Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Anak kepiting sebenarnya sudah mahir berjalan. Namun, kebanyakan kepiting memang
tak bisa berjalan lurus.
Mereka selalu berjalan menyamping. Namun, Ibu Kepiting ingin mengajari cara berjalan
yang benar kepada anaknya.
"Kau belum pandai berjalan," ucap Ibu Kepiting.
"Aku sudah belajar berjalan, Bu. Dan menurutku, aku sudah bisa berjalan seperti
kepiting lain," timpal Anak Kepiting.
"Kau memang bisa berjalan. Tetapi, cara jalanmu itu salah. Berjalan yang benar itu
harus lurus, dan kaki harus menghadap ke depan semua," terang Ibu Kepiting.
Anak kepiting mencoba seperti apa yang dikatakan oleh ibunya. Ternyata dia tetap
berjalan ke samping. Saat anak kepiting itu mencoba membuat jari kakinya menghadap
ke depan, dia malah merasa kesakitan.
"Aku tak bisa, Bu," ucap Anak Kepiting, pasrah.
"Pokoknya kau harus terus belajar berjalan yang benar," kata ibunya.
"Kalau begitu, apakah Ibu bisa berjalan dengan lurus dengan jari kaki menghadap ke
depan?" tanya Anak Kepiting.
"Tentu saja Ibu bisa. Sekarang, perhatikanlah Ibu." pinta ibunya.
Ibu kepiting lalu mencoba berjalan. Olala... rupanya ia juga hanya bisa berjalan ke
samping. Dia tak bisa berjalan dengan lurus.
"Ibu juga tak bisa berjalan lurus," ucap Anak Kepiting.
Ibunya tak kehabisan akal. Ia mencoba lagi. Kali ini dengan jari kaki menghadap ke
depan. Anaknya memperhatikannya dengan tekun.
"Lihatlah." seru ibunya.
Ibunya mulai berjalan dengan jari kaki menghadap ke depan. Bruk! Dia malah terjatuh
menimpa sebuah batu. Melihat hal itu, anaknya tertawa.
"Tak baik menertawakan orangtua," kata ibunya.
Sejak saat itu, Ibu Kepiting sadar, memang sudah menjadi ketentuan Tuhan bahwa
kepiting selalu berjalan ke samping. Tak ada kepiting yang bisa berjalan lurus. Ibu
Kepiting menyadari kesalahannya. Ia pun meminta maaf kepada anaknya.
"Jadi selama ini cara jalanku sudah benar ya, Bu." tanya Anak Kepiting.
Ibu kepiting mengangguk-angguk. Ia masih menahan rasa sakit akibat terjatuh
menimpa batu.
Tipuan Kucing
Ada sekelompok tikus yang tinggal di salah satu rumah manusia. Di sana uga terdapat seekor kucing
yang ganas. Kucing itu suka sekali membuat tipuan agar bisa menangkap tikus dengan mudah.
Suatu hari, kucing berpura-pura mati. Ia sengaja menggantungkan kedua kakinya di atas rak. Kepalanya
menghadap ke bawah. Melihat hal itu, para tikus tak curiga. Mereka mengira kucing benar-benar telah
mati.
"Mungkin dia telah berbuat kesalahan sehingga majikannya menggantungnya seperti itu," ucap salah
satu tikus.
"Kalau dia sudah mati, itu artinya kita aman. Tak ada lagi tikus di rumah ini," balas tikus lainnya. Mereka
Tikus-tikus itu mendekati kucing yang mereka pikir sudah mati. Kucing masih pura-pura diam. Para tikus
Saat para tikus menari, kucing langsung melompat. Hap! Beberapa tikus berhasil ia tangkap. Semua
Beberapa hari setelah kejadian itu, para tikus lebih berhati-hati. Mereka takut kucing akan memperdaya
mereka lagi. Kucing tak kehabisan akal. Ia selalu saja memiliki ide untuk mengelabui tikus.
Hari ini, kucing menggulingkan tubuhnya ke tepung. Kemudian ia berdiam diri di atas gumpalan tepung
Tikus keluar dari sarangnya. Merasa aman, mereka pun mengendap-endap ke arah dapur. Mereka
"Sepertinya adonan kue itu enak. Bagaimana kalau kita mengambilnya?" tanya tikus yang paling kecil.
"Sebentar, Jangan terburu-buru.” ucap salah seekor tikus tua yang sudah tak berekor. Ekornya terputus
Tikus tua itu memperhatikan gumpalan tepung tersebut. Ia merasa ada yang aneh. Gumpalan itu seperti
ada matanya. Ya, kucing memang melumuri tubuhnya dengan tepung. Namun, matanya masih tampak
berkedip.
"Jangan ke sana, itu adalah tipuan kucing! Kalian harus selalu berhati-hati," seru tikus tua.
"Bagaimana kau tahu bahwa itu adalah tipuan kucing?"tanya salah satu tikus.
"Lihatlah tepung itu baik-baik. Ada mata yang berkedip di sana. Itu adalah mata kucing," balas tikus tua.
Tikus lain bersyukur. Untung saja tikus tua waspada dan berhati-hati. Kalau saja tadi mereka ceroboh,