Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
MAKALAH
Musyarofah (103111075)
FAKULTAS TARBIYAH
SEMARANG
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam keseluruhan ajaran Islam, Akhlaq menempati kedudukan yang istimewa dan
sangat penting. Ajaran akhlaq dalam Islam sesuai dengan fitrah manusia. Manusia
akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki, bukan semu bila mengikuti nilai- nilai
kebaikan yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan sunnah, dua sumber akhlaq dalam Islam.
Akhlaq Islam benar- benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk
terhormat, sesuai dengan fitrahnya itu.
Ajaran akhlaq menemukan bentuknya yang sempurna pada agama Islam dengan
titik pangkalnya pada Tuhan dan akal manusia. Agama Islam pada intinya mengajak
manuusia agar percaya kepada Tuhan dan mengakuinya bahwa Dialah Pencipta,
Pemilik, Pemelihara, Pelindung , Pemberi Rahmat, Pengasih dan Penyayang terhadap
segala makhlukNya. Segala apa yang ada di dunia ini, dari gejala-gejala yang
bermacam-macam dan segala makhluk yang beraneka warna, dari biji dan binatang
yang melata di bumi sampai kepada langit yang berlapis semuanya milik Tuhan, dan
diatur oleh-Nya.
Selain, itu agama Islam juga mengandung jalan hidup manusia yang paling
sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat kepada kebahagiaan dan
kesejahtraan. Semua ini terkandung dalam ajaran Al-Qur’an yang diturunkan Allah
dan ajaran sunnah yang didatangkan dari Nabi Muhammad SAW.
Untuk itu pada pembahasan makalah ini akan sedikit kami paparkan menegenai
pengertian Iman, Islam, Ihsan dan kedudukan akhlaq dalam Iman, Islam, Ikhsan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
PEMBAHASAN
Iman menurut etimologi artinya percaya yang berasal dari bahasa arab: Amana–
Yu’minu– Imaanan. Sedangkan menurut istilah Iman adalah: Tasdiqun bil qalbi wa
iqraarun bil lisan wa’amalun bil arkaan. Yakni meyakini dalam hati, mengucapkan
dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan. Dengan demikian orang yang
sudah menyatakan diri beriman menurut hukum Islam haruslah menyatukan antara
ucapan, sikap dan perilaku anggota badan untuk melakukan perbuatan yang sesuai
dengan tuntunan iman tersebut.[1]
Iman seperti dijelaskan di dalam Al-Qur’an kitab suci umat Islam, Iman adalah
pengakuan bahwa hanya Allah sajalah yang patut disembah, serta Muhammad SAW
sebagai utusanNya yang terakhir. Bagi seorang muslim, pernyataan tersebut
merupakan sumpah yang harus ditaati dan diwujudkan.
Iman meliputi enam perkara yaitu:Iman kepada Allah SWT, Iman kepada Malaikat,
Iman kepada Kitab- kitab Allah, Iman kepada Nabi, Iman kepada Hari Akhir, dan
iman kepada qodlo dan qodar-Nya Allah SWT.
Kemudian Islam menurut bahasa berasal dari bahasa arab, yaitu: Aslama- Yuslimu-
Islaaman artinya patuh, tunduk, menyerahkan diri dan selamat. Akar kata Islam
adalah S- L- M, yang diucapkan silm, berarti damai; terbuhul dari kata aslama yang
mengandung arti telah menyerah, yakni berserah diri kepada kehendakNya.
Sedangkan Islam menurut istilah adalah agama yang membawa kedamaian bagi umat
manusia, selama mereka berserah diri kepada Tuhan, dan pasrah atas kehendak-Nya.
Sesuai dengan kitab suci yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW,
Islam adalah satu-satunya agama yang benar, diakui oleh seluruh Nabi sejak Nabi
Adam As sampai Muhammad SAW nabi terakhir. Seorang muslim adalah orang yang
berserah diri kepada Allah dan meyakini Islam. [2]
Islam juga dapat diartikan agama yang mengajarkan manusia berserah diri dan
tunduk sepenuhnya kepada Allah untuk menuju keselamatan di dunia dan di akhirat.
Yang dimaksud dengan tunduk atau berserah diri adalah mengerjakan perintah Allah
dan menjauhi larangan-Nya (taqwa), berdasarkan sabda Nabi SAW: ” Islam itu
adalah engkau menyembah Allah,tiada engaku persekutukan Dia dengan sesuatu
yang lain, engkau dirikan shalat, engkau keluarkan zakat yang difardhukan, engkau
berpuasa di bulan Ramadhan dan engkau tunaikan ibadah haji jika sanggup pergi ke
Baitullah”.(HR.Bukhori)
kemudian Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik,
sedangkan bentuk masdarnya adalah ihsana, yang artinya kebaikan. dan hubungan
antara manusia dengan Allah memiliki aspek rohaniah, yang dikenal dalam bahasa
arab disebut dengan Ihsan. Secara sederhana Ihsan dapat diartikan dengan al-itqon
(baik, cerdas, professional). Professional dalam segala pekerjaan, professional dalam
bermu’amalah, professional dalam berucap. Ihsan (beruat baik) merupakan bukti akan
akhlaq yang baik.[3]
Sedangkan menurut istilah, Ihsan adalah berbakti dan mengabdikan diri kepada Allah
SWT dengan dilandasi kesadaran dan keikhlasan. Berbakti kepada Allah berarti
berbuat sesuatu yang bermanfaat baik untuk diri sendiri, sesama manusia, maupun
untuk makhluk lainnya. Semua perbuatan tersebut dilakukan semata-mata karena
Allah, seolah-olah orang tersebut sedang berhadapan dengan Allah.
Ihsan juga dapat diartikan berarti menyembah Allah dengan sepenuh hati,
memusatkan perhatian kepada Allah seakan-akan melihat Allah dihadapannya. Jika
tidak demikian harus tetap yakin bahwa Allah melihat dirinya. Ibadah seperti inilah
yang akan dapat mempengaruhi kepribadiannya menjadi manusia yang berakhlaq
mulia. Adapun ihsan terhadap sesama manusia adalah berbuat yang lebih baik(dari
semestinya) sesuai petunjuk Islam. Dengan demikian yang dimaksud Ihsan adalah
perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang dengan niat beribadah kepada Allah
SWT.
Seperti dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim:” Hendaknya
engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihatNya, atau paling tidak rasakan
bahwa Ia melihatmu, meski engkau tidak melihatNya”. Hal ini berarti, bahwa
manusia seharusnya memiliki kesadaran, bahwa segala apa yang dilihatnya ada dalam
jangkauan pengawasan Allah. Apabila belum muncul perasaan demikian, maka
hendaknya orang tersebut meyakini bahwa segala apa yang dilakukannya pasti dan
selalu dilihat olehNya.[4]
I
Hubungan antara iman dan akhlaq sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Tidak bisa
dipercaya bila seorang mengaku baik iman namun akhlaq dan perbuatannya jauh dari
nilai keimanan. Begitu pula seorang akan sulit menjaga kebaikan akhlaq dan
perbuatannya dalam segala kondisi, ketika keimanan tidak bersemayam lekat dalam
jiwanya. Siapa yang memiliki perangai dan akhlaq yang buruk maka itu pertanda
buruknya keimanan dan keislaman dalam dirinya.
Untuk merubah atau menghilangkan akhlaq dan perilaku yang tercela perlu
dibenahi juga sisi keimanan dan keislaman dalam jiwa. Karena perilaku dan akhlaq
merupakan ekspresi dan sesuatu yang lahir dari apa yang ada dalam jiwa dan hati.
Sebagaimana iman adalah energi yang mendorong seseorang berakhlaq baik,
menghiasi dirinya dengan amal shaleh dan menjaganya dari perkara yang tidak
terpuji, begitu pula hawa nafsu bisa mendorong seseorang untuk melakukan
perbuatan sebaliknya. Maka, jika keimanan mendominasi hati dan jiwa seseorang
sehingga ia mengalahkan dorongan hawa nafsu, dalam kondisi ini, akhlaq dan
perbuatan baik adalah buah yang lahir darinya. Namun sebaliknya, jika hawa nafsu
mendominasi dan mengalahkan keimanan maka ia akan melahirkan perbuatan akhlaq
tercela.
Untuk mengetahui kedudukan akhlaq dalam Islam, maka perlu diuraikan bahwa ada
tiga macam sendi Islam, yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya
sehingga kualitas seorang muslim selalu dapat diukur dengan pelaksanaannya
terhadap ketiga macam sendi tersebut, yang mencakup:
Dari sinilah kita mengetahui kedudukan akhlaq dalam Islam, yang merupakan sendi
yang ketiga dengan fungsi yang selalu mewarnai sikap dan perilaku manusia dalam
memanifestasikan keimanannya, ibadahnya serta mu’amalahnya terhadap sesama
manusia.
Akhlaq sebagai salah satu ajaran inti dalam Islam mendapat perhatian sangat besar.
Akhlaq merupakan sisi yang mempengaruhi penilaian seorang di mata Allah.
Masyarakat Islam tidak boleh rusak tatanannya, sebagaimana halnya umat-umat
terdahulu, maka Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlaq
mulia, sebagai suatu ajaran dalam Islam yang bermaksud untuk memperbaiki
kepribadian manusia. Akhlaq mulia selalu melengkapi sendi keimanan untuk menuju
kepada kesempurnaan kepribadian manusia.[6]
Akhaq mempunyai kedudukan yang paling penting dan istimewa dalam agama Islam.
Hal ini dapat dilihat dari penjelasan berikut ini:
Perhatian ajaran Islam terhadap pembinaan akhlaq ini lebih lanjut dapat dilihat dari
kandungan Al-Qur’an yang banyak sekali berkaitan dengan perintah untuk
melakukan kebaikan, berbuat adil, menyuruh berbuat baik dan mencegah melakukan
kejahatan dan kemungkaran. Perintah tersebut sasarannya antara lain agar yang
melakukannya memiliki akhlaq yang mulia.
Selanjutnya perhatian Islam terhadap pembinaan akhlaq dapat pula dijumpai dari
perhatian Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana terlihat dalam ucapan dan
perbuatannya yang mengandung akhlaq. Di dalam haditsnya misalnya ditemukan
pernyataan bahwa beliau diutus ke muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlaq
yang mulia. Orang yang paling berat timbangan amal baiknya di akhirat adalah orang
yang paling mulia akhlaqnya. Orang yang paling sempurna imannya adalah orang
yang paling baik akhlaqnya.[8]
Akhlaq dalam Islam ialah mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat bagi individu dan
kebaikan bagi masyarakat. Orang Islam dengan petunjuk agamanya , mengikat akhlaq
dengan agama dengan ikatan yang kukuh. Ia memandang akhlaq sebagai bagian yang
tidak dapat terpisah dari agama. Akhlaq yang baik yang menggambarkan kebaikan
dalam tingkah laku dan mu’amalah, sehingga ia menjadi sumber pokok bagi tingkah
laku yang utama dan akhlaq yang mulia dalam Islam.[10]
Nabi Muhammad SAW menjelaskan tentang agama dalam satu kalimat yang sangat
singkat, yakni ad-dinul muamalah. Agama adalah interaksi. Interaksi yang dimaksud
disini adalah hubungan timbal balik antara manusia dengan Tuhaannya. Islam datang
membawa ajaran yang mengarahkan manusia memperbaiki hubungan antara semua
pihak.
Ihsan dalam arti akhlak mulia atau pendidikan akhlak mulia sebagai puncak
keagamaan dapat dipahami juga dari beberapa hadits terkenal seperti “Sesungguhnya
aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan berbagai keluhuran budi.”
Ihsan secara lahiriah melaksanakan amal kebaikan. Ihsan dalam bentuk lahiriah ini,
jika dilandasai dan dijiawai dalam bentuk rohaniah (batin) akan menumbuhkan
keikhlasan. Beramal ihsan yang ikhlas membuahkan taqwa yang merupakan buah
tertinggi dari segala amal ibadah kita. Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan
buah dari ibadah dan muamalah seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam
akhlaknya apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasul
dalam salah satu haditsnya. Pada akhirnya ia akan berbuah menjadi akhlak atau
perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan maka ibadahnya akan
terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.
Adapun landasan syar’I ihsan yaitu:
Kedua, As-Sunnah
KESIMPULAN
Hubungan iman, islam, dan ihsan dapat dilihat dari pelaksanaan rukun iman
dan rukun islam, tetapi juga harus diikuti dengan mencontoh sifat-sifat Allah
menurut kadar kwsanggupan manusia. Jika Allah bersifat sayang, maka
manusia juga harus mengikutinya, dengan cara demikian akan timbul ihsan
yaitu akhlak yang terpuji.
Dengan memahami rukun iman yang demikian itulah seseorang akan
mendapatkan sikap ihsan dalam dirinya, jadi bukan hanya sekedar hafal
terhadap sejumlah rukun iman tetapi harus pula disertai dengan mengamalkan
rukun iman dalam kehidupan sehari-hari, inilah cara menghasilkan ihsan.
Dalam teori dapat dibedakan antara iman, islam, dan ihsan. Sedangkan
persamaannya adalah merupakan ajaran islam yang penting dan saling
mengisi. Iman memberikan dasar bagi pengamalan ke-islaman dan keihsanan,
islam sebagai bukti atas adanya iman dan memupuk keimanan itu sendiri dan
ihsan merupakan hasil pelaksanaan iman dan islam yaitu dalam bentuk akhlak
yang mulia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Khurshid. dkk, Islam”Sifat, Prinsip Dasar dan Jalan Menuju Kebenaran”
Terj. A.Nashir Budiman dan Mujibah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002). Cet
4
[2]Khurshid Ahmad, dkk, Islam”Sifat, Prinsip Dasar dan Jalan Menuju Kebenaran”
Terj. A.Nashir Budiman dan Mujibah, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet
4, hlm.8.
[3] Amru Khalid, Berakhlaq Seindah Rasulullah, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,
2007), hlm.38.
[6] Mahjuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1991), hlm.139-141.
[7] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LPPI, 2007), Cet 9, hlm.6-11.
[8] Abuddin Nata, Akhlaq Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2009), Hlm.
76.
[11] http://yuliantihome.wordprees.com/2011/07/11/hubungan
akhlak_dengan_iman_dan_ihsan.