usaha ini akan mejadikan masyarakat semakin
menghargai kesenian dan budaya kita.

Peran di Bidang Mental Spiritual (Keagamaan)


Untuk meningkatkan kehidupan keberagamaan
masyarakat, diperlukan sistem yang tepat, terpadu dan
sistemik. Untuk membangun hal tersebut, tentu saja
pemerintah tidak bisa berdiri sendiri, diperlukan peran
masyarakat yang lebih luas. Pendidikan agama yang
selama ini berjalan tentu saja tidak akan memadai untuk
sekedar memahamkan orang.
Dan memang, pendidikan agama bukanlah segala-
galanya, tetapi ia lebih sebagai stimulan untuk
mengembangkan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan
yang hakiki. Kita semua mengetahui bahwa dinamika
pendidikan yang terjadi berjalan sangat cepat, sementara
perbaikan sistem yang bisa dilakukan terbatas dan butuh
waktu yang tidak sedikit. Dinamika ini pula kadangkala
tidak bisa direspon sesegera mungkin secara cepat. Oleh
karena itu, kerjasama mutlak diperlukan oleh semua
pihak. Tidaklah cukup kalau hanya dilakukan kerja-kerja
yang sifatnya parsial. Maka dibutuhkan upaya
pendidikan agama secara terpadu untuk menutupi
kebutuhan ini.
Pendidikan agama pada dasarnya diarahkan kepada tiga
aspek, yaitu: pertama, penguatan aspek Ibadah, melalui
ibadah-ibadah rutin harian, serta ibadah sunah. Kedua,
pengayaan pemikiran dan wawasan keilmuan melalui
kegiatan membaca, diskusi dan kajian yang berjalan
secara rutin. Dan ketiga, peningkatan kemampuan teknis
dan keterampilan hidup (life skills) baik untuk
kepentingan dalam lingkup pribadi maupun dalam
lingkup berorganisasi di tengah masyarakat. Ketiga hal
tadi, akan lebih baik pula ketika di sana juga
ditumbuhkan serta dilatih kedisiplinan dan keterampilan
dalam konteks pembinaan mental kepemimpinan.
Dalam hal ini, fungsi kontrol pemerintah adalah
memotivasi dan mengevaluasi aktifitas pendidikan
agama yang dilakukan masyarakat. Pemerintah dalam
batas yang memungkinkan, ikut memfasilitas program
pendidikan tersebut, misalnya dengan menggelar
berbagai kajian dan pelatihan peningkatan
keberagamaan masyarakat.
Yang perlu dipahami bersama, diantara karakter penting
sistem pendidikan yang ada adalah penguatan pada sisi
pendidikan kepribadian atau disebut juga akhlak..
Masyarakat juga diarahkan agar mampu untuk
memahami dan menguasasi berbagai bidang keilmuan
dan ketrampilan, berkonsekuensi pada tidak mungkinnya
semua itu bisa dipenuhi oleh penyelenggara pendidikan
agama. Maka diperlukanlah aktifitas yang terpadu dan
terencana secara baik

Peran di Bidang Keamanan, Ketertiban dan


Keindahan
Orang barat seringkali mengatakan Indonesia is a
violent country. Itulah kata-kata penyunting Freek
Colombijn dan J. Thomas Lindblad ketika memberi
pengantar sebuah buku yang berjudul Roots of Violence
in Indonesia (menelusuri akar-akar kekerasan di
Indonesia). Mereka dalam buku tersebut mengatakan
bahwa geneologi kekerasan itu sendiri ternyata berakar
cukup kuat di Indonesia. Terutama sejak jatuhnya rezim
orde baru. Kekerasan menurut mereka seperti menjadi
ritualitas masyarakat Indonesia yang diproduksi dan
direproduksi kembali. Kekerasan bulan Mei, Situbondo,
Sambas, Ketapang, Sampit, Maluku, dan seterusnya,
cukup jelas menunjukkan bahwa Indonesia menurut
mereka adalah violent country.

Você também pode gostar