Você está na página 1de 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN Ny.

S DENGAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE DENGAN TINDAKAN HEMODIALISA
KOMPLIKASI MUAL MUNTAH DI RUANG HEMODIALISA
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners


Departemen Medical

OLEH :
LUFI YETUR ROMZI
1814314901005

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2018
LEMBAR PENGESAHAN DAN PERSETUJUAN LAPORAN PENDAHULUAN
DAN ASUHAN KEPERAWATAN Ny.S DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE
DENGAN TINDAKAN HEMODIALISA KOMPLIKASI MUAL MUNTAH
DI RUANG HEMODIALISA RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh : Lufi Yetur Romzi


Nim : 1814314901005
Prodi : Profesi Ners
Program Studi : Profesi Ners

Malang, 5 November 2018

Mengetahui

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

( ) ( )
I. CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

1.1 DEFINISI
Menurut Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO) (2013) CKD (Chronic
Kidney Disease) merupakan kerusakan ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta
keseimbangan cairan dan elektrolit yang terjadi ≥ 3 bulan dan dapat diartikan sebagai
abnormalitas struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan Glomerular Filtration
Rate (GFR) < 60 mL/menit/1,73 m2 dan bermanifestasi sebagai satu atau lebih gejala, seperti:
a. Abnormalitas komposisi urin (AER ≥ 30 mg/24 jam, ACR ≥ 30 mg/g‫≥׀‬3 mg/mmol)
b. Abnormalitas pemeriksaan pencitraan (imaging)
c. Abnormalitas pada biopsy ginjal (histopatologi)

1.2 KLASIFIKASI
Menurut Chronic Kidney Disease Improving Global Outcomes (CKDIGO): proposed
classification (2013), CKD dapat diklasifikasikan menurut 2 hal, yaitu:
Menurut derajat (stage) CKD berdasarkan penurunan GFR, yaitu:
Stage GFR(ml/mnt/1,73 m2) Keterangan
1 ≥90 Kidney damage with normal or ↑ GFR
2 60-89 Kidney damage with mild ↓ GFR
3 30-59 Moderate ↓ GFR
4 15-29 Severe ↓ GFR
5 <15 Kidney failure
GFR (ml/mnt/1,73 m2 = (140 – umur) x BB* *
72 x creatinin plasma (mg/dl)

* pada perempuan dikali 0,85

1.3 ETIOLOGI
CKD (Chronic Kidney Disease) dapat disebabkan oleh beberapa penyakit, diantaranya:
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis merupakan peradangan pada glomerulus (parenkim ginjal) yang
disebabkan oleh respon imunologik (circulating immune complex dan terbantuknya
deposit kompleks imun secara in-situ). Glomerulonefritis ditandai dengan proteinuria,
hematuria, penurunan fungsi ginjal, kongentif aliran darah, dan perubahan ekskresi pada
ginjal, sehingga jika terjadi glomerulonefritis berkepanjangan maka fungsi ginjal untuk
filtrasi tidak dapat bekerja dengan baik dan dapat merusak ginjal.
b. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia dan
hipoglikemia. Akibat hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan terjadinya
komplikasi makroangiopati, salah satunya adalah nefropati diabetik yang bersifat kronik
progesif, sehingga dapat merusak fungsi ginjal sebagai filtrasi darah.
c. Hipertensi
Hipertensi dapat memperberat terjadinya kerusakan pada glomerulus dan pembuluh darah
ginjal Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan peningkatan tekanan darah
pada dinding arteri disekitar ginjal. Keadaan tersebut akan menghambat darah yang
diperlukan oleh jaringan pada ginjal, sehingga nefron tidak dapat menerima O2 dan nutrisi
yang dibutuhkan. Akibatnya, ginjal akan kehilangan fungsi untuk memfiltrasi darah dan
mengatur keseimbangan elektrolit di dalam tubuh.
d. Polycystic Kidney Disease
Polycystic Kidney Disease merupakan penyakit kongenital atau genetik yang dapat
ditemukan pada fetus, bayi, dan anak kecil. Terbentuknya kumpulan kista pada kedua
ginjal (korteks dan medulla) yang berkembang secara progresif dapat menyebabkan
kerusakan fungsi ginjal.
e. Batu Ginjal (Nefrolitiasis)
Nefrolitiasis merupakan sumbatan yang terjadi di sepanjang saluran kemih. Adanya
Nefrolitiasis akan menyebabkan kerja ginjal berlebih dalam proses filtrasi.

1.4 FAKTOR RESIKO


Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat melatarbelakangi terjadinya CKD, yaitu:
a. Keturunan
Salah satu jenis penyakit yang bersifat diturunkan adalah penyakit ginjal polikistik, yaitu
suatu penyakit ketika jaringan normal ginjal secara perlahan digantikan oleh kista-kista
berisi cairan.
b. Kelahiran Premature
Bayi prematur (lahir kurang dari 32 minggu kehamilan) berisiko memiliki penumpukan
endapan kalsium di bagian nefron ginjal, yang dikenal dengan Nefrokalsinosis. Hal ini
dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan dalam menghambat proses
penggumpalan kristal yang dakibatkan oleh beban kalsium yang disaring meningkat dan
ekskresi sitrat berkurang. Bila tidak diatasi, bayi yang memiliki kondisi seperti ini
memiliki risiko untuk menderita gangguan fungsi ginjal.

c. Usia
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut 50-70 tahun dan di usia muda dapat
terjadi pada semua jenis kelamin, tetapi 70 % pada pria. Hal ini berhubungan dengan
seiring bertambahan usia, maka fungsi organ didalam tubuh (ginjal) akan mengalami
penurunan.
d. Glomerulonefritis , Diabetes Melitus, Hipertensi, Polycystic Kidney Disease, dan
Nefrolitiasis menyebabkan gangguan pada proses fungsi ginjal untuk filtrasi darah dan
adanya sumbatan di ginjal dapat meningkatkan beban kerja ginjal berlebih.
e. Jenis Penyakit Tertentu
Jenis penyakit yang dapat meningkatkan risiko terjadinya CKD adalah penyakit lupus,
anemia sel sabit (sickle cell anemia), kanker, AIDS, hepatitis C dan gagal jantung berat.

1.5 MANIFESTASI
Menurut Smeltzer dan Bare (2014) setiap sistem tubuh pada Chronic Kidney Disease
(CKD) dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka klien akan menunjukkan sejumlah tanda
dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, usia klien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala klien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi.
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler.
1.6 PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

1.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1) Analisis urin dan kultur
a. Volume : < 400ml/24 jam atau tidak ada urin yang keluar (anuria)
b. Warna : kuning muda atau keruh (akibat pus, bakteri, lemak, fosfat atau
uratsedimen kotor) dan kuning pekat atau kecoklatan menunjukkkan adanya
darah, Hb, mioglobin, dan porfirin
c. Berat jenis: < 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat
d. Osmoalitas: < 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan rasio
urin/serum sering 1:1
e. Ureum, < Normal 20-40 mg/dl dan Kreatinin serum < Normal 0,5 – 1,5 mg/dl)
f. Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
g. Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus
2) Darah
a. Hemopoesis (Hb: < 7-8 gr/dl, Ht: menurun pada anemia)
b. GDA : asidosis metabolik, pH < 7,2
c. BUN : > 10 mg/dl
d. Protein albumin : < 3,4-4,8 gr/dl
3) Elektrolit
a. Natrium : < 1135-153 mEq/L
b. Kalium : >3,5-5,1 mEq/L
c. Magnesium : > 1,5-2,5 mEq/L
d. Kalsium :< 8,5-10,5 mEq/L
4) Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen : miniali bentuk dan besar ginjal atau melihat adanya batu
yang bersifat nefrokalsinosis.
b. Ultrasonografi: modalitas terpilih untuk menilai adanya kemungkinan penyakit
ginjal obstruktif, massa, dan kista pada saluran perkemihan
c. CT Scan: pemeriksaan paling sensitif untuk mengidentifikasi adanya batu ginjal
yang menyebabkan terjadinya sumbatan
d. MRI: mendeteksi adanya trombosis vena renalis.
e. Endoskopi ginjal (nefroskopi): menentukan pelvis ginjal, keluarnya batu,
hematuria, dan pengangkatan tumor selektif
f. Arteriogram ginjal: menilai sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler.
g. Retrogade atau anterogade pyelography: dapat digunakan lebih baik untuk
mendiagnosis dan menghilangkan obstruksi traktus urinarius.

1.8 PENATALAKSANAAN
Bukti-bukti terbaru menunjukkan bahwa perjalanan penyakit CKD tersebut dapat
diperbaiki dengan melakukan deteksi dini dan memberikan penanganan yang lebih awal.
Terapi spesifik berdasarkan diagnosis:
a. Evaluasi dan penanganan kondisi komorbid
b. Memperlambat kerusakan fungsi ginal
c. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular
d. Pencegahan dan terapi penyakit komplikasi (hipertensi, anemia)
e. Penggantian fungsi ginjal dengan dialisis atau bahkan transplantasi ginjal
Menurut (Barbara c) terdapat beberapa terapi yang dapat digunakan untuk tatalaksana CKD
diantaranya:
1) Terapi Konservatif
A. Diet
a) Diet Rendah Protein (DRP) yaitu penggunaan protein 0,6 /KgBB/hari
dimaksudkan untuk mengurangi sindrom uremik dan memperlambat penurunan
GFR, mengurangi retensi natrium yang dapat mengakibatkan hipertensi dan
edema
b) Diet Rendah Kalium dalam batas 60-70 mEq apabila ada hiperkalemia (kalium
darah > 5,5 mEq), oliguria, atau anuria. Diet kalium bertujuan untuk mencegah
terjadinya hiperkalemia yang dapat menimbulkan aritmia
B. Kebutuhan Jumlah Kalori
Kebutuhan pasien dengan CKD harus adekuat karena tujuan utamanya adalah
mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan
memelihara status gizi. Energi cukup yaitu 35 kkal/kg BB.
C. Kebutuhan Cairan: Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
agar jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah
urine sehari ditambah dengan pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan
(±500 ml).
D. Kebutuhan Elektrolit dan Mineral: bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (Underlying Renal Disease).
E. Vitamin cukup, bila perlu berikan suplemen piridoksin, asam folat, vitamin C, dan
vitamin D.

2) Terapi Simtomatik
A. Asidosis Metabolik: harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia), bertujuan untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan
intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
B. Anemia
pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan). Anemia
pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan
umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti
kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari kejang.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap :
a) Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan
b) Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local&sistemik, anti
hipertensi
c) Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi
C. Keluhan Gastrointestinal: Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan
yang sering dijumpai pada CKD. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari CKD. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi
mukosa, yaitu dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program
terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
D. Kelainan kulit : Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
E. Kelainan neuromuskular: Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis regular yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
F. Hipertensi : Pemberian obat-obatan anti hipertensi diperlukan untuk mengurangi
tekanan darah pada pasien, karena hal ini dapat memperberat proses sklerosis
glomerulus dan menambah beban jantung sehingga jantung bekerja lebih berat lagi
dan akhirnya menimbulkan dekompensasi kordis. Anti hipertensi yang diberikan pada
pasien ini awalnya methyldopa 250 mg 3x1, kemudian digantikan dengan amlodipine
5 mg 1x/hari. Amlodipine termasuk dalam golongan Ca antagonis non
dihydropiridine, yang berfungsi sebagai venodilator vas eferen
G. Kelainan sistem kardiovaskular : Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan
kardiovaskular yang diderita

3) Terapi Pengganti Ginjal (renal replacement therapy)


Dialisis ginjal adalah prosedur untuk menggantikan fungsi normal ginjal. Dialisis
membuat pasien dengan gagal ginjal memiliki kesempatan untuk hidup dalam
kehidupan yang produktif. Terdapat dua jenis dialisis:
a) Peritoneal Dialysis
Peritoneal Dialysis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang
fungsinya sama dengan hemodialisis, tetapi dengan metode yang berbeda.
Peritoneal dialisis adalah metode dialisis dengan bantuan dikeluarkan dari tubuh
untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
Menggunakan lapisan perut atau peritoneum sebagai filter dalam
menyaring sisa-sisa metabolisme tubuh yang terkandung di dalam darah. Dalam
prosesnya, peritoneal dialysis menggunakan selang kecil yang dipasang pada
bagian perut. Dalam selang tersebut terdapat cairan dialysis yang dapat membantu
memindahkan sisa-sisa metabolism di dalam darah untuk dibersihkan dengan
cairan tersebut. Prosesnya hanya 30 sampai 40 menit, namun pasien harus
mengulanginya selama 4 kali dalam sehari.

b) Hemodialisis
Hemodialisis berasal dari kata “hemo” artinya darah, dan “dialisis ” artinya
pemisahan zat-zat terlarut. Hemodialisis berarti proses pembersihan darah dari
zat-zat sampah, melalui proses penyaringan di luar tubuh. Hemodialisis
menggunakan ginjal buatan berupa mesin dialisis. Hemodialisis dikenal secara
awam dengan istilah “cuci darah”.
A. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi penggantian ginjal yang melibatkan
pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang
membutuhkan.Transplantasi ginjal menjadi terapi pilihan untuk sebagian besar pasien
dengan gagal ginjal dan penyakitginjal stadium akhir.

1.9 Komplikasi
Komplikasi adanya CKD (Chronic Kidney Disease) diantaranya:
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan diit
berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron. Selanjutnya kondisi demikian akan mempercepat peningkatan risiko penyakit
jantung.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Osteo Renal Distropi (OSRD) adalah Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat
retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal
dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
h. Perubahan Kulit : akibat fungsi ginjal terganggu akan terjadi endapan garam kalsium-
fosfat di bawah kulit hingga menimbulkan rasa gatal, kulit menjadi kasar dan kering
i. Kematian: Risiko kematian pada penderita CKD cukup tinggi. Dalam kejadian di
lapangan, kematian sering diawali dengan sesak nafas, atau kejang otot jantung, atau
tidak sadarkan diri, atau infeksi berat sebelumnya.
II. KONSEP HEMODIALISA

2.1 Definisi
Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (Renal Replacement
Therapy) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Tindakan tersebut
digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka
pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal kronik
atau End Stage Renal Disease (ESRD) Stadium V yang memerlukan terapi jangka panjang
atau permanen.

2.2 Tujuan
Sebagai terapi pengganti kegiatan hemodialisa mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan penderita.

2.3 Indikasi
A. HD emergency
1. Kegawatan ginjal
a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )
e. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
f. Uremia ( BUN >150 mg/dL)
g. Ensefalopati uremikum
h. Neuropati/miopati uremikum12
i. Perikarditis uremikum
j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
k. Hipertermia (suhu >380C)
2. Keracunan akut (alcohol, obat-obatan) yang bisa melewati membrane dialisis
B. HD persiapan (preparative)
C. HD kronik (regular)
HD kronik merupakan hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup
penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut The Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) (2013)
dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR
<15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika
dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):
a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e. Komplikasi metabolik yang refrakter.

2.4 Prosedur Kerja HD


A. Pelaratan dan Perlengkapan
B. Cara Kerja Mesin Hemodialisa
Hemodialisis terdiri dari 3 kompartemen, yaitu:
1) Kompartemen darah
2) Kompartemen cairan pencuci (dialisat)
3) Ginjal buatan (dialiser)
Darah dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu.
Kemudian, masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi proses
dialisis,darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik. Selanjutnya, darah akan
beredar didalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam dialiser
(Daurgirdas et al., 2007).
C. Prinsip Kerja Hemodialisis
1) Komposisi solute (bahan terlarut) suatu larutan (kompartemen darah) akan
berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen
dialisat) melalui membran semipermeable (dialiser).
2) Perpindahan solute melewati membran disebut sebagai osmosis. Perpindahan ini
terjadi melalui mekanisme difusi dan UF.
a. Difusi adalah perpindahan solute terjadi akibat gerakan molekulnya secara
acak.
b. Utrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya
solute berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas
bersama molekul air melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan
oleh mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane
pressure) atau mekanisme osmotik akibat perbedaan konsentrasi larutan
(Daurgirdas et al.,2007).
3) Pada mekanisme UF konveksi merupakan proses yang memerlukan gerakan
cairan disebabkan oleh gradient tekanan transmembran (Daurgirdas et al., 2007)

2.5 Komplikasi
1. Hipotensi
Penyebab :
a. Terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin
b. Ultrafiltrasi berlebihan
c. Obat-obatan anti hipertensi
Gejala :
Lemas, berkeringat, pandangan kabur, Kadang-kadang mual, muntah, sesak nafas, Sakit
dada.
Penatalaksanaan :
a. Posisi tidur kepala lebih rendah dari kaki
b. Kecepatan aliran darah dan UFR diturunkan
c. Berikan 100ml NaCl 0,9% atau sesuai dengan tensi pasien
d. Berikan O2 1-2 liter
Kalau perlu dialisis diistirahatkan dengan cara :
 Darah dikembalikan ke tubuh sambil menunggu pasien membaik; selang darah diisi
NaCl 0,9% dan disirkulasi.
 Heparin tetap dijalankan agar tidak ada sisa bekuan darah dalam selang
 Jika tensi sudah baik, dialisis dapat dimulai kembali
 Catat semua tindakan yang telah dilakukan.
Pencegahan :
 Anjurkan pasien membatasi kenaikan berat badan
 Anjurkan pasien untuk minum obat anti hipertensi sesuai dengan aturan dokter
 Observasi tanda-tanda vital selama dialisis berlangsung.
2. Mual dan Muntah
Penyebab :
a. Ketakutan
b. Reaksi obat
c. Hipotensi
Penatalaksanaan :
a. Kecilkan kecepatan aliran darah
b. Kecilkan UFR
c. Berikan kantong plastik
d. Bantu kebutuhan pasien
e. Observasi tanda-tanda vital selama proses dialisis berlangsung
f. Jika tensi turun, guyur 100 cc NaCl 0,9% sesuai keadaan umum pasien
g. Jika keadaan sudah membaik, program dialisis diatur secara bertahap
h. Kolaborasi dokter jika tidak ada perbaikan.
Pencegahan :
 Anjurkan pasien untuk membatasi jumlah cairan yang masuk dengan cairan yang
keluar.
 Observasi tanda-tanda vital selama dialisis berlangsung.
3. Sakit Kepala
Penyebab :
a. Tekanan darah naik
b. Ketakutan
Penatalaksanaan :
a. Kecilkan kecepatan aliran darah
b. Observasi tanda-tanda vital
c. Jika tensi tinggi, beritahu dokter
d. Jika keluhan sudah berkurang, jalankan program dialisis kembali seperti semula
e. Mencari penyebab sakit kepala, cairan dialisat, minum kopi, atau ada masalah.
Pencegahan :
 Anjurkan pasien untuk mengurangi minum kopi
 Memberikan kedekatan pasien untuk memecahkan masalah yang sedang dihadap
4. Demam Disertai Menggigil
Penyebab:
a. Reaksi pirogen
b. Reaksi transfusi
c. Kontaminasi bakteri pada sirkulasi darah
Penatalaksanaan:
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Berikan selimut
c. Kolaborasi dokter
d. Mencari penyebab demam
5. Nyeri Dada
Penyebab :
 Minum obat jantung
 Program HD terlalu cepat
Penalataksanaan :
a. Kecilkan kecepatan aliran darah
b. Pasang EKG monitor
c. Kolaborasi dokter
Pencegahan :
 Sirkulasi pada waktu priming agak lama, antara 10 – 15 menit
 Minum obat jantung secara teratur
 Anjurkan pasien untuk kontrol ke dokter secara teratur
6. Gatal-gatal
Penyebab :
a. Jadwal dialisis tidak teratur
b. Sedang transfusi atau sesudah transfusi
c. Kulit kering
Penatalaksanaan :
a. Gosok dengan krim khusus untuk gatal
b. Jika karena transfusi, kolaborasi dokter
Pencegahan :
 Anjurkan pasien untuk makan sesuai dengan diit.
 Anjurkan pasien taat dalam menjalani HD sesuai program
 Anjurkan pasien selalu menjaga kebersihan badan
 Usahakan pada saat sirkulasi, waktunya agak lama.
7. Perdarahan AV Shunt Setelah Dialisis.
Penyebab :
a. Tempat tusukan membesar
b. Masa pembekuan darah lama
c. Dosis heparin berlebihan
d. Tekanan darah tinggi
e. Penekanan tusukan tidak tepat
Penatalaksanaan :
a. Tekan daearah tusukan dengan tepat
b. Mencari penyebab perdarahan
c. Observasi tanda-tanda vital
d. Kolaborasi dokter jaga jika perdarahan lama berhenti
Pencegahan :
 Bekas tusukan AV Shunt tidak boleh digaruk-garuk / dipijat
 Hindari penusukan pada bekas tusukan dialisis sebelumnya.
8. Kram Otot
Penyebab:
a. Penarikan cairan dibawah berat badan standar
b. Penarikan cairan terlalu cepat
c. Berat badan naik lebih dari 1 kg/hari
Penatalaksanaan :
 Kecilkan kecepatan aliran darah
 Masage pada daerah yang kram
 Beri obat gosok
 Kompress air hangat
 Observasi tanda-tanda vital
 Kalau perlu kolaborasi dokter
Pencegahan :
 Jangan menarik cairan telalu cepat
 Anjurkan pasien untuk membatasi intake cairan
9. Dialiser Leak / Bocor
Yaitu sobeknya membran kapiler dialiser sehingga darah keluar dari
kompartemen darah, masuk ke kompartemen dialisat.
Penatalaksanaan :
 Memberitahu pasien bahwa dialiser yang dipakai bocor, akan segera diganti
 Aliran darah distop.
10. Dialiser Beku
Yaitu tertutupnya lumen dari membran kapiler oleh bekuan darah.
Penatalaksanaan :
a. Bila dializer beku sebagian
 Memberitahu pasien bahwa dializer beku sebagian
b. Bila dializer beku seluruhnya / beku sebagian tapi tidak teratasi dengan cara di atas,
maka dializer harus diganti.
11. Emboli Udara
Yaitu masuknya udara ke dalam tubuh dari sirkulasi ekstrakorporeal pada saat HD
Penatalaksanaan:
a. HD di stop dan darah disirkulasi
b. Berikan oksigen
c. Posisi kaki lebih tinggi dari kepala
d. Mempertahankan jalan nafas
e. Mengukur tanda-tanda vital karena pengaruh obat-obatan / cairan
f. Pasang detector udara
g. Sambungan-sambungan dikencangkan
h. Menghilangkan udara dari sirkulasi ekstrakorporal
i. Memberitahu pasien bahwa emboli udara sudah teratasi
j. Program HD kembali
k. Dokumentasikan
Hal-hal yang pelu diperhatikan untuk mencegah emboli udara :
 Sistem tertutup
 Buble trap jangan terlalu rendah (terisi ¾ bagian)
 Pasang detector udara
 Sambungan-sambungan dikencangkan
 Pada waktu mengakhiri HD harus hati-hati, apabila mempergunakan udara sebagai
pendorong darah masuk ke dalam tubuh.
12. Hipertensi
Penyebab :
a. Penurunan fungsi ginjal
b. Adanya peningkatan volume cairan
c. Peningkatan sekresi renin
d. Racun-racun uremik
e. Asupan natrium
f. Hipertiroid sekunder, dan lain-lain.
Penatalaksanaan:
 Observasi vital sign pasien
 Kolaborasi perawat dan dokter selama pasien menjalani proses HD
 Jenis obat antihipertensi (Norvask 5 atau 10 mg, Triatek, atau catapres 150, dan
beberapa kombinasi obat antihipertensi lainnya)

III. MUAL MUNTAH PADA PASIEN HEMODIALISA

1. DEFINISI
Salah satu manifestasi yang dapat terlihat pada kondisi CKD stage 4 dan 5 adalah
anoreksia, mual, dan muntah. Menurut Smeltzer and Bare (2008) manifestasi tersebut dapat di
temukan pada pasien post HD yang mengalami gangguan pencernaan berupa anoreksia, mual
muntah, konstipasi, dan perdarahan GI. Penyebabt terjadinya mual muntah pada pasien post
HD belum diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan penyebab tersebut dipengaruhi oleh
kondisi hipoglikemi, hidrasi dan restriksi protein, serta kecemasan yang dialami pasien.
Muntah diakibatkan oleh kontraksi otot perut yang kuat sehingga menyebabkan isi
perut menjadi terdorong untuk keluar melalui mulut baik disertai dengan mual maupun tanpa
disertai mual terlebih dahulu. Mual dan muntah yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi
terapi pada pasien secara keseluruhan dan mempengaruhi respon terapi serta menurunkan
tingkat kesembuhan pasien. Keadaan mual muntah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
dehidrasi (kekurangan cairan dan elektrolit), ketidakseimbangan elektrolit, penurunan berat
badan, dan malnutrsisi. Selain itu, muntah yang bekepanjangan dapat menyebabkan
esophageal, kerusakan gastrik, dan perdarahan. Penyebab terjadinya mual pada pasien CKD
dan Post HD adalah Uremia. Keadaan uremia dapat terjadi akibat fungsi ginjal tidak dapat
membuang urea keluar dari tubuh sehingga urea menumpuk dalam darah. Uremia dapat
menyebabkan gangguan pada keping darah dan hipersomnia serta efek lainnya. Penderita
uremia mudah mengalami perubahan keseimbangan cairan yang akut. Diare atau muntah
dapat menyebabkan dehidrasi secara cepat, sementara asupan cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan gagal jantung kongestif.

2. Tanda dan Gejala

Gejala akut mual dan muntah tanpa nyeri perut disebabkan oleh keracunan makanan,
infeksi gastroenteritis, obat-obatan, atau penyakit sistemik. Anamnesis berupa perubahan
pengobatan, diet, atau gejala intestinal lainnya, atau penyakit yang sama pada anggota
keluarga lainnya. Onset akut dari nyeri peritoneal berat dan muntah menunjukkan iritasi
peritoneal, gastritis akut atau obstruksi usus, atau penyakit pankreatikobiliari. Muntah yang
persisten menunjukkan kehamilan, obstruksi gastric outlet, gastroparesis, dismotilitas usus,
kelainan psikogenik, dan kelainan central nervous system (CNS) atau sistemik. Muntah yang
terjadi pagi hari sebelum sarapan pagi biasa pada kehamilan, uremia, alkohol, dan
peningkatan tekanan intrakranial. Muntah segera setelah makan terjadi pada bulimia atau
psikogenik. Muntah yang terjadi 1 atau beberapa jam setelah makan terjadi pada gastroparesis
atau obstruksi outlet gaster; pemeriksaan fisik menunjukkan succusion splash. Pasien dengan
gejala akut atau kronik harus ditanya tentang gejala neurologis yang disebabkan oleh
gangguan sistem syaraf pusat seperti sakit kepala, kaku kuduk, vertigo, dan parestesi fokal
atau kelemahan.

3. Komplikasi
Mual dan muntah yang tidak ditanggulangi dengan baik akan menyebabkan
komplikasi yang mungkin membahayakan nyawa pasien. Komplikasi yang dapat terjadi
akibat muntah hebat adalah: dehidrasi, hipokalemi, alkalosis metabolik, aspirasi, ruptur
esophagus (Boerhaave sindrom), perdarahan sekunder dari lapisan mukosa pada
gastroesofagus junction (Mallory-Weiss sindrom).

4. Penatalaksanaan
Pemberian premedikasi disesuaikan keadaan pasien
Jika pasien mempunyai keluhan mual serta muntah atau perdarahan gastrointestinal dapat
diberikan: H2 blocker: Metoklopramid 10 mg per oral atau intravena bertujuan untuk
mempercepat pengosongan lambung, mencegah terjadi mual dan risiko aspirasi. Pada pasien
dapat diberikan ranitidin 50 mg intravena dan metoklopramid 10 mg intravena kurang lebih
satu jam sebelum dilakukan anestesi.
IV. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu dalam
penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan
kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
a. Identitas klien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang
tua, pekerjaan orang tua.tas dan koma
b. Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicard/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
c. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara
minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
d. Aktifitas / istirahat :
 Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise
 Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen
 Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
e. Sirkulasi
• Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina)
• Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak
tangan.
• Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit
tahap akhir.
• Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
• Kecenderungan perdarahan
f. Integritas Ego
• Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
• Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
g. Eliminasi
• Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut
• Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
• Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
h. Makanan / cairan
• Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
• Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernapasan amonia)
• Penggunaan diuretik
• Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
• Perubahan turgor kulit/kelembaban.
• Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.
i. Neurosensori
• Sakit kepala, penglihatan kabur.
• Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki,
kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
• Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
• Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
• Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
j. Nyeri / kenyamanan
• Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki.
• Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah.
k. Pernapasan
• Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.
• Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
• Batuk dengan sputum encer (edema paru).
l. Keamanan
• Kulit gatal
• Ada / berulangnya infeksi
• Pruritis
• Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada
pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
• Ptekie, area ekimosis pada kulit
• Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
m. Seksualitas
• Penurunan libido, amenorea, infertilitas
n. Interaksi sosial
• Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran biasanya dalam keluarga.
o. Penyuluhan / Pembelajaran
• Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter,
kalkulus urenaria, maliganansi.
• Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
• Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.

4.2 Masalah Keperawatan


a. Masalah Keperawatan Pre-Hemodialisa
1. Kelebihan volume cairan b.d Penurunan fungsi ginjal dalam dalam mengatur
keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler paru
3. Resiko ketidak seimbangan elektrolit b/d disfungsi renal
4. Intoleran aktifitas b.d hemodialisis
5. Mual muntah b.d asam lambung meningkat
6. Resiko jatuh b/d keletihan
7. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Penurunan BB kering
8. Pola nafas tidak efektif b.d penumpukan cairan di paru
9. Gangguan rasa nyaman: kram b.d. Hipotensi UFR↑
10. Perubahan pola eliminasi BAK b.d. Penurunan fungsi filtrasi ginjal

b. Masalah Keperawatan Intra Hemodialisa


1. Nyeri akut b/d terjadinya emboli
2. Resiko terjadi Emboli udara b.d Adanya akses masuk udara via sirkulasi
ekstrakorporeal
3. Resiko menggigil b.d.Priming tidak adekuat Proses reuse tidak adekuat Water
treatment terkontaminasi Rinsing tidak adekuat UF pada sirkulasi tertutup tidak
adekuat Daya tahan tubuh lemah
4. Resiko terjadi kloting b.d. Sirkulasi ekstrakorporeal Darah bersentuhan dengan alat-
alat dialysis Heparinisasi tidak adekuat UFR tinggi QB rendah Akses darah tidak
adekuat
5. Gangguan rasa aman: cemas b.d. Perubahan konsep diri Ancaman fungsi peran
Ketidakpastian hasil terafi pengganti ginjal

D. Masalah keperawatan Post Hemodialisa


1. Resiko infeksi b.d prosedur infasif berulang
2. Resiko terjadi perdarahan b.d. Heparinisasi
3. Kerusakan integritas kulit b.d prosedur infasif berulang
DAFTAR PUSTAKA

KDIGO. 2013. Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic
Kidney Disease. Kid Int Supplements(3); 18-27.

Herdman, T. H. (Ed.). (2014). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC.

Patel, P. R. 2007. Lecture Notes: Radiologi Ed. 2. Surabaya: Erlangga.

Daugirdas, J. T. (2007). Physiologic Principles and Urea Kinetic Modeling . In J.


T. Daugirdas, P. G. Blake, & T. S. Ing, Handbook of Dialysis fourth
edition (pp. 25-58). Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins.

Armiyati, Y. (2012). Hipotensi dan Hipertensi Intradialisis pada Pasien Chronic


Kidney Disease (CKD) saat Menjalani Hemodialisis di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Seminar hasil-hasil penelitian_LPPM
Unimus 2012 ISBN 978-602-18809-0-6, 126-135. Retrieved Maret 2013,
from http://jurnal.unimus.ac.id/

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Textbook of
Medical surgical Nursing Brunner & Suddarth. Philadelpia: Lippincott
William & Wilkins.

Suwitra, K. (2009). Penyakit Ginjal Kronik. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Ed 5 (pp. 1035-1040). Jakarta: Interna Publishing.

Teta, D. (2008). Intradialytic Complication. Retrieved Maret 2013,


www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16623668.

Yuwono. (2010). Kualitas Hidup Menurut Spitzer pada Penderita Gagal Ginjal
Terminal yang Menjalani Hemodialisa di Unit Hemodialisis RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Retrieved Maret 2013, http://eprints.undip.ac.id/14424/.

Você também pode gostar