Você está na página 1de 28

BEBERAPA MODEL PENGEMBANGAN

SISTEM PERTANIAN TERPADU YANG


BERKELANJUTAN

Oleh :
Ir. I Wayan Pasek Arimbawa,MP

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
Kata Pengantar

Sesuai dengan perkembangan jaman berbagai permasalahan baru dalam


produksi pertanian mulai muncul. Berkurangnya tenaga kerja produktif di pedesaan,
berkurangnya ketersediaan air irigasi, mahalnya input produksi, tercemarnya
lingkungan dan hasil produksi yang kurang sehat adalah sebagian masalah yang
membutuhkan teknologi yang mampu mengatasinya. Teknologi tersebut haruslah
mempunyai kemampuan dalam meningkatkan produktivitas, hemat air, hemat tenaga
kerja, berwawasan lingkungan, hasil produksi yang sehat dan mudah diterima oleh
petani.

Model Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu yang ramah lingkungan dan


berkelanjutan adalah salah satu alternatif untuk bisa diterapkan. dalam mengatasi
permasalahan tersebut. Agar teknologi baru ini dapat diterapkan dan dikembangkan
oleh sebagian besar petani maka informasi tentang teknologi ini perlu disebarluaskan.

Tergerak untuk menyebarluaskan pengetahuan mengenai Beberapa Model


Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu yang Berkelanjutan, penulis menyusun
tulisan ini dengan harapan mampu memperkaya pengetahuan mahasiswa, petani atau
siapa saja yang tergerak membina petani dalam rangka meningkatkan pendapatan
petani dan kesejahtraan petani.

Saya menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya. Kritik dan
saran demi perbaikan akan kami terima dengan segala senang hati.

Denpasar, Februari 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Judul ………………………………………………………………………………….1
Kata Pengantar ……………………….........................................................................2
Daftar Isi ……………………………………………………………………………...3
Daftar Gambar ……………………………………………………..............................4

I. PENDAHULUAH .................................................................................................6
1.1. Pertanian Ramah Lingkungan...........................................................................6
1.2. Sistem Pertanian Terpadu.................................................................................8

II. PENGINTEGRASIAN BEBERAPA KOMPONEN DALAM


SISTEM PERTANIAN TERPADU YANG BERKELANJUTAN……………..10

2.1. Prinsip Keterpaduan Sistem Pertanian Terpadu..............................................10


2.2 Ciri-ciri Pertanian Terpadu .............................................................................10
2.3. Komponen Sistem Pertanian Terpadu.............................................................11
2.4. Manfaat Sistem Pertanian Terpadu..................................................................12
2.5 Macam-macam Integrasi Tanaman dengan Komponen dari
Sistem Pertanian Terpadu. ..............................................................................12
2.6. Kendala Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu………………………...17
2.7. Cakupan Sistem Pertanian Terpadu................................................................19

III. MODEL PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN


TERPADU ...........................................................................................................20
3.1. Model Umum Pengembangan SPT (The Integrated Farming System)..................20
3.2. Model Pengembangan SPT pada Lahan Sawah............................................21
3.3. Model Pengembangan SPT pada Lahan Miring............................................22
3.4. Model Pengembangan SPT pada Lahan Rawan Erosi...................................23

3.5. Model Pengembangan SPT pada Lahan Konservasi....….............................24

3
3.6. Model Pengembangan SPT pada Simantri ...........................................................25
3.7. Model Pengembangan SPT pada Bio Cyclo Farming ...........................................26

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................27

4
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1. Cakupan SPT……………………………………………………………………17
2. Model Umum SPT.……………………………………………………………...18
3. Model Pengembangan SPT pada Lahan Sawah…………………………………19
4. Model Pengembangan SPT pada Lahan Miring…………………………………21
5. Model Pengembangan SPT pada Rawan Erosi………………………………….23
6. Model Pengembangan SPT pada Lahan Konservasi ….………………………….24
7. Model Pengembangan SPT pada Simantri………. ….………………………….25
8. Model Pengembangan SPT pada Bio Cyclo Farming....………………………….26

5
I. PENDAHULUAN.

1.1. Pertanian Ramah Lingkungan

Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam menopang kehidupan manusia

yang sangat tergantung pada faktor teknis dan lingkungan. Selama bertahun-tahun sistem

pertanian yang ada selalu mengandalkan penggunaan input kimiawi yang berbahaya untuk

meningkatkan hasil atau produksi pertanian. Peningkatan input energi seperti pupuk kimia,

pestisida maupun bahan kimia lainnya dalam pertanian dengan tanpa melihat kompleksitas

lingkungan disamping membutuhkan biaya usaha tani yang tinggi, juga merupakaan

penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan. Hal ini menuntut adanya penerapan

teknologi yang dapat mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian sekaligus

menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan adalah penerapan

sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan yaitu dengan pengelolaan sumberdaya

secara efektif dari segi ekologi maupun ekonomi.

Pertanian ramah lingkungan adalah merupakan sistem pertanian yang mengelola

seluruh sumber daya pertanian dan input usaha tani secara bijak, berbasis inovasi teknologi

untuk mencapai peningkatan produktivitas berkelanjutan dan secara ekonomi

menguntungkan serta diterima secara social budaya dan berisiko rendah atau tidak merusak

atau mengurangi fungsi lingkungan. (Balitkabi, 2013). Susanto (2002) juga menyatakan

pertanian ramah lingkungan adalah aktivitas pertanian yang secara ekologis sesuai, secara

ekonomis menguntungkan, secara sosial diterima dan mampu menjaga kelestarian

sumberdaya alam lingkungan. Sesuai definisi tersebut dalam kaitannya dengan pengelolaan

sumberdaya alam maka sistem pertanian ramah lingkungan merupakan konsep

pembangunan pertanian yang harus diterapkan di negara kita, yang kerusakan sumberdaya

6
alam dan lingkungan sudah sangat parah. Aktivitass pertanian yang banyak menggunakan

bahan kimia, terbukti telah menimbulkan pencemaran, merusak ekosistem, dan sangat

mengganggu kesehatan manusia, sehingga harus diganti dengan aktivitas pertanian yang

sedikit mungkin menggunakan bahan kimia.

Agar program pertanian ramah lingkungan berhasil dan berdaya guna, program tersebut

harus mengikuti kaidah sebagai berikut (a) menggunakan sedikit mungkin input bahan

kimia, (b) melaksanakan tindakan konservasi tanah dan air, (c) memperhatikan

keseimbangan ekosistem dan (d) mampu menjaga stabilitas produksi secara berkelanjutan

(Susanto, 2002).

Tujuan yang hendak dicapai dengan melaksanakan sistem pertanian ramah lingkungan,

menurut Zebua, 2003 (dalam Suman, S., 2013) adalah (a) keseimbangan ekologi, (b)

terjaganya keanekaragaman hayati, (c) terjaganya kelestarian sumberdaya alam, (d)

lingkungan hidup yang tidak tercemar dan (e) tercapainya produksi pertanian yang

berkelanjutan.

Sistem pertanian ramah lingkungan, merupakan salah satu bagian dari sistem

pengembangan pertanian berkelanjutan, yang dapat terlaksana, bila memenuhi lima pilar,

yaitu (a) produktif, (b) beresiko kecil, (c) tidak menimbulkan degradasi lahan dan air, (d)

menguntungkan secara ekonomi jangka panjang dan (e) diterima oleh masyarakat (Ala,

2001).

Menurut Adnyana (2016), konsep sistem pertanian ramah lingkungan yaitu : (a)

memproduksi bahan makanan yang berkualitas tinggi (bebas polutan); (b) mengoftimalkan

siklus bilogi dalam berusaha tani; (c) managemen kelestarian kesuburan tanah; (d)

7
meminimalkan kerusakan tanah; (e) menghasilkan produk pertanian yang mudah di daur

ulang

1.2. Sistem Pertanian Terpadu

Sistem pertanian terpadu adalah merupakan sistem pertanian yang mengintegrasikan

kegiatan sub sektor pertanian, tanaman, ternak, ikan untuk meningkatkan efisiensi dan

produktivitas sumber daya (lahan, manusia, dan faktor tumbuh lainnya) kemandirian dan

kesejahtraan petani secara berkelanjutan.

Sistem pertanian terpadu adalah suatu sistem pengelolaan tanaman, hewan tenak

dan ikan dengan lingkungannya untuk menghasilkan suatu produk yang oftimal dan sifatnya

cendrung tertutup terhadap masukan luar (Preston, 2000, dalam Bagas A. dkk.1993).

Pertanian terpadu mengurangi resiko kegagalan panen, karena ketergantungan pada suatu

komoditi dapat dhiindari dan hemat ongkos produksi. Sistem pertanian terpadu tanaman

dan ternak adalah suatu sistem pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara

komponen tanaman dan ternak dalam suatu kegiatan usaha tani atau dalam suatu wilayah.

Bertitik tolak dari hal tersebut di atas sudah banyak program peningkatan pendapatan petani

peternak mengacu pada program integrasi tanaman dan ternak (Kusnadi, 2007; Hamdani

2008, Kariyasa, 2005). Sedangkan Ginting (1991) melaporkan bahwa ternak dapat

berperan sebagai industri biologis sekaligus mampu meningkatkan produksi daging dan

sekaligus penyedia kompos.

Waton, S (2016) menyatakan konsep terapan sistem pertanian terpadu akan

menghasilkan F4 yaitu :

8
1. F1 (Food).

Sumber pangan bagi manusia (beras, jagung, kedelai, kacang-kabangan, jamur,

sayuran, dll), produk peternakan (daging, susu, telur, dll), produk budidaya ikan air tawar

(lele, mujair, nila, gurami, dll.) dan hasil perkebunan (salak, pisang, kayu manis, sirsak, dll.).

2. F2 (Feed).

3. Pakan ternak termasuk di dalamnya ruminasia (sapai, kambing, kerbau, kelinci), ternak

unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung dara, dll), pakan ikan budidaya air tawar (ikan

hias dan ikan konsumsi).

4. F3 (Fuel).

Akan dihasilkan energi dalam berbagai bentuk mulai energi panas (bio gas) untuk

kebutuhan domestik/masak memasak, energi panas untuk industri makanan di kawasan

pedesaan juga untuk industri kecil . Hasil akhir dari bio gas adalah bio fertilizer berupa

pupuk pupuk organik cair dan kompos.

5. F4 (Fertilizer).

Sisa produk pertanian melalui proses dekomposer maupun pirolisis akan

menghasikan pupuk kompos (organik fertilizer) dengan berbagai kandungan unsur hara dan

C-Organik yang relatif tinggi.

9
II. PENGINTEGRASIAN BEBERAPA KOMPONEN DALAM SISTEM
PERTANIAN TERPADU YANG BERKELANJUTAN.

2.1. Perinsip Keterpaduan Sistem Pertanian Terpadu.

Bagas, A, dkk, (2004) beberapa prinsip yang harus diperhatikan terhadap keterpaduan

sistem pertanian terpadu adalah ;

1. Agroekosistem yang beranekaragaman tinggi yang memberi jaminan yang lebih

tinggi bagi petani secara berkelanjutan.

2. Diperlukan keanekaragaman fungsional yang dapat dicapai dengan

mengkombinasikan spesies tanaman dan hewan yang memiliki sifat saling

melengkapi dan berhubungan dalam interaksi sinergik dan positif dan bukan

hanya kesetabilan yang dapat diperbaiki, namun juga produktivitas sistem

pertanian dengan input yang lebih rendah.

3. Menentukan kombinasi tanaman, hewan daqn input yang mengarah pada

produktivitas yang tinggi, keamanan produksi serta bkonservasi sumber daya

yang relatif sesuai dengan keterbatasan lahan, tenaga kerja dan modal.

2.2. Ciri-ciri Pertanian terpadu :

Bagas, A, dkk, (2004) beberapa ciri yang bisa dilihat dalam sistem pertanian terpadu

adalah :

1. Pengelolaan pertanian secara luas dan konperehensip.

2. Berorientasi pada produktivitas, efisiensi, keberlanjutan dan diterima secara sosial

dan me3nguntungkan secara ekonomi.

10
3. Suatu sistem yang mandiri dengan sistem LEISA (Low External Input

Sustainable Agriculture). Sistem mampu berjalan dengan baik tanpa

ketergantungan asupan dari luar sistem.

4. Sistem dapat diukur dan dievaluasi pada setiap tahapan.

2.3. Komponen Sistem Pertanian Terpadu.

Menurut Bagas, A, dkk, (2004) komponen yang berintegrasi dalam Sistem Pertanian

Terpadu adalah :

a. Manusia.

Manusia sebagai mahluk hidup memerlukan energi sebagai motor kehidupannya.

Dengan integrasi Farming Sistem manusia tidak hanya mendapatkan keuntungan finansial

tetapi juga pangan sebagai kebutuhan primer dan energi panas serta listrik..

b. Peternakan.

Peternakan memainkan peran sebagai sumber energi dan penggerak ekonomi dalam

Integrated Farming Sistem. Sumber energi berasal dari daging, susu, telur serta organ tubuh

lainnya, bahkan kotoran hewan. Sangkan fungsi penggerak ekonomi berasal dari hasil

penjualan ternak , telur, susu dan hasil sampingan ternak (bulu dan kotoran).

c. Tanamam .

Syarat tanaman yang dapat diusahakan adalah bernilai ekonomi dan dapat

menyediakan pakan untuk peternakan.

d. Perikanan

Ikan yang digunakan untuk Integrated Farming Sistem adalah ikan air tawar yang

dapat beradaptasi dengan lingkungan air yang keruh, tidak membutuhkan perawatan ekstra,

mampu memanfaatkan nutrisi yang ada dan memiliki nilai ekonomi.

11
2.4. Manfaat Sistem Pertanian Terpadu.

Bagas, A, dkk. (2004) menyatakan beberapa manfaat yang dapat dilihat dari

Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu adalah :

a. Pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran

nutrisi dan energi berimbang.

b. Keseimbangan energi tersebut yang dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi dan

keberlanjutan produksi terjaga.

c. Input dari luar minimal bahkan tidak diperlukan karena adanya daur limbah diantara

organisme penyusunnya

d. Biodiversitas meningkat apalagi dengan penggunaan sumber daya lokal.

e. Peningkatan fiksasi nitrogen, resistensi tanaman terhadap jasad pengganggu lebih tinggi,

dan hasil samping bahan bakar biogas untuk rumah tangga.

Athirah (2009) menyatakan pertanian terpadu secara deduktif akan meningkatkan

efektifitas dan efisiensi produksi berupa peningkatan hasil produksi dan penurunan biaya

produksi. Peningkatan hasil produksi karena semakin banyak hasil produksi yang diperoleh.

Hasil-hasil dari sistem pertanian terpadu adalah hasil harian yaitu susu, telur dan biogas;

hasil mingguan yaitu kompos, bio urine, pakan ternak; hasil bulanan yaitu padi, daging; hasil

tahunan yaitu anak sapi, anak kambing dll.

2.5. Macam-macam Integrasi Tanaman dengan Komponen dari Sistem Pertanian


Terpadu.

Tanaman yang diintegrasikan dengan ternak sapi mampu memanfaatkan produk

ikutan dan produk samping tanaman (sisa-sisa hasil tanaman) untuk pakan ternak dan

sebaliknya ternak sapi dapat menyediakan bahan baku pupuk organik sebagai sumber hara

12
yang dibutuhkan tanaman. Keuntungan langsung integrasi ternak sapi-tanaman pangan

adalah peningkatan pendapatan petani ternak dari hasil penjualan sapi dan jagung.

Keuntungan tidak langsung adalah membaiknya kualitas tanah akibat pemberian pupuk

kandang (Bamualin, et.al. 2004).

Penggunaan pupuk kandang sebagai pupuk organik pada sistem komplememtasi

tanaman-ternak terbukti telah mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani

serta mengurangi biaya produksi. Di sisi lain produk pertanian organik mempunyai prsfek

yang lebih cerah dibanding dengan produk pertanian yang sarat dengan bahan anrganik.

Oleh karena itu, sebaiknya petani menerapkan sistem komplementasi tanaman-ternak.

Menurut Tomas (2014) macam-macam integrasi tanaman dengan ternak sapi antara

lain adalah :

a. Integrasi Tanaman Padi dengan Ternak

Usaha pemeliharaan ternak sapi dalam suatu kawasan persawahan dapat

memanfaatkan secara oftimal sumber daya lokal dan produk samping tanaman padi. Pola

pengembangan ini dikenal dengan integrasi padi ternak. Program SIPT merupakan salah

satu alternatif dalam meningkatkan produksi padi, daging, susu dan sekaligus meningkatkan

pendapatan petani. Pelaksanaan SIPT dilaksanakan melalui penerapan teknologi pengolahan

hasil samping tanaman padi seperti jerami padi dan hasil ikutan berupa dedak padi yang

dapat dimanfaatkan oleh ternak sapi sebagai pakan sapi.. Sedangkan kotoran ternak sapi

dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pupuk organik yang dapat dimanfaatkan untuk

meningkatkan kesuburan tanah di areal pesawahan. Produk samping tanaman padi berupa

jerami mempunyai potensi yang cukup besar dalam menunjang kesediaaqn pakan ternak..

Produksi jerami padi dapat tersedia dalam jumlah yang cukup besar rata-rata 4 ton/ha dan

setelah melewati proses fermentas dapat menyediakan bahan pakan untuk sapi sebanyak 2

13
ekor/tahun. Untuk dapat dimanfaatkan secara oftimal agar disukai ternak maka sebelum

diberikan pada ternak dilakukan pencacahan, fermentasi atau amoniasi. Jerami padi yang

telah difermentasi siap digunakan sebagai bahan dasar untuk pakan sapi namun dapat

ditambahkan dengan pakan lainnya secara bersama-sama seperti hijauan legum (lamtoro,

kaliandra, turi) yang dibudidayakan di pematang atau pagar kebun. Pemberian jerami

disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi. Sapi dewasa umumnya diberikan sejumlah 20-30 kg

jerami per hari dan dipercikkan air garam untuk menambah napsu makan. Penambahan

bahan pakan lain seperti dedak padi atau hijauan legum dapat disesuaikan dengan

ketersedian pakan di kebun. Kotoran sapi berupa feses, urine dan sisa pakan dapat diolah

menjadi pupuk organik padat dan cair untuk dimanfaatkan di areal pesawahan, sedangkan

sisanya dapat dijual untuk menambah pendapatan petani. Seekor sapi dapat dapat

menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg setiap hari, urine 7-8 liter setiap hari dan bila

diproses menjadi pupuk organik (padat dan cair) dapat menghasilkan 4-5 kg pupuk. Dengan

demikian untuk satu ekor sapi dapat menghasilkan sekitar 7,3-11 ton pupuk organik per

tahun, sementara penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan adalah 2 ton/ha untuk

setiap kali tanam sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang kebutuhan

pupuk organik untuk 1,8-2,7 hektar dengan dua kali tanam dalam setahun (Hayanto B, et al.,

2002).

Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik disamping mampu menghemat

penggunaan pupuk anorganik juga sekaligs mampu memperbaiki struktur dan ketersediaan

unsur hara tanah. Dampak ini terlihat dengan meningkatnya produktivitas lahan. Hasil

kajian Adnyana et.al (2003) menunjukkan bahwa model CLS (Crops Livestock System) yang

di kembangkan petani di Jawa Timur dan Jawa Tengah mampu mengurangi penggunaan

pupuk anorganik sebesar 25-35 % dan menngkatkan produktivitas padi sebesar 20-29 %.

14
Hasi penelitian di atas diperkuat leh model CLS yang diterapkan petani di Bali, terbukti juga

mampu menghemat pengeluaran biaya pupuk sekitar 25,2 % dan meningkatkan pendapatan

petani sebesar 41,40 % (Sudaratmaja et.al., 2004).

Propinsi (Jawa Tengah, Bali dan NTB) menunjukkan bahwa usaha tani padi yang

dikelola tanpa dipadukan dengan ternak mampu berproduksi sekitar 4,4-5,7 ton ha-1 ,

sementara usaha tani padi yang pengelolaannya dipadukan dengan ternak mampu

berproduksi sekitar 4,7-6,2 ton-1 . Artinya usaha tani padi yang pengelolaannya dipadukan

dengan ternak atau dengan menggunakan pupuk kandang mampu berproduksi sekitar 6,9-8,8

% lebih tinggi dibanding usahatani padi yang dikelola secara parsial tanpa menggunakan

pupuk kandang (Kariyasa, 2005).

b. Integrasi Tanaman Jagung dengan Ternak.

Tanaman jagung setelah produk utamanya dipanen, hasil ikutannya berupa daun,

batang dan tongkol sebelum atau sesudah melalui proses pengolahan dapat dimanfaatkan

sebagai sumber bahan pakan ternak alternatif. Jumlah produk ikutan jagung dapat dari

satuan luas tanaman jagung antara 2,5-3,4 ton bahan kering per hektar yang mampu

menyediakan bahan baku sumber serat/pengganti hijauan untuk satu satuan ternak (bobot

hidup setara 250 kg dengan konsumsi pakan kering 3 % bobot hidup) bdalam setahun.

Produk ikutan tanaman jagung sebelum digunakan sebagai bahan baku pakan dapat diolah

menjadi silase baik dengan atau tanpa proses fermentasi dan amoniasi. Pemberian dalam

bentuk segar atau sudah diolah disarankan sebaiknya dipotong-potong atau dicacah terlebih

daulu agar lebih memudahkan ternak untuk mengkonsumsi. Agar ternak lebih menyukai

dapat ditambahkan molases atau air garam . Kotoran ternak yang telah diproses daqpat

digunakan sebagai sumber energi (biogas) dan pupuk organik yang dapat digunakan untuk

memperbaiki bstruktur tanah pada lahan tanaman jagung (Bagas, A, dkk, 2004)

15
c. Integrasi Tanaman Sayuran dengan Ternak.

Keterpaduan usaha ternak sapi dengan tanaman sayur-sayuran merupakan salah satu

upaya pemanfaatan produk samping/ikutan yang dipelihara di kawasan sayur-sayuran atau

peimanfaatan sisa-sisa sayuran yang sudah afkir dan tidak layak dipasarkan yang dapat

digunakan sebagai pakan ternak sapi. Namun pemanfaatan limbah sayuran potensinya

sangat sedikit. Oleh karena itu pola keterpaduan antara ternak sapi dengan areal tanaman

sayur-sayuran dapat dilakukan secara terpisah antara ternak dan areal tanaman sayuran atau

merupakan satu kesatuan. Agar tidak menggangu tanaman sayuran maka ternak sapi harus

dikandangkan. Untuk memanfaatkan sisas-sisa rumput dari pembersihan tanaman, sisa

sayuran dan kotoran ternak sapi dibuat kompos dan pupuk organik. Hasil pembuatan pupuk

kompos maupun pupuk kandang diperlukan untuk tanaman sayuran dalam rangka

peningkatan produksi maupun mengurangi ketergantungan pupuk buatan. Manfaat yang

diperoleh bagi ternak sapi lebih ditujukan pada pemanfaatan hijauan yang ditanam pada areal

tanaman sayuran sebagai tanaman penguat teras dan sebagai tanaman pelindung. Dalam

rangka penyediaan pakan hijauan ternak dilakukan dengan pola tiga strata yaitu tanaman

sayuran, rerumputan dan tanaman legum (Bagas, A, dkk, 2004)

d. Integrasi Tanaman Buah dengan Ternak.

Pengembangan ternak sapi pada areal tanaman buah-buahan yaitu pemanfaatan lahan

yang ada di antara tanaman buah-buahan sebagai areal penanaman rumput untuk pakan

ternak. Sementara ternaknya dikandangkan di areal tanaman buah-buahan dan rumput yang

dihasilkan di areal tanaman buah-buahan dipotong dan di bawa ke kandang sebagai pakan

ternak. Selain itu di areal tanaman buah-buahan yang cukup luas dapat dikembangkan

sebagai ladang pengembalaan ternak (ternak di ikat pada kawasan tertentu). Namun harus di

awasi agar ternak tidak merusak tanaman buah-buahan yang ada. Keuntungan dari

16
keterpaduan ini adalah tanaman buah-buahan dapat terawat, dihasilkan beragam produk,

tersedia pakan ternak dan pupuk organiki untuk kesuburan serta konservasi sumber daya

alam. Tanaman buah-buahan yang dapat di integrasikan dengan ternak sapi di antaranya

nanas dan pisang (Bagas, A, dkk, 2004)

Menurut Moningka dkk. (1993) sistem tumpangsari tumbuhan dan ternak pada

umumnya banyak dipraktekkan dengan tanaman perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk

memanfaatkan lahan secara optimal. Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan

sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput di atasnya

merupakan komponen kedua. Selanjutnya dinyatakan bahwan keuntungan-keuntungan dari

sistem ini adalah :

(1). Tersedianya tanaman peneduh bagi ternak sehingga dapat mengurangi stres

karena panas.

(2). Meningkatnya kesuburan tanah melalui proses kembalinya air seni dan feses ke

dalam tanah,

(3). Meningkatkan kualitas pakan ternak, membatasi pertumbuhan gulma.

(4). Mengurangi penggunaan herbisida.

(5). Meningkatkan hasil tanaan perkebunan dan

(6). Meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya.

2.6. Kendala Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu (SPT).

Bagas, A, dkk, (2004) beberapa kendala yang mungkin akan terjadi dalam

pengembangan Sistem Pertanian Terpadu adalah :

1. Belum dipahami SPT secara benar oleh berbagai pihak (petani dan pasilitator).

2. Tingkat hasil dan produktivitas SPT belum meyakinkan petani pada umumnya.

17
3. Model SPT yang dikembangkan belum sesuai dengan ekosistemnya.

4. Keberadaan Integrator dalam SPT belum diperhatikan.

5. Belum ada Kajian secara komprehensip dan integralistik berkaitan dengan SPT.

6. Kebijakan pembangunan pertanian belum mendukung secara jelas pengembangan

SPT.

Menurut Yusuf (2001) beberapa kendala atau permasalahan dalam pengembangan

pertanian terpadu berkelanjutan adalah :

a. Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia

Tingkat pendidikan petani masih sangat rendah hal ini dapat dilihat dari persentase

masyarakat yang mengecam pendidikan, dimana petani yang mengelola tanaman pangan

sebanyak 81,72 % petani, dimana SDM nya 88,14 % tidak lulus SMA, 14 % petani tidak

pernah sekolah dan 73 % hanya lulusa SD atau bahkan tidak tamat SD. Tingkat

pendidikan masyarakat petani yang rendah akan berpengaruh terhadap pola pikirnya.

b. Lahan Pertanian yang Dimiliki Relatif Rendah.

Hasil Penelitian Patanas tahun 2000 menyatakan di pulau Jawa, sekitar 88 % rumah

tangga petani menguasai lahan sawah kurang dari 0,5 Ha dan 76 % menguasahi lahan

kurang dari 0,25 Ha.

b. Kebiasaan petani Dalam Menggunakan Pestisida dan Pupuk Kimia.

Kebiasaan petani dalam mengelola usaha taninya sering sangat tergantung kepada

pupuk dan pestisida kimia. Keadaan seperti ini sangat sulit dirubah dan membutuhkan

waktu yang cukup lama.

c. Belum Ada Jaminan Pasar atau Harga Khusus Untuk Produk Organik.

18
Produk organik masih terasa sangat berat untuk di konsumsi oleh konsumen.

Konsumen tidak mengetahui berapa harga produk tersebut. Disamping juga adanya suatu

pemikiran konsumen apakah berbahaya bila mengkonsumsi produk organik tersebut.

2.7. Cakupan Sistem Pertanian Terpadu.

Menurut Bagas,A. Dkk (2004) cakupan dari Sistem Pertanian Terpadu adalah sebagai
berikut (Gambar 1).
CAKUPAN SISTEM PERTANIAN TERPADU

Lingkungan Sistem Energi Sistem


dan Biomas Produksi Ekonomi

SDM Efisiensi Produksi dan Kemandirian Wilayah


Pemberdayaan

Komunitas

Gambar 1. Cakupan SPT (Bagas, A, dkk, 2004)

19
III. BEBERAPA MODEL PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERPADU

3.1. Model Umum Pengembangan SPT (The Integrated Farming System)

Rice, Cassava,
Oil Palm,
Sugar Palm,
Nutriens Sugar Cane Residues by
Food Products Biomass

Food Food Ducks, Pegs,


Ponds, (Water Family & Buffaloes,
Plants, Fish Market Cattle

Excreta Fuel
Nutriens
Excreta
Biodigester

Gambar 2. Model Umum SPT (Preston, 2000)

20
3.2. Model Pengembangan SPT pada Lahan Sawah

Padi

Jagung Kolam Pupuk


Organik

Limbah Ternak

Gambar 3. Model Pengembangan SPT pada Lahan Sawah (Bagas, A, dkk,


2004)

21
3.3. Model Pengembangan SPT pada Lahan Miring

Tanaman Buah-buahan

Tanaman
Rumput Tutupan Lahan Tahunan

Ternak Sapi Biogas

Gambar 4. Model Pengembangan SPT pada Lahan Miring (Bagas, A, dkk, 2004)

22
3.4. Model Pengembangan SPT pada Lahan Rawan Erosi

Pemanfaatan Seresah

Pupuk
Rumput Hutan Organik

Ternak
Ruminansia Kotoran Ternak Pengepakan

Pemasaran

Gambar 5. Model Pengembangan SPT pada Lahan Rawan Erosi (Bagas, A, dkk, 2004)

23
3.5. Model Pengembangan SPT pada Lahan Konservasi

Tanaman Koservasi
Pohon Enao Air

Gula Aren

Rumput Ternak
Biogas Rumah

Gambar 6. Model Pengembangan SPT pada Lahan Konservasi (Bagas, A, dkk, 2004)

24
3.6. Model Pengembangan SPT pada Simantri

Tanaman Pangan dan Perkebuan

Jagung Padi Mete

Limbah Jerami
Kompos Bio Pertanian
Biogas Urine

Kotoran Urine
Ternak Media
Jamur

Daging Ternak Ternak Susu


Sapi Sapi Kambing

Gambar 7. Model Pengembangan SPT pada Model Simantri


(Dinas Pertanian Provinsi Bali)

25
3.7. Model Pengembangan SPT pada Model Bio Cyclo Farming

Kompos Kompos
1x8 ton 2x8 ton

Jagung Tanaman Jagung Sawah Beras


7 t/th 1 ha 11 t/th

Tebon Jerami Dedak


5 t/th 20 t/th 2 t/th

Ternak Sapi
Dedak 4 t/th Dijual 6 ekor/th
Bungkil 2 t/th
Onggok 2 ton
35 ton Kotoran

Biogas

Kopos 5 ton Kompos 6 ton


Gas Bio
Buah Rumah Tanaman
Heksotis Padi

Gambar 6. Model Pengembangan SPT pada Model Bio Cyclo Farming


(AchsinU.Choliq dan Hamdani,M. 2008)

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Ala, A. 2001. Persfektif dan Penerapan Konsep Pertanian Berkelanjutan.

2. Adnyana. 2003. Pengkajian dan Sintesis Kebijakan Pengembangan Peningkatan


Produktivitas Padi dan Ternak (P3T). Laporan Teknis Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Litbang Pertanian Bogor. www.balitbang.go.id.
Akses Juni 2008.

3. Adnyana, M.O, K.Kariyasa. 2003. Perumusan Kebijaksanaan Harga Gabah dan Pupuk
dalam Era Pasar Bebas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian
Bogor. www.puslit-bgor.go.id. Diakses Juni 2008.

4. Athira. 2015. Sistem Pertanian Terpadu.https//athira09.wordpress.com/2011/10/15.


Diakses tanggal 15 Oktober 2015.

5. Adnyana. 2016. Pertanian Ramah Lingkungan. https//www.scribd.com/doc.212815811/


Pertanian-Ramah-Lngkungan. Diakses 22 Juli 2016.

6. Bamualim A., R.B. Wirdahayani, dan M.Boer. 2004. Status dan Peranan sapi Lokal
Pesisir di Sumatra Barat. Prosiding Seminar Sistem Kelembagaan Usaha Tani Tanaman
ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

7. Balikabi. 2013. Memahami Pertanian Ramah Lingkungan. Balitkabi.litbang.pertanian.


go.id /…/1326. Diakses 21 Juli 2016.

8. Bagas,A; Tarmisi; Uthruva,T. 2015. Sistem Pertanian Terpadu. www academia.edu


/8621874/Sistem pertanian terpadu.

9. Ginting , G.S. 1991. Keterpaduan Ternak Ruminansia dengan Perkebunan . Produksi


dan Nilai Nutri. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian . Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

10. Hayanto,B., I.Inounu, Arsana, dan K.Dwiyanto, 2002. Sistem Integrasi Padi-Ternak.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deparemen Pertanian Jakarta.

11. Hamdani. 2008. Sistem Pertanian Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan dan
Kesejahtraan Petani. Makalah Workshop Teknologi untuk Masyarakat.

12. Handaka, A. Hendriadi, dan T.Alamsyah. 2009. Perspektif Pengembangan Mekanisasi


Pertanian dalam Sistem Integrasi Ternak-Tanaman Berbasis Sawit, Padi dan Kakao.
Prosiding Workshop Nasional Dinamika dan Keragaaman Sistem Integrasi Ternak-
Tanaman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Botor.

13. Kariyasa, K. 2005. Sistem Integrasi Tanaman Ternak dalam Perspektif Reorientasi
Kebijakan Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani. Analisis Kebijakan

27
Pangan. Vol.3. No.1 Maret 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian. Badan Litbang Pertanian Jakarta.

14. Kusnadi,U.2007. Inovasi Teknologi Peternakan dalam Sistem Integrasi Tanaman dan
Ternak (SITT) untuk Menunjang Swasembada Daging Tahun 2010. Orasi Pengukuhan
Profesor. Riset Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

15. Soesanto,R. 2003. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangan.


Kanisius Yoyakarta.

16. Suman, S. 2013. Pertanian Ramah Lngkungan.sumansangadji30.blogspot.com. Diakses


21 Juli 2016.

17. Thomas S. 2014. Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan INTEGRATED PLANT.


Htt://www.ilmuternak.com/2014/03/sistem pertanian –terpadu-berkelanjutan
INTEGRATED PLANT.

18. Waton, S. 2016. Penerapan Sistem Pertanian Terpadu.www.watonsinau.work


/2016/02/penerapan sitem-pertanian –terpdu-html.

28

Você também pode gostar