Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Dasar-
DasarEpidemiologi
Disusun Oleh :
Kelompok 7, Kelas A
Sita Putri Naditya G1B014052
Siti Istikomah Isnaeni I1A015043
Dhita Rachmawati I1A015069
Linda Rossita Wanti I1A015073
Aditya Pratama R. I1A015090
A. Latar Belakang
Epidemiologi secara komprehensif merupakan ilmu yang mempelajari distribusi dan
determinan-determinan frekuensi penyakit dan status kesehatan pada populasi manusia.
Definisi tersebut mengisyaratkan bahwa epidemiologi pada dasarnya adalah ilmu empirik
kuantitatif, yang banyak melibatkan pengamatan dan pengukuran yang sistematik tentang
frekuensi penyakit dan sejumlah faktor-faktor yang dipelajari berhubungan dengan penyakit.
Kebutuhan akan analisis kuantitatif, mulai dari perhitungan yang paling sederhana hingga
analisis yang paling canggih, menyebabkan epidemiologi berhubungan erat dengan sebuah
ilmu yang disebut biostatistik (Murti, 2013).
Salah satu unsur pokok penting dalam epidemiologi adalah pengukuran kejadian
penyakit. Terdapat beberapa ukuran yang dipakai dalam mengukur kejadian penyakit dan
ukuran yang dipakai tergantung tujuan dari pengukuran. Pengukuran kejadian penyakit dapat
dilakukan dari hasil penemuan masalah kesehatan yang ada di masyarakat. Secara umum,
tujuan pengukuran kejadian penyakit digunakan untuk menilai keadaan kesehatan,
mengetahui potensi-potensi untuk menanggulangi masalah kesehatan, dan mendeteksi
kelompok mana yang berisiko terkena penyakit. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pengukuran kejadian penyakit antara lain: ketepatan pengukuran, sensitivitas, spesivitas, dan
isu etika (Hasmi, 2011).
B. Tujuan:
1. Mengetahui ukuran dasar epidemiologi
2. Mengetahui ukuran frekuensi epidemiologi
3. Mengetahui ukuran kekuatan hubungan
BAB II
PEMBAHASAN
R= P= Rr=
IR=
Angka insidens dapat digunakan untuk penyakit akut menular berjangka pendek. Di samping
untuk memantau penyakit akut, dapat juga untuk penyakit-penyakit kronis berjangka panjang.
a. Insidensi kumulatif (cumulative incidence)
Menurut Rajab (2009) Cumulative Incidence (CI) adalah probabilitas dari seseorang yang
tidak sakit selama periode waktu tertentu, dengan syarat orang tersebut tidak mati oleh karena
penyebab lain. Risiko ini biasanya digunakan untuk mengukur serangan penyakit yang
pertama pada orang sehat tersebut.
CI =
Baik pembilang maupun penyebut dalam perhitungan ini adalah individu yang tidak sakit
pada permulaan periode pengamatan, sehingga mempunyai risiko untuk terserang. Ciri
dari cumulative incidence ini adalah:
1) Berbentuk proporsi
2) Tidak memiliki satuan
3) Besarnya berkisar antara 0 dan 1
4) Lamanya periode pengamatan harus selalu diikutsertakan
Menurut Murti (2013) kegunaan insidensi kumulatif adalah:
1) Sebagai ukuran alternative laju insidensi (ID) dalam mempelajari etiologi penyakit,
2) Mengetahui risiko populasi untuk mengalami prognosis (akibat lanjut penyakit),
3) Mengetahui kelompok-kelompok dalam populasi yang memerlukan intervensi kesehatan.
b. Densitas insidens (Incidence Density)
Incidence density adalah jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu
jangka waktu tertentu (umumnya satu tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang
mungkin terkena penyakit baru tersebut pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan
dalam persen atau permil (Saepudin, 2011).
Menurut Lapau (2009) yang diukur incidence density adalah jumlah individu yang
bergerak dari bebas penyakit menjadi status penyakit selama periode waktu tertentu, sebagai
hasil dari 3 faktor:
1) Besar populasi
2) Lama periode waktu (waktu mempengaruhi kejadian penyakit)
3) Kekuatan yang menyebabkan penyakit
Menurut Rajab (2009) Incidence Density (ID) adalah potensi perubahan status penyakit
per satuan waktu relative terhadap besarnya populasi individu yang sehat pada waktu itu.
ID=
Jumlah orang-waktu merupakan jumlah dari waktu saat individu masih belum terserang
penyakit.
2. Prevalens
Noor (2008) menyatakan bahwa Prevalens merupakan angka kejadian penyakit pada
populasi tertentu dalam jangka waktu tertentu pula. Perbedaannya adalah pada pembilangnya
yang meliputi jumah semua orang yang baru sakit dan juga orang telah sakit sebelum masa
jeda tersebut dan masih sakit (kasus lama). Perbedaan yang lain pada penyebutnya meliputi
seluruh populasi tempat kejadian/ penyakit tetapi tidak hanya terbatas pada mereka yang
terancam.
Budiarto dan Anggraeni (2003) menyatakan bahwa terdapat dua ukuran dalam prevalens,
yaitu point of prevence (prevalens sesaat) dan periode prevalence (prevalens periode).
Magnus (2007) menyatakan Denominator pada kedua prevalens tersebut adalah jumlah orang
di dalam populasi selama periode waktu yang sama.
a. Point of prevalence
Point of prevalence adalah jumlah penderita lama dan baru pada suatu saat dibagi dengan
jumlah penduduk pada saat itu dalam persen atau permil (Saepudin, 2011).
Menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) Pada point of prevalence, denominatornya adalah
jumlah penduduk total yang diperiksa/diteliti saat itu, dengan rumus sebagai berikut:
Point of Prevalens =
b. Periode of prevalence
Prevalensi periode merupakan perpaduan prevalensi titik dan insidensi. Prevalensi
periode adalah probabilitas individu dari populasi untuk terkena penyakit pada saat
dimulainya pengamatan, atau selama jangka waktu pengamatan (Murti, 2013).
Menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) Pada period prevalence, denominatornya adalah
seluruh penduduk selama kurun waktu tertentu, dengan rumus sebagai berikut:
PP=
Menurut Budiarto dan Anggraeni (2003) ukuran prevalensi suatu penyakit dapat
digunakan untuk:
1) Menggambarkan tingkat keberhasilan program pemberantasan penyakit
2) Penyusun perencanaan pelayanan kesehatan, misalnya penyediaan sarana obat-obatan,
tenaga, dan ruangan
3) Menyatakan banyaknya kasus yang dapat didiagnosis
Salah satu karakteristik prevalens dan insidens adalah hubungan mereka dapat
dikuantifikasi dan intuitif (Magnus, 2007). Menurut Budiarto dan Anggraeni (2003) angka
prevalensi dipengaruhi tingginya insidensi dan lamanya sakit. Lamanya sakit adalah periode
mulai didiagnosanya penyakit sampai berakhirnya penyakit tersebut yaitu sembuh, mati,
kronis. Hubungan antara prevalensi, insidensi, dan lamanya sakit dapat dinyatakan dengan
rumus:
P=IxD
Keterangan:
P = prevalensi
I = insidensi
D = lamanya sakit
Tabel 2.2 Perbedaan Insidens dan Prevalens
Insidens Prevalens
3. Attack Rate
Menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) Attack rate analog dengan Point of Prevalens Rate.
Bila point of prevalens rate digunakan pada penyakit-penyakit yang berlangsung tidak akut
(lama), maka Attack rate justru digunakan pada kejadian akut, yaitu pada letupan atau
kejadian luar biasa (KLB).
Rumus Attack Rate dapat dinyatakan sebagai berikut:
Attack Rate =
4. Mortalitas
Bustan (2006) menyatakan bahwa angka kematian adalah suatu ukuran frekuensi
terjadinya kematian dalam suatu populasi tertentu selama suatu waktu tertentu. Angka
mortalitas sering digunakan sebagai salah satu indikator dari tingkat keparahan dan kesakitan
(Smink, 2012). Status derajat kesehatan masyarakat dapat tercermin dari angka kematian,
kesakitan, dan status gizi. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia masih cukup tinggi (Tazkiah dkk, 2013).
Menurut Noor (2008) Beberapa angka kematian yang sering digunakan adalah:
Tabel 2.3 Angka Kematian
Angka kematian Pembilang Penyebut
Angka kematian Jumlah seluruh kematian dalam Jumlah penduduk pertengahan
umum (CDR) setahun tahun
Angka kematian bayi Jumlah kematian bayi (umur<1 Jumlah kelahiran hidup pada
(AKB/IMR) tahun) dalam 1 tahun tahun yang sama
Angka kematian Jumlah kematian perinatal (janin Jumlah seluruh kelahiran pada
perinatal (PMR) dalam kandungan usia 28 minggu tahun yang sama
sampai bayi usia 1 minggu) dalam
1 tahun
Angka kematian ibu Jumlah kematian ibu karena proses Jumlah kelahiran hidup tahun
(AKI/MMR) reproduksi dalam 1 tahun yang sama
Angka kematian Jumlah kematian karena satu sebab Jumlah penduduk pertengahan
sebab khusus (SCDR) tertentu dalam satu tahun tahun
Angka kematian pada Jumlah kematian karena penyakit Jumlah penderita penyakit
penyakit tertentu tertentu tersebut pada periode yang
(CFR) sama
(+) (-)
OR=
Contoh soal Odds Ratio:
Di suatu RW terjadi wabah demam berdarah yang ditandai dengan panas tinggi 3-5 hari.
Diduga kuat bahwa penyebab DHF ini dimungkinkan karena adanya container di rumah-
rumah penduduk yang tidak higienis. Peristiwa ini baru satu bulan kemudian sempat
dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Tingkat II. Untuk ini Dinas Kesehatan mengadakan
penelitian dengan mengambil sampel di lapangan. Dari 240 soma yang anggotanya pernah
menderita panas ternyata 200 soma yang memiliki container yang berserakan. Sebaliknya
pada 220 soma yang tidak mengalami keluhan pada anggota keluarganya ternyata hanya 20
soma yang memiliki container yang tidak dikuras.
Tabel 2.5 Hubungan Kontainer dan Timbulnya DHF
Pemilikan Kontainer Penyakit DHF (keluhan panas 3-5 hari) Total
dalam Soma
(+) (-)
Ukuran ini sangat berguna dalam menentukan prioritas masalah dalam program kesehatan
masyarakat, maka faktor attribute fraction yang besar yang mendapat prioritas lebih tinggi
dalam penanggulangan (Saepudin, 2011).
b. Population attribute risk
Menurut Ryadi dan Wijayanti (2014) Population attribute risk merupakanattribute
risk keseluruhan penduduk dalam daerah penelitian yang terekspos. Besarnya Population
attribute risk (P.AR) sama dengan attribute risk dikalikan dengan proporsi kasus mereka
terekspos terhadap total kasus (baik terekspos maupun non-terekspos), yang kemudian
hasilnya dibagi oleh insidens total penderita-tahun.
P.AR =
Contoh soal Attribute Fraction dan Population Attribute Risk dalam Ryadi dan Wijayanti
(2014):
Tabel 2.6 Hubungan merokok dengan insiden stroke pada penelitian Kohort terhadap 118.530
wanita
Kategori merokok Jumlah Jumlah orang- Insiden stroke
kasus tahun pada (rate) per
stroke pengamatan (8 100.000
tahun) orang/tahun
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ukuran dalam epidemiologi digunakan untuk mempermudah petugas kesehatan dalam
mengolah data-data. Hasil dari pengolahan data-data dapat membantu dalam mengidentifikasi
wabah, menghitung kebutuhan pelayanan kesehatan, masalah keterjangkauan, perubahan
diagnosis, dan mengamati perubahan dalam pengobatan. Beberapa ukuran dalam
epidemiologi yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan masayarakat antara lain
ukuran dasar epidemiologi, ukuran frekuensi epidemiologi, dan ukuran kekuatan hubungan
dimana ketiganya memiliki karakteristik yang berbeda.
B. Saran
Hasil dari data yang telah diolah menggunakan ukuran dalam epidemiologi seharusnya
digunakan oleh pemerintah dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Petugas kesehatan bersama pemerintah sebaiknya juga
mengevaluasi program kesehatan yang sudah berjalan dan merencanakan progam
berkelanjutan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pengambilan data yang
akurat memerlukan kerjasama dari semua pihak baik masyarakat, petugas kesehatan, maupun
pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, Eko, dan Dewi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC.
Djaja, Sarimawar. 2012.”Transisi Epidemiologi di Indonesia dalam Dua Dekade Terakhir dan
Implikasi Pemeliharaan Kesehatan menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga, Suskernas,
Riskesdas (1986-2007)”.Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat. Nomor 142.
Lapau, Buchari. 2009. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Magnus, Manya. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Murti, Bhisma. 2013. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi: Edisi ke 3. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC
Ryadi, A.L. Slamet dan Wijayanti, T. 2014. Dasar-dasar Epidemiologi. Jakarta: Salemba Medika
Smink, Frederique R.E, Daphne van Hoeken, dan Hans W. Hoek. 2012. “Epidemiology of Eating
Disorders: Incidence, Prevalens and Mortality Rates. Springer Current Psychiatry. Nomor
14(4): 406-414.
Tazkiah, dkk. 2013. “Determinan Epidemiologi Kejadian BBLR pada Daerah Endemis Malaria di
Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan”. Epidemiological Determinants Low
UKURAN-UKURAN EPIDEMIOLOGI
Keadaan Kesehatan
Sehat menurut WHO (1948) adalah keadaan baik yang lengkap secara fisik, mental dan sosial
dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan.
Definisi ini meskipun dikritik karena adanya kesulitan dalam mendefinisikan dan mengukur
keadaan baik (wellbeing), tetapi juga dinilai sebagai yang ideal. Sedangkan yang berhubungan
dengan kejadian penyakit, secara umum terdapat 5 hal utama yang potensial untuk diukur, yang
dikenal dengan “ lima D”, yaitu Death, Disease, Disability, Discomfort dan Dissatisfaction.
Ada yang menganjurkan ditambah dengan “D” yang keenam yakni Destitution (Kemiskinan), hal
ini disebabkan karena dokter banyak yang berurusan dengan konsekuensi finansial dalam
perawatan kesehatan pasiennya. Sedang yang lain menunjukkan bahwa lima “D” akan
menekankan sisi negatif dari keadaan kesehatan. Meskipun demikian kelima “D” itu akan
mengingatkan kita tentang kejadian-kejadian klinik yang penting selain meninggal dan sakit.
Beberapa di antara kelima “D” mudah diukur (death dan disease), tetapi yang lain memerlukan
teknik dan prosedur yang relatif rumit, misalnya disability, dissatisfaction, dan discomfort.
Death
Suatu akibat dari keadaan sehat universal, yang merupakan batas waktu dari kelangsungan
kejadian itu sendiri
Disease
Suatu kombinasi dari gejala-gejala, tanda-tanda fisik, dan hasil uji laboratorium
Disability
Suatu status fungsional pasien dalam arti agar mampu hidup dan melakukan kehidupan sehari-
hari di rumah, di tempat kerja, atau rekreasi tanpa tergantung kepada orang lain
Discomfort
Gejala-gejala yang tidak enak misalnya seperti nyeri, vertigo atau fatigue (kelelahan)
Dissatisfaction
Keadaan emosional dan mental, misalnya kegelisahan, kesusahan atau marah.
Dalam melakukan pengukuran ada beberapa hal yang harus selalu dipertimbangkan antara lain:
Ketepatan pengukuran (precision of measurement)
Meskipun secara alamiah melakukan pengukuran pada subyek luas berpotensi untuk terjadinya
random variation, cara-cara pengukuran yang tepat diharapkan dapat mengurangi resiko
ketidaktepatan pengukuran. Sebagai contoh adalah mengukur tekanan darah menggunakan
Sphigmomanometer air raksa. Hasil pengukuran umumnya berbeda jika dilakukan berulang
terhadap seseorang, apalagi jika cara pengukurannya tidak standard (sambil duduk, berbaring,
atau berdiri). Oleh sebab itu harus ditetapkan metode standar yang reliable untuk menjamin agar
hasil pengukuran valid.
Pentingnya suatu pengukuran (importance)
Dalam hal ini pengukuran outcome harus memberi makna yang besar bagi suatu penelitian atau
informasi. Sebagai contoh, mengukur outcome berupa kematian bukanlah hal yang dianjurkan
oleh karena prinsip dari ilmu kedokteran adalah mencegah terjadinya kematian akibat penyakit.
Dengan demikian tentu diperlukan outcome antara, seperti misalnya tekanan darah, kadar gula
darah, kadar HB dll.
Isu etika (ethical issues)
Tidak semua pengukuran dapat dibenarkan secara etika, disamping pertimbangan keselamatan
dan resiko, pertimbangan biaya juga tentu tidak dapat diabaikan.
Sensitivitas
Untuk mengukur outcome, cara pengukuran harus cukup sensitif. Sebagai contoh adalah
mengukur fungsi paru pada penderita saluran pernafasan bagian bawah akibat formaldehid.
Pengukuran fungsi paru sendiri selain dapat dilakukan secara obyektif juga relatif murah dan
ketepatannya dapat dijamin. Yang menjadi masalah adalah efek dari formaldehid mungkin tidak
bisa secara mudah karena biasanya tidak segera terjadi setelah eksposure.
Population at Risk
Dalam epidemiologi, bagian dari populasi yang memiliki risiko untuk terjadinya suatu penyakit
disebut population at risk atau sekumpulan individu yang belum/tidak menderita tetapi
mempunyai resiko untuk menderita.
Sebagai contoh, jika ingin mengetahui dampak penggunaan kontrasepsi oral, maka yang
menjadi population at risk misalnya wanita usia subur yang telah menikah. Demikian juga halnya
dengan frekuensi kejadian efek samping akibat pemberian imunisasi campak yang population at
risk nya haruslah anak usia balita yang telah mendapatkan imunisasi campak.
Mengukur Frekuensi
Setiap penyakit atau efek yang ditimbulkannya harus dapat diukur frekuensinya, misalnya
kekambuhan dan kematian. Namun yang paling penting adalah bagaimana kita dapat secara
tepat memperkirakan jumlah populasi yang potensial untuk menderita suatu penyakit.
Sebagai contoh, jika kita ingin menghitung frekuensi penderita Ca serviks, maka tentu populasi
yang harus dipertimbangkan hanyalah wanita.
Pernyataan frekuensi penyakit dalam epidemiologi dapat dilakukan dengan 2 cara:
Menggunakan angka absolut/mutlak (ukuran absolut), yaitu jumlah kejadian kesakitan
sesungguhnya.
Contohnya: jumlah penderita GO di Jakarta adalah 30.000 orang.
Penggunaan ukuran ini lebih banyak pada keperluan administratif pencatatan.
Menggunakan angka perbandingan (ukuran relatif), yaitu dengan memproyeksikan angka
absolut tersebut kepada populasi berisiko atau di antara group di dalam populasi berisiko.
Ukuran yang kedua lebih obyektif dan dapat membandingkan dua populasi atau 2 sub group.
Ukuran ini sering digunakan untuk keperluan analisis. Dilihat dari jenisnya, ukuran relatif ini bisa
dibagi dua, yaitu mortalitas (yang mengukur kejadian kematian) dan morbiditas (yang mengukur
kejadian kesakitan).
Biasanya data yang terkumpul masih merupakan data kasar yang perlu diolah untuk di analisis
dan ditarik kesimpulan. Hasil pengolahan berupa nilai absolut dengan ciri-ciri berikut:
berupa jumlah
diperoleh dengan cepat
tidak dapat digunakan untuk membandingkan
Agar data morbiditas dan mortalitas dapat digunakan untuk membandingkan maka data absolut
diubah menjadi data relatif. Dalam epidemiologi ukuran yang banyak digunakan dalam
menentukan morbiditas dan mortalitas adalah angka, ratio dan proporsi.
Ada beberapa angka perbandingan/ukuran relatif yang banyak dipergunakan dalam epidemiologi
yaitu: Rate, Ratio dan Proportion.
X
Formula umum: ---- x K
Y
X : Numerator/Pembilang/Kasus
Y : Denominator/Penyebut/Populasi resiko
K : Nilai Konstanta, biasanya kelipatan bilangan 10 (10, 100, 1000
dst)
RATE
Adalah salah satu bentuk perbandingan yang mengukur kemungkinan terjadinya
peristiwa/kejadian penyakit tertentu. Rate memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
X = pembilang, adalah jumlah kasus penyakit yang terdapat di dalam populasi atau dalam sub
group satu populasi
Y = penyebut, adalah populasi atau sub group di dalam populasi yang mempunyai resiko untuk
mendapatkan penyakit yang bersangkutan
Waktu, misalnya jam 12.00 tanggal 23 September 2005 atau jarak waktu, misalnya: 1 hari, 1
bulan, 1 tahun dll.
Contoh:
Pada tanggal 23 September 2005 di Solo terdapat 50.000 kasus GO. Di antara penduduk yang
berjumlah 5.000.000 orang, maka Rate kasus GO di Solo pada tanggal 23 september 2005
adalah:
50.000
Rate = ------------ = 0,01
5.000.000
Di kabupaten Klaten terdapat 5.000 kasus GO diantara 1.000.000 penduduk pada tanggal yang
sama di atas, maka rate kasus GO di Klaten adalah:
5.000
Rate = ------------ = 0.005
1.000.000
Ini berarti bahwa penduduk Solo mempunyai kemungkinan (probability) untuk menderita GO
adalah seperseratus dan penduduk Klaten hanya seperduaratus.
Populasi dalam rate tidak selalu populasi dalam arti demografi, tetapi bisa dalam bentuk lain,
misalnya jumlah kematian ibu pada ibu-ibu yang melahirkan di rumah sakit.
RATIO
Ratio merupakan istilah yang sangat umum. Ratio dapat diterjemahkan sebagai “dibanding
dengan”. Jadi ratio merupakan perbandingan antara 2 kuantitas, yaitu kuantitas pembilang
(numerator) dan kuantitas penyebut (denominator). Kedua kuantitas tersebut yang dibandingkan
tidak harus memiliki sifat/ciri yang sama. Ada juga yang menyebukan bahwa ratio adalah
frekuensi relatif dari suatu sifat tertentu dibandingkan dengan frekuensi dari sifat lain.
Ratio merupakan nilai relatif yang dihasilkan dari perbandingan dua nilai kuantitatif yang
pembilangnya tidak merupakan bagian dari penyebut. Misalnya, sebuah nilai kuantitatif A dan
nilai kuantitatif lain adalah B; maka ratio kedua nilai tersebut adalah A/B.
Contoh: Pada suatu kejadian luar biasa keracunan makanan terdapat 32 orang penderita dan
12 diantaranya adalah anak-anak maka ratio anak terhadap orang dewasa adalah:
12
- = 0,6
20
PROPORTION
Proporsi ialah perbandingan dua kuantitatif yang pembilangnya merupakan bagian dari
penyebut. Pada proporsi, perbandingan menjadi : A/(A + B).
12
----------------- = 0.375
(12 + 20)
Bila proporsi dikalikan 100 disebut persen (%) sehingga presentase pada contoh di atas menjadi
37,5 %
Suatu bentuk khusus dalam perhitungan ratio adalah proporsi. Apabila pembilang (numerator)
merupakan bagian dari penyebut (denominator), maka bentuk perbandingan tersebut dinamakan
proporsi. Jadi proporsi bisa diartikan sebagai jumlah/frekuensi dari suatu sifat tertentu
dibandingkan dengan seluruh populasi dimana sifat tersebut didapatkan.
X
Proporsi = ------------
X+Y
Contoh soal di atas, berapa proporsi penderita laki-laki ?
Jawab:
20
Proporsi = ---------- X 100 % = 66,6 %
20 + 10
Seperti contoh di atas, proporsi dapat dinyatakan dalam bentuk prosentase.
Jadi nilai proporsi adalah 0 < proporsi < 1 atau
0 % < proporsi < 100 %
Sebagai contoh: suatu penyakit tidak berlangsung sesaat, melainkan ada suatu rentang waktu.
Apabila kita telah menetapkan waktu observasi selama x waktu, maka ada 6 kemungkinan kasus
yaitu:
Kasus penyakit yang timbul pada saat waktu observasi dan sembuh sebelum masa observasi
selesai.
Kasus penyakit yang timbul pada saat observasi dan sembuh pada saat observasi sudah selesai
Penyakit yang timbul sebelum observasi dimulai, namun sembuh pada saat rentang waktu
observasi
Penyakit yang timbul sebelum observasi dimulai dan tetap ada sampai masa observasi selesai
Penyakit yang timbul sebelum masa observasi, dan sembuh pula sebelum masa observasi
Penyakit yang timbul sesudah masa observasi
! -------------------- 1 !
! -------!----------- 2
----!--------- 3 !
! !
------------------------ !----------------------------!-------------à waktu
! !
------!------------------------------!------- 4
5 ----------------- ! ! ------------6
! Masa Orientasi !
ANGKA
Angka merupakan proporsi dalam bentuk khusus – perbandingan antara pembilang dan
penyebut dinyatakan dalam batas waktu tertentu.
Insidensi merupakan kasus baru suatu penyakit yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Ini
merupakan cara terbaik untuk menentukan resiko timbulnya penyakit.
ANGKA INSIDENSI
Batasan untuk angka insidensi ialah proporsi kelompok individu yang terdapat dalam penduduk
suatu wilayah atau negara yang semula tidak sakit dan menjadi sakit dalam kurun waktu tertentu
dan pembilang pada proporsi tersebut adalah kasus baru.
Insidensi adalah jumlah seluruh kasus baru pada suatu populasi pada suatu saat atau periode
waktu tertentu.
Insidensi Rate:
Biasanya insidensi rate digunakan untuk ukuran penyakit yang sifatnya akut. Pengamatan harus
bersifat dinamis di mana ukuran disini menggambarkan kecepatan/kekuatan perubahan keadaan
karena pengaruh lingkungan. Insidensi bukan merupakan ukuran probabilitas, nilai dapat
berkisar dari 0 – hampir tak terhingga, dan ukuran ini tidak dapat di interpretasikan kepada
individu yang ada di populasi.
atau jumlah kejadian dalam kurun waktu tertentu dibagi penduduk yang mempunyai risiko
population at risk terhadap kejadian tersebut dalam kurun waktu tertentu dikalikan dengan
konstanta “k”
Misalnya, angka insidensi kematian penduduk negara A karena penyakit jantung pada tahun
1990 adalah 247 per 100.000 penduduk.
Angka insidensi dalam epidemiologi merupakan ukuran yang penting dan banyak digunakan
hingga terdapat beberapa istilah yang digunakan oleh berbagai ahli epidemiologi. Misalnya
incidence rate atau cumulative rate atau attack rate.
Insidensi Kumulatif
Tingkat insidensi kumulatif adalah suatu ukuran tentang kejadian penyakit atau ukuran status
kesehatan yang lebih sederhana. Tidak seperti tingkat insidensi, maka yang diukur hanyalah
denominator yang ada pada permulaan saja. Tingkat insidensi kumulatif dapat dihitung sebagai
berikut:
Dalam pengertian statistik maka insidensi kumulatif itu adalah merupakan probabilitas atau risiko
dari individu yang berada dalam populasi tersebut untuk terkena penyakit dalam periode waktu
tertentu.
Hasil dari ukuran tersebut tidak mempunyai satuan, kisaran angka antara 0-1. Seringkali tingkat
insidensi kumulatif dikemukakan sebagai jumlah kasus per 1000 populasi.
Attack Rate
Biasanya dinyatakan dengan persen (%) dan dipergunakan dalam jumlah populasi yang relatif
sedikit dan waktu yang relatif singkat.
Contoh: keadaan wabah, keracunan makanan, penyakit yang menyerang pada batas umur
tertentu.
Kasus sekunder adalah kasus-kasus yang terkena penyakit di dalam suatu lingkungan setelah
datangnya satu atau lebih kasus primer dari lingkungan yang lain.
Contoh:
Dalam suatu asrama terdapat 30 orang anak. Pada tanggal 1 Juli 2003, 2 orang anak dari
asrama pergi berlibur dan kebetulan bertamu ke rumah keluarga yang anak-anaknya menderita
campak.
Tanggal 3 Juli 2003; kedua anak tersebut kembali ke asrama. Tanggal 7 Juli 2003 kedua anak
tersebut menderita campak, kemudian menyebar ke anak yang lain. Dalam waktu 3 minggu
terserang 22 orang anak lagi. Berapa secondary attack rate nya?
Jawab:
Kasus primer = 2 orang
Kasus sekunder = 22 orang
Anak yang susceptble = 30-2= 28 orang
22 11
Secondary attack rate = ------- = ------
14
ANGKA PREVALENSI
Ukuran prevalensi banyak digunakan untuk merencanakan pelayanan kesehatan, menilai
kebutuhan pelayanan kesehatan dan meng-evaluasi program yang telah dilaksanakan.
Prevalensi adalah jumlah seluruh kejadian penyakit atau jumlah kasus pada suatu populasi pada
satu saat atau periode waktu tertentu.
Prevalensi merupakan ukuran probabilitas di mana nilai dapat berkisar antara 0-1, biasanya
digunakan untuk ukuran penyakit kronis.
Untuk prevalensi terdapat 2 ukuran, yaitu point prevalensi rate (prevalensi sesaat) dan periode
prevalence rate (prevalensi periode).
Bila data pernah dikumpulkan pada titik waktu yang tertentu, maka prevalensi adalah tingkat
prevalensi titik atau point prevalence rate.
Untuk menggunakan tingkat prevalensi selama rentang waktu tertentu atau periode prevalence
rate; dihitung sebagai jumlah keseluruhan dari orang-orang yang diketahui sudah terkena
penyakit pada waktu tertentu selama periode waktu yang tertentu, dibagi oleh jumlah populasi
yang memiliki risiko untuk terkena penyakit pada pertengahan waktu dari periode tersebut.
Secara skematis, insidensi, point prevalensi dan periode prevalensi dapat digambarkan sebagai
berikut:
! !
! 1 !
!-------------x 2 !
! 4 x----------------------- !
! x ----------------------------x !
! x ---------x 3 !
!---------------------------------------------------- !5
! ! x ------6
!-------x7 8 9 !
! x ------x x ------------x !
! !
1 Januari 1990 31 desember 1990
Bila fluktuasi alamiah dapat diabaikan maka penurunan insidensi menunjukkan keberhasilan
program pencegahan.
Angka prevalensi dipengaruhi oleh tingginya insidensi dan lamanya sakit. Lamanya sakit ialah
periode mulai didiagnosisnya penyakit sampai berakhirnya penyakit tersebut yaitu sembuh, mati
atau kronis.
Hubungan antara prevalensi, insidensi dan lamanya sakit dapat dinyatakan dalam rumus berikut:
P=IxD
P : prevalensi
I : Insidensi
D : Lamanya sakit
Hubungan tersebut akan tampak nyata pada penyakit kronis dan stabil.
Bila karena kemajuan teknologi bidang pengobatan suatu penyakit hanya dapat menghindarkan
kematian, tetapi tidak menyembuhkan maka pada keadaan ini prevalensi akan meningkat
meskipun tidak terjadi peningkatan insidensi.
Sebaliknya adanya kemajuan teknologi kedokteran hingga suatu penyakit dengan cepat dapat
disembuhkan atau suatu penyakit yang dengan cepat menimbulkan kematian; maka prevalensi
akan tetap, bahkan mungkin menurun meskipun terjadi kenaikan insidensi.
Bila kita membandingkan prevalensi suatu penyakit antara beberapa wilayah, harus diperhatikan
ketiga faktor diatas agar tidak menimbulkan kesan yang salah. Misalnya bila kita
membandingkan prevalensi suatu penyakit antara desa dengan kota tanpa memperhatikan
ketiga faktor tersebut maka kesimpulan yang ditarik akan bias.
Hal ini disebabkan fasilitas pelayanan kesehatan yang terdapat di kota jauh lebih baik
dibandingkan di desa dengan akibat lama sakit di kota lebih pendek hingga prevalensi penyakit
serupa di kota lebih rendah daripada di desa.
Morbiditas merupakan masalah yang kompleks hingga WHO Expert Commitee on Health
Statistic menganjurkan untuk mencantumkan hal-hal berikut:
Tujuan dan batasan yang digunakan
Apakah insidensi, prevalensi sesaat atau prevalensi periode yang digunakan
Berhubungan dengan satu atau beberapa penyakit
Waktu atau periode yang digunakan untuk pengamatan
Penyebut yang digunakan.
Hal di atas dmaksudkan agar laporan dapat dibandingkan dengan laporan lain karena bila
tujuannya berbeda atau batasan yang digunakan berbeda atau ukuran yang digunakan berbeda
dan penyebut yang digunakan pun berbeda; maka hasilnya akan berbeda dan dalam hal ini tidak
dapat dibandingkan dengan daerah atau negara lain.
Beberapa Ukuran yang sering dipakai sebagai Indikator Kesehatan
Morbidity rate
Sementara itu yang dinamakan faktor risiko adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
kenaikan risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Ada kalanya suatu penyakit hanya berhubungan
dengan satu faktor saja, namun yang paling banyak dijumpai adalah banyak faktor risiko yang
berhubungan dengan suatu penyakit. Misal: faktor risiko penyakit hipertensi adalah jenis
kelamin, umur, asupan garam, rokok, obesitas dll
Risiko dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara penyebab dan akibat atau
paparan faktor risiko dan suatu kejadian yang disebut pengukuran efek (measures of effect).
Pengukuran risiko yang paling sering digunakan adalah Relative Risk (RR) dan Odds Ratio
(OR).
Penyakit
(+)
(-)
Exposure
(+)
a
b
(-)
c
d
a/(a+b)
Relative Risk (RR) = -------------
c/(c+d)
a+d
Odds Ratio (OR) = -----------
b+c
Mortality Rate dan Case Fatality Rate
Ada kemungkinan di dalam suatu populasi terjadi kematian akibat suatu penyakit yang muncul
pada kurun waktu tertentu. Angka kematian ini lazim disebut sebagai mortality rate. Sedangkan
jika kita ingin mengetahui seberapa fatalkah suatu penyakit dapat menimbulkan kematian, maka
dapat digunakan case fatality rate.
kebaikan
kekurangan
Angka kasar
(crude rate)
- merupakan perhitungan angka sebenarnya
- mudah dan sesuai untuk perbandingan internasional.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, Tuhan yang masa Esa karena
dengan izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ukuran-Ukuran
Epidemiologi” makalah ini disusun sebagai upaya memenuhi tugas Epidemiologi. Makalah
ini diharapkan dapat membantu dosen dan mahasiswa kebidanan dalam menyelesaikan proses
balajar-mengajar sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Kami menyadari penulisan makalah ini masih banyak kekurangan untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari siapa saja yang bersifat membangun akan tercapai suatu
kesempurnaan dalam memenuhi kebutuhan tugas ini lebih dan kurangnya kami mohon maaf.
penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………...………..…………………………………1
DAFTAR ISI…………………………………………..……………………..………2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………...………………..……..…………..3
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………3
1.3 Tujuan………………………………………………..………………........4
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Ferekuensi Masalah Kesehatan.....……………………..…………….........5
2.2 Ukuran Epidemiologi..…………………………………….........................8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Rate
Rate adalah perbandingan suatu peristiwa(event) dibagi dengan jumlah penduduk yang
mungkin terkena peristiwa yang dimaksud (population at risk) dalam waktu yang sama yang
dinyatakan dalam persen atau permil. Rumus yang digunakan untuk menghitung rate ialah:
3. Ratio
Ratio adalah perbandingan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya yang tidak
berhubungan. Rumus yang di gunakan untuk menghitung ratio adalah:
Dalam hal ini pernyataan yang penting dalam epidemologi adalah jumlah orang sakit
dibandingkan dengan jumlah orang sehat, misalnya : ratio orang sakit kanker dibandingkan
dengan jumlah jumlah orang sehat.
Rumus :
Proporsi = Xx K
Y
Dimana :
X = Banyaknya peristiwa atau orang yang mempunyai satu atau lebih atribut tertentu
Y = Banyaknya peristiwa atau orang yang mempunyai satu atau lebih atribut yang berbeda
atribut dengan X )
K = 100 (persen)
4. Distribusi proporsional
Adalah persentase (proporsi) di antara jumlah keseluruhan kejadian suatu seri data yang
muncul dalam suatu kategori-kategori (atau subgroup) dari seri tadi. Rumusnya sebagai
berikut :
Dalam mengukur frekuensi masalah kesehatan dapat terjadi kesalahan yang umumnya
berasal dari dua sumber, yakni:
1. Kesalahan akibat penggunaan data yang tidak sesuai
Contoh timbulnya kesalahan karena penggunaan data yng tidak sesuai:
a. Mempergunakan data yang tidak representif, misalnya hanya data dari fasilitas pelayaanan
kesehaatn,padahal telah diketahui cakupan pelayanan kesehatan sangat terbatas dan tidak
semua masyarakat datang berobat ke fasilitas tersebut.
b. Memanfaatkan data dari hasil survei khusus yang pengambilan respondenya tidak memenuhi
syarat rekomendasi.
c. Memanfaatkan data dari hasil survei khusus yang sebagian be sar respondenya tidak
memberikan jawaban (drop out)
2. Kesalahan adanya faktor bias
Bias yang dimaksudkan di sini adalah terdapatnya pembedaan antara hasil
pengukuran dengan nilai yang sebenarnya. Kesalahan dalam bias dapat berasal dari sang
pengumpul data dan ataupun dari masyarakat yang dikumpulkan datanya. Contoh kesalahan
yang bersumber dari diri pengumpul data adalah:
a. Mempergunakan alat ukur yang berbeda-beda ataau yang tidak terstandarisasi.
b. Mempergunakan teknik pengukuran yang berbeda-beda
c. Mempergunakan cara pencatatan hasil yang berbeda-beda.
Konstanta (k) meruapkan suatu harga yang ditetapkan, biasanya 100.000, namun
harga 100, 1.000, 10.000, juga sering di gunakan. Pemilihan harga k ini biasanya dibuat
sehingga rate terkecil yang dipakai dalam perhitunagn paling kurang memilih satu decimal
(4,5/100 bukan 0,42/1000, dan seterusnya).
Angka incidence rate ini dapat di manfaatkan untuk mengetahui masalah kesehatan
yang di hadapi, resiko untuk terkena masalah kesehatan yang di hadapi, serta untuk
mengetahui beban tugas yang harus di selenggarakan oleh suatu fasilitas pelayanan
kesehatan.
Di dalam praktek epidemiologi, incidance rate pada umumnya di pakai dalam
mengukur besar atau ferkuensi dari penyakit infeksi yang di alami suatu kelompok
masyarakat. Bila suatu kelompok masyarakat mempunyai incidance rate yang lebih tinggi
dari suatu kelompok masyarakat yang lain, maka ini berarti kelomppok pertama tedi
mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan kejadian tertentu (penyakit infeksi)
di banding kelompok dua.
Dalam menganalisis suatu data tentang penyakit, maka yang di katakan suatu
kelompok masyarakat masyarakat menurut hasil satu atau lebih sensus, area sosial ekonomi
perkotaan, wilayah kabupaten, negara. Namun mungkain pulan suatu masyarakat yang lain
misalnya rumah sakit, sekolah kelompok milioter.
Kelompok masyarakat memiliki karakteristik umur, jenis kelamin dan jenis pekerjaan
atau mungkin mempunyai karakteristik tertentu yang lain yang dapat di kelompokan sesuai
dengan kegunaan epidemiologi. Pada prakteknya dalam memilih populasi untuk suatu
analisis data adalahkurangnya perincian data yang dai laporkan (jumlah penderita beru) dan
kurangnya informasi tentang jumlah penduduk pada berbaagi kelomppok masyarakat,
terutama pada periode antar sensus.
2. Prevalens
Prevalens adalah persamaan dengan status suatu penyakit, sedangkan insidens adalah
kejadian (event) penyakit atau perubahan dari status sehat ke status sakit.
Prevalens adalah proporsi populasi yang sedang menderita sakit pada saat tertentu.
Ciri pravalens meliputi berbentuk proporsi, tidak mempunyai satuan, dan besarnya
antara 0 dan 1. Bila disebut tanpa tambahan apa-apa, “prevelens” yang dimaksud adalah point
prevelens, yaitu probobalitass dari individudalam populasi berada dalam keadaan sakit pada
satu waktu tertentu. Ukuran prevelens yang lain adalah period prevalens yaitu proporsi
populasi yang sakit pada satu periode tertentu.
Oleh karena pembilangnya adalah mereka yang ditemukan sakit pada satu saat tanpa
membedakan apakah mereka baru saja tertular (kasus baru) atau sudah lama menderita
penyakit (kasus lama), dengan sendirinya penyakit yang berlangsung lama cenderung tinggi
prevalensinya dibandingkan dengan penyakit yang berlangsung singkat.
Kegunaan prevalens:
1) Untuk menentukan situasi penyakit yang ada pada suatu waktu tertentu.
2) Dibidang kesehatan ukurang prevalens member informasi tentang pengobatan, jumlah
tempat tidur dan peralatan rumah sakit yang dibutuhkan, sehingga berguna dalam
perencanaan fasilitas kesehatan dan ketenagaan.
3. Attack rate
Attack rate adalah jumlah pennderita baru suatu penyakit ayng dai temukan pada
suatu sat terjadi wabah atau kejadain luar biasa di bandingkan dengan jumlah penduduk yang
mungkin terkena penyakit tersebut pada saatyang asama dalam persen atau permil.
Rumus yang di gunakan untuk mengukur:
Attack rate =
Jumlah penderita baru suatu saat x k
Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada waktu itu
Rumus :
Misalnya, Age Specific Death Rate pada golongan umur 1 – 5 tahun
Age Specific Death Rate = jml kematian umur 1 – 5 thn suatu daerah
dalam 1 tahun
xK
Jumlah penduduk berumur antara 1 – 5 tahun
7. Infant Mortality Rate
Sering digunakan sebagai indikator tingkat kesehatan disebuah komunitas, berdasarkan
asumsi bahwa ukuran ini cukup sensitif terhadap perubahan sosio-ekonomi dan intervensi
pelayanan kesehatan.Infant adalah anak yang berusia dibawah satu tahun.
Jumlah kematian infant dalam periode
waktu tertentu
Infant Mortality
Rate = × 1000
Jumlah kelahiran hidup dalam periode
waktu yang sama
3.1 Kesimpulan
Ukuran dalam epidemiologi digunakan untuk mempermudah petugas kesehatan dalam
mengolah data-data. Hasil dari pengolahan data-data dapat membantu dalam mengidentifikasi
wabah, menghitung kebutuhan pelayanan kesehatan, masalah keterjangkauan, perubahan
diagnosis, dan mengamati perubahan dalam pengobatan. Beberapa ukuran dalam
epidemiologi yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan masayarakat antara lain
ukuran dasar epidemiologi, ukuran frekuensi epidemiologi, dan ukuran kekuatan hubungan
dimana ketiganya memiliki karakteristik yang berbeda.
3.2 Saran
Diharapkan tenaga kesehatan khususnya bidan dapat memahami tentang ukuran-
ukuran epidemilogi sehingga dapat mengaplikasikannya dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA