Você está na página 1de 29

Tuberkulosis

420–7. PMID 18706814. Parameter |coauthors= yang tidak Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Jump to navigationJump to search
Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan.
Informasi dalam artikel ini boleh digunakan hanya untuk penjelasan
ilmiah, bukan untuk diagnosis diri dan tidak dapat menggantikan
diagnosis medis.
Perhatian: Informasi dalam artikel ini bukanlah resep atau
nasihat medis. Wikipedia bukan pengganti dokter.
Jika Anda perlu bantuan atau hendak berobat berkonsultasilah
dengan tenaga kesehatan profesional.

Tuberkulosis

Hasil Sinar-X dada seorang penderita Tuberkulosis


tingkat lanjut. Panah putih menunjukkan adanya
infeksi pada kedua belah paru-paru. Panah hitam
menunjukkan adanya lubang yang sudah terbentuk.

Klasifikasi dan rujukan luar

Spesialisasi penyakit infeksi[*]

ICD-10 A15.–A19.

ICD-9-CM 010–018

1
OMIM 607948

DiseasesDB 8515

MedlinePlus 000077 000624

eMedicine med/2324 emerg/618radio/411

Patient UK Tuberkulosis

MeSH D014376

[sunting di Wikidata]

Tuberkulosis (Tuberculosis, disingkat Tbc), atau Tb (singkatan dari "Tubercle bacillus")


merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit
ini disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium
tuberculosis (disingkat "MTb" atau "MTbc").[1] Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru,
namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara
ketika seseorang dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka
melalui udara.[2] Infeksi TB umumnya bersifat asimtomatikdan laten. Namun hanya satu dari
sepuluh kasus infeksi laten yang berkembang menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis tidak
diobati maka lebih dari 50% orang yang terinfeksi bisa meninggal.
Gejala klasik infeksi TB aktif yaitu batuk kronis dengan bercak darah sputum atau
dahak, demam, berkeringat di malam hari, dan berat badan turun. (dahulu TB disebut penyakit
"konsumsi" karena orang-orang yang terinfeksi biasanya mengalami kemerosotan berat badan.)
Infeksi pada organ lain menimbulkan gejala yang bermacam-macam. Diagnosis TB aktif
bergantung pada hasil radiologi(biasanya melalui sinar-X dada) serta pemeriksaan mikroskopis
dan pembuatan kultur mikrobiologis cairan tubuh. Sementara itu, diagnosis TB laten bergantung
pada tes tuberkulin kulit/tuberculin skin test (TST) dan tes darah. Pengobatan sulit dilakukan dan
memerlukan pemberian banyak macam antibiotik dalam jangka waktu lama. Orang-orang yang
melakukan kontak juga harus menjalani tes penapisan dan diobati bila perlu. Resistensi
antibiotik merupakan masalah yang bertambah besar pada infeksi tuberkulosis resisten multi-
obat (TB MDR). Untuk mencegah TB, semua orang harus menjalani tes penapisan penyakit
tersebut dan mendapatkan vaksinasibasil Calmette–Guérin.
Para ahli percaya bahwa sepertiga populasi dunia telah terinfeksi oleh M. tuberculosis,[3] dan
infeksi baru terjadi dengan kecepatan satu orang per satu detik.[3] Pada tahun 2007, diperkirakan
ada 13,7 juta kasus kronis yang aktif di tingkat global.[4] Pada tahun 2010, diperkirakan terjadi
pertambahan kasus baru sebanyak 8.8 juta kasus, dan 1,5 juta kematian yang mayoritas terjadi
di negara berkembang.[5] Angka mutlak kasus Tuberkulosis mulai menurun semenjak tahun
2006, sementara kasus baru mulai menurun sejak tahun 2002.[5] Tuberkulosis tidak tersebar
2
secara merata di seluruh dunia. Dari populasi di berbagai negara di Asia dan Afrika yang
melakukan tes tuberkulin, 80%-nya menunjukkan hasil positif, sementara di Amerika Serikat,
hanya 5–10% saja yang menunjukkan hasil positif.[1] Masyarakat di dunia berkembang semakin
banyak yang menderita Tuberkulosis karena kekebalan tubuh mereka yang lemah. Biasanya,
mereka mengidap Tuberkulosis akibat terinfeksi virus HIV dan berkembang
menjadi AIDS.[6] Pada tahun 1990-an Indonesia berada pada peringkat-3 dunia penderita TB,
tetapi keadaan telah membaik dan pada tahun 2013 menjadi peringkat-5 dunia.

Daftar isi

 1Tanda-tanda dan gejala


o 1.1TB paru
o 1.2TB ekstra paru
 2Penyebab
o 2.1Mikobakteria
o 2.2Faktor-faktor Risiko
 3Mekanisme
o 3.1Penularan
o 3.2Patogenesis
 4Diagnosis
o 4.1Tuberkulosis Aktif
o 4.2Tuberkulosis laten
 5Pencegahan
o 5.1Vaksin
o 5.2Kesehatan masyarakat
 6Penanganan
o 6.1Kasus baru
o 6.2Penyakit kambuh
o 6.3Resistensi obat
 7Prognosa
 8Epidemiologi
 9Sejarah
 10Masyarakat dan budaya
 11Riset
 12Di binatang lain
 13Referensi

3
Tanda-tanda dan gejala[sunting | sunting sumber]

Gejala utama jenis dan stadium TB ditunjukkan dalam gambar.[7] Banyak gejala yang tumpang
tindih dengan jenis lain, namun ada pula gejala yang hanya spesifik (tapi tidak seluruhnya) pada
jenis tertentu. Beragam jenis bisa muncul secara bersamaan.
Dari kelompok yang bukan pengidap HIV namun kemudian terinfeksi Tuberkulosis, 5-10% di
antaranya menunjukkan perkembangan penyakit aktif selama masa hidup mereka.[8] Sebaliknya,
dari kelompok yang terinfeksi HIV dan juga terinfeksi Tuberkulosis, ada 30% yang
menunjukkan perkembangan penyakit aktif.[8] Tuberkulosis dapat menginfeksi bagian tubuh
mana saja, tapi paling sering menginfeksi paru-paru (dikenal sebagai Tuberkulosis paru).[9] Bila
Tuberkulosis berkembang di luar paru-paru, maka disebut TB ekstra paru. TB ekstra paru juga
bisa timbul bersamaan dengan TB paru.[9] Tanda dan gejala umumnya antara
lain demam, menggigil, berkeringat di malam hari, hilangnya nafsu makan, berat badan turun,
dan lesu.[9] Dapat pula terjadijari tabuh yang signifikan.[8]
TB paru[sunting | sunting sumber]
Bila infeksi Tuberkulosis yang timbul menjadi aktif, sekitar 90%-nya selalu melibatkan paru-
paru.[6][10] Gejala-gejalanya antara lain berupa nyeri dada dan batuk berdahak yang
berkepanjangan. Sekitar 25% penderita tidak menunjukkan gejala apapun (yang demikian
disebut "asimptomatik").[6] Kadangkala, penderita mengalami sedikit batuk darah. Dalam kasus-
kasus tertentu yang jarang terjadi, infeksi bisa mengikis ke dalam arteri pulmonalis, dan
menyebabkan pendarahan parah yang disebut Aneurisma Rasmussen. Tuberkulosis juga bisa
berkembang menjadi penyakit kronis dan menyebabkan luka parut luas di bagian lobus atas
paru-paru. Paru-paru atas paling sering terinfeksi.[9] Alasannya belum begitu
jelas.[1] Kemungkinan karena paru-paru atas lebih banyak mendapatkan aliran udara[1] atau bisa
juga karena drainase limfa yang kurang baik pada paru bagian atas.[9]
TB ekstra paru[sunting | sunting sumber]
Dalam 15–20% kasus aktif, terjadi penyebaran infeksi hingga ke luar organ pernapasan dan
menyebabkan TB jenis lainnya.[11] TB yang terjadi di luar organ pernapasan disebut
"tuberkulosis ekstra paru".[12] TB ekstra paru umumnya terjadi pada orang dewasa
dengan imunosupresi dan anak-anak. TB ekstra paru muncul pada 50% lebih kelompok pengidap
HIV.[12] Lokasi TB ekstra paru yang bermakna termasuk: pleura (pada TB pleuritis), sistem saraf
pusat (pada meningitisTB), dan sistem kelenjar getah bening (pada skrofulodermaleher). TB
ekstra paru juga dapat terjadi di sistem urogenital (yaitu pada Tuberkulosis urogenital) dan pada

4
tulang dan persendian (yaitu pada penyakit Pott tulang belakang). Bila TB menyebar ke tulang
maka dapat disebut "TB tulang",[13] yang merupakan salah satu bentuk osteomielitis.[1] Ada lagi
TB yang lebih serius yaitu TB yang menyebar luas dan disebut sebagai TB diseminata, atau
biasanya dikenal dengan nama Tuberkulosis Milier.[9] Di antara kasus TB ekstra paru, 10%-nya
biasanya merupakan TB Milier.[14]

Penyebab[sunting | sunting sumber]


Mikobakteria[sunting | sunting sumber]

Hasil pindai mikrograf elektronMycobacterium tuberculosis


Penyebab utama penyakit TB adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu
sejenis basil aerobik kecil yang non-motil.[9] Berbagai karakter klinis unik patogen ini
disebabkan oleh tingginya kandungan lemak/lipid yang dimilikinya.[15] Sel-
selnya membelah setiap 16 –20 jam. Kecepatan pembelahan ini termasuk lambat bila
dibandingkan dengan jenis bakteri lain yang umumnya membelah setiap kurang dari satu
jam.[16]Mikobakteria memiliki lapisan ganda membran luar lipid.[17] Bila dilakukan
uji pewarnaan Gram, maka MTB akan menunjukkan pewarnaan "Gram-positif" yang lemah atau
tidak menunjukkan warna sama sekali karena kandungan lemak dan asam mikolat yang tinggi
pada dinding selnya.[18] MTB bisa tahan terhadap berbagai disinfektan lemah dan dapat bertahan
hidup dalam kondisi kering selama berminggu-minggu. Di alam, bakteri hanya dapat
berkembang dalam sel inang organisme tertentu, namun M. tuberculosis bisa dikultur
di laboratorium.[19]
Dengan menggunakan pewarnaan histologis pada sampel dahak yang diekspektorat, peneliti
dapat mengidentifikasi MTB melalui mikroskop (dengan pencahayaan) biasa. (Dahak juga
disebut "sputum"). MTB mempertahankan warna meskipun sudah diberi perlakukan larutan
asam, sehingga dapat digolongkan sebagai Basil Tahan Asam (BTA).[1][18] Dua jenis teknik
pewarnaan asam yang paling umum yaitu: teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen, yang akan memberi
warna merah terang pada bakteri BTA bila diletakkan pada latar biru,[20] dan teknik pewarnaan
auramin-rhodamin lalu dilihat dengan mikroskop fluoresen.[21]
Kompleks M. tuberculosis (KMTB) juga termasuk mikobakteria lain yang juga menjadi
penyebab TB: M. bovis, M. africanum, M. canetti, dan M. microti.[22] M. africanum tidak
menyebar luas, namun merupakan penyebab penting Tuberkulosis di sebagian wilayah
Afrika.[23][24] M. bovis merupakan penyebab umum Tuberkulosis, namun pengenalan susu
pasteurisasi telah berhasil memusnahkan jenis mikobakterium yang selama ini menjadi masalah

5
kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang ini.[1][25] M. canetti merupakan jenis langka
dan sepertinya hanya ada di kawasan Tanduk Afrika, meskipun beberapa kasus pernah
ditemukan pada kelompok emigran Afrika.[26][27] M. microti juga merupakan jenis langka dan
seringkali ditemukan pada penderita yang mengalami imunodefisiensi, meski demikian, patogen
ini kemungkinan bisa bersifat lebih umum dari yang kita bayangkan.[28]
Mikobakteria patogen lain yang juga sudah dikenal antara lain M. leprae, M. avium, dan M.
kansasii. Dua jenis terakhir masuk dalam klasifikasi "Mikobakteria non-tuberkulosis" (MNT).
MNT tidak menyebabkan TB atau lepra, namun menyebabkan penyakit paru-paru lain yang
mirip TB.[29]
Faktor-faktor Risiko[sunting | sunting sumber]
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa orang lebih rentan terhadap infeksi TB. Di
tingkat global, faktor risiko paling penting adalah HIV; 13% dari seluruh kasus TB ternyata
terinfeksi juga oleh virus HIV.[5] Masalah ini umum ditemukan di kawasan sub-Sahara Afrika,
yang angka HIV-nya tinggi.[30][31] Tuberkulosis terkait erat dengan kepadatan penduduk yang
berlebihan serta gizi buruk. Keterkaitan ini menjadikan TB sebagai salah satu penyakit
kemiskinan utama.[6] Orang-orang yang memiliki risiko tinggi terinfeksi TB antara lain: orang
yang menyuntik obat terlarang, penghuni dan karyawan tempat-tempat berkumpulnya orang-
orang rentan (misalnya, penjara dan tempat penampungan gelandangan), orang-orang miskin
yang tidak memiliki akses perawatan kesehatan yang memadai, minoritas suku yang berisiko
tinggi, dan para pekerja kesehatan yang melayani orang-orang tersebut.[32] Penyakit paru-paru
kronis adalah faktor risiko penting lainnya. Silikosis meningkatkan risiko hingga 30 kali lebih
besar.[33] Orang-orang yang merokokmemiliki risiko dua kali lebih besar terkena TB
dibandingkan yang tidak merokok.[34] Adanya penyakit tertentu juga dapat meningkatkan risiko
berkembangnya Tuberkulosis, antara lain alkoholisme/kecanduan alkohol[6] dan diabetes
mellitus (risikonya tiga kali lipat).[35] Obat-obatan tertentu,
seperti kortikosteroid dan infliximab (antibodi monoklonal anti-αTNF) juga merupakan faktor
risiko yang semakin penting, terutama di kawasan dunia berkembang.[6] Meskipun kerentanan
genetik[36] juga bisa berpengaruh, namun para peneliti belum menjelaskan sampai sejauh mana
peranannya.[6]

6
Mekanisme[sunting | sunting sumber]

Kampanye kesehatan masyarakat pada tahun 1920-an untuk menghentikan penyebaran TB.
Penularan[sunting | sunting sumber]
Ketika seseorang yang mengidap TB paru aktif batuk, bersin, bicara, menyanyi, atau meludah,
mereka sedang menyemprotkan titis-titis aerosol infeksius dengan diameter 0.5 hingga 5 µm.
Bersin dapat melepaskan partikel kecil-kecil hingga 40,000 titis.[37] Tiap titis bisa menularkan
penyakit Tuberkulosis karena dosis infeksius penyakit ini sangat rendah. (Seseorang yang
menghirup kurang dari 10 bakteri saja bisa langsung terinfeksi).[38]
Orang-orang yang melakukan kontak dalam waktu lama, dalam frekuensi sering, atau selalu
berdekatan dengan penderita TB, berisiko tinggi ikut terinfeksi, dengan perkiraan angka infeksi
sekitar 22%.[39] Seseorang dengan Tuberkulosis aktif dan tidak mendapatkan perawatan dapat
menginfeksi 10-15 (atau lebih) orang lain setiap tahun.[3] Biasanya, hanya mereka yang
menderita TB aktif yang dapat menularkan penyakit ini. Orang-orang dengan infeksi laten
diyakini tidak menularkan penyakitnya.[1] Kemungkinan penyakit ini menular dari satu orang ke
orang lain tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain jumlah titis
infeksius yang disemprotkan oleh pembawa, efektifitas ventilasi lingkungan tempat tinggal,
jangka waktu paparan, tingkat virulensistrain M. tuberculosis, dan tingkat kekebalan tubuh orang
yang tidak terinfeksi.[40] Untuk mencegah penyebaran berlapis dari satu orang ke orang lainnya,
pisahkan orang-orang dengan TB aktif ("nyata") dan masukkan mereka dalam rejimen obat anti-
TB. Setelah kira-kira dua minggu perawatan efektif, orang-orang dengan infeksi aktif yang non-
resisten biasanya sudah tidak menularkan penyakitnya ke orang lain.[39] Bila ternyata kemudian
ada yang terinfeksi, biasanya perlu waktu tiga sampai empat minggu hingga orang yang baru
terinfeksi itu menjadi cukup infeksius untuk menularkan penyakit tersebut ke orang lain.[41]

7
Patogenesis[sunting | sunting sumber]
Sekitar 90% orang yang terinfeksi M. tuberculosis mengidap infeksi TB laten yang
bersifat asimtomatik, (kadang disebut LTBI/Latent TB Infections).[42] Seumur hidup, orang-
orang ini hanya memiliki 10% peluang infeksi latennya berkembang menjadi penyakit
Tuberkulosis aktif yang nyata.[43] Risiko TB pada pengidap HIV untuk berkembang menjadi
penyakit aktif meningkat sekitar 10% setiap tahunnya.[43] Bila tidak diberi pengobatan yang
efektif, maka angka kematian TB aktif bisa mencapai lebih dari 66%.[3]
Infeksi TB bermula ketika mikobakteria masuk ke dalam alveoli paru, lalu menginvasi dan
bereplikasi di dalam endosom makrofag alveolus.[1][44] Lokasi primer infeksi di dalam paru-paru
yang dikenal dengan nama "fokus Ghon", terletak di bagian atas lobus bawah, atau di bagian
bawah lobus atas.[1] Tuberkulosis paru dapat juga terjadi melalui infeksi aliran darah yang
dikenal dengan nama fokus Simon. Infeksi fokus Simon biasanya ditemukan di bagian atas paru-
paru.[45] Penularan hematogen (melalui pembuluh darah) ini juga dapat menyebar ke lokasi-
lokasi lain seperti nodus limfa perifer, ginjal, otak dan tulang.[1][46] Tuberkulosis berdampak pada
seluruh bagian tubuh, meskipun belum diketahui kenapa penyakit ini jarang sekali
menyerang jantung, otot skeletal, pankreas, atau tiroid.[47]
Tuberkulosis digolongkan sebagai salah satu penyakit yang menyebabkan radang granulomatosa.
Sel-sel seperti Makrofag, limfosit T, limfosit B, dan fibroblast saling bergabung
membentuk granuloma. Limfosit mengepung makrofag-makrofag yang terinfeksi. Granuloma
mencegah penyebaran mikobakteria dan menyediakan lingkungan khusus bagi interaksi sel-sel
lokal di dalam sistem kekebalan tubuh. Bakteri yang berada di dalam granuloma menjadi dorman
lalu menjadi sumber infeksi laten. Ciri khas lain granuloma adalah membentuk kematian sel
abnormal (nekrosis) di pusat tuberkel. Dilihat dengan mata telanjang, nekrosis memiliki tekstur
halus, berwarna putih keju dan disebut nekrosis kaseosa.[48]
Bakteri TB bisa masuk ke dalam aliran darah dari area jaringan yang rusak itu. Bakteri-bakteri
tersebut kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan membentuk banyak fokus-fokus infeksi, yang
tampak sebagai tuberkel kecil berwarna putih di dalam jaringan.[49] Penyakit TB yang sangat
parah ini disebut tuberkulosis milier. Jenis TB ini paling umum terjadi pada anak-anak dan
penderita HIV.[50] Angka fatalitas orang yang mengidap TB diseminata seperti ini cukup tinggi
meskipun sudah mendapatkan pengobatan (sekitar 30%).[14][51]
Pada banyak orang, infeksi ini sering hilang timbul. Perusakan jaringan dan nekrosis seringkali
seimbang dengan kecepatan penyembuhan dan fibrosis.[48] Jaringan yang terinfeksi berubah
menjadi parut dan lubang-lubangnya terisi dengan material nekrotik kaseosa tersebut. Selama
masa aktif penyakit, beberapa lubang ini ikut masuk ke dalam saluran udara bronkhi dan material
nekrosis tadi bisa terbatukkan. Material ini mengandung bakteri hidup dan dapat menyebarkan
infeksi. Pengobatan menggunakan antibiotik yang sesuai dapat membunuh bakteri-bekteri
tersebut dan memberi jalan bagi proses penyembuhan. Saat penyakit sudah sembuh, area yang
terinfeksi berubah menjadi jaringan parut.[48]

Diagnosis[sunting | sunting sumber]


Tuberkulosis Aktif[sunting | sunting sumber]
Sangat sulit mendiagnosis Tuberkulosis aktif hanya berdasarkan tanda-tanda dan gejala
saja.[52] Sulit juga mendiagnosis penyakit ini pada orang-orang dengan imunosupresi.[53]Meski
demikian, orang-orang yang menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka memiliki penyakit paru-

8
paru atau gejala konstitusional yang berlangsung lebih dari dua minggu maka bisa jadi orang
tersebut tertular TB.[53] Gambar sinar X dada dan pembuatan beberapa kultur sputum untuk basil
tahan asam biasanya menjadi salah satu bagian evaluasi awal.[53]Uji pelepasan interferon-γ
(IGRAs) dan tes kulit tuberkulin tidak optimal diterapkan di dunia berkembang.[54][55] IGRA
memiliki kelemahan yang serupa bila diterapkan pada penderita HIV.[55][56]
Diagnosis yang tepat untuk TB dilakukan ketika bakteri “M. tuberculosis” ditemukan dalam
sampel klinis (misalnya, dahak, nanah, atau biopsi jaringan). Namun, proses kultur organisme
yang lambat pertumbuhannya ini membutuhkan waktu dua hingga enam minggu untuk kultur
darah dan dahak saja.[57] Oleh karena itu, pengobatan seringkali dilakukan sebelum hasil kultur
selesai.[58]
Tes amplifikasi asam nukleat dan uji adenosin deaminase dapat lebih cepat mendiagnosis
TB.[52] Meski demikian, tes ini tidak direkomendasikan secara rutin karena jarang sekali
mengubah cara pengobatan penderita.[58] Tes darah untuk mendeteksi antibodi tidak
begitu spesifik atau sensitif, sehingga tes ini juga tidak direkomendasikan.[59]
Tuberkulosis laten[sunting | sunting sumber]

Tes kulit tuberkulin Mantoux.


Tes kulit tuberkulin Mantoux sering digunakan sebagai penapisan bagi seseorang dengan risiko
TB tinggi.[53] Orang yang pernah diimunisasi sebelumnya dapat memberikan hasil tes positif
yang palsu.[60] Hasil tes dapat memberikan negatif palsu pada orang yang
menderita sarkoidosis, Limfoma Hodgkin, dan malagizi. Yang terpenting, hasil tes dapat negatif
palsu pada orang yang menderita tuberkulosis aktif.[1]Interferon gamma release assays (IGRAs)
untuk sampel darah direkomendasikan pada orang dengan hasil tes Mantoux positif.[58] IGRAs
tidak dipengaruhi oleh imunisasi ataupun sebagian besar mikobakteri dari lingkungan, sehingga
mereka memunculkan hasil tes positif palsuyang lebih sedikit.[61] Bagaimanapun mereka
dipengaruhi oleh “M. szulgai,” “M. marinum,” and “M. kansasii.”[62] IGRAs dapat meningkatkan
sensitivitas bila digunakan sebagai tes tambahan selain tes kulit. Tetapi IGRAs menjadi kurang
sensitif dibandingkan tes kulit apabila digunakan sendirian.[63]

Pencegahan[sunting | sunting sumber]


Usaha untuk mencegah dan mengontrol tuberkulosis bergantung pada vaksinasi bayi dan deteksi
serta perawatan untuk kasus aktif.[6] The World Health Organization (WHO) telah berhasil
mencapai sejumlah keberhasilan dengan regimen pengobatan yang dimprovisasi, dan sudah
terdapat penurunan kecil dalam jumlah kasus.[6]

9
Vaksin[sunting | sunting sumber]
Sejak tahun 2011, satu-satunya vaksin yang tersedia adalah bacillus Calmette–Guérin (BCG).
Walaupun BCG efektif melawan penyakit yang menyebar pada masa kanak-kanak, masih
terdapat perlindungan yang inkonsisten terhadap TB paru.[64] Namun, ini adalah vaksin yang
paling umum digunakan di dunia, dengan lebih dari 90% anak-anak yang
mendapat vaksinasi.[6] Bagaimanapun, imunitas yang ditimbulkan akan berkurang setelah kurang
lebih sepuluh tahun.[6] Tuberkulosis tidak umum di sebagian besar Kanada, Inggris Raya, dan
Amerika Serikat, jadi BCG hanya diberikan kepada orang dengan risiko tinggi.[65][66][67] Satu
alasan vaksin ini tidak digunakan adalah karena vaksin ini menyebabkan tes kulit
tuberlulin memberikan positif palsu, sehingga tes ini tidak membantu dalam penyaringan
penyakit.[67] Jenis vaksin baru masih sedang dikembangkan.[6]
Kesehatan masyarakat[sunting | sunting sumber]
World Health Organization (WHO) mendeklarasikan TB sebagai "emergensi kesehatan global
pada tahun 1993.[6] Tahun 2006, Kemitraan Stop TB mengembangkan gerakan Rencana Global
Stop Tuberkulosis yang ditujukan untuk menyelamatkan 14 juta orang pada tahun
2015.[68] Jumlah yang telah ditargetkan ini sepertinya tidak akan tercapai pada tahun 2015,
sebagian besar disebabkan oleh kenaikan penderita HIV dengan tuberkulosis dan munculnya
resistensi tuberkulosis multi-obat (multiple drug-resistant tuberculosis, MDR-TB).[6] Klasifikasi
tuberkulosis yang dikembangkan oleh American Thoracic Society pada umumnya digunakan
dalam program kesehatan masyarakat.[69]
Karena kuman TB ada di mana-mana termasuk di Mal, Kantor dan tentunya juga di Rumah
Sakit, maka pencegahan yang paling efektif adalah Gaya Hidup untuk menunjang Ketahanan
Tubuh kita:

 Cukup gizi, jangan telat makan


 Cukup istirahat, jika lelah istirahat dulu
 Jangan Stres Fisik, lelah berlebihan
 Jangan Stres Mental, berusahalah berpikir positif dan legowo
(bisa menerima)

Penanganan[sunting | sunting sumber]


Pengobatan TB menggunakan antibiotik untuk membunuh bakterinya. Pengobatan TB yang
efektif ternyata sulit karena struktur dan komposisi kimia dinding sel mikobakteri yang tidak
biasa. Dinding sel menahan obat masuk sehingga menyebabkan antibiotik tidak efektif.[70] Dua
jenis antibiotik yang umum digunakan adalah isoniazid danrifampicin, dan pengbatan dapat
berlangsung berbulan-bulan.[40] Pengobatan TB laten biasanya menggunakan antibiotik
tunggal.[71] Penyakit TB aktif sebaiknya diobati dengan kombinasi beberapa antibiotik untuk
menurunkan risiko berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik.[6] Pasien dengan
infeksi laten juga diobati untuk mencegah munculnya TB aktif di kehidupan
selanjutnya.[71] WHO merekomendasikan directly observed therapy atau terapi pengawasan
langsung, dimana seorang pengawas kesehatan mengawasi penderita meminum obatnya.
Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah penderita yang tidak meminum obat antibiotiknya
dengan benar.[72] Bukti yang mendukung terapi pengawasan langsung secara independen kurang

10
baik.[73] Namun, metode dengan cara mengingatkan penderita bahwa pengobatan itu penting
ternyata efektif.[74]
Kasus baru[sunting | sunting sumber]
Rekomendasi tahun 2010 untuk pengobatan kasus baru tuberkulosis paru adalah kombinasi
antibiotik selama enam bulan. Rifampicin, isoniazid, pyrazinamide, dan ethambutoluntuk dua
bulan pertama, dan hanya rifampicin dan isoniazid untuk empat bulan selanjutnya.[6] Apabila
resistensi terhadap isoniazid tinggi, ethambutol dapat ditambahkan untuk empat bulan terakhir
sebagai alternatif.[6]
Penyakit kambuh[sunting | sunting sumber]
Bila tuberkulosis kambuh, lakukan tes untuk menentukan jenis antibiotik yang sensitif sebelum
menentukan pengobatan.[6] Jika multiple drug-resistant TB (MDR-TB) terdeteksi,
direkomdendasikan pengobatan dengan paling tidak empat jenis antibiotik efektif selama 8–
24 bulan.[6]
Resistensi obat[sunting | sunting sumber]
Resistensi primer muncul saat seseorang terinfeksi jenis TB resisten. Seorang dengan TB yang
rentan dapat mengalami resistensi sekunder (didapat) pada saat terapi. Seseorang juga dapat
mengalami perkembangan resistensi karena pengobatan yang tidak adekuat, jika obat yang
diresepkan tidak dipakai dengan sesuai (karena tidak patuh), atau karena obat yang digunakan
berkualitas rendah.[75] TB dengan resistensi obat merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
serius di negara yang sedang berkembang. Pengobatan untuk TB yang resisten terhadap obat
akan berlangsung lebih lama dan memerlukan obat yang lebih mahal. MDR-TB (Mulitple Drugs
Resistance-TB) sering didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua obat yang paling efektif
dalam lini pertama pengobatan TB: rifampicin and isoniazid. Extensively drug-resistant TB juga
resisten terhadap tiga atau lebih dari enam kelas pengobatan lini kedua.[76] TB resisten obat
total adalah resistensi terhadap semua jenis obat yang selama ini digunakan. TB dengan resisten
total terhadap obat pertama kali ditemukan pada tahun 2003 di Italia, tetapi hal ini tidak pernah
dilaporkan hingga tahun 2012.[77] Sekarang ini ada kecenderungan untuk mengetahui terlebih
dahulu apa betul yang menginfeksi adalah bakteri TB atau bakteri lainnya dan obat apa saja yang
masih mempan, oleh karenanya perlu dilakukan kultur bakteri terlebih dulu sebelum dilakukan
pengobatan. Pada tahun 2007, WHO merekomendasikan penggunaan media cair untuk kultur
bakteri TB agar lebih akurat dan membutuhkan waktu hingga 40 hari.[78]

Prognosa[sunting | sunting sumber]


Perkembangan dari infeksi TB menjadi penyakit TB yang nyata muncul saat basil mengalahkan
pertahanan sistem imun dan mulai memperbanyak diri. Pada penyakit TB primer (sejumlah 1–
5% dari kasus), perkembangan ini muncul segera setelah infeksi awal.[1] Namun, pada
kebanyakan kasus, suatu Infeksi laten muncul tanpa gejalan yang nyata.[1]Kuman yang dorman
ini menghasilkan tuberkulosis aktif pada 5–10% dari kasus laten ini, dan pada umumnya baru
akan muncul bertahun-tahun setelah infeksi.[8]
Risiko reaktivasi meningkat sebagai akibat imunosupresi, seperti misalnya disebabkan oleh
infeksi HIV. Pada orang yang juga terinfeksi oleh “M. tuberculosis” dan HIV, risiko adanya
reaktivasi meningkat hingga 10% per tahun.[1] Studi yang menggunakan sidik DNA dari galur
“M. tuberculosis”menunjukkan bahwa infeksi kembali menyebabkan kambuhnya TB lebih

11
sering dari yang diperkirakan.[79] Infeksi kembali dapat dihitung lebih dari 50% kasus dimana TB
biasa ditemukan.[80] Peluang terjadinya kematian karena tuberkulosis adalah kurang lebih 4%
pada tahun 2008, turun dari 8% pada tahun 1995.[6]

Epidemiologi[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 2007, prevalensi TB per 100.000 orang tertinggi di Afrika sub-Sahara, dan relatif
tinggi di Asia.[81]
Kurang lebih sepertiga dari populasi dunia pernah terinfeksi “M. tuberculosis.” Satu infeksi baru
muncul setiap detik dalam skala global.[3]Bagaimanapun, kebanyakan infeksi oleh “M.
tuberculosis” tidak menyebabkan penyakit TB,[82] dan 90–95% dari infeksi tetap
asimptomatik.[42] Pada tahun 2007, diperkirakan ada 13,7 juta kasus kronis aktif.[83] Pada tahun
2010, terdapat 8,8 juta kasus baru TB yang didiagnosis, dan 1,45 juta kematian, kebanyakan dari
jumlah ini terjadi di negara-negara berkembang.[5] Dari seluruh 1,45 juta kematian, sekitar
0.35 juta terjadi pada penderita yang juga terinfeksi HIV.[84]
Tuberkulosis merupakan penyebab umum kematian yang kedua yang disebabkan oleh infeksi
(setelah kematian oleh HIV/AIDS).[9] Angka pasti dari kasus tuberkulosis ("prevalensi") sudah
menurun sejak tahun 2005. Kasus tuberkulosis baru ("kejadian") telah menurun sejak tahun
2002.[5] Cina khususnya telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Cina telah menurunkan
laju kematian akibat TB mendekati 80% antara tahun 1990 dan 2010.[84] Tuberkulosis lebih
umum muncul di negara berkembang. Kurang lebih 80% dari populasi di berbagai negara Asia
dan Afrika memberikan tes tuberkulin positif, tetapi hanya 5–10% dari populasi di AS
memberikan hasil tes positif.[1] Para ahli berharap bahwa TB dapat dikendalikan secara penuh.
Bagaimanapun, sejumlah faktor menyebabkan pengendalian TB menjadi tidak mungkin. Vaksin
yang efektif sangat sulit dikembangkan. Sangat mahal dan memakan waktu lama untuk
mendiagnosis penyakitnya. Pengobatan memerlukan waktu beberapa bulan. Lebih banyak orang
yang terinfeksi HIV menderita TB. TB yang resisten terhadap obat muncul pada tahun 1980an.[6]

Angka tahunan laporan kasus baru TB. Data dari WHO.[85]


Pada tahun 2007, negara dengan perkiraan tingkat insiden tertinggi adalah Swaziland, dengan
1.200 kasus per 100.000 orang. India memiliki total insiden terbesar, dengan estimasi 2,0 juta
kasus baru.[83] Di negara maju, tuberculosis tidak umum dan kebanyakan ditemukan di wilayah

12
urban. Pada tahun 2010, laju TB per 100.000 orang di berbagai tempat di dunia adalah: di dunia
178, Afrika 332, Amerika 36, Mediterania Timur 173, Eropa 63, Asia Tenggara 278, dan Pacifik
Barat 139.[84] Di Kanada dan Australia, tuberkulosis seringkali lebih umum terdapat di
antara penduduk aborigin, terutama di wilayah yang terpencil.[86][87] Di Amerika Serikat, para
Aborigin mengalami laju mortalitas akibat TB lima kali lebih besar.[88]
Insiden TB bervariasi sesuai usia. Di Afrika, hal ini utamanya mempengaruhi penduduk berusia
antara 12dan 18 tahun dan dewasa muda.[89] Bagaimanapun, di negara yang laju insidennya
sudah menurun dengan tajam (seperti Amerika Serikat), TB umumnya merupakan penyakit pada
orang yang lebih tua dan mereka dengan sistem imun rentan.[1][90]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Mumi Mesir di British Museum – sisa pembusukan tuberkulosis ditemukan di spina mumi-
mumi Mesir.
Tuberculosis sudah ada dalam kehidupan manusia sejak zaman kuno.[6] Deteksi paling awal “M.
tuberculosis” terdapat pada bukti adanya penyakit tersebut di dalam bangkai bison yang berasal
dari sekira 17.000 tahun lalu.[91] Namun, tidak ada kepastian apakah tuberkulosis berasal dari
sapi (bovin), yang kemudian ditularkan ke manusia, atau apakah tuberkulosis tersebut bercabang
dari nenek moyang yang sama.[92] Para ilmuwan yakin bahwa manusia terkena MTBC dari
binatang selama proses penjinakan. Namun, gen “Micobacterium tuberculosis” complex (MTbC)
pada manusia telah dibandingkan dengan MTbC pada binatang, dan teori tersebut telah terbukti
salah. Galur bakteri tuberkulosis memiliki nenek moyang yang sama, yang sebenarnya bisa
menginfeksi manusia sejak Revolusi Neolitik.[93] Sisa kerangka menunjukkan bahwa manusia
prasejarah (4000 Sebelum Masehi) mengidap TB. Para peneliti menemukan pembusukan
tuberkulosis di dalam tulang spina mumi-mumi Mesir dari tahun 3000–2400 SM.[94] "Phthisis"
berasal dari bahasa Yunani yang artinya “konsumsi,” yakni istilah kuno untuk tuberkulosis
paru.[95] Sekira 460 SM, Hippocrates mengidentifikasi bahwa phthisis adalah penyakit yang
paling mudah menular pada saat itu. Orang dengan phthisis mengalami demam dan batuk darah.
Phthisis hampir selalu berakibat fatal.[96]Penelitian gen menunjukkan bahwa TB telah ada
di Amerika dari sekira tahun 100 AD.[97]
Sebelum Revolusi Industri, cerita rakyat seringkali menghubungkan tuberkulosis dengan vampir.
Jika seorang anggota keluarga meninggal karena TB, kesehatan anggota keluarga lainnya dari
orang yang terinfeksi tersebut perlahan-lahan menurun. Masyarakat percaya bahwa orang
pertama yang terkena TB menguras jiwa anggota keluarga lainnya.[98]
Jenis TB paru yang dikaitkan dengan tuberkel ditetapkan sebagai patologi oleh Dr Richard
Morton pada 1689.[99][100] Namun, TB memiliki berbagai gejala, sehingga TB tidak diidentifikasi

13
sebagai satu jenis penyakit hingga akhir 1820-an. TB belum dinamakan tuberkulosis hingga
1839 oleh J. L. Schönlein.[101] Selama tahun 1838–1845, Dr. John Croghan, pemilik Gua
Mammoth, membawa mereka yang terkena TB ke dalam gua dengan harapan menyembuhkan
penyakit tersebut dengan suhu konstan dan kemurnian udara di dalam gua: mereka meninggal
setelah satu tahun di dalam gua.[102] Hermann Brehmer membuka sanatorium pertama pada 1859
di Sokołowsko, Polandia.[103]

Dr. Robert Koch menemukan basil tuberkulosis.


Basilus yang menyebabkan tuberkulosis, “Mycobacterium tuberculosis,” diidentifikasi dan
dijelaskan pada 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Dia menerima Hadiah Nobel bidang fisiologi
atau kedokteran pada 1905 atas penemuan ini.[104] Koch tidak percaya bahwa penyakit
tuberkulosis pada sapi (ternak) dan manusia adalah penyakit yang serupa. Keyakinan ini
menunda pengakuan bahwa susu yang terinfeksi menjadi sumber infeksi. Kemudian, risiko
penularan dari sumber ini sangat jauh berkurang karena penemuan proses pasteurisasi. Koch
mengumumkan ekstrak gliserin dari basil tuberkulosis sebagai "obat" untuk tuberkulosis pada
1890. Dia menamakannya “tuberkulin.” Meskipun “tuberkulin” tidak efektif, tuberkulin
diadaptasi sebagai tes penapisan untuk mengetahui adanya tuberkulosis prasimtomatik.[105]
Albert Calmette dan Camille Guérin menerima kesuksesan pertama dalam imunisasi anti
tuberkulosis pada 1906. Mereka menggunakan tuberkulosis galur bovin di-atenuasi, dan vaksin
tersebut dinamakan BCG (basil Calmette dan Guérin). Vaksin BCG pertama kali digunakan pada
manusia pada 1921 di Perancis.[106] Namun, vaksin BCG baru diterima secara luas
di AS, Inggris, dan Jerman setelah Perang Dunia II.[107]
Tuberkulosis menimbulkan kekhawatiran masyarakat pada abad ke-19 dan pada awal abad ke-20
sebagai penyakit endemik masyarakat miskin di perkotaan. Pada 1815, satu di antara empat
kematian di Inggris disebabkan oleh "konsumsi." Pada 1918, satu di antara enam kematian di
Perancis disebabkan oleh TB. Setelah para ilmuwan menetapkan bahwa penyakit tersebut
menular pada 1880-an, TB dimasukkan ke penyakit wajib lapor di Inggris. Kampanye dimulai
agar orang-orang berhenti meludah di tempat umum dan orang miskin yang terinfeksi penyakit
tersebut ‘didorong’ untuk masuk sanatorium yang menyerupai rumah tahanan. (Sanatorium
untuk kelas menengah ke atas menawarkan perawatan yang luar biasa dan pemeriksaan medis
terus-menerus.) [103] Sanatorium tersebut seharusnya memberi manfaat "udara bersih" dan

14
pekerjaan. Namun bahkan dalam kondisi terbaik, 50% pasien di dalamnya meninggal setelah
lima tahun (“ca.” 1916).[103]
Di Eropa, angka tuberkulosis mulai meningkat pada awal 1600-an. Angka kasus TB mencapai
puncak tertingginya di Eropa pada 1800-an ketika penyakit ini menyebabkan hampir 25% dari
keseluruhan kasus kematian.[108] Angka kematian kemudian menurun hingga hampir mencapai
90% pada 1950-an.[109] Peningkatan kesehatan masyarakat secara signifikan mengurangi angka
tuberkulosis bahkan sebelum streptomisin dan antibiotik lainnya digunakan. Namun, penyakit
tersebut masih merupakan ancaman yang serius bagi kesehatan masyarakat. Ketika Konsil
Penelitian Medis dibentuk di Inggris pada 1913, fokus awalnya adalah penelitian
tuberkulosis.[110]
Pada 1946, pengembangan antibiotik streptomisin mewujudkan pengobatan dan penyembuhan
efektif untuk TB. Sebelum obat ini diperkenalkan, pengobatan satu-satunya (kecuali sanatorium)
adalah intervensi bedah. “Teknik pneumotoraks" membuat paru-paru yang terinfeksi kolaps dan
memberikan "jeda" sehingga lesi akibat tuberkulosis mulai sembuh.[111]Kemunculan MDR-TB
kembali menjadikan pembedahan sebagai opsi dalam standar tatalaksana untuk perawatan infeksi
TB. Intervensi bedah saat ini meliputi pengangkatan kavitas ("bula") patologis di dalam paru-
paru untuk mengurangi jumlah bakteri dan meningkatkan pajanan obat bagi bakteri yang masih
ada di dalam aliran darah. Intervensi ini secara bersamaan mengurangi jumlah bakteri total dan
meningkatkan efektifitas terapi antibiotik sistemik.[112] Meskipun para ahli mengharapkan agar
TB dapat diberantas sepenuhnya (bandingkan cacar), munculnya galur resistensi obat pada 1980-
an membuat pemberantasan TB menjadi sulit. Kemunculan kembali tuberkulosis mendorong
deklarasi emergensi kesehatan global yang dibuat oleh WHO pada 1993.[113]

Masyarakat dan budaya[sunting | sunting sumber]


World Health Organization dan Yayasan Bill and Melinda Gates memberi subsidi untuk tes
diagnosis cepat yang baru (fast-acting diagnostic test) untuk digunakan di negara berpendapatan
rendah dan menengah.[114][115] Sejak 2011, banyak tempat miskin yang hanya memiliki akses ke
mikroskopi sputum (pemeriksaan dahak menggunakan mikroskop).[116]
Pada 2010, India memiliki jumlah kasus TB tertinggi di dunia. Satu penyebabnya adalah karena
pengelolaan penyakit yang buruk oleh sektor pelayanan kesehatan swasta. Program-program
seperti Program kontrol TB nasional terevisi membantu untuk mengurangi jumlah TB di antara
orang-orang yang menerima layanan kesehatan masyarakat.[117][118]

Riset[sunting | sunting sumber]


Vaksin BCG memiliki keterbatasan, dan riset untuk mengembangkan vaksin TB baru masih
berjalan.[119] Sejumlah calon potensial saat ini dalam uji klinis fase I dan II.[119] Dua pendekatan
utama dalam uji klinis berusaha untuk memperbaiki kemanjuran efikasi vaksin yang ada. Satu
pendekatan melibatkan penambahan vaksin sub-unit ke BCG. Strategi lainnya mencoba untuk
menciptakan vaksin baru dan vaksin hidup yang lebih baik.[119]MVA85A adalah contoh dari
vaksin sub-unit yang sedang diuji-cobakan di Afrika Selatan. MVA85A didasarkan pada
virus vaccinia yang dimodifikasi secara genetik.[120] Harapannya vaksin akan berperan secara
signifikan dalam perawatan penyakit laten dan aktif.[121]
Untuk mendorong penemuan lebih lanjut, para peneliti dan pembuat kebijakan memperkenalkan
model baru yang lebih murah untuk pegembangan vaksin, termasuk hadiah, insentif pajak,

15
dan komitmen pasar lanjutan.[122][123] Beberapa kelompok dilibatkan dalam riset,
termasuk Kemitraan Stop TB,[124] the South African Tuberculosis Vaccine Initiative, and
the Aeras Global TB Vaccine Foundation.[125] Aeras Global TB Vaccine Foundation menerima
hibah lebih dari $280 juta (AS) dari Bill and Melinda Gates Foundation untuk mengembangkan
dan melisensi vaksin yang lebih baik untuk melawan tuberkulosis agar dapat digunakan di
negara-negara dengan beban yang tinggi.[126][127]

Di binatang lain[sunting | sunting sumber]


Mikrobakteri menginfeksi banyak binatang yang berbeda-beda, termasuk unggas,[128] binatang
pengerat,[129] dan reptil.[130] Subspesies “Mycobacterium tuberculosis” jarang muncul pada
binatang liar.[131] Usaha untuk memberantas tuberkulosis bovis yang disebabkan
oleh Mycobacterium bovis dari ternak dan kawanan rusa di New Zealand secara relatif telah
berhasil.[132] Usaha Inggris Raya sedikit tidak berhasil.[133][134]

Referensi[sunting | sunting sumber]

1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Kumar V, Abbas AK, Fausto N,


Mitchell RN (2007). Robbins Basic Pathology (edisi ke-8th).
Saunders Elsevier. hlm. 516–522. ISBN 978-1-4160-2973-1.
2. ^ Konstantinos A (2010). "Testing for
tuberculosis". Australian Prescriber. 33 (1): 12–18.
3. ^ a b c d e "Tuberculosis Fact sheet N°104". World Health
Organization. November 2010. Diakses tanggal 26 July 2011.
4. ^ World Health Organization
(2009). "Epidemiology" (PDF). Global tuberculosis control:
epidemiology, strategy, financing. hlm. 6–33. ISBN 978-92-
4-156380-2. Diakses tanggal 12 November 2009.
5. ^ a b c d e World Health Organization (2011). "The sixteenth
global report on tuberculosis"(PDF).
6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v Lawn, SD (2 July 2011).
"Tuberculosis". Lancet. 378(9785): 57–
72. doi:10.1016/S0140-6736(10)62173-
3. PMID 21420161. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
7. ^ Schiffman G (15 January 2009). "Tuberculosis
Symptoms". eMedicineHealth.
8. ^ a b c d al.], edited by Peter G. Gibson ; section editors,
Michael Abramson ... [et (2005). Evidence-based respiratory
medicine (edisi ke-1. publ.). Oxford: Blackwell.
hlm. 321. ISBN 978-0-7279-1605-1.
9. ^ a b c d e f g h Dolin, [edited by] Gerald L. Mandell, John E.
Bennett, Raphael (2010). Mandell, Douglas, and Bennett's
principles and practice of infectious diseases (edisi ke-7th).
Philadelphia, PA: Churchill Livingstone/Elsevier.
hlm. Chapter 250. ISBN 978-0-443-06839-3.

16
10. ^ Behera, D. (2010). Textbook of pulmonary medicine (edisi
ke-2nd ed.). New Delhi: Jaypee Brothers Medical Pub.
hlm. 457. ISBN 978-81-8448-749-7.
11. ^ Jindal, editor-in-chief SK. Textbook of pulmonary and
critical care medicine. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers. hlm. 549. ISBN 978-93-5025-073-0.
12. ^ a b Golden MP, Vikram HR (2005). "Extrapulmonary
tuberculosis: an overview". American family
physician. 72 (9): 1761–8. PMID 16300038.
13. ^ Kabra, [edited by] Vimlesh Seth, S.K. (2006). Essentials of
tuberculosis in children (edisi ke-3rd ed.). New Delhi: Jaypee
Bros. Medical Publishers. hlm. 249. ISBN 978-81-8061-709-
6.
14. ^ a b Ghosh, editors-in-chief, Thomas M. Habermann, Amit
K. (2008). Mayo Clinic internal medicine : concise textbook.
Rochester, MN: Mayo Clinic Scientific Press.
hlm. 789. ISBN 978-1-4200-6749-1.
15. ^ Southwick F (10 December 2007). "Chapter 4: Pulmonary
Infections". Infectious Diseases: A Clinical Short Course,
2nd ed. McGraw-Hill Medical Publishing Division.
hlm. 104. ISBN 0-07-147722-5. Diarsipkan dari versi
asli tanggal 13 May 2009. Lebih dari satu
parameter |pages= dan |page= yang digunakan (bantuan)
16. ^ Jindal, editor-in-chief SK. Textbook of pulmonary and
critical care medicine. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers. hlm. 525. ISBN 978-93-5025-073-0.
17. ^ Niederweis M, Danilchanka O, Huff J, Hoffmann C,
Engelhardt H (2010). "Mycobacterial outer membranes: in
search of proteins". Trends in Microbiology. 18 (3): 109–
16. doi:10.1016/j.tim.2009.12.005. PMC 2931330 
. PMID 20060722. Parameter |month=yang tidak diketahui
akan diabaikan (bantuan)
18. ^ a b Madison B (2001). "Application of stains in clinical
microbiology". Biotech Histochem. 76 (3): 119–
25. doi:10.1080/714028138. PMID 11475314.
19. ^ Parish T, Stoker N (1999). "Mycobacteria: bugs and
bugbears (two steps forward and one step back)". Molecular
Biotechnology. 13 (3): 191–
200. doi:10.1385/MB:13:3:191. PMID 10934532.
20. ^ Medical Laboratory Science: Theory and Practice. New
Delhi: Tata McGraw-Hill. 2000. hlm. 473. ISBN 0-07-
463223-X.
21. ^ Piot, editors, Richard D. Semba, Martin W. Bloem;
foreword by Peter (2008). Nutrition and health in developing
countries (edisi ke-2nd ed.). Totowa, NJ: Humana Press.
hlm. 291. ISBN 978-1-934115-24-4.
17
22. ^ van Soolingen D; et al. (1997). "A novel pathogenic taxon
of the Mycobacterium tuberculosis complex, Canetti:
characterization of an exceptional isolate from
Africa". International Journal of Systematic
Bacteriology. 47 (4): 1236–45. doi:10.1099/00207713-47-4-
1236. PMID 9336935. Parameter |author-separator= yang
tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
23. ^ Niemann S; et al. (2002). "Mycobacterium africanum
Subtype II Is Associated with Two Distinct Genotypes and Is
a Major Cause of Human Tuberculosis in Kampala,
Uganda". J. Clin. Microbiol. 40 (9): 3398–
405. doi:10.1128/JCM.40.9.3398-3405.2002. PMC 130701 
. PMID 12202584. Parameter |author-separator= yang tidak
diketahui akan diabaikan (bantuan)
24. ^ Niobe-Eyangoh SN; et al. (2003). "Genetic Biodiversity of
Mycobacterium tuberculosis Complex Strains from Patients
with Pulmonary Tuberculosis in Cameroon". J. Clin.
Microbiol. 41 (6): 2547–53. doi:10.1128/JCM.41.6.2547-
2553.2003. PMC 156567 
. PMID 12791879. Parameter |author-separator= yang tidak
diketahui akan diabaikan (bantuan)
25. ^ Thoen C, Lobue P, de Kantor I (2006). "The importance
of Mycobacterium bovis as a zoonosis". Vet.
Microbiol. 112 (2–4): 339–
45. doi:10.1016/j.vetmic.2005.11.047. PMID 16387455.
26. ^ Acton, Q. Ashton (2011). Mycobacterium Infections: New
Insights for the Healthcare Professional. ScholarlyEditions.
hlm. 1968. ISBN 978-1-4649-0122-5.
27. ^ Pfyffer, GE (1998 Oct-Dec). "Mycobacterium canettii, the
smooth variant of M. tuberculosis, isolated from a Swiss
patient exposed in Africa". Emerging infectious
diseases. 4 (4): 631–
4. PMID 9866740. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
28. ^ Panteix, G (2010 Aug). "Pulmonary tuberculosis due to
Mycobacterium microti: a study of six recent cases in
France". Journal of medical microbiology. 59 (Pt 8): 984–
9. PMID 20488936. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author=yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
29. ^ American Thoracic Society (1997). "Diagnosis and
treatment of disease caused by nontuberculous mycobacteria.
This official statement of the American Thoracic Society was
approved by the Board of Directors, March 1997. Medical

18
Section of the American Lung Association". Am J Respir Crit
Care Med. 156 (2 Pt 2): S1–25. PMID 9279284.
30. ^ World Health Organization. "Global tuberculosis control–
surveillance, planning, financing WHO Report 2006".
Diakses tanggal 13 October 2006.
31. ^ Chaisson, RE (13 March 2008). "Tuberculosis in Africa--
combating an HIV-driven crisis". The New England Journal
of Medicine. 358 (11): 1089–
92. doi:10.1056/NEJMp0800809. PMID 18337598. Paramete
r |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan
(|author=yang disarankan) (bantuan)
32. ^ Griffith D, Kerr C (1996). "Tuberculosis: disease of the
past, disease of the present". J Perianesth Nurs. 11 (4): 240–
5. doi:10.1016/S1089-9472(96)80023-2. PMID 8964016.
33. ^ ATS/CDC Statement Committee on Latent Tuberculosis
Infection (200). "Targeted tuberculin testing and treatment of
latent tuberculosis infection. American Thoracic
Society". MMWR Recomm Rep. 49 (RR–6): 1–
51. PMID 10881762. Parameter |month= yang tidak diketahui
akan diabaikan (bantuan)
34. ^ van Zyl Smit, RN (2010 Jan). "Global lung health: the
colliding epidemics of tuberculosis, tobacco smoking, HIV
and COPD". The European respiratory journal : official
journal of the European Society for Clinical Respiratory
Physiology. 35 (1): 27–33. PMID 20044459. These analyses
indicate that smokers are almost twice as likely to be infected
with TB and to progress to active disease (RR of ∼1.5 for
latent TB infection (LTBI) and RR of ∼2.0 for TB disease).
Perokok juga memiliki peluang meninggal karena TB yang
lebih besar (Risiko Relatif ∼2.0 dari seluruh angka kematian
akibat TB), namun data yang ada sulit diinterpretasikan
karena keberagaman/heterogenitas hasil yang didapatkan dari
berbagai penelitian berbeda. Parameter |coauthors= yang
tidak diketahui mengabaikan (|author=yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
35. ^ Restrepo, BI (15 August 2007). "Convergence of the
tuberculosis and diabetes epidemics: renewal of old
acquaintances". Clinical infectious diseases : an official
publication of the Infectious Diseases Society of
America. 45 (4): 436–8. doi:10.1086/519939. PMC 2900315 
. PMID 17638190.
36. ^ Möller, M (2010 Mar). "Current findings, challenges and
novel approaches in human genetic susceptibility to
tuberculosis". Tuberculosis (Edinburgh, Scotland). 90 (2):
71–
83. doi:10.1016/j.tube.2010.02.002. PMID 20206579. Param

19
eter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan
(|author= yang disarankan) (bantuan); Periksa nilai tanggal
di: |date= (bantuan)
37. ^ Cole E, Cook C (1998). "Characterization of infectious
aerosols in health care facilities: an aid to effective
engineering controls and preventive strategies". Am J Infect
Control. 26 (4): 453–64. doi:10.1016/S0196-6553(98)70046-
X. PMID 9721404.
38. ^ Nicas M, Nazaroff WW, Hubbard A (2005). "Toward
understanding the risk of secondary airborne infection:
emission of respirable pathogens". J Occup Environ
Hyg. 2 (3): 143–
54. doi:10.1080/15459620590918466. PMID 15764538.
39. ^ a b Ahmed N, Hasnain S (2011). "Molecular epidemiology
of tuberculosis in India: Moving forward with a systems
biology approach". Tuberculosis. 91 (5): 407–
3. doi:10.1016/j.tube.2011.03.006. PMID 21514230.
40. ^ a b "Core Curriculum on Tuberculosis: What the Clinician
Should Know" (PDF) (edisi ke-5th). Centers for Disease
Control and Prevention (CDC), Division of Tuberculosis
Elimination. 2011. Parameter |pg= yang tidak diketahui akan
diabaikan (bantuan)
41. ^ "Causes of Tuberculosis". Mayo Clinic. 21 December
2006. Diakses tanggal 19 October2007.
42. ^ a b Skolnik, Richard (2011). Global health 101 (edisi ke-
2nd ed.). Burlington, MA: Jones & Bartlett Learning.
hlm. 253. ISBN 978-0-7637-9751-5.
43. ^ a b editors, Arch G. Mainous III, Claire Pomeroy,
(2009). Management of antimicrobials in infectious
diseases : impact of antibiotic resistance (edisi ke-2nd rev.
ed.). Totowa, N.J.: Humana. hlm. 74. ISBN 978-1-60327-
238-4.
44. ^ Houben E, Nguyen L, Pieters J (2006). "Interaction of
pathogenic mycobacteria with the host immune
system". Curr Opin Microbiol. 9 (1): 76–
85. doi:10.1016/j.mib.2005.12.014. PMID 16406837.
45. ^ Khan (2011). Essence Of Paediatrics. Elsevier India.
hlm. 401. ISBN 978-81-312-2804-3.
46. ^ Herrmann J, Lagrange P (2005). "Dendritic cells
and Mycobacterium tuberculosis: which is the Trojan
horse?". Pathol Biol (Paris). 53 (1): 35–
40. doi:10.1016/j.patbio.2004.01.004. PMID 15620608.
47. ^ Agarwal R, Malhotra P, Awasthi A, Kakkar N, Gupta D
(2005). "Tuberculous dilated cardiomyopathy: an under-
recognized entity?". BMC Infect Dis. 5 (1):

20
29. doi:10.1186/1471-2334-5-29. PMC 1090580 
. PMID 15857515.
48. ^ a b c Grosset J (2003). "Mycobacterium tuberculosis in the
Extracellular Compartment: an Underestimated
Adversary". Antimicrob Agents Chemother. 47 (3): 833–
6. doi:10.1128/AAC.47.3.833-836.2003. PMC 149338 
. PMID 12604509.
49. ^ Crowley, Leonard V. (2010). An introduction to human
disease : pathology and pathophysiology correlations (edisi
ke-8th ed.). Sudbury, Mass.: Jones and Bartlett.
hlm. 374. ISBN 978-0-7637-6591-0.
50. ^ Anthony, Harries (2005). TB/HIV a Clinical Manual (edisi
ke-2nd). Geneva: World Health Organization.
hlm. 75. ISBN 978-92-4-154634-8.
51. ^ Jacob, JT (2009 Jan). "Acute forms of tuberculosis in
adults". The American journal of medicine. 122 (1): 12–
7. PMID 19114163. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date=(bantuan)
52. ^ a b Bento, J (2011 Jan-Feb). "[Diagnostic tools in
tuberculosis]". Acta medica portuguesa. 24 (1): 145–
54. PMID 21672452. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date=(bantuan)
53. ^ a b c d Escalante, P (2009 Jun 2). "In the clinic.
Tuberculosis". Annals of internal medicine. 150 (11): ITC61–
614; quiz ITV616. PMID 19487708. Periksa nilai tanggal
di: |date=(bantuan)
54. ^ Metcalfe, JZ (2011 Nov 15). "Interferon-γ release assays
for active pulmonary tuberculosis diagnosis in adults in low-
and middle-income countries: systematic review and meta-
analysis". The Journal of infectious diseases. 204 Suppl 4:
S1120–9. PMID 21996694.Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
55. ^ a b Sester, M (2011 Jan). "Interferon-γ release assays for the
diagnosis of active tuberculosis: a systematic review and
meta-analysis". The European respiratory journal : official
journal of the European Society for Clinical Respiratory
Physiology. 37 (1): 100–
11. PMID 20847080. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author=yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
56. ^ Chen, J (2011). "Interferon-gamma release assays for the
diagnosis of active tuberculosis in HIV-infected patients: a
systematic review and meta-analysis". PloS one. 6 (11):

21
e26827. PMID 22069472. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author=yang disarankan) (bantuan)
57. ^ Diseases, Special Programme for Research & Training in
Tropical (2006). Diagnostics for tuberculosis : global
demand and market potential. Geneva: World Health
Organization on behalf of the Special Programme for
Research and Training in Tropical Diseases.
hlm. 36. ISBN 978-92-4-156330-7.
58. ^ a b c National Institute for Health and Clinical
Excellence. Clinical guideline 117: Tuberculosis. London,
2011.
59. ^ Steingart, KR (2011 Aug). "Commercial serological tests
for the diagnosis of active pulmonary and extrapulmonary
tuberculosis: an updated systematic review and meta-
analysis". PLoS medicine. 8 (8):
e1001062. doi:10.1371/journal.pmed.1001062. PMC 315345
7  . PMID 21857806. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date=(bantuan)
60. ^ Rothel J, Andersen P (2005). "Diagnosis of
latent Mycobacterium tuberculosis infection: is the demise of
the Mantoux test imminent?". Expert Rev Anti Infect
Ther. 3 (6): 981–
93. doi:10.1586/14787210.3.6.981. PMID 16307510.
61. ^ Pai M, Zwerling A, Menzies D (2008). "Systematic
Review: T-Cell–based Assays for the Diagnosis of Latent
Tuberculosis Infection: An Update". Ann. Intern.
Med. 149 (3): 1–9. PMC 2951987  . PMID 18593687.
62. ^ Jindal, editor-in-chief SK. Textbook of pulmonary and
critical care medicine. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers. hlm. 544. ISBN 978-93-5025-073-0.
63. ^ Amicosante, M (2010 Apr). "Rational use of
immunodiagnostic tools for tuberculosis infection: guidelines
and cost effectiveness studies". The new
microbiologica. 33 (2): 93–
107. PMID 20518271. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
64. ^ McShane, H (12 October 2011). "Tuberculosis vaccines:
beyond bacille Calmette–Guérin". Philosophical transactions
of the Royal Society of London. Series B, Biological
sciences. 366 (1579): 2782–
9. doi:10.1098/rstb.2011.0097. PMC 3146779 
. PMID 21893541.

22
65. ^ "Vaccine and Immunizations: TB Vaccine (BCG)". Centers
for Disease Control and Prevention. 2011. Diakses tanggal 26
July 2011.
66. ^ "BCG Vaccine Usage in Canada -Current and
Historical". Public Health Agency of Canada. 2010. Diakses
tanggal 30 December 2011. Parameter |month= yang tidak
diketahui akan diabaikan (bantuan)
67. ^ a b Teo, SS (2006 Jun). "Does BCG have a role in
tuberculosis control and prevention in the United
Kingdom?". Archives of Disease in Childhood. 91 (6): 529–
31. doi:10.1136/adc.2005.085043. PMC 2082765 
. PMID 16714729. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
68. ^ "The Global Plan to Stop TB". World Health Organization.
2011. Diakses tanggal 13 June 2011.
69. ^ Warrell, ed. by D. J. Weatherall ... [4. + 5. ed.] ed. by
David A. (2005). Sections 1 - 10(edisi ke-4. ed., paperback.).
Oxford [u.a.]: Oxford Univ. Press. hlm. 560. ISBN 978-0-19-
857014-1.
70. ^ Brennan PJ, Nikaido H (1995). "The envelope of
mycobacteria". Annu. Rev. Biochem. 64: 29–
63. doi:10.1146/annurev.bi.64.070195.000333. PMID 75744
84.
71. ^ a b Menzies, D (2011 Mar). "Recent developments in
treatment of latent tuberculosis infection". The Indian journal
of medical research. 133: 257–
66. PMID 21441678.Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
72. ^ Arch G., III Mainous (2010). Management of
Antimicrobials in Infectious Diseases: Impact of Antibiotic
Resistance. Humana Pr. hlm. 69. ISBN 1-60327-238-0.
73. ^ Volmink J, Garner P (2007). "Directly observed therapy for
treating tuberculosis". Cochrane Database Syst Rev (4):
CD003343. doi:10.1002/14651858.CD003343.pub3. PMID 1
7943789.
74. ^ Liu, Q (2008 Oct 8). "Reminder systems and late patient
tracers in the diagnosis and management of
tuberculosis". Cochrane database of systematic reviews
(Online) (4):
CD006594. PMID 18843723. Parameter |coauthors= yang
tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)

23
75. ^ O'Brien R (1994). "Drug-resistant tuberculosis: etiology,
management and prevention". Semin Respir Infect. 9 (2):
104–12. PMID 7973169.
76. ^ Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
(2006). "Emergence of Mycobacterium tuberculosis with
extensive resistance to second-line drugs—worldwide, 2000–
2004". MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 55 (11): 301–
5. PMID 16557213.
77. ^ Maryn McKenna (12 January 2012). "Totally Resistant TB:
Earliest Cases in Italy". Wired. Diakses tanggal 12
January 2012.
78. ^ Ricky Reynald Yulman (1 April 2015). "TB, Bakteri Lebih
Cepat Terdeteksi".
79. ^ Lambert M; et al. (2003). "Recurrence in tuberculosis:
relapse or reinfection?". Lancet Infect Dis. 3 (5):
282. doi:10.1016/S1473-3099(03)00607-
8. PMID 12726976.Parameter |author-separator= yang tidak
diketahui akan diabaikan (bantuan); Lebih dari satu
parameter |pages= dan |page= yang digunakan (bantuan)
80. ^ Wang, JY (15 July 2007). "Prediction of the tuberculosis
reinfection proportion from the local incidence". The Journal
of infectious diseases. 196 (2): 281–
8. doi:10.1086/518898. PMID 17570116. Parameter |coautho
rs= yang tidak diketahui mengabaikan (|author=yang
disarankan) (bantuan)
81. ^ World Health Organization (2009). "The Stop TB Strategy,
case reports, treatment outcomes and estimates of TB
burden". Global tuberculosis control: epidemiology, strategy,
financing. hlm. 187–300. ISBN 978-92-4-156380-2. Diakses
tanggal 14 November2009.
82. ^ "Fact Sheets: The Difference Between Latent TB Infection
and Active TB Disease". Pusat Pengendalian Penyakit. 20
June 2011. Diakses tanggal 26 July 2011.
83. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak
ditemukan teks untuk ref bernama WHO2009-
Epidemiology
84. ^ a b c "Global Tuberculosis Control 2011" (PDF). World
Health Organization. Diakses tanggal 15 April 2012.
85. ^ World Health Organization. "WHO report 2008: Global
tuberculosis control". Diakses tanggal 13 April 2009.
86. ^ FitzGerald, JM (2000 Feb 8). "Tuberculosis: 13. Control of
the disease among aboriginal people in Canada". CMAJ :
Canadian Medical Association journal = journal de medicale
canadienne. 162 (3): 351–
5. PMID 10693593. Parameter |coauthors= yang tidak

24
diketahui mengabaikan l'Association (|author= yang
disarankan) (bantuan); Periksa nilai tanggal
di: |date= (bantuan)
87. ^ Quah, Stella R.; Carrin, Guy; Buse, Kent; Kristian
Heggenhougen (2009). Health Systems Policy, Finance, and
Organization. Boston: Academic Press. hlm. 424. ISBN 0-
12-375087-3.
88. ^ Anne-Emanuelle Birn (2009). Textbook of International
Health: Global Health in a Dynamic World.
hlm. 261. ISBN 9780199885213.
89. ^ World Health Organization. "Global Tuberculosis Control
Report, 2006 – Annex 1 Profiles of high-burden
countries" (PDF). Diakses tanggal 13 October 2006.
90. ^ Centers for Disease Control and Prevention (12 September
2006). "2005 Surveillance Slide Set". Diakses tanggal 13
October 2006.
91. ^ Rothschild BM; Martin LD; Lev G; et al.
(2001). "Mycobacterium tuberculosis complex DNA from an
extinct bison dated 17,000 years before the present". Clin.
Infect. Dis. 33(3): 305–
11. doi:10.1086/321886. PMID 11438894. Parameter |month
= yang tidak diketahui akan diabaikan
(bantuan); Parameter |author-separator= yang tidak diketahui
akan diabaikan (bantuan)
92. ^ Pearce-Duvet J (2006). "The origin of human pathogens:
evaluating the role of agriculture and domestic animals in the
evolution of human disease". Biol Rev Camb Philos
Soc. 81 (3): 369–
82. doi:10.1017/S1464793106007020. PMID 16672105.
93. ^ Comas, I (2009 Oct). "The past and future of tuberculosis
research". PLoS pathogens. 5(10):
e1000600. PMID 19855821. Parameter |coauthors= yang
tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date=(bantuan)
94. ^ Zink A, Sola C, Reischl U, Grabner W, Rastogi N, Wolf H,
Nerlich A (2003). "Characterization of Mycobacterium
tuberculosis Complex DNAs from Egyptian Mummies by
Spoligotyping". J Clin Microbiol. 41 (1): 359–
67. doi:10.1128/JCM.41.1.359-367.2003. PMC 149558 
. PMID 12517873.
95. ^ The Chambers Dictionary. New Delhi: Allied Chambers
India Ltd. 1998. hlm. 352. ISBN 978-81-86062-25-8.
96. ^ Hippocrates.Aphorisms. Accessed 7 October 2006.
97. ^ Konomi N, Lebwohl E, Mowbray K, Tattersall I, Zhang D
(2002). "Detection of Mycobacterial DNA in Andean
Mummies". J Clin Microbiol. 40 (12): 4738–
25
40. doi:10.1128/JCM.40.12.4738-4740.2002. PMC 154635 
. PMID 12454182.
98. ^ Sledzik, Paul S. (1994). "Bioarcheological and biocultural
evidence for the New England vampire folk
belief" (PDF). American Journal of Physical
Anthropology. 94 (2): 269–
274. doi:10.1002/ajpa.1330940210. ISSN 0002-
9483. PMID 8085617. Parameter |month=yang tidak
diketahui akan diabaikan
(bantuan); Parameter |coauthors= yang tidak diketahui
mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
99. ^ Léon Charles Albert Calmette di Who Named It
100. ^ Trail RR (1970). "Richard Morton (1637-
1698)". Med Hist. 14 (2): 166–74. PMC 1034037 
. PMID 4914685. Parameter |month= yang tidak diketahui
akan diabaikan (bantuan)
101. ^ Zur Pathogenie der Impetigines. Auszug aus
einer brieflichen Mitteilung an den Herausgeber.
[Müller’s] Archiv für Anatomie, Physiologie und
wissenschaftliche Medicin. 1839, page 82.
102. ^ Kentucky: Mammoth Cave long on
history. CNN. 27 February 2004. Accessed 8 October 2006.
103. ^ a b c McCarthy OR (2001). "The key to the
sanatoria". J R Soc Med. 94 (8): 413–7. PMC 1281640 
. PMID 11461990. Parameter |month= yang tidak diketahui
akan diabaikan (bantuan)
104. ^ Nobel Foundation. The Nobel Prize in
Physiology or Medicine 1905. Accessed 7 October 2006.
105. ^ Waddington K (2004). "To stamp out "So
Terrible a Malady": bovine tuberculosis and tuberculin
testing in Britain, 1890–1939". Med Hist. 48 (1): 29–
48. PMC 546294 
. PMID 14968644. Parameter |month= yang tidak diketahui
akan diabaikan (bantuan)
106. ^ Bonah C (2005). "The 'experimental stable' of
the BCG vaccine: safety, efficacy, proof, and standards,
1921–1933". Stud Hist Philos Biol Biomed Sci. 36 (4): 696–
721. doi:10.1016/j.shpsc.2005.09.003. PMID 16337557.
107. ^ Comstock G (1994). "The International
Tuberculosis Campaign: a pioneering venture in mass
vaccination and research". Clin Infect Dis. 19 (3): 528–
40. doi:10.1093/clinids/19.3.528. PMID 7811874.
108. ^ Bloom, editor, Barry R. (1994). Tuberculosis :
pathogenesis, protection, and control. Washington, D.C.:
ASM Press. ISBN 978-1-55581-072-6.

26
109. ^ Persson, Sheryl (2010). Smallpox, Syphilis
and Salvation: Medical Breakthroughs That Changed the
World. ReadHowYouWant.com. hlm. 141. ISBN 978-1-
4587-6712-7.
110. ^ editor, Caroline Hannaway,
(2008). Biomedicine in the twentieth century: practices,
policies, and politics. Amsterdam: IOS Press.
hlm. 233. ISBN 978-1-58603-832-8.
111. ^ Shields, Thomas (2009). General thoracic
surgery (edisi ke-7th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 792. ISBN 978-
0-7817-7982-1.
112. ^ Lalloo UG, Naidoo R, Ambaram A
(2006). "Recent advances in the medical and surgical
treatment of multi-drug resistant tuberculosis". Curr Opin
Pulm Med. 12 (3): 179–
85. doi:10.1097/01.mcp.0000219266.27439.52. PMID 16582
672. Parameter |month= yang tidak diketahui akan diabaikan
(bantuan)
113. ^ "Frequently asked questions about TB and
HIV". World Health Organization. Diakses tanggal 15
April 2012.
114. ^ Lawn, SD (2011 Sep). "Xpert® MTB/RIF
assay: development, evaluation and implementation of a new
rapid molecular diagnostic for tuberculosis and rifampicin
resistance". Future microbiology. 6 (9): 1067–
82. PMID 21958145. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
115. ^ "WHO says Cepheid rapid test will transform
TB care". Reuters. 8 December 2010.
116. ^ Lienhardt, C (2011 Nov). "What research is
needed to stop TB? Introducing the TB Research
Movement". PLoS medicine. 8 (11):
e1001135. doi:10.1371/journal.pmed.1001135. PMC 322645
4  . PMID 22140369. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
117. ^ Anurag Bhargava, Lancelot Pinto, Madhukar
Pai (2011). "Mismanagement of tuberculosis in India:
Causes, consequences, and the way
forward". Hypothesis. 9 (1): e7.
118. ^ Amdekar, Y (2009 Jul). "Changes in the
management of tuberculosis". Indian journal of
pediatrics. 76 (7): 739–42. PMID 19693453. Periksa nilai
tanggal di: |date= (bantuan)

27
119. ^ a b c Martín Montañés, C (2011 Mar). "New
tuberculosis vaccines". Enfermedades infecciosas y
microbiologia clinica. 29 Suppl 1: 57–
62. doi:10.1016/S0213-005X(11)70019-
2. PMID 21420568. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
120. ^ Ibanga H, Brookes R, Hill P, Owiafe P,
Fletcher H, Lienhardt C, Hill A, Adegbola R, McShane H
(2006). "Early clinical trials with a new tuberculosis vaccine,
MVA85A, in tuberculosis-endemic countries: issues in study
design". Lancet Infect Dis. 6 (8): 522–8. doi:10.1016/S1473-
3099(06)70552-7. PMID 16870530.
121. ^ Kaufmann SH (2010). "Future vaccination
strategies against tuberculosis: Thinking outside the
box". Immunity. 33 (4): 567–
77. doi:10.1016/j.immuni.2010.09.015. PMID 21029966.
122. ^ Webber D, Kremer M (2001). "Stimulating
Industrial R&D for Neglected Infectious Diseases: Economic
Perspectives" (PDF). Bulletin of the World Health
Organization. 79(8): 693–801.
123. ^ Barder O, Kremer M, Williams H
(2006). "Advance Market Commitments: A Policy to
Stimulate Investment in Vaccines for Neglected
Diseases". The Economists' Voice. 3 (3). doi:10.2202/1553-
3832.1144.
124. ^ Economic, Department of (2009). Achieving
the global public health agenda : dialogues at the Economic
and Social Council. New York: United Nations.
hlm. 103. ISBN 978-92-1-104596-
3. Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan
(|author= yang disarankan) (bantuan)
125. ^ Jong, [edited by] Jane N. Zuckerman, Elaine
C. (2010). Travelers' vaccines (edisi ke-2nd ed.). Shelton,
CT: People's Medical Pub. House. hlm. 319. ISBN 978-1-
60795-045-5.
126. ^ Bill and Melinda Gates Foundation
Announcement (2004-02-12). "Gates Foundation Commits
$82.9 Million to Develop New Tuberculosis Vaccines".
127. ^ Nightingale, Katherine (2007-09-19). "Gates
foundation gives US$280 million to fight TB".
128. ^ Shivaprasad, HL (2012 Jan). "Pathology of
mycobacteriosis in birds". The veterinary clinics of North
America. Exotic animal practice. 15 (1): 41–55, v–
vi. PMID 22244112.Parameter |coauthors= yang tidak

28
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
129. ^ Reavill, DR (2012 Jan). "Mycobacterial
lesions in fish, amphibians, reptiles, rodents, lagomorphs, and
ferrets with reference to animal models". The veterinary
clinics of North America. Exotic animal practice. 15 (1): 25–
40, v. PMID 22244111. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
130. ^ Mitchell, MA (2012 Jan). "Mycobacterial
infections in reptiles". The veterinary clinics of North
America. Exotic animal practice. 15 (1): 101–11,
vii. PMID 22244116. Periksa nilai tanggal
di: |date= (bantuan)
131. ^ Wobeser, Gary A. (2006). Essentials of
disease in wild animals (edisi ke-1st ed.). Ames, Iowa [u.a.]:
Blackwell Publ. hlm. 170. ISBN 978-0-8138-0589-4.
132. ^ Ryan, TJ (2006 Feb 25). "Advances in
understanding disease epidemiology and implications for
control and eradication of tuberculosis in livestock: the
experience from New Zealand". Veterinary
microbiology. 112 (2-4): 211–
9. PMID 16330161. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)
133. ^ White, PC (2008 Sep). "Control of bovine
tuberculosis in British livestock: there is no 'silver
bullet'". Trends in microbiology. 16 (9): diketahui
mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan); Periksa
nilai tanggal di: |date= (bantuan)
134. ^ Ward, AI (2010 Jan 1). "Farm husbandry and
badger behaviour: opportunities to manage badger to cattle
transmission of Mycobacterium bovis?". Preventive
veterinary medicine. 93(1): 2–
10. PMID 19846226. Parameter |coauthors= yang tidak
diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan)
(bantuan); Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)

29

Você também pode gostar