Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh :
Ir. I Wayan Pasek Arimbawa,MP
Saya menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya. Kritik dan
saran demi perbaikan akan kami terima dengan segala senang hati.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Judul ………………………………………………………………………………….1
Kata Pengantar ……………………….........................................................................2
Daftar Isi ……………………………………………………………………………...3
Daftar Gambar ……………………………………………………..............................4
I. PENDAHULUAH .................................................................................................6
1.1. Pertanian Ramah Lingkungan...........................................................................6
1.2. Sistem Pertanian Terpadu.................................................................................8
3
3.6. Model Pengembangan SPT pada Simantri ...........................................................25
3.7. Model Pengembangan SPT pada Bio Cyclo Farming ...........................................26
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................27
4
DAFTAR GAMBAR
1. Cakupan SPT……………………………………………………………………17
2. Model Umum SPT.……………………………………………………………...18
3. Model Pengembangan SPT pada Lahan Sawah…………………………………19
4. Model Pengembangan SPT pada Lahan Miring…………………………………21
5. Model Pengembangan SPT pada Rawan Erosi………………………………….23
6. Model Pengembangan SPT pada Lahan Konservasi ….………………………….24
7. Model Pengembangan SPT pada Simantri………. ….………………………….25
8. Model Pengembangan SPT pada Bio Cyclo Farming....………………………….26
5
I. PENDAHULUAN.
yang sangat tergantung pada faktor teknis dan lingkungan. Selama bertahun-tahun sistem
pertanian yang ada selalu mengandalkan penggunaan input kimiawi yang berbahaya untuk
meningkatkan hasil atau produksi pertanian. Peningkatan input energi seperti pupuk kimia,
pestisida maupun bahan kimia lainnya dalam pertanian dengan tanpa melihat kompleksitas
lingkungan disamping membutuhkan biaya usaha tani yang tinggi, juga merupakaan
penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan. Hal ini menuntut adanya penerapan
menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan adalah penerapan
sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan yaitu dengan pengelolaan sumberdaya
seluruh sumber daya pertanian dan input usaha tani secara bijak, berbasis inovasi teknologi
menguntungkan serta diterima secara social budaya dan berisiko rendah atau tidak merusak
atau mengurangi fungsi lingkungan. (Balitkabi, 2013). Susanto (2002) juga menyatakan
pertanian ramah lingkungan adalah aktivitas pertanian yang secara ekologis sesuai, secara
sumberdaya alam lingkungan. Sesuai definisi tersebut dalam kaitannya dengan pengelolaan
pembangunan pertanian yang harus diterapkan di negara kita, yang kerusakan sumberdaya
6
alam dan lingkungan sudah sangat parah. Aktivitass pertanian yang banyak menggunakan
bahan kimia, terbukti telah menimbulkan pencemaran, merusak ekosistem, dan sangat
mengganggu kesehatan manusia, sehingga harus diganti dengan aktivitas pertanian yang
Agar program pertanian ramah lingkungan berhasil dan berdaya guna, program tersebut
harus mengikuti kaidah sebagai berikut (a) menggunakan sedikit mungkin input bahan
kimia, (b) melaksanakan tindakan konservasi tanah dan air, (c) memperhatikan
keseimbangan ekosistem dan (d) mampu menjaga stabilitas produksi secara berkelanjutan
(Susanto, 2002).
Tujuan yang hendak dicapai dengan melaksanakan sistem pertanian ramah lingkungan,
menurut Zebua, 2003 (dalam Suman, S., 2013) adalah (a) keseimbangan ekologi, (b)
lingkungan hidup yang tidak tercemar dan (e) tercapainya produksi pertanian yang
berkelanjutan.
Sistem pertanian ramah lingkungan, merupakan salah satu bagian dari sistem
pengembangan pertanian berkelanjutan, yang dapat terlaksana, bila memenuhi lima pilar,
yaitu (a) produktif, (b) beresiko kecil, (c) tidak menimbulkan degradasi lahan dan air, (d)
menguntungkan secara ekonomi jangka panjang dan (e) diterima oleh masyarakat (Ala,
2001).
Menurut Adnyana (2016), konsep sistem pertanian ramah lingkungan yaitu : (a)
memproduksi bahan makanan yang berkualitas tinggi (bebas polutan); (b) mengoftimalkan
siklus bilogi dalam berusaha tani; (c) managemen kelestarian kesuburan tanah; (d)
7
meminimalkan kerusakan tanah; (e) menghasilkan produk pertanian yang mudah di daur
ulang
kegiatan sub sektor pertanian, tanaman, ternak, ikan untuk meningkatkan efisiensi dan
produktivitas sumber daya (lahan, manusia, dan faktor tumbuh lainnya) kemandirian dan
Sistem pertanian terpadu adalah suatu sistem pengelolaan tanaman, hewan tenak
dan ikan dengan lingkungannya untuk menghasilkan suatu produk yang oftimal dan sifatnya
cendrung tertutup terhadap masukan luar (Preston, 2000, dalam Bagas A. dkk.1993).
Pertanian terpadu mengurangi resiko kegagalan panen, karena ketergantungan pada suatu
komoditi dapat dhiindari dan hemat ongkos produksi. Sistem pertanian terpadu tanaman
dan ternak adalah suatu sistem pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara
komponen tanaman dan ternak dalam suatu kegiatan usaha tani atau dalam suatu wilayah.
Bertitik tolak dari hal tersebut di atas sudah banyak program peningkatan pendapatan petani
peternak mengacu pada program integrasi tanaman dan ternak (Kusnadi, 2007; Hamdani
2008, Kariyasa, 2005). Sedangkan Ginting (1991) melaporkan bahwa ternak dapat
berperan sebagai industri biologis sekaligus mampu meningkatkan produksi daging dan
menghasilkan F4 yaitu :
8
1. F1 (Food).
sayuran, dll), produk peternakan (daging, susu, telur, dll), produk budidaya ikan air tawar
(lele, mujair, nila, gurami, dll.) dan hasil perkebunan (salak, pisang, kayu manis, sirsak, dll.).
2. F2 (Feed).
3. Pakan ternak termasuk di dalamnya ruminasia (sapai, kambing, kerbau, kelinci), ternak
unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung dara, dll), pakan ikan budidaya air tawar (ikan
4. F3 (Fuel).
Akan dihasilkan energi dalam berbagai bentuk mulai energi panas (bio gas) untuk
pedesaan juga untuk industri kecil . Hasil akhir dari bio gas adalah bio fertilizer berupa
5. F4 (Fertilizer).
menghasikan pupuk kompos (organik fertilizer) dengan berbagai kandungan unsur hara dan
9
II. PENGINTEGRASIAN BEBERAPA KOMPONEN DALAM SISTEM
PERTANIAN TERPADU YANG BERKELANJUTAN.
Bagas, A, dkk, (2004) beberapa prinsip yang harus diperhatikan terhadap keterpaduan
melengkapi dan berhubungan dalam interaksi sinergik dan positif dan bukan
yang relatif sesuai dengan keterbatasan lahan, tenaga kerja dan modal.
Bagas, A, dkk, (2004) beberapa ciri yang bisa dilihat dalam sistem pertanian terpadu
adalah :
10
3. Suatu sistem yang mandiri dengan sistem LEISA (Low External Input
Menurut Bagas, A, dkk, (2004) komponen yang berintegrasi dalam Sistem Pertanian
Terpadu adalah :
a. Manusia.
Dengan integrasi Farming Sistem manusia tidak hanya mendapatkan keuntungan finansial
tetapi juga pangan sebagai kebutuhan primer dan energi panas serta listrik..
b. Peternakan.
Peternakan memainkan peran sebagai sumber energi dan penggerak ekonomi dalam
Integrated Farming Sistem. Sumber energi berasal dari daging, susu, telur serta organ tubuh
lainnya, bahkan kotoran hewan. Sangkan fungsi penggerak ekonomi berasal dari hasil
penjualan ternak , telur, susu dan hasil sampingan ternak (bulu dan kotoran).
c. Tanamam .
Syarat tanaman yang dapat diusahakan adalah bernilai ekonomi dan dapat
d. Perikanan
Ikan yang digunakan untuk Integrated Farming Sistem adalah ikan air tawar yang
dapat beradaptasi dengan lingkungan air yang keruh, tidak membutuhkan perawatan ekstra,
11
2.4. Manfaat Sistem Pertanian Terpadu.
Bagas, A, dkk. (2004) menyatakan beberapa manfaat yang dapat dilihat dari
b. Keseimbangan energi tersebut yang dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi dan
c. Input dari luar minimal bahkan tidak diperlukan karena adanya daur limbah diantara
organisme penyusunnya
e. Peningkatan fiksasi nitrogen, resistensi tanaman terhadap jasad pengganggu lebih tinggi,
efektifitas dan efisiensi produksi berupa peningkatan hasil produksi dan penurunan biaya
produksi. Peningkatan hasil produksi karena semakin banyak hasil produksi yang diperoleh.
Hasil-hasil dari sistem pertanian terpadu adalah hasil harian yaitu susu, telur dan biogas;
hasil mingguan yaitu kompos, bio urine, pakan ternak; hasil bulanan yaitu padi, daging; hasil
ikutan dan produk samping tanaman (sisa-sisa hasil tanaman) untuk pakan ternak dan
sebaliknya ternak sapi dapat menyediakan bahan baku pupuk organik sebagai sumber hara
12
yang dibutuhkan tanaman. Keuntungan langsung integrasi ternak sapi-tanaman pangan
adalah peningkatan pendapatan petani ternak dari hasil penjualan sapi dan jagung.
Keuntungan tidak langsung adalah membaiknya kualitas tanah akibat pemberian pupuk
serta mengurangi biaya produksi. Di sisi lain produk pertanian organik mempunyai prsfek
yang lebih cerah dibanding dengan produk pertanian yang sarat dengan bahan anrganik.
Menurut Tomas (2014) macam-macam integrasi tanaman dengan ternak sapi antara
lain adalah :
memanfaatkan secara oftimal sumber daya lokal dan produk samping tanaman padi. Pola
pengembangan ini dikenal dengan integrasi padi ternak. Program SIPT merupakan salah
satu alternatif dalam meningkatkan produksi padi, daging, susu dan sekaligus meningkatkan
hasil samping tanaman padi seperti jerami padi dan hasil ikutan berupa dedak padi yang
dapat dimanfaatkan oleh ternak sapi sebagai pakan sapi.. Sedangkan kotoran ternak sapi
dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pupuk organik yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kesuburan tanah di areal pesawahan. Produk samping tanaman padi berupa
jerami mempunyai potensi yang cukup besar dalam menunjang kesediaaqn pakan ternak..
Produksi jerami padi dapat tersedia dalam jumlah yang cukup besar rata-rata 4 ton/ha dan
setelah melewati proses fermentas dapat menyediakan bahan pakan untuk sapi sebanyak 2
13
ekor/tahun. Untuk dapat dimanfaatkan secara oftimal agar disukai ternak maka sebelum
diberikan pada ternak dilakukan pencacahan, fermentasi atau amoniasi. Jerami padi yang
telah difermentasi siap digunakan sebagai bahan dasar untuk pakan sapi namun dapat
ditambahkan dengan pakan lainnya secara bersama-sama seperti hijauan legum (lamtoro,
kaliandra, turi) yang dibudidayakan di pematang atau pagar kebun. Pemberian jerami
disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi. Sapi dewasa umumnya diberikan sejumlah 20-30 kg
jerami per hari dan dipercikkan air garam untuk menambah napsu makan. Penambahan
bahan pakan lain seperti dedak padi atau hijauan legum dapat disesuaikan dengan
ketersedian pakan di kebun. Kotoran sapi berupa feses, urine dan sisa pakan dapat diolah
menjadi pupuk organik padat dan cair untuk dimanfaatkan di areal pesawahan, sedangkan
sisanya dapat dijual untuk menambah pendapatan petani. Seekor sapi dapat dapat
menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg setiap hari, urine 7-8 liter setiap hari dan bila
diproses menjadi pupuk organik (padat dan cair) dapat menghasilkan 4-5 kg pupuk. Dengan
demikian untuk satu ekor sapi dapat menghasilkan sekitar 7,3-11 ton pupuk organik per
tahun, sementara penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan adalah 2 ton/ha untuk
setiap kali tanam sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang kebutuhan
pupuk organik untuk 1,8-2,7 hektar dengan dua kali tanam dalam setahun (Hayanto B, et al.,
2002).
penggunaan pupuk anorganik juga sekaligs mampu memperbaiki struktur dan ketersediaan
unsur hara tanah. Dampak ini terlihat dengan meningkatnya produktivitas lahan. Hasil
kajian Adnyana et.al (2003) menunjukkan bahwa model CLS (Crops Livestock System) yang
di kembangkan petani di Jawa Timur dan Jawa Tengah mampu mengurangi penggunaan
pupuk anorganik sebesar 25-35 % dan menngkatkan produktivitas padi sebesar 20-29 %.
14
Hasi penelitian di atas diperkuat leh model CLS yang diterapkan petani di Bali, terbukti juga
mampu menghemat pengeluaran biaya pupuk sekitar 25,2 % dan meningkatkan pendapatan
Propinsi (Jawa Tengah, Bali dan NTB) menunjukkan bahwa usaha tani padi yang
dikelola tanpa dipadukan dengan ternak mampu berproduksi sekitar 4,4-5,7 ton ha-1 ,
sementara usaha tani padi yang pengelolaannya dipadukan dengan ternak mampu
berproduksi sekitar 4,7-6,2 ton-1 . Artinya usaha tani padi yang pengelolaannya dipadukan
dengan ternak atau dengan menggunakan pupuk kandang mampu berproduksi sekitar 6,9-8,8
% lebih tinggi dibanding usahatani padi yang dikelola secara parsial tanpa menggunakan
Tanaman jagung setelah produk utamanya dipanen, hasil ikutannya berupa daun,
batang dan tongkol sebelum atau sesudah melalui proses pengolahan dapat dimanfaatkan
sebagai sumber bahan pakan ternak alternatif. Jumlah produk ikutan jagung dapat dari
satuan luas tanaman jagung antara 2,5-3,4 ton bahan kering per hektar yang mampu
menyediakan bahan baku sumber serat/pengganti hijauan untuk satu satuan ternak (bobot
hidup setara 250 kg dengan konsumsi pakan kering 3 % bobot hidup) bdalam setahun.
Produk ikutan tanaman jagung sebelum digunakan sebagai bahan baku pakan dapat diolah
menjadi silase baik dengan atau tanpa proses fermentasi dan amoniasi. Pemberian dalam
bentuk segar atau sudah diolah disarankan sebaiknya dipotong-potong atau dicacah terlebih
daulu agar lebih memudahkan ternak untuk mengkonsumsi. Agar ternak lebih menyukai
dapat ditambahkan molases atau air garam . Kotoran ternak yang telah diproses daqpat
digunakan sebagai sumber energi (biogas) dan pupuk organik yang dapat digunakan untuk
memperbaiki bstruktur tanah pada lahan tanaman jagung (Bagas, A, dkk, 2004)
15
c. Integrasi Tanaman Sayuran dengan Ternak.
Keterpaduan usaha ternak sapi dengan tanaman sayur-sayuran merupakan salah satu
peimanfaatan sisa-sisa sayuran yang sudah afkir dan tidak layak dipasarkan yang dapat
digunakan sebagai pakan ternak sapi. Namun pemanfaatan limbah sayuran potensinya
sangat sedikit. Oleh karena itu pola keterpaduan antara ternak sapi dengan areal tanaman
sayur-sayuran dapat dilakukan secara terpisah antara ternak dan areal tanaman sayuran atau
merupakan satu kesatuan. Agar tidak menggangu tanaman sayuran maka ternak sapi harus
sayuran dan kotoran ternak sapi dibuat kompos dan pupuk organik. Hasil pembuatan pupuk
kompos maupun pupuk kandang diperlukan untuk tanaman sayuran dalam rangka
diperoleh bagi ternak sapi lebih ditujukan pada pemanfaatan hijauan yang ditanam pada areal
tanaman sayuran sebagai tanaman penguat teras dan sebagai tanaman pelindung. Dalam
rangka penyediaan pakan hijauan ternak dilakukan dengan pola tiga strata yaitu tanaman
Pengembangan ternak sapi pada areal tanaman buah-buahan yaitu pemanfaatan lahan
yang ada di antara tanaman buah-buahan sebagai areal penanaman rumput untuk pakan
ternak. Sementara ternaknya dikandangkan di areal tanaman buah-buahan dan rumput yang
dihasilkan di areal tanaman buah-buahan dipotong dan di bawa ke kandang sebagai pakan
ternak. Selain itu di areal tanaman buah-buahan yang cukup luas dapat dikembangkan
sebagai ladang pengembalaan ternak (ternak di ikat pada kawasan tertentu). Namun harus di
awasi agar ternak tidak merusak tanaman buah-buahan yang ada. Keuntungan dari
16
keterpaduan ini adalah tanaman buah-buahan dapat terawat, dihasilkan beragam produk,
tersedia pakan ternak dan pupuk organiki untuk kesuburan serta konservasi sumber daya
alam. Tanaman buah-buahan yang dapat di integrasikan dengan ternak sapi di antaranya
Menurut Moningka dkk. (1993) sistem tumpangsari tumbuhan dan ternak pada
umumnya banyak dipraktekkan dengan tanaman perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk
memanfaatkan lahan secara optimal. Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan
sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput di atasnya
(1). Tersedianya tanaman peneduh bagi ternak sehingga dapat mengurangi stres
karena panas.
(2). Meningkatnya kesuburan tanah melalui proses kembalinya air seni dan feses ke
dalam tanah,
Bagas, A, dkk, (2004) beberapa kendala yang mungkin akan terjadi dalam
1. Belum dipahami SPT secara benar oleh berbagai pihak (petani dan pasilitator).
2. Tingkat hasil dan produktivitas SPT belum meyakinkan petani pada umumnya.
17
3. Model SPT yang dikembangkan belum sesuai dengan ekosistemnya.
5. Belum ada Kajian secara komprehensip dan integralistik berkaitan dengan SPT.
SPT.
Tingkat pendidikan petani masih sangat rendah hal ini dapat dilihat dari persentase
masyarakat yang mengecam pendidikan, dimana petani yang mengelola tanaman pangan
sebanyak 81,72 % petani, dimana SDM nya 88,14 % tidak lulus SMA, 14 % petani tidak
pernah sekolah dan 73 % hanya lulusa SD atau bahkan tidak tamat SD. Tingkat
pendidikan masyarakat petani yang rendah akan berpengaruh terhadap pola pikirnya.
Hasil Penelitian Patanas tahun 2000 menyatakan di pulau Jawa, sekitar 88 % rumah
tangga petani menguasai lahan sawah kurang dari 0,5 Ha dan 76 % menguasahi lahan
Kebiasaan petani dalam mengelola usaha taninya sering sangat tergantung kepada
pupuk dan pestisida kimia. Keadaan seperti ini sangat sulit dirubah dan membutuhkan
c. Belum Ada Jaminan Pasar atau Harga Khusus Untuk Produk Organik.
18
Produk organik masih terasa sangat berat untuk di konsumsi oleh konsumen.
Konsumen tidak mengetahui berapa harga produk tersebut. Disamping juga adanya suatu
Menurut Bagas,A. Dkk (2004) cakupan dari Sistem Pertanian Terpadu adalah sebagai
berikut (Gambar 1).
CAKUPAN SISTEM PERTANIAN TERPADU
Komunitas
19
III. BEBERAPA MODEL PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN TERPADU
Rice, Cassava,
Oil Palm,
Sugar Palm,
Nutriens Sugar Cane Residues by
Food Products Biomass
Excreta Fuel
Nutriens
Excreta
Biodigester
20
3.2. Model Pengembangan SPT pada Lahan Sawah
Padi
Limbah Ternak
21
3.3. Model Pengembangan SPT pada Lahan Miring
Tanaman Buah-buahan
Tanaman
Rumput Tutupan Lahan Tahunan
Gambar 4. Model Pengembangan SPT pada Lahan Miring (Bagas, A, dkk, 2004)
22
3.4. Model Pengembangan SPT pada Lahan Rawan Erosi
Pemanfaatan Seresah
Pupuk
Rumput Hutan Organik
Ternak
Ruminansia Kotoran Ternak Pengepakan
Pemasaran
Gambar 5. Model Pengembangan SPT pada Lahan Rawan Erosi (Bagas, A, dkk, 2004)
23
3.5. Model Pengembangan SPT pada Lahan Konservasi
Tanaman Koservasi
Pohon Enao Air
Gula Aren
Rumput Ternak
Biogas Rumah
Gambar 6. Model Pengembangan SPT pada Lahan Konservasi (Bagas, A, dkk, 2004)
24
3.6. Model Pengembangan SPT pada Simantri
Limbah Jerami
Kompos Bio Pertanian
Biogas Urine
Kotoran Urine
Ternak Media
Jamur
25
3.7. Model Pengembangan SPT pada Model Bio Cyclo Farming
Kompos Kompos
1x8 ton 2x8 ton
Ternak Sapi
Dedak 4 t/th Dijual 6 ekor/th
Bungkil 2 t/th
Onggok 2 ton
35 ton Kotoran
Biogas
26
DAFTAR PUSTAKA
3. Adnyana, M.O, K.Kariyasa. 2003. Perumusan Kebijaksanaan Harga Gabah dan Pupuk
dalam Era Pasar Bebas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian
Bogor. www.puslit-bgor.go.id. Diakses Juni 2008.
6. Bamualim A., R.B. Wirdahayani, dan M.Boer. 2004. Status dan Peranan sapi Lokal
Pesisir di Sumatra Barat. Prosiding Seminar Sistem Kelembagaan Usaha Tani Tanaman
ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
10. Hayanto,B., I.Inounu, Arsana, dan K.Dwiyanto, 2002. Sistem Integrasi Padi-Ternak.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deparemen Pertanian Jakarta.
11. Hamdani. 2008. Sistem Pertanian Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan dan
Kesejahtraan Petani. Makalah Workshop Teknologi untuk Masyarakat.
13. Kariyasa, K. 2005. Sistem Integrasi Tanaman Ternak dalam Perspektif Reorientasi
Kebijakan Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani. Analisis Kebijakan
27
Pangan. Vol.3. No.1 Maret 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian. Badan Litbang Pertanian Jakarta.
14. Kusnadi,U.2007. Inovasi Teknologi Peternakan dalam Sistem Integrasi Tanaman dan
Ternak (SITT) untuk Menunjang Swasembada Daging Tahun 2010. Orasi Pengukuhan
Profesor. Riset Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
28