Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Pendahuluan
Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan
berkembang dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan
bantuan yang sangat penting dalam mendiagnosis penyakit serta menilai
perkembangan atau perjalanan penyakit. Saat ini kita dengan mudah dapat
mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak melalui pemeriksaan
pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati dan
perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.
Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik dan mental di sisi ranjang
(bedside) masih tetap memainkan peranan yang penting. Kita bahkan dapat
meningkatkan kemampuan pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan alat teknologi
yang canggih. Kita dapat mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik dan mental
dengan bantuan alat-alat canggih yang kita miliki.
Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk
melihat, mendengar, dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien. Dengan
pemeriksaan anamnesis, fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan
diagnosis, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
Anamnesis
Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang
penting. Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari
mulanya. Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung,
bahkan kadang-kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya
merupakan gejala sisa. Selain itu, ada juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-
waktu tertentu; jadi, dalam bentuk serangan. Di luar serangan, penderitanya berada
dalam keadaan sehat. Jika penderita datang ke dokter di luar serangan, sulit bagi
dokter untuk menegakkan diagnosis penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang
dikemukakan oleh penderita (anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo-
anamnesis).
Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena
perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan
diagnosis kita perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik
dapat disebabkan oleh bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit,
kita dapat mendekati diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu
dapat dihindari. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa: “Anamnesis yang baik
membawa kita menempuh setengah jalan ke ara diagnosa yang tepat”.
Pada tiap penderita penyakit saraf harus pula dijajaki kemungkinan adanya keluhan
atau kelainan dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Nyeri kepala : Apakah anda menderita sakit kepala? Bagaimana sifatnya, dalam
bentuk serangan atau terus menerus? Dimana lokasinya? Apakah progresif,
makin lama makin berat atau makin sering? Apakah sampai mengganggu
aktivitas sehari-hari?
2. Muntah : Apakah disertai rasa mual atau tidak? Apakah muntah ini tiba-tiba,
mendadak, seolah-olah isi perut dicampakkan keluar (proyektil)?
3. Vertigo : Pernahkah anda merasakan seolah sekeliling anda bergerak, berputar
atau anda merasa diri anda yang bergerak atau berputar? Apakah rasa tersebut
ada hubungannya dengan perubahan sikap? Apakah disertai rasa mual atau
muntah? Apakah disertai tinitus (telinga berdenging, berdesis)?
4. Gangguan pemglihatan (visus) : Apakah ketajaman penglihatan anda menurun
pada satu atau kedua mata? Apakah anda melihat dobel (diplopia)?
5. Pendengaran : Adakah perubahan pada pendengaran anda? Adakah tinitus
(bunyi berdenging/berdesis pada telinga)?
6. Saraf otak lainnya : Adakah gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi
(pengeluaran air ludah), lakrimasi (pengeluaran air mata), dan perasaan di
wajah? Adakah kelemahan pada otot wajah? Apakah bicara jadi cadel dan pelo?
Apakah suara anda berubah, jadi serak, atau bindeng (disfonia), atau jadi
mengecil/hilang (afonia)? Apakah bicara jadi cadel dan pelo (disartria)? Apakah
sulit menelan (disfagia)?
7. Fungsi luhur : Bagaimana dengan memori? Apakah anda jadi pelupa? Apakah
anda menjadi sukar mengemukakan isi pikiran anda (disfasia, afasia motorik)
atau memahami pembicaraan orang lain (disfasia, afasia sensorik)? Bagaimana
dengan kemampuan membaca (aleksia)? Apakah menjadi sulit membaca, dan
memahami apa yang anda baca? Bagaimana dengan kemampuan menulis,
apakah kemampuan menulis berubah, bentuk tulisan berubah?
8. Kesadaran : Pernahkah anda mendadak kehilangan kesadaran, tidak
mengetahui apa yang terjadi di sekitar anda? Pernahkah anda mendada merasa
lemah dan seperti mau pingsan (sinkop)?
9. Motorik : Adakah bagian tubuh anda yang menjadi lemah, atau lumpuh (tangan,
lengan, kaki, tungkai)? Bagaimana sifatnya, hilang-timbul, menetap atau
berkurang? Apakah gerakan anda menjadi tidak cekatan? Adakah gerakan pada
bagian tubuh atau ekstremitas badan yang abnormal dan tidak dapat anda
kendalikan (khorea, tremor, tik)?
10. Sensibilitas : Adakah perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh
atau ekstremitas? Adakah rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar?
Dimana tempatnya? Adakah rasa tersebut menjalar?
11. Saraf otonom : Bagaimana buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi),
dan nafsu seks (libido) anda? Adakah retensio atau inkontinesia urin atau alvi?
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
o Sensorium (kesadaran)
o
Normal : kompos mentis
Somnolen : : Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh
bila dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai letargi. Tingkat
kesadaran ini ditandai oleh mudahnya pasien dibangungkan,
mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.
Sopor (stupor) : Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya
segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan yang
singkat dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang
nyeri pasien tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap
perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban
verbal dari pasien. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri
masih baik.
Koma – ringan (semi-koma) : Pada keadaan ini tidak ada respons
terhadap rangsang verbal. Refleks ( kornea, pupil dsb) masih baik.
Gerakan terutama timbul sebagai respons terhadap rangsang
nyeri. Pasien tidak dapat dibangunkan.
Koma (dalam atau komplit) : Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada
jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun
kuatnya.
o Skala Koma Glasgow
Membuka mata
o
Spontan 4
Terhadap bicara 3
Dengan rangsang nyeri 2
Tidak ada reaksi 1
o
Baik dan tidak ada disorientasi 5
Kacau (“confused”) 4
Tidak tepat 3
Mengerang 2
Tidak ada jawaban 1
o
Menurut perintah 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Refleks fleksi (dekortikasi) 3
Refleks ekstensi (deserebrasi) 2
Tidak ada reaksi 1
o Tekanan darah
o Frekuensi nadi
o Frekuensi nafas
o Suhu
Pemeriksaan Neurologis
o Kepala dan Leher
– Transiluminasi
o Rangsang meningeal
– Kaku kuduk : Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan
pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian
kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan
tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau
berat
– Kernig sign : Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai
bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135°
terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut
135°, maka dikatakan Kernig sign positif.
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi
lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan
secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini
menandakan test ini postif.
– Lasegue sign : Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring
lalu kedua tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus,
dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu
berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70°
sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan
sebelum mencapai 70° maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang
sudah lanjut usianya diambil patokan 60°.
o Saraf-saraf otak
Nervus I (olfaktorius)
– Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai
misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
o
Nervus II (optikus)
– Tajam penglihatan : membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan
jalan pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca
huruf di buku atau koran.
– Melihat warna
– Refleks ancaman
– Refleks pupil
o
Nervus III (okulomotorius)
– Pergerakan bola mata ke arah : atas, atas dalam, atas luar, medial, bawah,
bawah luar.
– Strabismus (juling)
– Pupil : lihat ukuran, bentuk dan kesamaan antara kiri dan kanan
Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan pada satu pupil,
dan perhatikan pupil sisi yang lain.
– Rima palpebra
– Deviasi konjugae
o
Nervus IV (trochlearis)
o
Nervus V (trigeminus)
– Pemeriksaan motorik : membuka dan menutup mulut; palpasi otot maseter dan
temporalis; kekuatan gigitan.
– Cara :
1.
1.
1.
1. pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian
meraba M. masseter dan M. temporalis. Normalnya kiri dan
kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama.
2. Pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah
ada deviasi rahang bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu
akan terdorong kesisi lesi. Sebagai pegangan diambil gigi
seri atas dan bawah yang harus simetris.Bila terdapat
parese disebelah kanan, rahang bawah tidak dapat
digerakkan kesamping kiri. Cara lain pasien diminta
mempertahankan rahang bawahnya kesamping dan kita beri
tekanan untuk mengembalikan rahang bawah keposisi
tengah.
– Pemeriksaan sensorik : dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan
suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
– Refleks kornea : Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan
menutup matanya atau menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
Nervus VI (abdusens)
2/3 bagian depan lidah : Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah, kemudian
pada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang
pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas.
Bahannya adalah: glukosa 5 %, NaCl 2,5 %, asam sitrat 1 %, kinine 0,075
%.
Sekresi air mata : Dengan menggunakan Schirmer test (lakmus merah).
Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm. Warna berubah jadi biru; normal: 10–15 mm
(lama 5 menit).
Bila telinga kiri didinginkan (diberi air dingin) timbul nystagmus kekanan. Bila telinga kiri
dipanaskan (diberi air panas) timbul nistagmus kekiri. Nystagmus ini disebut sesuai
dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan, misalnya nystagmus kekiri berarti
fase cepat kekiri. Bila ada gangguan keseimbangan maka perubahan temperatur dingin
dan panas memberikan reaksi.
Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya, kemudian
dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengulangi. Normalnya pasien harus dapat
melakukannya.
Tes Romberg
Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang lainnya.
Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan dilipat pada dada
dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg
yang dipertajam selama 30 detik atau lebih
Stepping test
Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup, sebanyak 50 langkah dengan
kecepatan seperti jalan biasa. Selama test ini pasien diminta untuk berusaha agar tetap
ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test berlangsung. Dikatakan
abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari 1 meter dari tempatnya
semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.
Nervus IX
Cara 1 : Pasien diminta untuk membuka mulut dan mengatakan huruf “a”. Jika ada
gangguan maka otot stylopharyngeus tak dapat terangkat dan menyempit dan
akibatnya rongga hidung dan rongga mulut masih berhubungan sehingga bocor. Jadi
pada saat mengucapkan huruf “a” dinding pharynx terangkat sedang yang lumpuh
tertinggal, dan tampak uvula tidak simetris tetapi tampak miring tertarik kesisi yang
sehat
Cara 2 : Pemeriksa menggoreskan atau meraba pada dinding pharynx kanan dan kiri
dan bila ada gangguan sensibilitas maka tidak terjadi refleks muntah.
Nervus X
Nervus XI
Nervus XII
Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk
menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.
Pengamatan
o Palpasi otot
– Nyeri tekan.
– Kontraktur.
– Konsistensi (kekenyalan).
o
Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis,
HNP
Kelumpuhan jenis UMN (spastisitas)
Gangguan UMN ekstrapiramidal (rigiditas)
Kontraktur otot
o Perkusi otot
– Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan
berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.
– Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh
karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
o Tonus otot
– Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN).
– Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini dijumpai pada
kelumpuhan UMN.
– Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
o Kekuatan otot
– Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua
cara:
o
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya
dan pemeriksa menahan gerakan ini.
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien
dan ia disuruh menahan.
o
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan
pada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan
gaya berat (gravitasi).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi
sedikit tahanan yang diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan (normal)
Sistem sensibilitas
o Eksteroseptif : terdiri atas rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.
Rasa nyeri bisa dibangkitkan dengan berbagai cara, misalnya dengan menusuk
menggunakan jarum, memukul dengan benda tumpul, merangsang dengan api atau
hawa yang sangat dingin dan juga dengan berbagai larutan kimia.
Rasa suhu diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es
untuk rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air panas. Penderita disuruh
mengatakan dingin atau panas bila dirangsang dengan tabung reaksi yang berisi air
dingin atau air panas. Untuk memeriksa rasa dingin dapat digunakan air yang bersuhu
sekitar 10-20 °C, dan untuk yang panas bersuhu 40-50 °C. Suhu yang kurang dari 5 °C
dan yang lebih tinggi dari 50 °C dapat menimbulkan rasa-nyeri.
Rasa raba dapat dirangsang dengan menggunakan sepotong kapas, kertas atau kain
dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan adanya tekanan atau
pembangkitan rasa nyeri. Periksa seluruh tubuh dan bandingkan bagian-bagian yang
simetris.
o Proprioseptif : rasa raba dalam (rasa gerak, rasa posisi/sikap, rasa getar
dan rasa tekanan)
Rasa gerak : pegang ujung jari jempol kaki pasien dengan jari telunjuk dan jempol jari
tangan pemeriksa dan gerakkan keatas kebawah maupun kesamping kanan dan kiri,
kemudian pasien diminta untuk menjawab posisi ibu jari jempol nya berada diatas atau
dibawah atau disamping kanan/kiri.
Rasa sikap : Tempatkan salah satu lengan/tungkai pasien pada suatu posisi tertentu,
kemudian suruh pasien untuk menghalangi pada lengan dan tungkai. Perintahkan untuk
menyentuh dengan ujung ujung telunjuk kanan, ujung jari kelingking kiri dsb.
Rasa getar : Garpu tala digetarkan dulu/diketuk pada meja atau benda keras lalu
letakkan diatas ujung ibu jari kaki pasien dan mintalah pasien menjawab untuk
merasakan ada getaran atau tidak dari garputala tersebut.
o Diskriminatif : daya untuk mengenal bentuk/ukuran; daya untuk mengenal
/mengetahui berat sesuatu benda dsb.
Rasa gramestesia : untuk mengenal angka, aksara, bentuk yang digoreskan diatas kulit
pasien, misalnya ditelapak tangan pasien.
Rasa topognosia : untuk mengenal tempat pada tubuhnya yang disentuh pasien.
Refleks
o Refleks fisiologis
– Biseps
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m. biseps
brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
Efferenst : idem
– Triseps
Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi
siku dan sedikit pronasi.
Efferenst : idem
– KPR
Afferent : idem
– APR
Afferent : idem
– Periosto-radialis
Stimulus : ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi lengan setengah
fleksi dan sedikit pronasi
Respons : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi m.
brachioradialis
– Periosto-ulnaris
Stimulus : ketukan pada periosteum proc. styloigeus ulnea, posisi lengan setengah
fleksi & antara pronasi – supinasi.
Efferent : idem
o Refleks patologis
– Babinski
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari – jari kaki.
– Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateralis dari
posterior ke anterior.
– Oppenheim
– Gordon
– Schaeffer
– Gonda
– Hoffman
– Tromner
Koordinasi
– Lenggang
– Mimik
Vegetatif
Pemeriksaan vegetatif :
– Sudomotorik : berkeringat
– Miksi
– Defekasi
– Potensi libido
Vertebra
1.
1. Laseque : kaki difleksikan pada sendi panggul dengan sendi lutut tetap
ekstensi à tahanan dengan sudut > 60°
2. Cross Laseque : lakukan tes Laseque, nyeri pada kaki yang berlawanan
3. Patrick
4. Contra-Patrick
Gejala-gejala Cerebellar
1.
1. Ataksia : gangguan gerakan jalan yang tidak teratur oleh karena impuls
proprioseptif tidak dapat diintegrasikan (gangguan koordinasi gerakan).
2. Disartria : gangguan kata-kata.
3. Tremor : intention tremor : iregular, bertambah kasar bila tangan menuju
suatu arah atau sasaran.
4. Nistagmus : tes kalori
5. Fenomena Rebound : tidak mampu menghentikan gerakan tepat pada
waktunya. Penderita memfleksikan tangan dan disuruh menahan tahanan
oleh pemeriksa, lalu pemeriksa melepaskan tangannya dengan tiba-tiba à
ditahan oleh otot-otot triseps à normal.
6. Vertigo : gangguan orientasi ruangan dimana perasaan dirinya bergerak
berputar terhadap ruangan di sekitarnya atau ruangan sekitarnya
bergerak terhadap dirinya.
Gejala-gejala ekstrapiramidal
1.
1. Tremor : resting tremor/Parkinson tremor
2. Rigiditas : hipertonus otot-otot
3. Bradikinesia : gerakan melambat
Fungsi Luhur
1.
1. Kesadaran kualitatif
2. Ingatan baru
3. Ingatan lama
4. Orientasi : diri, tempat, waktu, situasi
5. Inteligensia : normal, terganggu
6. Daya pertimbangan : baik, kurang
7. Reaksi emosi : normal, terganggu
8. Afasia : gangguan berbahasa (gangguan dalam memproduksi atau
memahami bahasa)
– Ekspresif : motorik, area Brocca