Você está na página 1de 52

ANALISIS LUAS LAHAN SAWAH BERBASIS CITRA MODIS

DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2012

WILONA OCTORA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Luas Lahan
Sawah Berbasis Citra MODIS di Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2012 adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014

Wilona Octora
NIM A14090037
ABSTRAK
WILONA OCTORA. Analisis Luas Lahan Sawah Berbasis Citra MODIS di
Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2012. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan
LA ODE SYAMSUL IMAN.

Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang mengalami alih fungsi lahan
sawah terluas di Pulau Jawa sejak tahun 1999. Kondisi data statistik pertanian
BPS memiliki beberapa kekurangan dalam proses pemantauan luas lahan sawah
dari tahun ke tahun, sehingga diperlukan perbaikan pencatatan luas lahan sawah
menggunakan citra satelit. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeteksi luas
lahan sawah berdasarkan kelas sawah di Jawa Barat dengan data penginderaan
jauh tahun 2002-2012, serta mengetahui perbedaan luas lahan sawah antara data
penginderaan jauh dan data statistik pertanian BPS pada tingkat Kabupaten/Kota
di Jawa Barat tahun 2002-2012. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan luas tanam sawah yang jelas pada Kabupaten Ciamis, Bogor, Bandung,
dan Purwakarta pada tahun 2002-2010 antara data BPS dan data penginderaan
jauh. Luas lahan sawah di Jawa Barat pada tahun 2002-2010 menurut data
penginderaan jauh citra MODIS lebih besar dibandingkan dengan luas lahan
sawah menurut data statistik pertanian BPS.

Kata kunci: Jawa Barat, luas lahan sawah, MODIS, statistik pertanian

ABSTRACT

WILONA OCTORA. Analysis of Rice Field Area Based on MODIS Imagery in


West Java 2002-2012. Supervised by ERNAN RUSTIADI and LA ODE
SYAMSUL IMAN.

West Java is the largest province in Java Island that had been experiencing
rice field land conversion since 1999. Agricultural statistic data that provide by
National Statistic Agency (BPS) has several lacks in monitoring process of rice
field area year to year, therefore it is required to improve other alternatives to the
collected data by satellite imagery. The aims of this research were to detect rice
field area based on rice field categorization in West Java derived from MODIS
imagery and to obtain the differences of rice field area between MODIS imagery
and agricultural statistic data of BPS from 2002 to 2012. The results showed that
there were noticeable differences of rice field area in Ciamis, Bogor, Bandung,
and Purwakarta districts. In West Java, rice field area during 2002 until 2010
derived from MODIS imagery were higher than those derived from agricultural
statistic data of BPS.

Keywords: agriculture statistic data, MODIS, paddy rice fields area, West Java
ANALISIS LUAS LAHAN SAWAH BERBASIS CITRA MODIS
DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2002-2012

WILONA OCTORA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Luas Lahan Sawah Berbasis Citra MODIS di Provinsi
Jawa Barat Tahun 2002-2012
Nama : Wilona Octora
NIM : A14090037

Disetujui oleh

Dr Ir Ernan Rustiadi, MAgr La Ode Syamsul Iman, MSi


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
perubahan luas lahan sawah, dengan judul Analisis Luas Lahan Sawah Berbasis
Citra MODIS di Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2012.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ernan Rustiadi dan
Bapak La Ode Syamsul Iman selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Yudi Setiawan dari Pusat Penelitian Lingkungan
Hidup IPB (PPLH-IPB), serta staf dari Pusat Pengkajian Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah (P4W) yang telah membantu selama pengumpulan data,
dan kepada Bapak Bambang Hendro Trisasongko selaku moderator seminar hasil
penelitian serta Ibu Khursatul Munibah selaku penguji ujian skripsi yang telah
memberi masukan terhadap penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Alm. ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

Wilona Octora
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Perubahan Penggunaan Lahan 2
Padi dan Lahan Sawah 3
Konversi Lahan Sawah 4
Pertanian Padi di Jawa Barat 4
Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam Pertanian 5
Citra MODIS 5
METODE 7
Lokasi dan Waktu Penelitian 7
Jenis Data dan Alat Penelitian 7
Metode Penelitian 8
KONDISI UMUM WILAYAH 18
Letak dan Lokasi Penelitian 18
Keadaan Iklim dan Tanah 20
HASIL DAN PEMBAHASAN 21
Luas Lahan Sawah di Jawa Barat menurut Citra MODIS Tahun 2002-2012 21
Perbedaan Luas Lahan Sawah di Jawa Barat antara Citra MODIS dan Data BPS
Tahun 2002-2012 24
SIMPULAN DAN SARAN 28
Simpulan 28
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 31
RIWAYAT HIDUP 40
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian 7
2 Proses Pengambilan Titik Contoh Pengamatan untuk Klasifikasi
Kelas Sawah di Jawa Barat 15
3 Tujuan Penelitian, Metodologi, Jenis Data, dan Hasil yang
Diharapkan 18
4 Luas Wilayah dan Luas Sawah per Kabupaten di Jawa Barat Tahun
2012 19
5 Sebaran Jenis Tanah dan Arahan Penggunaan 20
6 Rata-rata Penyusutan/Pertumbuhan Luas Lahan Sawah per
Kabupaten/Kota di Jawa Barat menurut Citra MODIS Tahun 2002-
2012 (Ha) 23
7 Rasio Luas Lahan Sawah antara Citra MODIS dan Data BPS 26

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan Alir Penelitian 8
2 (a) Peta Batas Sawah BAKOSURTANAL 1990; (b) Peta Perubahan
Penggunaan Lahan Sawah MODIS Jawa Barat 2001-2007 9
3 Fase Tumbuh Padi Berdasarkan Hasil Survei Tim BIMAS-21 10
4 Sebaran 1123 Titik Survei Lapang Tim BIMAS-21 di 11
5 Sebaran 108 Titik Contoh Pengamatan di Kabupaten Karawang,
Subang, dan Indramayu Tahun 2012 12
6 Hasil Penggabungan dan Pemotongan Citra MODIS 13
7 Pola Temporal EVI dan Foto Keadaan Lapang Hasil Survei Tim
BIMAS-21 Tahun 2012 13
8 Sebaran 48 Titik Contoh Pengamatan Berdasarkan Hasil Survei Tim
BIMAS-21 Tahun 2012 14
9 Proses Pengambilan Titik Contoh Pengamatan 15
10 Wilayah Administrasi Provinsi Jawa Barat 19
11 Luas Lahan Sawah di Jawa Barat menurut Citra MODIS 21
12 Rata-rata Luas Lahan Sawah di Jawa Barat menurut Citra MODIS
Tahun 2002-2012 22
13 Sebaran Penggunaan Lahan Sawah di Jawa Barat menurut Citra
MODIS Tahun 2002-2012 22
14 Perbedaan Luas Lahan Sawah di Jawa Barat Tahun 2002-2012
antara Citra MODIS dan Data BPS 24
15 Perbedaan Luas Panen dan Produksi Padi di Jawa Barat 25
16 Rata-rata Rasio Luas Lahan Sawah disetiap Tahun (dt) di Jawa Barat
antara Citra MODIS dan Data BPS Tahun 2002-2012 26
17 Rata-rata Rasio Luas Lahan Sawah disetiap Kabupaten (dt) di 27
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel Titik Contoh Pengamatan Lapang Tim BIMAS-21 Tahun
2012 31
2 Contoh Titik Pengamatan yang Sesuai antara Pola Temporal EVI
dan Foto Keadaan Aktual Lahan Survei Tim BIMAS-21 Tahun 2012 33
3 Proyeksi Luas Panen dan Produksi Padi di Jawa Barat 37
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketersediaan jumlah pangan di Indonesia berkaitan dengan jumlah lahan-


lahan subur. Lahan subur di Pulau Jawa memiliki potensi tinggi untuk
dikembangkan sebagai penghasil pangan di Indonesia, khususnya beras. Pada
tahun 2008, pulau ini menyuplai 55% produksi beras nasional dengan luas panen
5,74 ha (BPS 2009). Menurut Nurwadjedi (2011) peranan lahan sawah di Pulau
Jawa sangat menentukan kestabilan produksi beras nasional. Kegagalan panen
beras di Pulau Jawa dapat mengganggu ketahanan pangan nasional. Di samping
itu, Peraturan Presiden No. 28 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau
Jawa dan Bali menyebutkan bahwa Pulau Jawa ditujukan sebagai lumbung
pangan nasional. Hal ini dikarenakan Pulau Jawa memiliki sistem pertanian yang
sudah tergolong maju dibandingkan dengan pulau-pulau lain di Indonesia. Sejak
zaman kolonial Belanda, sistem irigasi telah dilakukan untuk pengembangan
tanaman padi khususnya di Pulau Jawa (Panuju et al. 2013).
Jawa Barat merupakan provinsi yang mengalami alih fungsi lahan sawah
terluas di Pulau Jawa. Menurut Arsyad dan Rustiadi (2008), luas lahan sawah di
Jawa Barat mengalami penurunan hingga 0,199 juta ha dari tahun 1999.
Permasalahan alih fungsi lahan sawah yang berkaitan dengan ketersediaan lahan
sawah bukan merupakan hal yang mudah untuk diselesaikan hanya dengan
melihat keadaan saat ini. Permasalahan tersebut harus diselesaikan secara
komprehensif, sehingga perlu diamati perubahannya dari tahun ke tahun.
Kondisi data statistik pertanian dari BPS memiliki beberapa kekurangan
dalam proses pemantauan perubahan penggunaan lahan sawah dari tahun ke tahun.
Priyarsono (2011) memaparkan bahwa perlu perbaikan pencatatan luas sawah
dengan menggunakan bantuan satelit, sehingga dapat dilakukan pemantauan
dalam jangka waktu tertentu secara berkelanjutan dan hasil yang lebih akurat.
Proses pemantauan luas lahan sawah dari tahun ke tahun perlu dilakukan dalam
rangka perencanaan dan pengendalian tata ruang, serta Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Laju alih fungsi lahan pertanian
khususnya sawah diharapkan dapat dikendalikan dengan adanya PLP2B.
Pengendalian laju alih fungsi lahan sawah dilakukan dengan menetapkan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). LP2B umumnya ditetapkan pada lahan
sawah produktif yang secara konsisten menghasilkan pangan, sehingga diperlukan
data yang akurat terkait luas lahan sawah agar ketersediaan pangan di masing-
masing wilayah dapat diketahui jumlahnya.
Pemanfaatan data penginderaan jauh dengan Sistem Informasi Geografi
(SIG) untuk berbagai aplikasi lingkungan telah banyak digunakan, salah satunya
untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan (Liu et al. 2011). Kementerian
Pertanian (Kementan) telah mengklasifikasikan sawah dengan citra resolusi tinggi
pada tahun 2010, namun tidak dapat dilakukan pemantauannya setiap tahun,
karena klasifikasi tersebut tidak dilakukan secara kontinu. Kombinasi data citra
multi waktu (multitemporal) dan informasi spektrum citra dengan berbagai
resolusi mulai medium sampai kasar, khususnya MODIS menjadikan aplikasi SIG
memiliki kekuatan fungsi mengolah data secara efektif dalam mendeteksi
2

perubahan penggunaan lahan. Salah satu data penginderaan jauh dari NASA
(National Aeronautics and Space Administrations) yaitu MODIS (Moderate
Resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan sebuah citra satelit yang dapat
menunjukkan dinamika proses perubahan yang terjadi di atmosfer satu sampai dua
hari sekali.
Pemantauan sawah dengan MODIS dapat digunakan untuk rekomendasi
perencanaan ketahanan pangan dalam cakupan wilayah yang luas, karena MODIS
memiliki resolusi yang rendah (250 m, 500 m, dan 1 km). Proses pemantauan
sawah khususnya di provinsi Jawa Barat sedang dilakukan oleh tim Bimbingan
Masyarakat (BIMAS-21) dalam rangka mengetahui perubahan luas lahan sawah
dari tahun ke tahun guna mendukung perencanaan LP2B. Penelitian ini dilakukan
sebagai langkah awal untuk memetakan sawah dengan resolusi rendah yang
nantinya akan dikaji lebih lanjut oleh tim BIMAS-21 dalam rangka pemantauan
luas lahan sawah dari tahun ke tahun guna mengetahui faktor-faktor penentu
penyebab perubahan luas lahan sawah dari tahun ke tahun dan mengendalikan
terjadinya alih fungsi lahan sawah di Jawa Barat. Xiao et al. (2004) menggunakan
MODIS untuk memetakan lahan sawah di 13 provinsi di Cina Selatan guna
mendukung data pertanian terkait padi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
MODIS baik digunakan untuk memetakan lahan sawah dalam cakupan wilayah
yang besar. Selain itu, Setiawan et al. (2011) membandingkan luas lahan sawah
irigasi di Pulau Jawa tahun 2003 antara citra MODIS dan data BPS. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa luas sawah irigasi di Jawa Barat menurut citra
MODIS lebih besar dibandingkan dengan luas sawah irigasi menurut data BPS.

Tujuan Penelitian

1. Mendeteksi luas lahan sawah di Jawa Barat per Kabupaten tahun 2002-2012
berbasis citra MODIS berdasarkan kelas penggunaan sawah.
2. Mengetahui perbedaan luas lahan sawah per Kabupaten di Jawa Barat tahun
2002-2012 menurut analisis citra MODIS dan data statistik pertanian dari
Badan Pusat Statistik (BPS).

TINJAUAN PUSTAKA

Perubahan Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan telah banyak didefinisikan oleh para ahli dan dapat
dirangkum sebagai usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya secara
material dan spiritual melalui interaksi antara faktor-faktor fisik lahan, sosial,
ekonomi, teknik, dan politik yang dapat terlihat dalam berbagai macam penutup
lahan. Penggunaan lahan menurut Arsyad (2006) merupakan setiap bentuk
intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual. Penggunaan lahan memiliki
dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non
pertanian. Sitorus (1985) menyatakan bahwa penggunaan lahan lebih merupakan
3

tingkat pemanfaatan oleh masyarakat. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan


lahan umumnya ditentukan oleh kemampuan lahan. Kemampuan lahan adalah
pengelompokan lahan berdasarkan kesesuaiannya atau kemampuannya untuk
tujuan penggunaan tertentu.
Pasandaran (2006) mengemukakan bahwa paling tidak ada tiga faktor
penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan, yaitu kelangkaan sumber daya
lahan dan air, dinamika pembangunan, dan peningkatan jumlah penduduk. Jika
dikaitkan dengan petani, maka faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan
lahan dibagi menjadi faktor tidak langsung dan faktor langsung (Pakpahan et al.
1993). Faktor tidak langsung yaitu perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan
penduduk, arus urbanisasi, dan konsistensi implementasi rencana tata ruang.
Faktor langsung diantaranya pertumbuhan pembangunan sarana transportasi,
pertumbuhan kebutuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman,
dan sebaran lahan sawah.

Padi dan Lahan Sawah

Padi merupakan komoditas pangan terpenting di Indonesia, karena


mayoritas penduduk Indonesia (95%) mengonsumsi bahan pangan padi (Swastika
et al. 2007). Menurut Siregar (1981) dalam Norsalis (2011), padi dibagi menjadi
dua jenis berdasarkan jenis lahan untuk budidayanya, yaitu padi sawah dan padi
gogo. Padi sawah adalah padi yang ditanam di dataran rendah yang tergenang dan
padi gogo adalah padi yang ditanam di dataran tinggi yang kering.
Menurut Hardjowigeno et al. (2004), tanah sawah adalah tanah yang
digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun
maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Tanah sawah berasal dari tanah
kering yang diairi atau tanah rawa yang dikeringkan dengan membentuk saluran-
saluran drainase. Tanah sawah terbentuk melalui proses eluviasi dan pengaruh
penanaman serta pemupukan. Tanah sawah sebagian besar terbentuk di dataran
rendah (lereng bawah), yaitu di lahan berbahan aluvial seperti dataran banjir, delta,
dan teras. Berdasarkan jenis pengairannya, sawah dibagi menjadi dua jenis, yaitu
sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Sawah irigasi adalah sawah yang airnya
berasal dari air irigasi, dan sawah tadah hujan adalah sawah yang airnya langsung
berasal dari air hujan. Selain itu ada juga sawah pasang surut, yaitu sawah yang
berada di daerah pasang surut, dan sawah lebak, yaitu sawah yang dikembangkan
di daerah rawa.
Data statistik pertanian yang diterbitkan oleh BPS berupa data tabular terdiri
dari beberapa aspek dalam istilah statistik. Beberapa aspek tersebut yang
merupakan data pokok menurut BPS (2012) diantaranya, luas panen, produksi,
dan produktivitas. Luas panen merupakan luas dari lahan tanaman yang dipungut
hasilnya setelah tanaman tersebut cukup umur, minimal 11% dari total luas tanam.
Produksi adalah hasil menurut bentuk produk dari tanaman yang diambil
berdasarkan luas yang dipanen dalam kualitas Gabah Kering Giling (GKG).
Produktivitas adalah hasil yang diperoleh dari survei ubinan dalam kualitas Gabah
Kering Panen (GKP). Selain itu, terdapat pula luas tanam dan luas baku lahan
sawah. Luas tanam merupakan luas dari lahan tanaman yang baru ditanam,
4

sedangkan luas baku lahan sawah merupakan luas sawah secara keseluruhan (luas
kotor) dikurangi dengan luas pematang/galengan dan luas saluran air.

Konversi Lahan Sawah

Lahan sawah merupakan produsen beras utama di Indonesia. Menurut


Empersi (2009), keberadaan lahan sawah memberi manfaat yang sangat luas dari
segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Maka dari itu, konversi lahan sawah dapat
menimbulkan dampak yang luas pada berbagai aspek pembangunan. Sutomo
(2004) dalam Empersi (2009) menjelaskan bahwa pada tahun 2000-2002 rata-rata
total sawah di Indonesia yang terkonversi ke penggunaan non pertanian adalah
141,3 ribu ha per tahun. Selain itu, Sumaryanto et al. (1996) dalam Empersi
(2009) menjelaskan bahwa alih fungsi lahan sawah ke non pertanian (63%) lebih
tinggi dari alih fungsi lahan sawah ke pertanian non sawah (37%) di Pulau Jawa.
Menurut Tambunan (2008), umumnya konversi lahan sawah menjadi daerah
pemukiman dan industri banyak terjadi di wilayah-wilayah sentra produksi beras
yang posisinya dekat dengan jalan raya atau tol, seperti di Jawa Barat (Karawang,
Subang, Tasikmalaya, Cianjur, Sukabumi, Bandung, Purwakarta, dan Cirebon),
dan beberapa daerah di Jawa Tengah, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Timur.
Pasandaran (2006) menjelaskan, permintaan lahan cenderung tinggi pada kawasan
pertanian yang sudah berkembang dengan sasaran konsumen di pinggiran kota.
Konversi lahan sawah bersifat irreversibel, menurunnya produksi padi akibat
konversi lahan sawah bersifat permanen. Semakin tinggi lahan yang dikonversi,
maka semakin tinggi pula kerugian yang ditimbulkannya (Nurwadjedi 2011).
Berdasarkan data BPS yang terdapat dalam Christina (2011), disebutkan
bahwa dalam kurun waktu 40 tahun (1970-2010), jumlah penduduk di Indonesia
telah meningkat sebanyak 117 juta jiwa. Pertambahan penduduk yang tidak
terkendali menyebabkan kebutuhan akan pangan meningkat. Jika konversi lahan
sawah tidak dikendalikan, maka akan mengganggu kelangsungan produksi yang
dapat menyebabkan terancamnya ketahanan pangan, baik ketahanan pangan
daerah maupun ketahanan pangan nasional. Perlindungan lahan pertanian
merupakan hal yang perlu dilakukan ketika konversi lahan sawah terus menerus
terjadi. UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan merupakan salah satu
kebijakan Pemerintah dalam mengendalikan laju konversi sawah di Indonesia.

Pertanian Padi di Jawa Barat

Indonesia merupakan negara agraris. Berdasarkan Peraturan Presiden


Nomor 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa dan Bali, Pulau
Jawa ditujukan sebagai lumbung pangan nasional. Namun, produksi dan
produktivitas pertanian di Pulau Jawa sulit untuk berkembang, terutama di areal
yang berdekatan dengan kawasan perkotaan. Hal ini dikarenakan konversi lahan
terus terjadi sehingga menimbulkan dinamika perubahan (Empersi 2009). Provinsi
Jawa Barat mengalami konversi terbesar, yaitu 87,09% total konversi di Pulau
Jawa atau sekitar 41.436 ha. Konversi sawah khususnya terjadi di wilayah
5

Karawang dan Bekasi, karena adanya pembangunan industri di wilayah tersebut


(Ashari 2003).
Jawa Barat merupakan provinsi pendistribusi padi terbesar di Indonesia. Hal
ini didukung oleh kondisi agroekosistem yang baik untuk pertanian, terutama
komoditas padi yang berkontribusi sebesar 17% terhadap produksi padi nasional.
Luas lahan sawah di Jawa Barat 11.62% dari luas lahan sawah di Indonesia,
sehingga sawah di Jawa Barat masih memiliki potensi yang baik untuk
meningkatkan produksi padi (Christina 2011).
Karawang, Subang, dan Indramayu merupakan Kabupaten dengan luas
sawah terbesar di Jawa Barat. Ketiga Kabupaten tersebut merupakan sentra
produksi padi paling berkembang di pulau Jawa. Hal ini sudah dimulai sejak
zaman kolonial Belanda dengan membangun sistem irigasi di Pulau Jawa yang
bersumber dari sungai Bengawan Solo di Jawa Tengah dan sungai Cimanuk di
Jawa Barat (Panuju et al. 2013).

Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam Pertanian

Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem informasi yang


mampu bekerja dengan data spasial berkoordinat geografi (Jaya 2002 dalam
Empersi 2009). SIG mampu mendeteksi perubahan dengan aplikasi data dari
sumber data penginderaan jauh yang berbeda. Deteksi perubahan merupakan
sebuah proses identifikasi keberadaan suatu obyek atau fenomena pada waktu
yang berbeda.
Barus et al. (2011) menggunakan analisis spasial dengan SIG dalam
menentukan keputusan penentuan lahan pangan yang perlu dilindungi di
Kabupaten Garut dengan menghitung potensi konversi lahan yang terjadi.
Pengolahan data spasial yang dilakukan pada penelitian tersebut digunakan untuk
mengetahui wilayah dengan kriteria Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(LP2B). Dari kriteria LP2B tersebut, dilakukan analisis spasial untuk mengetahui
dinamika konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Garut. Survei lapang
diperlukan dalam penelitian guna mendukung hasil analisis spasial yang telah
dihasilkan.
Christina (2011) dalam penelitiannya menggunakan model SIG untuk
proses overlay penutupan atau penggunaan lahan, kawasan hutan, dan kesesuaian
lahan sawah. Proses overlay dirancang untuk klasifikasi Lahan Cadangan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B). LCP2B merupakan lahan potensial
yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap
terkendali untuk dimanfaatkan sebagai LP2B pada masa yang akan datang.

Citra MODIS

Data optik pengamatan bumi dengan resolusi spasial dari medium sampai
kasar banyak digunakan dalam penelitian aplikasi lingkungan untuk deteksi
perubahan dalam dimensi waktu dengan resolusi spektral dan temporal sebagai
sumber informasi untuk mengetahui kondisi lingkungan dan fenologi alami
tanaman. Penelitian ini memanfaatkan citra satelit MODIS (Moderate Resolution
6

Imaging Spectroradiometer) yang merupakan salah satu sensor dengan resolusi


kasar dengan kemampuan merekam seluruh permukaan bumi dan dinamika proses
perubahan yang terjadi di atmosfer dalam bentuk citra. MODIS termasuk ke
dalam penginderaan jauh sistem pasif, yaitu penginderaan jauh yang
menggunakan tenaga alami yang berasal dari tenaga matahari. Sensor MODIS
memiliki 36 jenis kanal spektral. Tujuh diantaranya dikembangkan untuk
mempelajari jenis vegetasi dan bentuk permukaan lahan, antara lain kanal biru
dengan panjang gelombang 459-479 nm; kanal hijau dengan panjang gelombang
545-565 nm; kanal merah dengan panjang gelombang 620-670 nm; kanal near
infrared dengan panjang gelombang NIR1: 841-875 nm dan NIR2: 1230-1250 nm;
dan kanal shortwave infrared dengan panjang gelombang SWIR1: 1628-1652 nm;
SWIR2: 2105-2155 nm dengan resolusi spasial 250 m, 500 m, dan 1 km.
Citra satelit MODIS memiliki kemampuan waktu rekam pada lokasi yang
sama 8 dan 16 harian secara kontinu. Citra satelit ini dapat diunduh secara gratis
melalui situs web NASA (www.ladsweb.nascom.nasa.gov). Kemampuan MODIS
cukup baik digunakan khusus pada pemantauan permukaan bumi secara temporal
dalam lima hal, yaitu kalibrasi, atmosfer, lahan, cryosphere (penggunaan salju dan
penggunaan es), dan lautan. Pengidentifikasian lahan terutama pada lahan sawah,
biasanya menggunakan dua tipe data MODIS, yaitu MOD09A1 dan MOD13A1.
Penelitian ini menggunakan MODIS tipe MOD13A1, yaitu MODIS Terra (EOS
PM) 16 harian yang secara efektif mengidentifikasi NDVI (Normalize Difference
Vegetation Index) dan EVI (Enhanced Vegetation Index) ditinjau dari permukaan
vegetasi dengan resolusi 500 m.
Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk berbagai penelitian dengan citra
satelit MODIS telah banyak dilakukan. Xiao et al. (2004) memanfaatkan citra
MODIS MOD09A1 8 harian untuk memetakan lahan padi sawah di 13 provinsi di
Cina Selatan guna mendukung data pertanian khususnya padi dengan ciri fisik
yang unik secara temporal dengan skala besar. Avicienna (2011) dalam
penelitiannya juga menggunakan data MODIS untuk mengidentifikasi lahan
pertanian padi sawah yang berkelanjutan di Karawang, Jawa Barat berdasarkan
nilai EVI. Nilai EVI rendah menunjukkan tingkat kehijauan pada tanaman atau
vegetasi itu rendah, dan sebaliknya nilai EVI yang tinggi menunjukkan
penggunaan vegetasi yang lebih rapat. Setiawan et al. (2011) dalam penelitiannya
memanfaatkan citra MODIS berdasarkan pola temporal EVI dan
mengklasifikasikan penggunaan lahan menjadi 25 kelas. Pada penelitian tersebut,
pola EVI pada lahan sawah dibedakan kedalam 7 tipe penggunaan lahan, yaitu (1)
lahan sawah dua kali irigasi di lahan basah (wet land), (2) lahan sawah dua kali
tanam tadah hujan dengan pola tanam padi-bukan padi, (3) lahan sawah dua kali
irigasi di dataran tinggi, (4) lahan sawah tiga kali irigasi di lahan basah, (5) lahan
sawah di dataran tinggi, (6) lahan sawah yang dijadikan tambak ikan atau udang,
dan (7) lahan sawah di dataran tinggi yang ditanam secara intensif (tiga kali
tanam).
7

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013 hingga bulan Oktober
2013 dengan cakupan wilayah Provinsi Jawa Barat (5o 50’-7o 50’ LS dan 104o 48’-
108o 48’ BT). Analisis data dilakukan di Laboratorium Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan di Pusat Pengkajian Perencanaan
Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB.

Jenis Data dan Alat Penelitian


Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data
sekunder yang digunakan terdiri dari citra satelit MODIS tipe MOD13A1 (16
harian; resolusi 500 m; lokasi tile v:09 dan h:28). Provinsi Jawa Barat tahun 2002-
2012, peta administrasi Jawa Barat, peta rupa bumi batas sawah Provinsi Jawa
Barat BAKOSURTANAL tahun 1990, citra MODIS perubahan penggunaan lahan
Pulau Jawa tahun 2001-2007, data luas, produksi, dan produktivitas padi Provinsi
Jawa Barat dari BPS tahun 2002-2012, dan foto hasil survei lapang sawah yang
dilakukan oleh tim Bimbingan Masyarakat (BIMAS-21) tahun 2012 di wilayah
Pantura (Karawang, Subang, dan Indramayu).
Alat penunjang yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer yang
dilengkapi dengan perangkat lunak pengolahan data digital citra penginderaan
jauh spasial, antara lain ENVI 4.5, ArcGIS 9.3, Kamera GPS, Global Mapper,
serta perangkat lunak Microsoft Excel dan Microsoft Office Word untuk
pengolahan data. Jenis data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian


No. Jenis Data Ekstraksi Data Sumber Data
1 Peta Administrasi Provinsi Jawa - Badan Geospasial Indonesia melalui
Barat database spasial Divisi Sistem Informasi
Foto hasil survei lapang sawah Foto (data digital) Wilayah, Pusat Pengkajian Perencanaan
BIMAS-21 tahun 2012 wilayah ditransfer menjadi titik Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM
Pantura (Karawang, Subang, dan (data spasial) sebagai IPB
Indramayu) piksel pengamatan
2 Citra Satelit MODIS tipe - Website NASA:
MOD13A1 tile scene h28v09 http://ladsweb.nascom.nasa.gov
tahun 2002-2012
3 Peta Rupa Bumi batas sawah Contoh piksel BAKOSURTANAL
Provinsi Jawa Barat 1990 pengamatan (training-
set) dan contoh piksel
pewakil (testing) lokasi
non sampel lapangan.
4 Peta Perubahan Penggunaan Contoh piksel Hasil penelitian Setiawan et al. (2011)
Lahan Pulau Jawa dengan Citra pengamatan (training-
MODIS 2001-2007 set) dan contoh piksel
pewakil (testing) lokasi
non sampel lapangan.
5 Data Statistik Pertanian Luas lahan sawah, Badan Pusat Statistik (BPS)
produktivitas, produksi,
dan luas panen sawah di
Provinsi Jawa Barat.
8

Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu (1) tahap persiapan,
studi literatur, dan pengumpulan data, (2) tahap analisis data spasial, (3) tahap
analisis data, dan (4) tahap penyusunan laporan akhir. Tahap-tahap tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut dan dapat dilihat bagan alirnya pada Gambar 1.

Peta Batas Sawah Foto survei lapang MODIS tipe MOD13A1 Data Statistik Pertanian
BAKOSURTANAL dan BIMAS-21 Tahun 2012 tile h28v09 2002-2012 Jawa Barat (BPS) 2002-
Peta LUC MODIS Jawa di Karawang, Subang, (23 kanal spektral per 2012
Barat 2001-2007 Indramayu tahun)

Koreksi Citra MODIS:


Geometri; Radiometri

Konversi Data Digital 


Data Spasial (titik Pra-pengolahan Data:
pengamatan) Penggabungan 23 kanal spektral dalam
1 tahun dan pemotongan citra sesuai
lokasi penelitian Entry Data Luas Tanam, Luas
Panen, Produksi, dan Produktivitas
Padi Sawah
Pengambilan titik contoh berdasarkan
titik pengamatan

Klasifikasi Kelas Sawah:


Sawah Irigasi dan Sawah
Non Irigasi
(Tujuan 1)

Transfer data atribut  data tabular


 Pivot Table berdasarkan Kelas
Sawah dan Kabupaten/Kota di Jawa
Barat

Luas Lahan Sawah di Jawa Analisis Deviasi Luas Tanam


Barat 2002-2012 Sawah di Jawa Barat 2002-2012
(Tujuan 1)

Rasio, Standar Deviasi, dan Koefisien


Variasi Luas Tanam Sawah di Jawa
Barat
(Tujuan 2)

Gambar 1 Bagan Alir Penelitian

1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini dilakukan pemilihan dan penentuan tema penelitian, studi
literatur, pembuatan proposal, dan pengumpulan data yang diperlukan dalam
penelitian serta pemilihan metode yang digunakan untuk analisis data. Tahapan
pengumpulan data diantaranya adalah mengumpulkan data penunjang penelitian.

Deskripsi Data
Peta yang digunakan pada penelitian ini meliputi peta rupa bumi Indonesia
tahun 1990 Jawa Barat dari BAKOSURTANAL, sekarang disebut sebagai BIG
(Badan Informasi Geospasial) dengan mengambil informasi penggunaan lahan
sawah sebagai batas aktual sawah yang dibagi menjadi dua kelas sawah, yaitu
9

sawah irigasi dan sawah tadah hujan pada wilayah penelitian di Provinsi Jawa
Barat. Peta perubahan penggunaan lahan sawah MODIS di Jawa Barat tahun
2001-2007 merupakan peta yang disederhanakan dari peta perubahan penggunaan
lahan MODIS di pulau Jawa dari penelitian Setiawan et al. (2011). Setiawan et al.
(2011) pada penelitiannya menggunakan MOD13Q1, yaitu MODIS yang mampu
mendeteksi indeks vegetasi dengan resolusi 250 m. Peta batas sawah Jawa Barat
dari BAKOSURTANAL dan peta perubahan penggunaan lahan sawah MODIS di
Jawa Barat tahun 2001-2007 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 (a) Peta Batas Sawah BAKOSURTANAL 1990; (b) Peta Perubahan
Penggunaan Lahan Sawah MODIS Jawa Barat 2001-2007
Pengolahan data dan informasi lapangan diperoleh dari hasil pengamatan
lapangan berupa informasi foto lapang tim BIMAS-21 dan hasil pengamatan
mahasiswa KKP (Kuliah Kerja Lapangan) Fakultas Pertanian IPB tahun 2012 di
tiga Kabupaten wilayah utara Jawa Barat, yaitu Kabupaten Karawang, Subang,
10

dan Indramayu (Iman et al. 2012). Informasi lapangan yang diperoleh berupa fase
tumbuh tanaman padi dalam satu siklus musim tanam yang diambil pada beberapa
titik waktu. Hasil survei lapang tim BIMAS-21 diperoleh sekitar 1.123 foto
pengamatan yang selanjutnya digunakan dalam penelitian ini. Beberapa contoh
hasil pengamatan fase tumbuh pada beberapa contoh pengamatan dan titik
koordinatnya ditunjukkan pada Gambar 3.

(a) Fase Bera Basah (b) Fase Vegetatif Muda


Koordinat X: 107,79; Y: -6,39 Koordinat X: 108,30; Y: -6,33
Subang Indramayu

(c) Fase Vegetatif Tua; (d) Fase Generatif


Koordinat X: 108,30; Y: -6,36 Koordinat X: 107,95; Y: -64
Indramayu Indramayu

(e) Fase Bera Kering


Koordinat X: 108,23; Y: -6,40
Indramayu
Gambar 3 Fase Tumbuh Padi Berdasarkan Hasil Survei Tim BIMAS-21

Informasi lapangan berupa foto hasil pengamatan (Tim BIMAS-21 IPB dan
Fakultas Pertanian 2012) selanjutnya diolah secara spasial melalui informasi
geotag kamera untuk menangkap posisi relatif pengamatan dan selanjutnya diubah
11

menjadi data spasial berbasis titik dan dikoneksikan dengan data spasial lain
untuk dianalisis lebih lanjut dalam klasifikasi kelas sawah. Sebaran 1.123 titik
koordinat survei lapang tim BIMAS-21 ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Sebaran 1123 Titik Survei Lapang Tim BIMAS-21 di


Kabupaten Karawang, Subang, dan Indramayu Tahun 2012

Citra satelit yang digunakan pada penelitian ini adalah terra MODIS dengan
tipe produk pada level data MOD13A1 16 harian, resolusi 500 m. Pemanfaatan
data citra tipe ini dipilih karena telah dilakukan pengolahan dan proses data
lanjutan dimana koreksi radiometrik dan eliminasi serta minimalisasi pengaruh
awan relatif sudah dilakukan. Citra terra MODIS tersedia gratis dan secara mudah
dapat diunduh melalui website NASA http://ladsweb.nascom.nasa.gov. Tipe
produk MOD13A1 dalam satu tahun terdiri dari 23 kali pengamatan atau
perekaman pada lokasi yang sama. Identifikasi sawah dengan memanfaatkan data
terra MODIS dalam penelitian ini, ingin diketahui pola dan dinamika sebaran
lahan sawah (dalam nomenklatur sebagai sawah dan non sawah) dari waktu ke
waktu. Selanjutnya data dan informasi hasil pengolahan citra penginderaan jauh
tersebut digunakan untuk perbandingan data dan informasi yang telah ada dari
data BPS. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari data statistik Jawa Barat
dalam Angka berupa luas lahan sawah, luas panen, produksi padi, dan
produktivitas padi.

Konstruksi dan Kompilasi Data


Pada proses ini, dari 1.123 foto hasil survei lapang yang dilakukan oleh tim
BIMAS-21 pada tahun 2012 dipilih titik contoh pengamatan secara acak
berdasarkan fase tumbuh. Fase tumbuh padi yang dianalisis dalam penelitian ini
dibagi dalam lima fase, yaitu bera basah, vegetatif muda, vegetatif tua, generatif,
dan bera kering. Foto survei lapang tim BIMAS-21 diambil di 3 Kabupaten.
Masing-masing Kabupaten dipilih titik contoh pengamatannya yang mewakili
kelima fase tumbuh tersebut. Jumlah titik contoh pengamatan yang diambil secara
12

acak dari hasil survei lapang tim BIMAS-21 adalah 108 titik yang sebarannya
dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Sebaran 108 Titik Contoh Pengamatan di Kabupaten Karawang,


Subang, dan Indramayu Tahun 2012
Data penunjang yang digunakan dalam penelitian ini memiliki informasi
yang berbeda konteks. Foto hasil survei lapang tim BIMAS-21 memiliki
informasi terkait fase tumbuh sawah, sedangkan peta batas sawah Jawa Barat
BAKOSURTANAL tahun 1990 dan peta perubahan penggunaan lahan MODIS di
Jawa Barat tahun 2001-2007 memiliki informasi terkait jenis penggunaan lahan
sawah.

2. Analisis Citra Satelit Penginderaan Jauh Terra MODIS dan Integrasi


Spasial Lahan Sawah
Pada bagian penelitian ini, analisis dilakukan dalam dua tahapan utama
yaitu tahapan analisis citra satelit penginderaan jauh dan integrasi spasial lahan
sawah. Analisis citra satelit penginderaan jauh terra MODIS pada penelitian ini
dibagi kedalam tiga tahapan, yaitu pra pengolahan citra MODIS, titik contoh
pengamatan, dan klasifikasi kelas sawah. Komponen hasil integrasi spasial lahan
sawah dilakukan proses penggabungan data hasil klasifikasi dari terra MODIS
dengan data spasial yang diperoleh dari hasil kompilasi data penggunaan lahan
sawah dari peta rupa bumi dan peta perubahan penggunaan lahan Pulau Jawa
diekstraksi khusus untuk lahan sawah yang teridentifikasi sebagai sumber acuan
tambahan.

Pra Pengolahan Citra


Pada proses ini, seluruh citra terra MODIS yang telah diunduh dikoreksi
berdasarkan sistem proyeksi pada WGS84 saluran EVI untuk selanjutnya
diaplikasikan pada 23 rekaman data dalam satu tahun. Penelitian ini menggunakan
citra MODIS 6 titik tahun dari tahun 2002-2012. Seluruh citra MODIS yang telah
dikoreksi kemudian disatukan menjadi satu citra dalam satu tahun dengan
13

menggabungkan menjadi 23 kanal spektral citra MODIS dalam satu tahun.


MODIS yang telah dilakukan penggabungan kemudian dipotong (subset) sesuai
dengan wilayah penelitian yaitu Provinsi Jawa Barat. Hasil penggabungan 23
kanal spektral citra MODIS dan hasil pemotongan citra dapat dilihat pada Gambar
6.

Gambar 6 Hasil Penggabungan dan Pemotongan Citra MODIS

Titik Contoh Pengamatan


Pada proses ini, dari 108 titik contoh pengamatan yang telah dipilih
sebelumnya, dilihat nilai EVI nya dengan menarik desain piksel 3x3 disetiap titik.
Desain piksel tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam ASCII (American
Standard Code Information Interchange) dan pola temporal EVI dari desain
piksel tersebut diamati serta dicocokkan dengan foto keadaan sebenarnya di
lapang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7 dan informasi lebih detil terdapat
pada Lampiran 1 dan 2.

Gambar 7 Pola Temporal EVI dan Foto Keadaan Lapang Hasil Survei Tim
BIMAS-21 Tahun 2012

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa foto keadaan lapang adalah pada fase
vegetatif tua pada tanggal 15 Juli 2012. Pola temporal EVI pada tanggal tersebut
menunjukkan nilai EVI yang tinggi, artinya tingkat kehijauannya tinggi.
Avicienna (2011) telah menjelaskan bahwa nilai EVI yang tinggi menunjukkan
kerapatan vegetasi dan tingkat kehijauan yang tinggi, sedangkan nilai EVI yang
14

rendah menunjukkan tingkat kerapatan vegetasi dan tingkat kehijauan yang


rendah. Pola temporal EVI pada tanaman padi akan menunjukkan pola fluktuatif,
sehingga dapat diketahui intensitas tanam padi dalam satu tahun. Namun,
penelitian ini tidak menganalisis sejauh itu. Penelitian ini hanya mendeteksi luas
lahan sawah dari tahun ke tahun berdasarkan pola temporal EVI.
Dari 108 titik contoh pengamatan, terdapat 48 titik yang memiliki pola
temporal EVI yang sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapang seperti yang
tertera pada Gambar 8. Namun, 48 titik yang hanya tersebar di Kabupaten
Karawang, Subang, dan Indramayu tidak cukup untuk digunakan sebagai titik
contoh pengamatan untuk mengklasifikasikan sawah di provinsi Jawa Barat. Hal
ini dikarenakan jumlah titik contoh pengamatan yang terdapat pada 3 Kabupaten
tersebut belum cukup mewakili titik contoh pengamatan cakupan provinsi Jawa
Barat.

Gambar 8 Sebaran 48 Titik Contoh Pengamatan Berdasarkan Hasil Survei Tim


BIMAS-21 Tahun 2012

Klasifikasi Kelas Sawah


Selain titik contoh pengamatan dari hasil survei tim BIMAS-21, data
penunjang lain yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu peta perubahan
penggunaan lahan MODIS Pulau Jawa tahun 2001-2007 dari penelitian Setiawan
et al. (2011) dan peta batas sawah Provinsi Jawa Barat dari BAKOSURTANAL.
Titik contoh pengamatan diambil dengan desain piksel 2x2. Desain piksel
dilakukan untuk pengambilan reflektan kanal citra dari titik contoh pengamatan.
Proses pengambilan titik contoh pengamatan dilakukan berdasarkan letak sawah
yang terdapat pada kedua data penunjang dengan mengkoneksikan citra MODIS
yang diambil titik contoh pengamatannya pada dua data penunjang yang
digunakan. Peta perubahan penggunaan lahan sawah MODIS Jawa Barat dari
penelitian Setiawan et al. (2011) ditumpang tindihkan dengan peta batas sawah
BAKOSURTANAL tahun 1990. Proses pengambilan titik contoh pengamatan
dapat dilihat pada Gambar 9.
15

Gambar 9 Proses Pengambilan Titik Contoh Pengamatan

Sawah diklasifikasikan ke dalam tiga jenis penggunaan lahan, yaitu sawah


irigasi, sawah non irigasi, dan non sawah. Jenis penggunaan yang diklasifikasikan
dalam penelitian ini didasarkan pada jenis sawah pada peta acuan yang digunakan,
yaitu peta perubahan penggunaan lahan MODIS pulau Jawa tahun 2001-2007 dan
peta batas sawah Jawa Barat dari BAKOSURTANAL 1990. Cara klasifikasi kelas
sawah dijelaskan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Proses Pengambilan Titik Contoh Pengamatan untuk Klasifikasi Kelas


Sawah di Jawa Barat
Pengambilan Titik Contoh Pengamatan Jumlah Titik Contoh Kelas Sawah
1. Sawah Irigasi MODIS  14 titik Sawah Irigasi
BAKOSURTANAL
2. Sawah Irigasi MODIS 7 titik Sawah Irigasi
3. Sawah Irigasi 7 titik Sawah Irigasi
BAKOSURTANAL
4. Sawah Non Irigasi MODIS  7 titik Sawah Non Irigasi
BAKOSURTANAL
5. Sawah Non Irigasi MODIS 7 titik Sawah Non Irigasi
6. Sawah Non Irigasi 7 titik Sawah Non Irigasi
BAKOSURTANAL
7. Non Sawah 12 titik Non Sawah
8. Foto Survei Lapang tim BIMAS- 48 titik Sawah Irigasi
21 tahun 2012

Pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa titik contoh pengamatan dari foto hasil
survei tim BIMAS-21 diklasifikasikan sebagai sawah irigasi. Hal ini dikarenakan,
foto-foto hasil survei tim BIMAS-21 diambil di wilayah sawah irigasi yang
berada di Kabupaten Karawang, Subang, dan Indramayu. Citra MODIS tidak
memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi jenis penggunaan sawah jika hanya
dengan melihat pola temporal EVI dari titik contoh pengamatan yang diambil,
16

karena pola temporal EVI hanya mampu mendeteksi kerapatan vegetasi dan
tingkat kehijauan daun. Maka dari itu, kelas sawah yang ditentukan dalam
penelitian ini, didasarkan pada data penunjang penelitian yaitu peta perubahan
penggunaan lahan pulau Jawa oleh Setiawan et al. (2011) dan peta batas sawah
Jawa Barat dari BAKOSURTANAL 1990. Titik contoh pengamatan yang telah
ditentukan berdasarkan dua data penunjang dan hasil survei lapang tim BIMAS-
21 diklasifikasikan dengan MLC (Maximum Likelihood Classification). Hasil
klasifikasi dengan teknik MLC ini memiliki akurasi hasil klasifikasi sebesar
62,8% yang menunjukkan keterwakilan informasi pengamatan dari titik contoh
dengan titik uji spektrum kanalnya memiliki tingkat kecocokan sebesar 62,8%
dengan nilai koefisien Kappa sebesar 58,2%. Metode ini digunakan karena MLC
mampu mengklasifikasikan piksel yang tidak dikenal dengan menghitung
probabilitas dari piksel tersebut secara kuantitatif, sehingga jenis penggunaan
lahan dari piksel yang tidak dikenal tersebut dapat diketahui oleh MLC. MLC
merupakan metode klasifikasi yang paling optimum untuk digunakan dalam
penelitian ini dibandingkan dengan metode lainnya, karena dalam penelitian ini
tidak dilakukan cek lapang sehingga dalam proses klasifikasi diperlukan jenis
klasifikasi yang paling optimum agar informasi dari hasil klasifikasi mampu
mendekati keadaan aktual di lahan. Proses klasifikasi kelas sawah dilakukan pada
citra MODIS Jawa Barat tahun 2002-2012 sehingga didapatkan luas sawah di
Jawa Barat tahun 2002-2012 sampai pada tingkat Kabupaten, serta diketahui
perubahan penggunaan sawah dari tahun ke tahun di masing-masing wilayah
Kabupaten di Jawa Barat.

3. Tahap Analisis Data


Pada tahap analisis data, dilakukan analisis statistik luas lahan sawah di
Jawa Barat. Data spasial yang dihasilkan dari pengolahan citra MODIS adalah
luas lahan sawah tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2002-2012
berdasarkan kelas sawahnya. Dari hasil tersebut, maka dapat ditentukan rata-rata
laju penyusutan/pertumbuhan luas lahan sawah dari tahun 2002-2012 dengan cara
berikut, luas lahan sawah disimbolkan dengan LT.
𝐿𝑇2004 −𝐿𝑇2002
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛/𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 = ∙ 100% +
2 𝐿𝑇2002
𝐿𝑇2006 −𝐿𝑇2004 𝐿𝑇2008 −𝐿𝑇2006 𝐿𝑇2010 −𝐿𝑇2008
∙ 100% + ∙ 100% + ∙ 100% +
2 𝐿𝑇2004 2 𝐿𝑇2006 2 𝐿𝑇2008
𝐿𝑇2012 −𝐿𝑇2010
∙ 100%
2 𝐿𝑇2010
Disamping itu, diproyeksikan luas panen dan produksi menurut citra
MODIS berdasarkan produktivitas dari data statistik pertanian BPS. Sebelum
menentukan luas panen, terlebih dahulu dicari rasio dari luas panen sawah
terhadap luas lahan sawah berdasarkan data statistik BPS disetiap Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat. Cara penentuan proyeksi luas panen sawah menurut citra
MODIS berdasarkan data statistik pertanian BPS yaitu dengan menentukan rasio
antara luas panen dan luas lahan sawah menurut data BPS terlebih dahulu dengan
cara berikut.
𝐿𝑃𝑖𝑡
𝑓𝑖𝑡 =
𝐿𝑇𝑖𝑡
Dimana fit adalah rasio luas panen dan luas lahan sawah menurut BPS, LPit
adalah luas panen sawah menurut BPS dalam satuan hektar, dan LTit adalah luas
17

lahan sawah menurut BPS dalam satuan hektar. Simbol i dan t masing-masing
menggambarkan Kabupaten dan tahun. Setelah rasio antara luas panen dan luas
lahan sawah menurut BPS telah ditentukan, maka dapat ditentukan luas panen
proyeksi menurut citra MODIS sebagai berikut.
𝐿𝑃𝑝𝑖𝑡 = 𝑓𝑖𝑡 ∙ 𝐿𝑇𝑝𝑖𝑡
Dimana LPpit adalah luas panen proyeksi menurut citra MODIS dalam
hektar dan LTpit adalah luas lahan sawah menurut citra MODIS dalam hektar.
Setelah luas panen proyeksi menurut citra MODIS per Kabupaten telah ditentukan,
maka selanjutnya dapat ditentukan produksi padi proyeksi menurut citra MODIS
dengan cara berikut.
𝑃𝑝𝑖𝑡 = 𝐿𝑃𝑝𝑖𝑡 ∙ 𝑌𝑖𝑡 /10
Produktivitas padi menurut BPS dijadikan acuan dalam penentuan proyeksi
produksi padi menurut citra MODIS. Dimana Ppit merupakan produksi proyeksi
menurut citra MODIS dalam satuan ton dan Yit merupakan produktivitas padi
menurut data BPS dalam satuan kwintal.
Data luas panen dan produksi padi pada data statistik pertanian BPS tahun
2002 dan 2004 mengalami proses generalisasi antar Kabupaten dan Kota di
masing-masing wilayah administrasi. Maka dalam proses perhitungan prediksi
luas panen dan produksi padi menurut citra MODIS dilakukan generalisasi antar
Kabupaten dan Kota di masing-masing wilayah administrasi di Provinsi Jawa
Barat. Kota Depok dan Kota Bogor disatukan dengan Kabupaten Bogor, Kota
Tasikmalaya disatukan dengan Kabupaten Tasikmalaya, Kota Bandung dan Kota
Cimahi disatukan dengan Kabupaten Bandung, Kota Cirebon disatukan dengan
Kabupaten Cirebon, Kota Sukabumi disatukan dengan Kabupaten Sukabumi, dan
Kota Banjar disatukan dengan Kabupaten Ciamis.
Luas lahan sawah Jawa Barat 2002-2012 yang dihasilkan dari klasifikasi
kelas penggunaan lahan sawah berbasis citra MODIS pada penelitian ini
kemudian dibandingkan dengan data statistik pertanian dari BPS. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara data statistik dari BPS dan data
spasial citra MODIS pada tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Analisis
dilakukan dengan menentukan rasio luas lahan sawah menurut citra MODIS dan
data BPS, standar deviasi, dan koefisien variasi dari rasio perbandingan luas lahan
tersebut. Rasio luas lahan sawah antara citra MODIS dan data BPS ditentukan
dengan cara berikut.
𝑑𝑖𝑡 = 𝐿𝑇𝑝𝑖𝑡 𝐿𝑇𝑖𝑡
Dimana dit merupakan rasio perbandingan luas lahan sawah antara citra
MODIS dan data BPS, LTpit merupakan luas lahan sawah menurut citra MODIS
dalam satuan hektar, dan LTit merupakan luas lahan sawah menurut data BPS
dalam satuan hektar. Jika rasio memiliki nilai mendekati 1, artinya antara data
penginderaan jauh dan data BPS cenderung memiliki kesamaan. Jika nilai rasio
lebih besar dari 1, artinya luas lahan sawah berbasis citra MODIS lebih besar
dibandingkan dengan luas lahan sawah menurut data BPS. Sebaliknya, jika nilai
rasio lebih kecil dari 1, artinya luas lahan sawah menurut data BPS lebih besar
dibandingkan dengan luas lahan sawah berbasis citra MODIS. Dari rasio luas
lahan sawah tersebut, selanjutnya ditentukan standar deviasi dan koefisien variasi
untuk mengetahui keragaman rasio di setiap tahun dan Kabupaten dengan cara
berikut.
18

2
𝑛 𝑛𝑖=1 𝑑 𝑖𝑡 − ( 𝑛𝑖=1 𝑑 1 )
𝑠= 𝑛 𝑛−1
dan 𝐶𝑉 = 𝑠 𝑑𝑖𝑡 ∙ 100
Standar deviasi dirumuskan dengan simbol s dan koefisien variasi
dirumuskan dengan simbol CV. Standar deviasi ditentukan berdasarkan nilai rasio
perbandingan luas lahan sawah antara citra MODIS dan data BPS disetiap
Kabupaten dan tahun (dit), setelah itu persentase koefisien variasi ditentukan
berdasarkan nilai standar deviasi (s) dan nilai rasio perbandingan luas lahan
sawah antara citra MODIS dan data BPS (dit). Persentase koefisien variasi yang
tinggi menunjukkan keragaman data yang besar antara citra MODIS dan data BPS,
sedangkan persentase koefisien variasi yang rendah menunjukkan keseragaman
antara citra MODIS dan data BPS.

Tabel 3 Tujuan Penelitian, Metodologi, Jenis Data, dan Hasil yang Diharapkan
No. Tujuan Penelitian Metodologi Jenis Data Hasil yang
Diharapkan
1. Mendeteksi luas sawah di Mengklasifikasi MODIS MOD13A1 Diketahui luas
Jawa Barat per Kabupaten kelas penggunaan h(28) v(09), Peta sawah Jawa
tahun 2002-2012 berbasis lahan sawah Administrasi Jawa Barat tahun
data penginderaan jauh Barat, foto hasil survei 2002-2012
berdasarkan kelas sawah Jawa Barat tim berbasis data
penggunaan lahan sawah BIMAS-21, Peta Rupa penginderaan
Bumi batas sawah Jawa jauh
Barat
BAKOSURTANAL
1990, Peta MODIS
Jawa Barat PPLH-IPB
2001-2007.
2. Melakukan perbandingan Analisis perbedaan Hasil olah data MODIS Diketahui
luas lahan sawah per data luas sawah luas sawah di Jawa perbedaan luas
Kabupaten di Jawa Barat antara data Barat 2002-2012, data sawah menurut
tahun 2002-2012 menurut penginderaan jauh statistik pertanian data
analisis data penginderaan dan data statistik penginderaan
jauh dengan data statistik pertanian BPS jauh dan menurut
pertanian dari BPS data statistik
pertanian tahun
2002-2012

KONDISI UMUM WILAYAH

Letak dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Provinsi Jawa Barat yang secara astronomis


terletak pada 5o 50’-7o 50’ LS dan 104o 48’-108o 48’ BT. Provinsi Jawa Barat
terdiri dari 16 Kabupaten dan 9 Kota, yaitu Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur,
Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka,
Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, dan Bekasi, serta Kota
Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, Cimahi, Tasikmalaya, dan
Banjar.
Berdasarkan Gambar 10, secara geografis Provinsi Jawa Barat berbatasan
dengan Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta di sebelah utara, Provinsi Jawa
Tengah di sebelah timur, Samudera Indonesia di sebelah selatan, dan Provinsi
Banten di sebelah barat (BPS, 2012).
19

Gambar 10 Wilayah Administrasi Provinsi Jawa Barat

Tabel 4 Luas Wilayah dan Luas Sawah per Kabupaten di Jawa Barat Tahun 2012
No. KABUPATEN/KOTA LUAS LUAS SAWAH PERSENTASE
WILAYAH (Ha) LUAS SAWAH
(Km2) (%)
1 Kabupaten Bogor 2.997,13 47.932 15,99
2 Kabupaten Sukabumi 4.160,75 64.599 15,53
3 Kabupaten Cianjur 3.594,65 66.180 18,41
4 Kabupaten Bandung 1.756,65 35.975 20,48
5 Kabupaten Garut 3.094,4 50.151 16,21
6 Kabupaten Tasikmalaya 2.702,85 49.327 18,25
7 Kabupaten Ciamis 2.740,76 51.095 18,64
8 Kabupaten Kuningan 1.189,6 28.827 24,23
9 Kabupaten Cirebon 1.071,05 53.594 50,04
10 Kabupaten Majalengka 1.343,93 51.428 38,27
11 Kabupaten Sumedang 1.560,49 33.178 21,26
12 Kabupaten Indramayu 2.092,1 116.759 55,81
13 Kabupaten Subang 2.164,48 84.928 39,24
14 Kabupaten Purwakarta 989,89 16.573 16,74
15 Kabupaten Karawang 1.914,16 98.079 51,24
16 Kabupaten Bekasi 1.269,51 52.966 41,72
17 Kabupaten Bandung Barat 1.335,6 21.041 15,75
18 Kota Bogor 111,73 752 6,73
19 Kota Sukabumi 48,96 1.589 32,46
20 Kota Bandung 168,23 1.330 7,91
21 Kota Cirebon 40,16 262 6,52
22 Kota Bekasi 213,58 491 2,30
23 Kota Depok 199,44 517 2,59
24 Kota Cimahi 41,2 296 7,18
25 Kota Tasikmalaya 184,38 6.016 32,63
26 Kota Banjar 130,86 3.318 25,36
TOTAL 37.116,54 938.058 25,27

Sumber Data: Jawa Barat dalam Angka 2013


20

Berdasarkan Tabel 4 diatas, Kabupaten Sukabumi merupakan wilayah


Kabupaten terluas di Jawa Barat sebesar 4.160,75 km2 atau 11,21% dari total luas
Jawa Barat, sedangkan luas wilayah Kabupaten terkecil adalah Kota Cirebon dan
Cimahi masing-masing sebesar 40,16 km2 dan 41,2 km2 atau hanya 0,11% dari
total luas Jawa Barat. Kabupaten Indramayu merupakan Kabupaten yang memiliki
lahan sawah tertinggi di Jawa Barat, dengan luasan sawah 55,81% dari total luas
wilayahnya. Kota Bekasi merupakan Kabupaten yang memiliki lahan sawah
terendah di Jawa Barat, dengan luasan sawah 2,30% dari total luas wilayahnya.

Keadaan Iklim dan Tanah

Provinsi Jawa Barat memiliki iklim tropis, dengan suhu terendah 9 oC di


Puncak Gunung Pangrango dan suhu tertinggi 34 oC di daerah Pantai Utara. Curah
hujan rata-rata tahunan di Jawa Barat mencapai 2000 mm/tahun, namun di
beberapa daerah pegunungan bisa mencapai 3000-5000 mm/tahun. Pada bagian
selatan dan tengah Jawa Barat, intensitas hujannya lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah utara karena daerah selatan dan tengah didominasi oleh daerah
pegunungan yang masih aktif, yaitu Gunung Salak, Gunung Gede-Pangrango,
Gunung Ciremai, Tangkuban Perahu, Gunung Galunggung, Gunung Papandayan,
dan Gunung Guntur.
Wilayah utara Jawa Barat merupakan dataran rendah yang didominasi
dengan dataran aluvial. Jawa Barat memiliki lahan yang subur karena berasal dari
endapan vulkanis serta banyaknya aliran sungai sehingga menyebabkan sebagian
besar dari luas tanahnya digunakan untuk pertanian. Tanah di Jawa Barat dibagi
menjadi 9 (sembilan) jenis tanah yang dapat dilihat berdasarkan arahan
penggunaannya pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran Jenis Tanah dan Arahan Penggunaan


Jenis Tanah Penggunaan
Latosol Padi, Palawija, Kopi, Coklat, Lada, buah-buahan, Sayuran, Ubi Kayu
Podsolik Merah Kuning Ladang, Hutan, Karet
Aluvial Padi, Palawija, Perikanan Darat
Andosol Sayuran, bunga, teh, kina, kopi tropis, baik untuk obyek turis
Regosol Kedelai, Kacang tanah, Kentang, Tebu, Kapas, Sisal, Karet, Kina,
Kelapa, Kelapa sawit, Coklat, Teh, dan Kina
Glei Padi, Lada, Ubi Jalar
Grumusol Perkebunan, Padi, Kedelai, Tebu, Kacang-kacangan, Tembakau,
Hutan Jati
Mediteran Padi, Jagung, Kapas
Organosol Palawija, Padi, Karet
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat
21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Luas Lahan Sawah di Jawa Barat menurut Citra MODIS Tahun 2002-2012

Sawah di Jawa Barat diklasifikasikan ke dalam dua kelas penggunaan, yaitu


sawah irigasi dan sawah non irigasi. Pada Gambar 11 terlihat bahwa luas sawah
irigasi lebih besar dibandingkan dengan luas sawah non irigasi. Luas lahan sawah
di Jawa Barat menurut citra MODIS tahun 2002-2012 pada penelitian ini
memiliki pola yang fluktuatif. Luas lahan sawah di Jawa Barat menurut citra
MODIS mencapai luas maksimum pada tahun 2008, yaitu 1.640.600 Ha. Luas
lahan sawah di Jawa Barat dari tahun 2008 mengalami penurunan hingga
mencapai luas minimum pada tahun 2012, yaitu 918.100 Ha. Peningkatan dan
penurunan luas lahan sawah yang terjadi tidak diketahui pasti sebabnya, karena
tidak dilakukannya cek lapang dalam penelitian ini. Namun, peningkatan dan
penurunan luas sawah yang terjadi kemungkinan disebabkan karena adanya alih
fungsi lahan dari lahan sawah ke lahan pertanian lainnya atau dari lahan sawah ke
lahan non pertanian. Disamping itu, perubahan luas lahan sawah mungkin
disebabkan karena adanya fenomena cuaca ekstrim yang menyebabkan sawah
banjir dan MODIS tidak mampu mendeteksi piksel tersebut sebagai sawah.

Gambar 11 Luas Lahan Sawah di Jawa Barat menurut Citra MODIS


Tahun 2002-2012

Berdasarkan hasil analisis citra MODIS pada Gambar 12, dapat dilihat
bahwa sawah irigasi terkonsentrasi di wilayah utara Jawa Barat, yaitu Kabupaten
Karawang, Subang, dan Indramayu. Sawah non irigasi tersebar merata di wilayah
tengah dan selatan Jawa Barat. Terdapat perbedaan yang jelas antara sebaran
sawah non irigasi pada tahun 2002-2010 dan pada tahun 2012. Hal ini mungkin
dikarenakan sawah non irigasi memiliki perubahan yang sangat dinamis,
sedangkan resolusi citra MODIS yang digunakan adalah 500 m, sehingga
memiliki kendala heterogenitas spasial dan akurasi datanya rendah untuk
mengamati dinamika perubahan penggunaan lahan yang luasannya rendah
(Shofiyati 2010).
22

Gambar 12 Sebaran Penggunaan Lahan Sawah di Jawa Barat menurut Citra


MODIS Tahun 2002-2012

Gambar 13 Rata-rata Luas Lahan Sawah di Jawa Barat menurut Citra MODIS
Tahun 2002-2012
Kabupaten Indramayu, Karawang, dan Subang merupakan tiga Kabupaten
yang disebut sebagai sentra produksi padi nasional yang memiliki lahan sawah
sawah terluas di Jawa Barat. Gambar 13 menunjukkan bahwa kabupaten
Indramayu memiliki lahan sawah terluas di Jawa Barat dengan rata-rata luas lahan
sawah dari tahun 2002-2012 yaitu 152.267 Ha. Wilayah perkotaan di Jawa Barat
memiliki luas lahan sawah yang sangat minim. Luas sawah minimum terdapat di
Kota Cimahi, dengan rata-rata luas lahan sawah dari tahun 2002-2012 yaitu 250
Ha. Setiap Kabupaten/Kota di Jawa Barat mengalami penyusutan atau
pertumbuhan luas lahan sawah dari tahun 2002-2012. Laju penyusutan atau
23

pertumbuhan luas lahan sawah per Kabupaten/Kota di Jawa Barat menurut citra
MODIS dari tahun 2002-2012 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Rata-rata Penyusutan/Pertumbuhan Luas Lahan Sawah per


Kabupaten/Kota di Jawa Barat menurut Citra MODIS Tahun 2002-2012 (Ha)
TAHUN RATA-RATA
NO. KABUPATEN/KOTA PENYUSUTAN/PERTUMBUHAN
2002 2004 2006 2008 2010 2012
LUAS (%)
1 BOGOR 76.300 99.500 95.600 124.400 103.800 66.000 0,36
2 SUKABUMI 96.200 107.600 149.700 142.000 95.800 44.800 -3,99
3 CIANJUR 89.400 117.900 98.300 137.100 105.700 51.700 -1,93
4 BANDUNG 101.900 118.500 100.100 144.900 100.300 46.900 -3,85
5 GARUT 85.700 99.800 91.500 99.600 92.400 25.600 -6,25
6 TASIKMALAYA 84.100 79.800 69.600 99.900 59.800 47.400 -3,52
7 CIAMIS 97.600 107.400 104.100 107.900 82.400 76.500 -2,02
8 KUNINGAN 37.800 52.900 54.800 41.500 39.000 17.800 -4,11
9 CIREBON 63.700 68.700 60.500 68.500 55.200 40.300 -3,73
10 MAJALENGKA 75.800 92.200 76.300 72.300 59.800 38.400 -5,39
11 SUMEDANG 59.100 73.200 59.100 52.100 57.800 14.100 -7,19
12 INDRAMAYU 162.700 163.700 146.600 168.300 141.600 130.700 -1,86
13 SUBANG 135.400 141.400 134.700 120.200 112.200 102.800 -2,61
14 PURWAKARTA 33.100 35.400 43.900 25.700 38.000 28.800 1,32
15 KARAWANG 128.700 128.000 123.800 130.800 120.200 117.600 -0,84
16 BEKASI 81.600 66.800 63.800 73.800 61.500 50.100 -4,22
17 KOTA BOGOR 1.500 1.900 1.400 2.100 2.000 1.000 -0,44
18 KOTA SUKABUMI 1.400 2.000 2.400 3.600 1.800 1.700 5,73
19 KOTA BANDUNG 2.200 1.300 800 2.000 1.300 800 -0,28
20 KOTA CIREBON 600 400 500 600 600 100 -7,17
21 KOTA BEKASI 5.600 2.000 2.700 3.700 4.000 700 -6,66
22 KOTA DEPOK 900 1.900 1.300 4.200 4.500 1.800 24,98
23 KOTA CIMAHI 100 400 200 500 300 0 26,00
24 KOTA TASIKMALAYA 4.000 8.100 3.400 9.900 4.100 6.400 23,32
25 KOTA BANJAR 5.100 6.600 4.800 5.000 4.700 6.100 3,01
TOTAL 1.430.500 1.577.400 1.489.900 1.640.600 1.348.800 918.100 -3,49

Secara umum, Kabupaten/Kota di Jawa Barat mengalami penyusutan luas


lahan sawah dari tahun 2002-2012. Laju penyusutan luas lahan sawah di Jawa
Barat tahun 2002-2012 adalah -3,49%. Penyusutan luas lahan sawah terbesar
terdapat di Kabupaten Sumedang, yaitu -7,19%, sedangkan penyusutan luas lahan
sawah terkecil terdapat pada Kabupaten Bandung, yaitu -0,28%. Penyusutan luas
lahan sawah yang terjadi umumnya terdapat di wilayah yang beririgasi dan
memiliki produktivitas tinggi. Wahyunto (2009) menjelaskan bahwa penyusutan
luas lahan sawah terjadi akibat adanya kebutuhan lahan untuk pembangunan di
sektor non pertanian. Selain itu, terdapat indikasi bahwa lahan sawah digunakan
sebagai tambak udang/bandeng karena secara ekonomi lebih menguntungkan.
Beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Barat mengalami pertumbuhan luas lahan
sawah, seperti Kabupaten Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kota Sukabumi, Kota
Depok, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar. Laju pertumbuhan luas
lahan sawah terbesar di Jawa Barat menurut data penginderaan jauh terdapat pada
Kota Cimahi, yaitu 26%. Laju pertumbuhan luas lahan sawah terendah di Jawa
Barat menurut data penginderaan jauh terdapat pada Kabupaten Bogor, yaitu
0,26%. Pertumbuhan luas lahan sawah umumnya terjadi di wilayah perkotaan. Hal
ini mungkin disebabkan karena adanya inovasi pertanian yang dilakukan pada
wilayah tersebut, seperti pencetakan sawah baru karena menyadari akan
pentingnya lahan pertanian.
24

Perbedaan Luas Lahan Sawah di Jawa Barat antara Citra MODIS dan Data
BPS Tahun 2002-2012

Luas lahan sawah di Jawa Barat menurut citra MODIS dan data BPS sangat
berbeda, karena keduanya memiliki proses penentuan luas lahan sawah dengan
metode dan tingkat ketelitian yang berbeda. Luas lahan sawah menurut citra
MODIS ditentukan berdasarkan penggunaan lahan sawah yang dianalisis dengan
penarikan titik piksel contoh pengamatan, sedangkan luas lahan sawah menurut
data BPS ditentukan berdasarkan pengisian formulir statistik pertanian yang
dilakukan oleh Kepala Cabang Dinas Kecamatan (KCD). Berikut perbedaan luas
lahan sawah di Jawa Barat menurut citra MODIS dan data BPS pada Gambar 14.

Gambar 14 Perbedaan Luas Lahan Sawah di Jawa Barat Tahun 2002-2012 antara
Citra MODIS dan Data BPS

Pada Gambar 14 terlihat bahwa luas lahan sawah di Jawa Barat tahun 2002-
2010 menurut citra MODIS lebih tinggi dibandingkan dengan luas lahan sawah
menurut data BPS. Pada tahun 2012, luas lahan sawah di Jawa Barat menurut citra
MODIS sedikit lebih rendah dibandingkan dengan luas lahan sawah menurut data
BPS. Seperti yang sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya, luas lahan sawah di
Jawa Barat menurut citra MODIS menurun drastis pada tahun 2012 karena sawah
non irigasi merupakan sawah yang perubahannya sangat dinamis, sehingga
mungkin terjadi alih fungsi lahan dari sawah ke lahan pertanian lainnya atau dari
sawah ke lahan non pertanian. Disamping itu, citra MODIS memiliki resolusi 500
m, sehingga memungkinkan terjadinya heterogenitas spasial dalam proses
pengolahan citra. Heterogenitas spasial merupakan akurasi data rendah yang
disebabkan karena informasi yang terekam dalam 1 piksel citra lebih luas
dibandingkan dengan luas lahan aktual (Shofiyati 2010).
Peningkatan dan penurunan luas lahan sawah di Jawa Barat tahun 2002-
2012 menurut citra MODIS dan data BPS memiliki pola fluktuatif yang sama.
Perbedaannya terdapat pada luas lahan sawah yang meningkat dan menurun. Data
BPS menunjukkan bahwa luas lahan sawah dari tahun 2002-2012 tidak
mengalami perubahan yang signifikan, sedangkan hasil analisis citra MODIS
menunjukkan bahwa luas lahan sawah dari tahun 2002-2012 mengalami
perubahan yang signifikan. Subrata dan Kusmana (2003) menjelaskan pada
penelitiannya bahwa pengukuran luas lahan sawah yang dilakukan oleh penyuluh
di desa didasarkan pada sudut pandang praktis, tidak didasarkan pada sudut
25

pandang sistematis seperti yang dilakukan oleh peneliti. Maka perbedaan data
hasil pengukuran luas lahan sawah sering terjadi antara penyuluh dan peneliti
walaupun keduanya menentukan luas lahan sawah dengan metode pengukuran
yang sama. Priyarsono (2011) menjelaskan bahwa perbedaan data luas lahan
sawah antara BPS dan peneliti bervariasi, tergantung tempat dan waktunya. Maka
perlu adanya perbaikan pencatatan data luas lahan sawah dengan citra satelit,
namun harus dipadukan dengan teknik statistika tertentu agar menghasilkan data
yang akurat yang sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapang.
Berdasarkan data luas lahan sawah di Jawa Barat menurut citra MODIS,
maka dapat ditentukan data proyeksi luas panen dan produksi padi menurut citra
MODIS. Berikut perbedaan proyeksi luas panen dan produksi padi di Jawa Barat
antara citra MODIS dan data BPS pada Gambar 15.

Gambar 15 Perbedaan Luas Panen dan Produksi Padi di Jawa Barat


Tahun 2002-2012 antara Citra MODIS dan Data BPS

Proyeksi luas panen dan produksi padi di Jawa Barat tahun 2002-2012
menurut citra MODIS memiliki pola fluktuatif yang sama dengan luas lahan
sawah di Jawa Barat menurut citra MODIS. Hal ini disebabkan karena penentuan
proyeksi luas panen dan produksi padi menurut citra MODIS didasarkan pada luas
lahan sawah menurut citra MODIS, sehingga peningkatan dan penurunan luas
panen dan produksi padi menurut citra MODIS dari tahun 2002-2012 memiliki
kesamaan. Luas panen dan produksi padi menurut citra MODIS di Jawa Barat
pada tahun 2002-2010 lebih tinggi dibandingkan dengan luas panen dan produksi
padi menurut data BPS. Pada tahun 2012, luas panen dan produksi padi menurut
citra MODIS di Jawa Barat lebih rendah dibandingkan dengan luas panen dan
produksi padi menurut data BPS.
Berdasarkan perbedaan luas lahan sawah, luas panen, dan produksi padi di
Jawa Barat tahun 2002-2012 antara citra MODIS dan data BPS, maka perbedaan
luas lahan sawah ditelaah lebih lanjut dengan melakukan analisis perbedaan
berdasarkan nilai rasio. Berikut adalah rasio luas lahan sawah di Jawa Barat antara
citra MODIS dan data BPS per Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2002-2012
disajikan pada Tabel 7.
26

Tabel 7 Rasio Luas Lahan Sawah antara Citra MODIS dan Data BPS
per Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2002-2012
TAHUN RATA-
STANDAR KOEFISIEN
No. KAB/KOTA RATA
DEVIASI VARIASI (%)
2002 2004 2006 2008 2010 2012 (dt)
1 BOGOR 1,56 2,08 1,95 2,60 2,19 1,40 1,96 0,44 22,29
2 SUKABUMI 1,48 1,67 2,35 2,05 1,48 0,70 1,62 0,56 34,80
3 CIANJUR 1,52 1,91 1,56 2,09 1,61 0,78 1,58 0,45 28,55
4 BANDUNG 3,69 2,06 1,75 2,55 1,74 0,81 2,10 0,96 45,81
5 GARUT 1,68 1,99 1,82 1,99 1,84 0,51 1,64 0,56 34,48
6 TASIKMALAYA 2,20 1,57 1,31 1,97 1,15 0,97 1,53 0,48 31,34
7 CIAMIS 1,87 2,05 1,98 2,05 1,58 1,50 1,84 0,24 13,22
8 KUNINGAN 1,28 1,79 1,87 1,43 1,34 0,62 1,39 0,45 32,25
9 CIREBON 1,14 1,24 1,11 1,25 1,02 0,75 1,09 0,19 17,09
10 MAJALENGKA 1,48 1,81 1,50 1,41 1,15 0,75 1,35 0,36 26,88
11 SUMEDANG 1,71 2,19 1,77 1,57 1,73 0,42 1,57 0,60 38,08
12 INDRAMAYU 1,48 1,43 1,34 1,41 1,19 1,12 1,33 0,14 10,76
13 SUBANG 1,60 1,67 1,60 1,42 1,32 1,21 1,47 0,18 12,37
14 PURWAKARTA 2,14 2,28 2,83 1,55 2,29 1,74 2,14 0,45 21,14
15 KARAWANG 1,38 1,38 1,31 1,39 1,23 1,20 1,31 0,08 6,20
16 BEKASI 1,53 1,21 1,22 1,39 1,20 0,95 1,25 0,20 15,76
TOTAL 1,62 1,70 1,61 1,74 1,43 0,98 1,51 0,28 18,63
RATA-RATA (dt) 1,73 1,77 1,70 1,76 1,51 0,96
STANDAR DEVIASI 0,56 0,41 0,42 0,49 0,36 0,36
KOEFISIEN VARIASI 32,03 23,20 24,50 27,89 23,62 36,86
(%)

Berdasarkan Tabel 7, maka dapat dilihat perbedaan luas lahan sawah antar
Kabupaten (di) dan antar tahun 2002-2012 (dt) berdasarkan nilai rasio dan
koefisien variasinya. Jika nilai rasio mendekati 1, artinya luas lahan sawah antara
citra MODIS dan data BPS cenderung memiliki kesamaan. Jika nilai rasio lebih
besar dari 1, artinya luas lahan sawah berbasis citra MODIS lebih besar
dibandingkan dengan luas lahan sawah menurut data BPS. Sebaliknya, jika nilai
rasio lebih kecil dari 1, artinya luas lahan sawah menurut data BPS lebih besar
dibandingkan dengan luas lahan sawah berbasis citra MODIS. Jika persentase
koefisien variasi rendah, artinya perbedaan luas lahan sawah disetiap tahun atau
Kabupaten cenderung memiliki keseragaman rasio. Jika persentase koefisien
variasi tinggi, artinya perbedaan luas lahan sawah disetiap tahun atau Kabupaten
cenderung beragam. Rata-rata rasio dan koefisien variasi disetiap tahun dan
Kabupaten dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.

Gambar 16 Rata-rata Rasio Luas Lahan Sawah disetiap Tahun (dt) di Jawa Barat
antara Citra MODIS dan Data BPS Tahun 2002-2012
Gambar 16 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan luas lahan sawah yang
besar antara citra MODIS dan data BPS di Jawa Barat pada tahun 2002-2010.
Perbedaan terbesar terdapat pada tahun 2004, dengan rata-rata rasio 1,77 dan
koefisien variasi 18,31%. Pada tahun 2012, perbedaan luas lahan sawah antara
27

citra MODIS dan data BPS di Jawa Barat tidak terlalu besar karena nilai rata-rata
rasionya mendekati 1, yaitu 0,96 dengan koefisien variasi yang tinggi yaitu
37,07%. Tinggi rendahnya koefisien variasi ditentukan oleh keragaman rasio yang
terdapat di setiap Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Pada tahun 2012 memiliki
koefisien variasi yang tinggi, artinya terdapat keragaman perbedaan luas lahan
sawah yang tinggi antara citra MODIS dan data BPS disetiap Kabupaten/Kota di
Jawa Barat pada tahun tersebut. Sebaliknya pada tahun 2004 memiliki koefisien
variasi yang rendah, artinya keragaman perbedaan luas lahan sawah disetiap
Kabupaten/Kota di Jawa Barat pada tahun tersebut rendah atau cenderung
seragam antara citra MODIS dan data BPS.

Gambar 17 Rata-rata Rasio Luas Lahan Sawah disetiap Kabupaten (dt) di


Jawa Barat Tahun 2002-2012 antara Data Penginderaan Jauh dan Data BPS

Gambar 17 menunjukkan bahwa Kabupaten Ciamis, Bogor, Purwakarta, dan


Bandung memiliki rasio luas lahan sawah terbesar antara citra MODIS dan data
BPS. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang besar antara luas lahan
sawah menurut citra MODIS dan data BPS. Jika diamati lebih lanjut, Kabupaten
yang berada di wilayah utara Jawa Barat (Karawang, Indramayu, Subang, Bekasi,
Cirebon, dan Majalengka) memiliki variasi rasio luas lahan sawah yang lebih
rendah dibandingkan dengan Kabupaten yang berada di wilayah tengah dan
selatan Jawa Barat (Bandung, Sumedang, Sukabumi, Garut, Kuningan,
Tasikmalaya, Cianjur, dan Bogor). Hal ini mungkin disebabkan karena sawah
yang berada di wilayah utara Jawa Barat umumnya terdiri dari sawah yang
memiliki hamparan yang luas. Maka dari itu perhitungan luas lahan sawah dengan
menggunakan resolusi 500 m, tidak memiliki hasil yang jauh berbeda dengan
perhitungan luas lahan sawah yang dilakukan oleh BPS. Wilayah tengah dan
selatan Jawa Barat didominasi oleh dataran tinggi yang umumnya terdiri dari
sawah yang berbentuk teras bangku. Maka beberapa Kabupaten di wilayah tengah
dan selatan Jawa Barat memiliki rasio luas lahan sawah yang sangat besar antara
citra MODIS dan data BPS. Kabupaten yang memiliki rata-rata rasio dan
koefisien variasi tertinggi adalah Kabupaten Bandung, dengan rata-rata rasio 2,10
dan koefisien variasi 45,81%. Kabupaten yang memiliki rata-rata rasio dan
koefisien variasi terendah adalah Kabupaten Karawang, dengan rata-rata rasio
1,31 dan koefisien variasi 6,20%. Semakin rendah nilai rasio dan persentase
koefisien variasi, maka semakin kecil perbedaannya antara citra MODIS dan data
BPS, sebaliknya semakin tinggi nilai rasio dan persentase koefisien variasi, maka
semakin tinggi perbedaannya antara citra MODIS dan data BPS.
28

Berdasarkan beberapa hasil analisis yang telah dilakukan dan merujuk pada
beberapa penelitian terdahulu, maka memunculkan indikasi bahwa adanya
perbedaan data luas lahan sawah antara citra MODIS dan data BPS. Penelitian ini
menunjukkan bahwa data penggunaan lahan terkait luas lahan sawah berdasarkan
citra MODIS dapat dimanfaatkan untuk skala regional (provinsi), guna
mendukung data yang sudah tersedia di masing-masing wilayah administratif
kabupaten dalam regional tersebut. Data BPS juga menunjukkan pola pendataan
dengan mekanisme sama, tetapi validitas pencatatan data perhitungan luas tidak
diketahui persis proses pengolahan informasi luas lahan sawah yang ada (sampai
saat ini). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Setiawan et al. (2011) dimana
dinamika perubahan luas lahan sawah disetiap waktu tertentu dapat diketahui,
diketahui pula adanya dinamika perubahan yang terjadi dari penggunaan lahan
sawah tersebut. Xiao et al. (2004) juga menjelaskan mengenai dinamika proses
perubahan dengan citra MODIS deret waktu mampu digunakan dalam mendukung
proses pendataan dan informasi pertanian dalam skala regional, khususnya padi,
seperti ketahanan pangan dan keberlanjutan pertanian. Berdasarkan UU No. 18
Tahun 2012 tentang Pangan, keberlanjutan pertanian dikenal dengan istilah Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) atau Kawasan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (KP2B).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis citra MODIS, Provinsi Jawa Barat memiliki luas
sawah irigasi yang lebih besar dari luas sawah non irigasi. Sawah irigasi
umumnya terdapat di wilayah utara Jawa Barat, sedangkan sawah non irigasi
menyebar merata di seluruh wilayah tengah dan selatan Jawa Barat. Kabupaten
Indramayu, Karawang, dan Subang merupakan tiga Kabupaten yang disebut
sentra produksi padi nasional yang memiliki lahan sawah terluas di Jawa Barat.
Luas lahan sawah di Jawa Barat menurut data penginderaan jauh mencapai luas
maksimum pada tahun 2008 dengan luas 1.640.600 Ha, dan mencapai luas
minimum pada tahun 2012 dengan luas 918.100 Ha. Luas lahan sawah di Jawa
Barat tahun 2002-2012 menurut data penginderaan jauh memiliki pola fluktuatif /
tidak linear. Hal ini disebabkan mungkin karena adanya pergiliran tanaman padi
atau adanya alih fungsi lahan dari lahan sawah ke lahan pertanian lainnya, atau
dari lahan sawah ke lahan non pertanian.
Perbedaan luas lahan sawah antara data penginderaan jauh dan data BPS
disetiap Kabupaten (di) berkisar antara 1,09-2,14, sedangkan perbedaan luas lahan
sawah disetiap tahun (dt) berkisar antara 0,96-1,77. Kabupaten yang berada di
wilayah utara Jawa Barat seperti Karawang, Indramayu, Subang, Bekasi, dan
Cirebon memiliki perbedaan luas lahan sawah yang lebih rendah antara data
penginderaan jauh dan data BPS dibandingkan dengan Kabupaten yang berada di
wilayah tengah dan selatan Jawa Barat seperti Bandung, Sumedang, Sukabumi,
Garut, Kuningan, Tasikmalaya, Cianjur, dan Bogor. Hal ini dikarenakan wilayah
utara Jawa Barat didominasi oleh dataran rendah yang umumnya terdiri dari
29

sawah yang memiliki hamparan luas, sedangkan wilayah tengah dan selatan Jawa
Barat didominasi oleh dataran tinggi yang umumnya terdiri dari sawah yang
berbentuk teras bangku. Pada kurun waktu 2002-2010, Kabupaten Ciamis, Bogor,
Purwakarta, dan Bandung memiliki perbedaan luas lahan sawah terbesar antara
citra MODIS dan data BPS.

Saran

Perlu adanya penelitian lanjutan dengan memanfaatkan data deret waktu


citra MODIS didukung data lapangan dengan sebaran yang merata, sehingga hasil
penelitian lebih akurat dalam mengetahui peningkatan dan penurunan luas lahan
sawah yang lebih valid, serta dapat menentukan faktor-faktor penentu perubahan
penggunaan lahan sawah dari tahun ke tahun. Penelitian menggunakan citra
MODIS sebaiknya perlu didukung pula oleh citra satelit dengan resolusi tinggi
yang detil, agar tidak terjadi kekurangakuratan data pada lahan-lahan sawah yang
memiliki luasan kecil yang tidak mampu dijangkau oleh resolusi citra MODIS
yang tidak detil. Selain itu, penelitian lanjutan juga diperlukan agar hasil analisis
spasial dari citra MODIS dapat digunakan secara komprehensif sebagai
rekomendasi untuk mendukung data statistik pertanian BPS di Jawa Barat, bahkan
di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS]. 2009. Produksi Tanaman Pangan 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[BPS]. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi
Indonesia 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Arsyad S dan E Rustiadi. 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Ashari. 2003. Tinjauan tentang alih fungsi lahan sawah ke non sawah dan
dampaknya di Pulau Jawa. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. 21(2): 83-98.
Avicienna M. 2011. Teknik pemilihan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan.
[Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana IPB.
Barus B, DR Panuju, LS Iman, BH Trisasongko, K Gandasasmita, dan R Kusumo.
2011. Pemetaan potensi konversi lahan sawah dalam kaitan lahan pertanian
berkelanjutan dengan analisis spasial. Tanah untuk Kehidupan yang
Berkualitas. Prosiding Seminar dan Kongres Nasional X HITI. 554-561.
Christina DR. 2011. Identifikasi lahan potensial untuk mendukung usulan
perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan (studi kasus di Provinsi
Jawa Barat). [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana IPB.
Empersi. 2009. Kajian spasial konversi lahan sawah di Kabupaten Bekasi,
Propinsi Jawa Barat. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana IPB.
Hardjowigeno S, H Subagyo, dan ML Rayes. 2004. Morfologi dan klasifikasi
tanah sawah. Dalam: Agus F, A Adimiharda, S Hardjowigeno, AM Fagi, W
30

Hartatik, editor. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Bogor: Pusat


Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Iman LS, D Shiddiq, BH Trisasongko, MH Raimadoya, E Rustiadi, dan B Barus.
2012. Estimasi fase pertumbuhan padi berbasis area frame dengan citra satelit
multisensor. Bunga Rampai Penginderaan Jauh Indonesia. (2012): 23-38.
Liu Y, X Wang, M Guo, H Tani, N Matsuoka, S Matsumura. 2011. Spatial and
temporal relationships among NDVI, climate factors, and land cover changes
in Northest Asia from 1982 to 2009. GIScience and Remote Sensing. 48 (3):
371-393. doi: 10.2747/1548-1603.48.3.371.
Norsalis E. 2011. Padi Gogo dan Padi Sawah 2011: Tinjauan secara morfologi,
budidaya, dan fisiologi. Repository [Internet].[diunduh 2013 Nov 14]. Tersedia
pada: http://repository.usu.ac.id.pdf.
Nurwadjedi. 2011. Indeks keberlanjutan lahan sawah untuk mendukung penataan
ruang: studi kasus di Pulau Jawa. [Disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana
IPB.
Pakpahan A, N Sumaryanto, dan Syafa’at. 1993. Analisis Kebijaksanaan Konversi
Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. Bogor: Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Panuju DR, K Mizuno, dan BH Trisasongko. 2013. The dynamics of rice
production in Indonesia 1961-2009. Journal of the Saudi Society of
Agricultural Sciences. 12 (2013): 27-37.
Pasandaran E. 2006. Alternatif kebijakan pengendalian konversi lahan sawah
beririgasi di Indonesia. Jurnal Litbang Pengairan. 25 (4): 123 – 129.
Priyarsono, D. 2011. Dari Pertanian Ke Industri: Analisis Pembangunan dalam
Perspektif Ekonomi Regional. Bogor: IPB Press.
Setiawan Y, K Yoshino, WD Philpot. 2011. Characterizing temporal vegetation
dynamics of land use in regional scale of Java Island, Indonesia. Journal of
Land Use Science. 1(2011): 1-30.
Shofiyati R. 2010. Integrasi multi resolusi citra satelit dengan metode sederhana
untuk memonitor kondisi lahan. Jurnal Informatika Pertanian. 19(2010): 109-
124.
Sitorus SRP. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bogor: Jurusan Tanah, Institut
Pertanian Bogor.
Sutomo S. 2004. Analisa data konversi dan prediksi kebutuhan lahan. Makalah
disampaikan pada Pertemuan Round Table II. Pengendalian Konversi dan
Pengembangan Lahan Pertanian.
Swastika DKS, J Wargiono, Soejitnom dan A Hasanudin. 2007. Analisis
kebijakan peningkatan produksi padi melalui pemanfaatan lahan sawah di
Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. 5(1): 36-52.
Tambunan T. 2008. Ketahanan pangan di Indonesia: inti permasalahan dan
alternatif solusinya. Makalah Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
(ISEI). Mataram. 2008.
Xiao X, S Boles, J Liu, D Zhuang, S Frolking, C Li, W Salas, dan B Moore. 2004.
Mapping paddy rice agriculture in Southern China using multi-temporal
MODIS images. Journal Remote Sensing of Environment. 95 (2005): 480-492.
31

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Titik Contoh Pengamatan Lapang Tim BIMAS-21 Tahun 2012
TITIK
ID FOTO FASE KOORDINAT KOORDINAT
NO. LOKASI TANGGAL CONTOH
(.jpg) TUMBUH X Y
PENGAMATAN
1 P1040559 generatif 107,35 -6,25 Karawang 23/11/2012
2 P1040570 bera basah 107,35 -6,25 Karawang 23/11/2012 X
3 P1040554 vegetatif muda 107,36 -6,24 Karawang 23/11/2012
4 P1040553 bera kering 107,36 -6,24 Karawang 23/11/2012 X
5 DSCN3115 bera basah 107,38 -6,32 Karawang 09/11/2012 X
6 DSCN3107 vegetatif muda 107,38 -6,34 Karawang 09/11/2012
7 P1040579 vegetatif tua 107,43 -6,21 Karawang 23/11/2012
8 P1040580 generatif 107,48 -6,19 Karawang 23/11/2012 X
9 P1040607 bera kering 107,53 -6,22 Karawang 24/11/2012 X
10 P1040596 vegetatif tua 107,53 -6,21 Karawang 24/11/2012
11 P1040533 bera kering 107,58 -6,25 Karawang 23/11/2012 X
12 P1040506 bera kering 107,55 -6,31 Karawang 22/11/2012 X
13 DSCN2647 vegetatif muda 107,57 -6,38 Subang 31/10/2012
14 DSCN2645 generatif 107,59 -6,38 Subang 31/10/2012
15 DSCN2638 vegetatif tua 107,61 -6,37 Subang 31/10/2012
16 P1040461 bera kering 107,58 -6,50 Subang 17/11/2012
17 DSCN2680 bera basah 107,64 -6,35 Subang 31/10/2012 X
18 DSCN2607 vegetatif muda 107,65 -6,35 Subang 31/10/2012
19 DSCN2686 bera kering 107,69 -6,32 Subang 31/10/2012
20 DSCN2569 bera kering 107,76 -6,30 Subang 30/10/2012
21 DSCN2724 generatif 107,77 -6,30 Subang 31/10/2012 X
22 DSCN2559 bera kering 107,77 -6,30 Subang 30/10/2012
23 DSCN2552 bera kering 107,78 -6,29 Subang 30/10/2012
24 DSCN2539 bera kering 107,79 -6,29 Subang 30/10/2012
25 DSCN2528 bera kering 107,81 -6,29 Subang 30/10/2012
26 P1030236 generatif 107,81 -6,29 Subang 17/07/2012
27 P1030219 vegetatif muda 107,81 -6,29 Subang 16/07/2012 X
28 DSCN2751 bera kering 107,83 -6,28 Subang 31/10/2012
29 DSCN2765 vegetatif tua 107,85 -6,28 Subang 31/10/2012
30 DSCN2776 generatif 107,86 -6,28 Subang 31/10/2012 X
31 DSCN2479 bera kering 107,87 -6,28 Subang 30/10/2012
32 DSCN2791 generatif 107,89 -6,29 Subang 31/10/2012
33 DSCN2798 bera basah 107,91 -6,30 Subang 31/10/2012
34 DSCN2472 generatif 107,91 -6,30 Subang 30/10/2012
35 DSCN2467 bera kering 107,91 -6,30 Subang 30/10/2012
36 DSCN3170 bera kering 107,82 -6,35 Subang 09/11/2012 X
37 DSCN3168 bera basah 107,80 -6,39 Subang 09/11/2012 X
38 DSCN3160 generatif 107,79 -6,42 Subang 09/11/2012
39 P1040448 bera kering 107,70 -6,54 Subang 17/11/2012
40 P1040427 bera kering 107,79 -6,56 Subang 17/11/2012
41 P1040422 bera kering 107,80 -6,56 Subang 17/11/2012
42 P1040420 bera kering 107,84 -6,56 Subang 17/11/2012
43 DSCN2808 vegetatif tua 107,93 -6,30 Indramayu 31/10/2012
44 DSCN2816 generatif 107,94 -6,31 Indramayu 31/10/2012
45 DSCN1147 bera kering 107,95 -6,31 Indramayu 06/06/2012 X
46 DSCN1128 bera kering 107,98 -6,32 Indramayu 06/06/2012 X
47 DSCN2580 vegetatif tua 107,72 -6,31 Subang 31/10/2012
48 DSCN3397 generatif 107,95 -6,35 Indramayu 24/11/2012
49 DSCN3403 bera kering 107,95 -6,37 Indramayu 24/11/2012 X
50 DSCN3418 bera kering 107,94 -6,38 Indramayu 24/11/2012 X
51 DSCN3425 bera kering 107,95 -6,41 Indramayu 24/11/2012 X
52 DSCN3358 bera kering 107,94 -6,45 Indramayu 23/11/2012 X
53 DSCN1087 vegetatif muda 107,94 -6,49 Indramayu 05/06/2012
54 DSCN1365 generatif 107,95 -6,48 Indramayu 10/06/2012 X
55 DSCN1369 generatif 107,96 -6,49 Indramayu 10/06/2012
56 DSCN1373 bera kering 107,97 -6,51 Indramayu 10/06/2012
57 DSCN1385 generatif 107,98 -6,52 Indramayu 10/06/2012 X
58 DSCN1380 vegetatif tua 107,97 -6,54 Indramayu 10/06/2012 X
59 P1040389 bera kering 107,92 -6,59 Indramayu 17/11/2012
32

60 P1040348 bera kering 107,94 -6,61 Indramayu 17/11/2012


61 DSCN3329 bera kering 107,96 -6,59 Indramayu 17/11/2012
62 P1040318 bera kering 108,02 -6,63 Indramayu 17/11/2012
63 DSCN1218 generatif 108,03 -6,52 Indramayu 07/06/2012 X
64 DSCN1189 generatif 108,13 -6,51 Indramayu 07/06/2012
65 DSCN1311 generatif 108,08 -6,48 Indramayu 09/06/2012 X
66 DSCN3489 bera kering 108,07 -6,47 Indramayu 24/11/2012 X
67 DSCN3480 bera kering 108,08 -6,45 Indramayu 24/11/2012 X
68 DSCN3476 bera basah 108,07 -6,44 Indramayu 24/11/2012 X
69 DSCN3365 bera kering 108,06 -6,44 Indramayu 23/11/2012 X
70 DSCN3468 generatif 108,05 -6,44 Indramayu 24/11/2012
71 DSCN3460 generatif 108,03 -6,45 Indramayu 24/11/2012
72 DSCN3451 generatif 108,01 -6,42 Indramayu 24/11/2012
73 DSCN3442 bera kering 107,98 -6,42 Indramayu 24/11/2012
74 DSCN3517 generatif 108,00 -6,38 Indramayu 24/11/2012
75 DSCN3514 bera kering 108,02 -6,38 Indramayu 24/11/2012 X
76 DSCN2835 generatif 108,00 -6,32 Indramayu 01/11/2012
77 DSCN3048 generatif 108,02 -6,31 Indramayu 01/11/2012
78 DSCN2845 vegetatif tua 108,04 -6,31 Indramayu 01/11/2012
79 DSCN2985 generatif 108,06 -6,32 Indramayu 01/11/2012
80 DSCN2973 bera kering 108,10 -6,34 Indramayu 01/11/2012 X
81 DSCN2855 bera kering 108,28 -6,39 Indramayu 01/11/2012 X
82 DSCN2954 bera kering 108,14 -6,39 Indramayu 01/11/2012
83 DSCN1172 vegetatif tua 108,17 -6,43 Indramayu 07/06/2012
84 DSCN2857 bera kering 108,19 -6,40 Indramayu 01/11/2012
85 DSCN2866 bera kering 108,21 -6,40 Indramayu 01/11/2012 X
86 DSCN2910 bera kering 108,24 -6,41 Indramayu 01/11/2012 X
87 DSCN1292 vegetatif muda 108,28 -6,39 Indramayu 09/06/2012 X
88 DSCN2885 bera kering 108,28 -6,39 Indramayu 01/11/2012 X
89 DSCN1275 vegetatif tua 108,31 -6,36 Indramayu 08/06/2012 X
90 DSCN1235 bera basah 108,33 -6,37 Indramayu 08/06/2012
91 DSCN1255 vegetatif muda 108,31 -6,34 Indramayu 08/06/2012 X
92 DSCN3216 bera kering 108,36 -6,35 Indramayu 16/11/2012
93 DSCN3223 bera kering 108,38 -6,37 Indramayu 16/11/2012 X
94 DSCN1815 vegetatif tua 108,39 -6,38 Indramayu 16/07/2012
95 P1030949 bera kering 108,40 -6,39 Indramayu 16/11/2012 X
96 DSCN1821 generatif 108,41 -6,40 Indramayu 16/07/2012
97 DSCN3245 bera kering 108,43 -6,43 Indramayu 16/11/2012 X
98 P1040026 bera kering 108,45 -6,47 Indramayu 16/11/2012 X
99 P1040040 bera kering 108,42 -6,47 Indramayu 16/11/2012 X
100 DSCN1777 vegetatif tua 108,41 -6,47 Indramayu 15/07/2012 X
101 P1040076 bera kering 108,35 -6,48 Indramayu 16/11/2012 X
102 P1040242 bera kering 108,35 -6,55 Indramayu 16/11/2012 X
103 P1040251 bera kering 108,35 -6,57 Indramayu 16/11/2012 X
104 P1040236 bera kering 108,32 -6,50 Indramayu 16/11/2012
105 DSCN3309 vegetatif tua 108,31 -6,49 Indramayu 16/11/2012
106 P1040084 generatif 108,29 -6,48 Indramayu 16/11/2012
107 P1040135 bera kering 108,28 -6,44 Indramayu 16/11/2012 X
108 DSCN3302 bera kering 108,28 -6,42 Indramayu 16/11/2012 X
Keterangan:
X adalah titik contoh pengamatan yang memiliki kecocokan antara foto hasil
survei lapang dan pola temporal EVI.
33

Lampiran 2 Contoh Titik Pengamatan yang Sesuai antara Pola Temporal EVI dan
Foto Keadaan Aktual Lahan Survei Tim BIMAS-21 Tahun 2012

1. Fase Bera Basah

Karawang, 09-11-2012

Subang, 09-11-2012

Indramayu, 24-11-2012
34

2. Fase Vegetatif Muda

Subang, 16-07-2012

Indramayu, 08-06-2012

3. Fase Vegetatif Tua

Indramayu, 15-07-2012
35

4. Fase Generatif

Karawang, 23-11-2012

Subang, 31-10-2012

Indramayu, 10-06-2012
36

5. Fase Bera Kering

Karawang, 22-11-2012

Subang, 09-11-2012

Indramayu, 24-11-2012
37

Lampiran 3 Proyeksi Luas Panen dan Produksi Padi di Jawa Barat


Tahun 2002-2012

2002
LUAS
LUAS LUAS
LAHAN LUAS PRODUKTI PRODUKSI
PRODUKSI LAHAN PANEN
KABUPATEN/KOTA SAWAH PANEN VITAS RASIO MODIS
BPS (TON) SAWAH MODIS
BPS BPS (Ha) (Kw/Ha) (TON)
MODIS (Ha) (Ha)
(Ha)
BOGOR 50.605 88.905 434.252 48,84 1,76 78.700 138.263 675.341
SUKABUMI 65.940 133.276 596.645 44,77 2,02 97.600 197.266 883.114
CIANJUR 58.823 119.730 587.072 49,03 2,04 89.400 181.967 892.240
BANDUNG 28.272 117.999 581.000 49,24 4,17 104.200 434.900 2.141.348
GARUT 51.045 132.679 616.532 46,47 2,60 85.700 222.756 1.035.102
TASIKMALAYA 40.109 124.308 598.682 48,16 3,10 88.100 273.044 1.315.014
CIAMIS 54.849 107.616 561.643 52,19 1,96 102.700 201.502 1.051.628
KUNINGAN 29.550 59.109 297.355 50,31 2,00 37.800 75.612 380.373
CIREBON 56.360 81.590 445.842 54,64 1,45 64.300 93.084 508.652
MAJALENGKA 51.045 92.468 495.507 53,59 1,81 75.800 137.312 735.810
SUMEDANG 34.509 75.909 394.221 51,93 2,20 59.100 130.002 675.142
INDRAMAYU 109.905 191.122 1.073.029 56,14 1,74 162.700 282.931 1.588.479
SUBANG 84.701 161.204 845.822 52,47 1,90 135.400 257.695 1.352.101
PURWAKARTA 15.437 36.321 167.521 46,12 2,35 33.100 77.879 359.198
KARAWANG 93.585 176.699 975.382 55,20 1,89 128.700 243.000 1.341.365
BEKASI 56.902 93.385 496.367 53,15 1,64 87.200 143.109 760.662
JUMLAH 881.637 1.792.320 9.166.872 1.430.500 3.090.323 15.695.570

2004
LUAS LUAS
LUAS LUAS
LAHAN LAHAN PRODUKSI
PANEN PRODUKSI PRODUKTIVITAS PANEN
KABUPATEN/KOTA SAWAH RASIO SAWAH MODIS
BPS BPS (TON) (Kw/Ha) MODIS
BPS MODIS (TON)
(Ha) (Ha)
(Ha) (Ha)
BOGOR 49.747 89.184 444.638 49,86 1,79 103.300 185.191 923.294
SUKABUMI 65.515 152.651 728.050 47,69 2,33 109.600 255.370 1.217.954
CIANJUR 61.587 132.279 635.567 48,05 2,15 117.900 253.230 1.216.707
BANDUNG 58.236 118.530 609.660 51,44 2,04 120.200 244.648 1.258.348
GARUT 50.037 130.940 647.416 49,44 2,62 99.800 261.163 1.291.287
TASIKMALAYA 56.080 136.721 667.027 48,79 2,44 87.900 214.297 1.045.501
CIAMIS 55.595 111.004 584.264 52,63 2,00 114.000 227.619 1.198.059
KUNINGAN 29.550 62.181 308.166 49,56 2,10 52.900 111.316 551.674
CIREBON 55.715 83.255 449.864 54,03 1,49 69.100 103.256 557.940
MAJALENGKA 50.925 96.945 511.564 52,77 1,90 92.200 175.519 926.190
SUMEDANG 33.497 73.836 371.453 50,31 2,20 73.200 161.352 811.725
INDRAMAYU 114.141 196.514 1.080.306 54,97 1,72 163.700 281.839 1.549.365
SUBANG 84.701 171.541 891.572 51,97 2,03 141.400 286.371 1.488.392
PURWAKARTA 15.515 38.166 192.189 50,36 2,46 35.400 87.082 438.511
KARAWANG 92.786 178.614 962.424 53,88 1,93 128.000 246.401 1.327.682
BEKASI 56.720 107.781 518.142 48,07 1,90 68.800 130.736 628.494
JUMLAH 930.347 1.880.142 9.602.302 1.577.400 3.225.389 16.431.122
38

2006
LUAS LUAS
LUAS LUAS
LAHAN LAHAN PRODUKSI
PANEN PRODUKSI PRODUKTIVITAS PANEN
KABUPATEN/KOTA SAWAH RASIO SAWAH MODIS
BPS BPS (TON) (Kw/Ha) MODIS
BPS MODIS (TON)
(Ha) (Ha)
(Ha) (Ha)
BOGOR 50.367 79.438 420.595 52,95 1,58 98.300 155.037 820.903
SUKABUMI 64.845 141.781 706.835 49,88 2,19 152.100 332.561 1.658.751
CIANJUR 62.879 138.171 689.005 49,87 2,20 98.300 216.005 1.077.135
BANDUNG 57.874 110.440 577.392 52,28 1,91 101.100 192.927 1.008.677
GARUT 50.227 123.210 612.242 49,69 2,45 91.500 224.455 1.115.339
TASIKMALAYA 55.837 121.686 632.681 51,99 2,18 73.000 159.089 827.069
CIAMIS 54.893 107.759 578.624 53,69 1,96 108.900 213.779 1.147.872
KUNINGAN 29.374 57.893 308.973 53,37 1,97 54.800 108.005 576.419
CIREBON 55.157 71.947 376.572 52,34 1,30 61.000 79.569 416.472
MAJALENGKA 50.905 94.032 508.887 54,12 1,85 76.300 140.942 762.756
SUMEDANG 33.426 73.170 384.928 52,61 2,19 59.100 129.371 680.585
INDRAMAYU 109.079 195.780 1.031.790 52,70 1,79 146.600 263.124 1.386.705
SUBANG 84.167 168.588 917.737 54,44 2,00 134.700 269.806 1.468.737
PURWAKARTA 15.532 37.852 190.784 50,40 2,44 43.900 106.986 539.236
KARAWANG 94.385 178.582 971.254 54,39 1,89 123.800 234.237 1.273.944
BEKASI 54.485 97.931 510.273 52,11 1,80 66.500 119.527 622.796
JUMLAH 923.432 1.798.260 9.418.572 1.489.900 2.945.420 15.383.397

2008
LUAS LUAS
LUAS LUAS
LAHAN LAHAN PRODUKSI
PANEN PRODUKSI PRODUKTIVITAS PANEN
KABUPATEN/KOTA SAWAH RASIO SAWAH MODIS
BPS BPS (TON) (Kw/Ha) MODIS
BPS MODIS (TON)
(Ha) (Ha)
(Ha) (Ha)
BOGOR 50.273 85.970 496.462 57,77 1,71 130.700 223.505 1.291.089
SUKABUMI 71.098 136.813 700.638 51,21 1,92 145.600 280.176 1.434.919
CIANJUR 65.483 135.354 717.917 53,04 2,07 137.100 283.387 1.503.084
BANDUNG 57.813 107.085 599.135 39,65 1,85 147.400 273.024 1.082.656
GARUT 50.127 129.690 711.466 54,86 2,59 99.600 257.688 1.413.650
TASIKMALAYA 55.776 122.489 723.533 58,99 2,20 109.800 241.130 1.422.488
CIAMIS 55.172 103.792 621.023 59,83 1,88 112.900 212.392 1.270.835
KUNINGAN 29.078 56.133 320.219 57,05 1,93 41.500 80.113 457.015
CIREBON 54.612 73.947 421.844 57,05 1,35 68.500 92.752 529.125
MAJALENGKA 51.137 91.510 500.375 54,68 1,79 72.300 129.381 707.455
SUMEDANG 33.277 74.052 400.730 54,11 2,23 52.100 115.939 627.401
INDRAMAYU 119.752 188.276 1.048.016 55,66 1,57 168.300 264.604 1.472.886
SUBANG 84.637 169.984 981.964 57,77 2,01 120.200 241.408 1.394.568
PURWAKARTA 16.566 40.172 208.080 51,80 2,42 25.700 62.322 322.809
KARAWANG 94.311 184.432 1.086.499 58,91 1,96 130.800 255.789 1.506.866
BEKASI 55.741 103.929 575.638 55,39 1,86 77.500 144.499 800.389
JUMLAH 944.853 1.803.628 10.113.539 1.640.000 3.158.110 17.237.236
39

2010
LUAS LUAS
LUAS LUAS
LAHAN LAHAN PRODUKSI
PANEN PRODUKSI PRODUKTIVITAS PANEN
KABUPATEN/KOTA SAWAH RASIO SAWAH MODIS
BPS BPS (TON) (Kw/Ha) MODIS
BPS MODIS (TON)
(Ha) (Ha)
(Ha) (Ha)
BOGOR 50.271 93.922 551.963 58,76 1,87 110.300 206.075 1.210.992
SUKABUMI 65.846 150.364 827.606 55,06 2,28 97.600 222.877 1.227.189
CIANJUR 65.540 159.229 862.229 54,15 2,43 105.700 256.797 1.390.565
BANDUNG 58.543 126.625 738.407 58,27 2,16 101.900 220.404 1.284.263
GARUT 50.270 147.426 894.197 60,65 2,93 92.400 270.980 1.643.601
TASIKMALAYA 55.655 153.283 939.519 61,26 2,75 63.900 175.991 1.078.145
CIAMIS 55.171 125.263 772.730 61,69 2,27 87.100 197.756 1.220.047
KUNINGAN 29.051 65.555 374.925 57,19 2,26 39.000 88.005 503.324
CIREBON 54.510 89.627 514.719 57,43 1,64 55.800 91.748 526.935
MAJALENGKA 51.899 103.392 580.638 56,16 1,99 59.800 119.132 669.033
SUMEDANG 33.318 80.242 453.303 56,49 2,41 57.800 139.204 786.389
INDRAMAYU 118.625 240.716 1.358.441 56,43 2,03 141.600 287.337 1.621.541
SUBANG 84.929 169.462 919.789 54,28 2,00 112.200 223.877 1.215.136
PURWAKARTA 16.588 42.671 238.876 55,98 2,57 38.000 97.751 547.220
KARAWANG 97.529 187.892 1.113.978 59,29 1,93 120.200 231.568 1.372.927
BEKASI 54.666 101.987 595.751 58,42 1,87 65.500 122.199 713.864
JUMLAH 942.411 2.037.656 11.737.071 1.348.800 2.951.702 17.011.170

2012
LUAS
LUAS LUAS
LUAS LAHAN PRODUKSI
LAHAN PRODUKSI PRODUKTIVITAS PANEN
KABUPATEN/KOTA PANEN RASIO SAWAH MODIS
SAWAH BPS (TON) (Kw/Ha) MODIS
BPS (Ha) MODIS (TON)
BPS (Ha) (Ha)
(Ha)
BOGOR 49.201 86.945 505.166 57,74 1,77 68.800 121.579 701.984
SUKABUMI 66.188 151.573 846.609 55,86 2,29 46.500 106.487 594.863
CIANJUR 66.180 155.210 868.538 55,96 2,35 51.700 121.250 678.504
BANDUNG 58.642 120.039 726.795 60,56 2,05 47.700 97.641 591.273
GARUT 50.151 154.662 925.239 59,82 3,08 25.600 78.949 472.296
TASIKMALAYA 55.343 129.898 781.954 60,15 2,35 53.800 126.276 759.494
CIAMIS 55.223 107.587 644.800 59,94 1,95 82.600 160.924 964.547
KUNINGAN 28.872 57.170 335.867 58,75 1,98 17.800 35.246 207.067
CIREBON 53.856 72.858 451.328 61,97 1,35 40.400 54.654 338.667
MAJALENGKA 51.428 101.279 600.975 59,34 1,97 38.400 75.622 448.733
SUMEDANG 33.178 76.871 447.546 58,22 2,32 14.100 32.669 190.198
INDRAMAYU 116.759 220.373 1.376.604 62,47 1,89 130.700 246.685 1.540.970
SUBANG 84.928 168.196 993.661 59,08 1,98 102.800 203.591 1.202.764
PURWAKARTA 16.573 36.432 194.645 53,43 2,20 28.800 63.310 338.248
KARAWANG 98.079 185.158 1.076.066 58,12 1,89 117.600 222.011 1.290.239
BEKASI 53.457 93.956 496.158 52,81 1,76 50.800 89.286 471.489
JUMLAH 938.058 1.918.207 11.271.951 918.100 1.836.181 10.791.339
40

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Oktober 1991. Penulis


merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Alm. Asril Ali dan
Siti Royati. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis diantaranya
adalah SD-SLTP Islam PB Sudirman Jakarta Timur tahun 1997-2006 dan SMAN
109 Jakarta Selatan tahun 2006-2009. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan
ke Perguruan Tinggi dan diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya
Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi
Masuk IPB dari SMA yang bersangkutan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi ekstrakurikuler luar
kampus seperti Jakarta Community (JCo). Penulis juga aktif mengikuti beberapa
kegiatan maupun kepanitiaan seperti kegiatan olahraga dan seni dalam kampus,
serta seminar tingkat nasional dan internasional, baik yang diselenggarakan oleh
pihak Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT), Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa IPB (BEM-KM IPB), Himpunan Ilmu Tanah Indonesia
(HITI), maupun lembaga lain yang berada dalam naungan IPB seperti Pusat
Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W). Pada kegiatan
perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah serta Perencanaan Tata Ruang dan Penatagunaan Lahan.

Você também pode gostar