Você está na página 1de 15

Analisis Satuan Kemampuan Lahan

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan lahan untuk dapat
mendukung upaya pemanfaatan lahan untuk dikembangkan sebagai Perkotaan. Analisis
kemampuan lahan ini sekaligus untuk mengetahui faktor – faktor fisik lahan yang bersifat
menghambat dan tidak menghambat dalam upaya pemanfaatan lahan untuk untuk
dikembangkan menjadi Perkotaan. Output (keluaran) dari analisis ini adalah berupa peta
kelas kemampuan lahan (zonasi) yang terdiri dari kawasan kemungkinan (pengembangan),
Kawasan kendala dan kawasan limitasi, yang merupakan gambaran dari tingkatan
kemampuan lahan pada daerah penelitian.

Analisis kemampuan lahan ini bermaksud untuk mengkaji tingkatan kemampuan lahan untuk
Pengembangan Perkotaan pada daerah studi berdasarkan aspek fisik dasar. Aspek dasar ini
merupakan salah satu materi yang diperlukan dalam rencana pengembangan suatu kota, hal
ini seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/PRT/M.2007 tentang
pedoman teknik analisis fisik dan lingkungan, ekonomi serta sosial budaya dalam penyusunan
Rencana Tata Ruang. Aspek – aspek fisik kemampuan lahan tersebut dalam analisis ini dikenal
dengan satuan kemampuan lahan (SKL). Informasi aspek – aspek fisik kemampuan lahan yang
dimaksud tersebut dan dibutuhkan bagi pengembangan Perkotaan yaitu berupa:

 Satuan Kemampuan Lahan Morfologi


 Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan di Kerjakan
 Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng
 Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi
 Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air
 Satuan Kemampuan Lahan Drainase

Analisis ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan untuk
dikembangkan sebagai perkotaan, sebagai acuan bagi arahan-arahan kesesuaian lahan pada
tahap analisis berikutnya. Data-data yang dibutuhkan meliputi peta-peta hasil analisis SKL.
Keluaran dari analisis ini meliputi:

a. Peta klasifikasi kemampuan lahan untuk pengembangan kawasan


b. Kelas kemampuan lahan untuk dikembangkan sesuai fungsi kawasan
c. Potensi dan kendala fisik pengembangan lahan

Apabila SKL diatas telah selesai dikerjakan, maka langkah selanjutnya yaitu semua peta SKL
yang telah selesai dikerjakan di beri skor dan di overlay sehingga akan menghasilkan peta
kemampuan lahan kawasan tersebut.

Langkah pelaksanaan:

1. Analisis satuan-satuan kemampuan lahan, untuk memperoleh gambaran tingkat


kemampuan pada masing-masing satuan kemampuan lahan.
2. Menentukan nilai kemampuan setiap tingkatan pada masing-masing satuan
kemampuan lahan, dengan penilaian 5 (lima) untuk nilai tertinggi dan 1 (satu) untuk nilai
terendah.
3. Mengalikan nilai-nilai tersebut dengan bobot dari masing-masing satuan kemampuan
lahan. Bobot ini didasarkan pada seberapa jauh pengaruh satuan kemampuan lahan
tersebut pada pengembangan perkotaan. Bobot yang digunakan sesuai dengan tabel.
4. Melakukan superimpose semua satuan-satuan kemampuan lahan, dengan cara
menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot dari seluruh satuan-satuan kemampuan
lahan dalam satu peta, sehingga diperoleh kisaran nilai yang menunjukkan nilai
kemampuan lahan di wilayah perencanaan.
5. Menentukan selang nilai yang akan digunakan sebagai pembagi kelas-kelas kemampuan
lahan, sehingga diperoleh zona-zona kemampuan lahan dengan nilai yang menunjukkan
tingkatan kemampuan lahan di wilayah perencanaan dan digambarkan dalam satu peta
klasifikasi kemampuan lahan untuk perencanaan tata ruang.

A. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi


Tujuan analisis SKL Morfologi adalah memilah bentuk bentang alam/morfologi pada
wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang mampu untuk dikembangkan sesuai
dengan fungsinya. Dalam analisis SKL Morfologi melibatkan data masukan berupa peta
morfologi dan peta kelerengan dengan keluaran peta SKL Morfologi dengan
penjelasannya. Hasil analisis SKL Morfologi dapat dilihat dalam table
Tabel Analisis SKL Morfologi
Peta
No. Peta Morfologi SKL Morfologi Nilai
Kelerengan

Perbukitan Kemampuan Lahan Dari


1. > 40 % 1
Terjal Morfologi Tinggi

Kemampuan Lahan Dari


2. 25 – 40 % 2
Perbukitan Morfologi Cukup
Sedang Kemampuan Lahan Dari
3. 15 – 25 % 3
Morfologi Sedang

Perbukitan Kemampuan Lahan Dari


4. 2 – 15 % 4
Landai Morfologi Kurang

Kemampuan Lahan Dari


5. Datar 0–2% 5
Morfologi Rendah

Sumber : Hasil Analisis 2018

Morfologi berarti bentang alam, kemampuan lahan dari morfologi tinggi berarti kondisi
morfologis suatu kawasan kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang alamnya
berupa gunung, pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan
pengembangannnya sangat rendah sehingga sulit dikembangkan dan atau tidak layak
dikembangkan. Lahan seperti ini sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah lindung
atau budi daya yang tak berkaitan dengan manusia, contohnya untuk wisata alam.
Morfologi tinggi tidak bisa digunakan untuk peruntukan ladang dan sawah. Sedangkan
kemampuan lahan dari morfologi rendah berarti kondisi morfologi tidak kompleks. Ini
berarti tanahnya datar dan mudah dikembangkan sebagai tempat permukiman dan budi
daya.

B. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan


Tujuan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan adalah untuk mengetahui tingkat
kemudahan lahan di wilayah dan/atau kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses
pembangunan/ pengembangan kawasan. Dalam analisis ini membutuhkan masukan
berupa peta topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta
penggunaan lahan eksisting, dengan keluaran peta SKL Kemudahan Dikerjakan dan
penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan, terlebih dahulu
harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah.
Dalam analisis ini, akan ditinjau faktor pembentukan tanah dari aspek waktu
pembentukkannya di mana tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah,
akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus. Oleh karena itu tanah akan
menjadi semakin tua dan kurus. Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah
habis mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa.
Karena proses pembentukan tanah yang terus berjalan, maka induk tanah berubah
berturut-turut menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Tanah Muda ditandai
oleh proses pembentukan tanah yang masih tampak pencampuran antara bahan
organik dan bahan mineral atau masih tampak struktur bahan induknya. Contoh tanah
muda adalah tanah aluvial, regosol dan litosol. Tanah Dewasa ditandai oleh proses yang
lebih lanjut sehingga tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa, yaitu dengan
proses pembentukan horison B. Contoh tanah dewasa adalah andosol, latosol,
grumosol. Tanah Tua proses pembentukan tanah berlangsung lebih lanjut sehingga
terjadi proses perubahan-perubahan yang nyata pada horizon-horoson A dan B.
Akibatnya terbentuk horizon A1, A2, A3, B1, B2, B3. Contoh tanah pada tingkat
tua adalah jenis tanah podsolik dan latosol tua (laterit).

Tabel Analisis SKL Kemudahan Dikerjaka

Peta Peta SKL


No Peta Peta Penggunaan
Kelerenga Keting Jenis Tanah Kemudahan Nilai
. Morfologi Lahan Eksisting
n gian Dikerjakan

Perbukitan >150 Kemampuan


1. > 40 % Tropaquepts, Hutan 1
Terjal m Lahan Kurang
ustropepts
100 – Perkebunan,Lada untuk
25 – 40 % (inceptisol) 2
2. 150 m ng , Hutan dikerjakan

Semak
Belukar,TegalanH
Perbukitan utan Bakau,
Kemampuan
Sedang Kebun /
50 – Lahan sedang
3. 15 – 25 % Perkebunan, 3
100 m untuk
Sawah Irigasi,
dikerjakan
Sawah tadah
Dystropepts, hujan,
hunitropepts Pemukiman
,ustropepts, Permukiman, Kemampuan
Perbukitan 30 – tropaquepts Prasarana ,Sosial, Lahan Cukup
4. 2 – 15 % (inceptisol) 4
Landai 50 m Hutan, Hutan untuk
Bakau, Kebun / dikerjakan
Perkebunan,
Sawah Irigasi, Kemampuan
20,5 – Sawah tadah Lahan tinggi
5. Datar 0–2% hujan, Semak 5
30 m untuk
Belukar/Alang dikerjakan
Alang, Tegalan

Sumber : Hasil Analisis 2018


C. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng
Tujuan analisis SKL Kestabilan Lereng adalah untuk mengetahui tingkat kemantapan
lereng di wilayah pengembangan dalam menerima beban. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta topografi, peta morfologi, peta kemiringan lereng,
peta jenis tanah, peta hidrogeologi, peta curah hujan, peta bencana alam (kerentanan
gerakan tanah) dan peta penggunaan lahan, dengan keluaran peta SKL Kestabilan Lereng
dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL Kestabilan Lereng, terlebih dahulu
harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah.
Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau tidak kondisi
lahannya dengan melihat kemiringan lereng di lahan tersebut. Bila suatu kawasan
disebut kestabilan lerengnya rendah, maka kondisi wilayahnya tidak stabil. Tidak stabil
artinya mudah longsor, mudah bergerak yang artinya tidak aman dikembangkan untuk
bangunan atau permukiman dan budidaya. Kawasan ini bisa digunakan untuk hutan,
perkebunan dan resapan air. Sebenarnya satu SKL saja tidak bisa menentukan
peruntukkan lahan apakah itu untuk pertanian, permukiman, dll. Peruntukkan lahan
didapatkan setelah dilakukan overlay terhadap semua SKL.
Tabel Analisis SKL Kestabilan Lereng
Peta Peta SKL
N Peta Jenis Peta Penggunaan Curah
Keleren Ketingg Kestabilan Nilai
o. Morfologi Tanah Lahan Eksisting Hujan
gan ian Lereng

Kestabilan
Perbukitan Tropaque
1 > 40 % >150 m Hutan Lereng 1
Terjal pts, rendah
ustropepts
(inceptisol Kestabilan
25 – 40 100 – Perkebunan,Ladan
2 ) Lereng 2
% 150 m g , Hutan
kurang

Semak
Perbukitan Belukar,TegalanHu
Sedang tan Bakau, Kebun / Kestabilan
15 – 25 50 –
3 Perkebunan, Lereng 3
% 100 m 3750
Dystropep Sawah Irigasi, sedang
Sawah tadah (mm/t
ts,
hujan, Pemukiman h)
hunitrope
Perbukitan 30 – 50 pts,ustrop Permukiman,
4 2 – 15 % epts, 4
Landai m Prasarana ,Sosial,
tropaquep Hutan, Hutan
ts Bakau, Kebun /
(inceptisol Kestabilan
Perkebunan,
) Lereng
20,5 – Sawah Irigasi,
5 Datar 0–2% tinggi 5
30 m Sawah tadah
hujan, Semak
Belukar/Alang
Alang, Tegalan

Sumber : Hasil Analisis 2018


D. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi
Tujuan analisis SKL Kestabilan Pondasi adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan
lahan untuk mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-
jenis pondasi yang sesuai untuk masing-masing tingkatan. Dalam analisis ini
membutuhkan masukan berupa peta SKL kestabilan lereng, peta jenis tanah, peta
kedalaman efektif tanah, peta hidrogeologi dan peta penggunaan lahan eksisting
dengan keluaran peta SKL Kestabilan Pondasi dan penjelasannya. Sebelum
melaksanakan analisis SKL Kestabilan pondasi, harus diketahui terlebih dahulu sifat
faktor pendukungnya terhadap analisis kestabilan pondasi meliputi jenis tanah.
Tabel Analisis SKL Kestabilan Pondasi
N Peta Penggunaan SKL Kestabilan Nil
SKL Kestabilan Lereng Jenis Tanah
o. Lahan Eksisting Pondasi ai

Kestabilan Lereng Kestabilan Pondasi


1. Tropaquepts, Hutan 1
rendah Rendah
ustropepts
Kestabilan Lereng (inceptisol) Perkebunan,Ladang ,
2. 2
kurang Hutan Kestabilan Pondasi
Kestabilan Lereng Semak Kurang
3. 3
sedang Belukar,TegalanHuta
n Bakau, Kebun /
Perkebunan, Sawah
Irigasi, Sawah tadah
hujan, Pemukiman
Dystropepts,
hunitropepts Permukiman,
,ustropepts, Prasarana ,Sosial,
4. Kestabilan Lereng Kestabilan Pondasi 4
tropaquepts Hutan, Hutan Bakau,
tinggi (inceptisol) Kebun / Perkebunan, Tinggi
Sawah Irigasi, Sawah
tadah hujan, Semak
Belukar/Alang Alang,
Tegalan

5
5.
Sumber : Hasil Analisa 2018

Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan/wilayah yang mendukung stabil atau tidaknya
suatu bangunan atau kawasan terbangun. SKL ini diperlukan untuk memperkirakan jenis
pondasi wilayah terbangun. Kestabilan pondasi tinggi artinya wilayah tersebut akan
stabil untuk pondasi bangunan apa saja atau untuk segala jenis pondasi. Kestabilan
pondasi rendah berarti wilayah tersebut kurang stabil untuk berbagai bangunan.
Kestabilan pondasi kurang berarti wilayah tersebut kurang stabil, namun mungkin untuk
jenis pondasi tertentu, bisa lebih stabil, misalnya pondasi cakar ayam.
E. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air
Tujuan analisis SKL Ketersediaan Air adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan air
dan kemampuan penyediaan air pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan
kawasan. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta morfologi, peta
kelerengan, peta curah hujan, peta hidrogeologi, peta jenis tanah dan peta penggunaan
lahan eksisting dengan keluaran peta SKL Ketersediaan Air dan penjelasannya. Sebelum
melakukan analisis SKL Ketersediaan Air, terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari
data yang terlibat dalam analisa yaitu jenis tanah.
Tabel Analisis SKL Ketersediaan Air
N Peta Peta Peta Peta SKL
Peta Jenis Nila
o Kelereng Ketingg Penggunaan Curah Ketersediaan
Morfologi Tanah i
. an ian Lahan Eksisting Hujan Air

Perbukitan Tropaque Ketersediaan


1. > 40 % >150 m Hutan
Terjal pts, Air Rendah
ustropepts 2
25 – 40 100 – (inceptisol Perkebunan,La Ketersediaan
2. % 150 m dang , Hutan Air Kurang
)

Semak
Belukar,Tegala
Perbukitan nHutan Bakau,
Sedang Kebun /
15 – 25 50 – Ketersediaan
3. Perkebunan,
% 100 m Air Sedang
Sawah Irigasi,
Dystropep Sawah tadah 3750
ts, hujan, (mm/t
hunitrope Pemukiman h)
pts,ustrop
Perbukitan 30 – 50 epts, Permukiman, 3
4. 2 – 15 %
Landai m tropaquep Prasarana
ts ,Sosial, Hutan,
(inceptisol Hutan Bakau,
) Kebun /
Ketersediaan
Perkebunan,
20,5 – Air Tinggi
Datar 0–2% Sawah Irigasi,
5. 30 m Sawah tadah
hujan, Semak
Belukar/Alang
Alang, Tegalan

Sumber : Hasil Analisis 2018


F. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Drainase
Tujuan analisis SKL untuk Drainase adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan
dalam mengalirkan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat
lokal maupun meluas dapat dihindari. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa
peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi, peta jenis tanah, peta curah
hujan, peta kedalaman efektif tanah, dan penggunaan lahan eksisting dengan keluaran
peta SKL untuk Drainase dan penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL untuk
Drainase, terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam
analisa yaitu jenis tanah
Tabel Analisis SKL Drainase
Peta Peta
N Peta Jenis Peta Penggunaan Curah SKL
Keleren Ketingg Nilai
o. Morfologi Tanah Lahan Eksisting Hujan Drainase
gan ian

Perbukitan Tropaquep
1 > 40 % >150 m Hutan 5
Terjal ts,
Drainase
ustropepts
25 – 40 100 – Perkebunan,Ladan Tinggi
2 (inceptisol 4
% 150 m ) g , Hutan

Semak
Perbukitan Belukar,TegalanHu
Sedang tan Bakau, Kebun /
15 – 25 50 –
3 Perkebunan, 3
% 100 m
Dystropep Sawah Irigasi,
3750
ts, Sawah tadah
(mm/t
hunitrope hujan, Pemukiman
h)
pts,ustrop Drainase
Perbukitan 30 – 50 Permukiman,
4 2 – 15 % epts, Cukup 2
Landai m Prasarana ,Sosial,
tropaquep Hutan, Hutan
ts Bakau, Kebun /
(inceptisol Perkebunan,
) Sawah Irigasi,
20,5 –
5 Datar 0–2% Sawah tadah 1
30 m
hujan, Semak
Belukar/Alang
Alang, Tegalan

Sumber : Hasil Analisis 2018


Drainase berkaitan dengan aliran air, serta mudah tidaknya air mengalir. Drainase tinggi
artinya aliran air mudah mengalir atau mengalir lancar. Drainase rendah berarti aliran air
sulit dan mudah tergenang.

Analisis Kemampuan Lahan


Analisis ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan untuk
dikembangkan sebagai perkotaan, sebagai acuan bagi arahan-arahan kesesuaian lahan
pada tahap analisis berikutnya. Data-data yang dibutuhkan meliputi peta-peta hasil
analisis SKL. Keluaran dari analisis ini meliputi:
a. Peta klasifikasi kemampuan lahan untuk pengembangan kawasan
b. Kelas kemampuan lahan untuk dikembangkan sesuai fungsi kawasan
c. Potensi dan kendala fisik pengembangan lahan
Langkah pelaksanaan:
1) Analisis satuan-satuan kemampuan lahan, untuk memperoleh gambaran tingkat
kemampuan pada masing-masing satuan kemampuan lahan.
2) Menentukan nilai kemampuan setiap tingkatan pada masing-masing satuan
kemampuan lahan, dengan penilaian 5 (lima) untuk nilai tertinggi dan 1 (satu) untuk
nilai terendah.
3) Mengalikan nilai-nilai tersebut dengan bobot dari masing-masing satuan
kemampuan lahan. Bobot ini didasarkan pada seberapa jauh pengaruh satuan
kemampuan lahan tersebut pada pengembangan perkotaan. Bobot yang digunakan
sesuai dengan tabel
4) Melakukan superimpose semua satuan-satuan kemampuan lahan, dengan cara
menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot dari seluruh satuan-satuan
kemampuan lahan dalam satu peta, sehingga diperoleh kisaran nilai yang
menunjukkan nilai kemampuan lahan di wilayah perencanaan.
5) Menentukan selang nilai yang akan digunakan sebagai pembagi kelas-kelas
kemampuan lahan, sehingga diperoleh zona-zona kemampuan lahan dengan nilai
tertentu yang menunjukkan tingkatan kemampuan lahan di wilayah perencanaan
dan digambarkan dalam satu peta klasifikasi kemampuan lahan untuk perencanaan
RDTR .
Pembuatan peta nilai kemampuan lahan merupakan penjumlahan nilai dikalikan bobot,
yaitu:
1) Melakukan superimpose setiap satuan kemampuan lahan yang telah diperoleh hasil
pengalian nilai dengan bobotnya secara satu per satu, sehingga kemudian diperoleh
peta jumlah nilai dikalikan bobot seluruh satuan secara kumulatif.
2) Membagi peta masing-masing satuan kemampuan lahan dalam sistem grid,
kemudian memasukkan nilai dikalikan bobot masing-masing satuan kemampuan
lahan ke dalam grid tersebut. Penjumlahan nilai dikalikan bobot secara keseluruhan
adalah tetap dengan menggunakan grid, yakni menjumlahkan hasil nilai dikalikan
bobot seluruh satuan kemampuan lahan pada setiap grid yang sama

SKL SKL SKL SKL SKL


SKL Kemampua
Kemudahan Kestabilan Kestabilan Ketersediaa Untuk
Morfologi n Lahan
Dikerjakan Lereng Pondasi n Air Drainase
Bobot: 5 Bobot: 1 Bobot: 5 Bobot: 3 Bobot: 5 Bobot: 5 Total Nilai
5 1 5 3 10 25 49
Bobot 10 2 10 6 10 20 58
x 15 3 15 9 15 15 72
Nilai 20 4 20 12 15 10 81
25 5 25 15 15 5 90
Dari total nilai dibuat beberapa kelas yang memperhatikan nilai minimum dan maksimum
total nilai. Dari angka di atas, nilai minimum yang mungkin diperoleh ada;ah 49 sedangkan
nilai maksimum yang dapat diperoleh adalah 90. Dengan demikian, pengkelasan dari total
nilai ini adalah:
1) Kelas a dengan nilai 49 – 57
2) Kelas b dengan nilai 57 – 64
3) Kelas c dengan nilai 65 – 72
4) Kelas d dengan nilai 73 – 81
5) Kelas e dengan nilai 82 – 90
Setiap kelas lahan memiliki kemampuan yang berbeda-beda seperti pada tabel:

Kelas Kemampuan
Total Nilai Klasifikasi Pengembangan
Lahan

Kemampuan pengembangan
49 – 57 Kelas a
sangat rendah

Kemampuan pengembangan
57 – 64 Kelas b
rendah
Kemampuan pengembangan
65 – 72 Kelas c
sedang
Kemampuan pengembangan
73 – 81 Kelas d
agak tinggi

Kemampuan pengembangan
82 – 90 Kelas e
sangat tinggi

Você também pode gostar