Você está na página 1de 13

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PENYAKIT ADDISON

(KRISIS ADRENAL)

Di Susun Oleh :

Andriyani (16.0601.0038)

Agustian Yudi (16.0601.0039)

Febri Anggun L (16.0601.0040)

Yulia Dwi N (16.0601.0041)

Siti Amiatin (16.0601.0042)

Ria Anggraeni (16.0601.0043)

Berliana (16.0601.0044)

Nina Zuniarti (16.0601.0045)

Ayu Tri L (16.0601.0046)

Ragil Ari w (16.0601.0047)

Noviana (16.0601.0048)

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2018
A. Konsep Dasar Medis

a. Definisi
Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada semua
kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini di karakteristikan
oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan
adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka dan tidak
terbuka.
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks adrenal (Soediman, 1996)
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik,
biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)
Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan
Suddart Edisi 8 hal 1325)
Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar
adrenal (Black, 1997).
Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik, hipokortisolisme
atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar adrenalin
memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.

b. Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal


Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal,
terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan
serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk
pyramid dan membentuk topi (melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan
yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah
ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada
manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal
mempunyai berat lebih kurang 8 gr, tetapi berat dan ukurannya bervariasi
bergantung umur dan keadaan fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh
jaringan ikat padat kolagen yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-
masing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan
membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.

Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa tempat
di sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri suprarenalis
superior, berasal dari arteri frenika inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari
aorta ; dan arteri suprarenalis inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang
arteri membentuk pleksus subkapsularis yang mencabangkan tiga kelompok
pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak bercabang
membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke
dalam kapiler medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum
pecah membentuk bagian dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler
ganda ini memberikan medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan
darah vena (melalui arteri kortikalis). Endotel kapiler ini sangat tipis dan diselingi
lubang-lubang kecil yang ditutupi diafragma tipis. Di bawah endotel terdapat
lamina basal utuh. Kapiler dari medulla bersama dengan kapiler yang mensuplai
kortex membentuk vena medularis, yang bergabung membentuk vena adrenal atau
suprarenalis.

Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:

1) Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam

2) Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein

3) Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid

Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :


1. Medula Adrenal

Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi
serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada
medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu
epinephrine dan norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk
meningkatkan katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori
dari sumber-sumber endogen terpenuhi.
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk
memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga
menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan
metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.

2. Korteks Adrenal

Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan
zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3
kelompok hormon:
a. Glukokortikoid

Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa;


peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah.
Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap
pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan
mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera
jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup
kemungkinan timbulnya diabetes militus, osteoporosis, ulkus peptikum,
peningkatan pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan
luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih
glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protein menjadi
karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.

b. Mineralokortikoid

Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro


intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran
untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit
dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap
adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron
menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro
intestinal yang cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal.
Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan
hormon primer untuk mengatur keseimbangan natrium jangka panjang.

c. Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)

Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula


adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok
hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria.
Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon
seks wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila
disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada
kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno
Genital.
c. Etiologi
a. Tuberculosis
Histoplasmosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur histoplasma capsulatum,
yang terutama menyerang paru-paru
 Koksidiodomikosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur Coccidioides
immitis, yang biasanya menyerang paru-paru.
 Kriptokokissie
 Pengangkatan kedua kelenjar adrenal
 Kanker metastatik (Ca. Paru, Lambung, Payudara, Melanoma, Limfoma)
 Adrenalitis auto imun

d. Patofisilogi
Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua
kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan
histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan
kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses
autoimun telah menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun
peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan
pencantuman pemyakit infeksi ini kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak
adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat
penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi drenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi
hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres
dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian
kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh
sebab itu kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat
pengobatan kortikosteroid.
5. Pathway
SEKUNDER PRIMER
 Infeksi  Tumor /Infeksi di otak
 Kanker  Radiasi
 Amylodosis  Optsi pengangkatan hipotalamus
 Pengangkatan Kelenjar

Destruksi Korteks adrenal

Insufisiensi Korteks adrenal

Aldosteron  Kortisol  Androgen 


Penyerapan Na  Produksi Hormone


Glukoneoginesis  ACTH  Testosteron dan
Progesteron 
Kadar K 
Hipoglikemi MSH 
Ekskresi air 
Glikogenasi  Hiperpigmentasi Libido  Hilang nya
Volume Ekskresi  Rambut
Pubis dan
 Kulit Disfungsi rambut
Lemah 
Dehidrasi Anoreksia berwarna Seksual Ketiak
 BB  gelap
Intoleransi  Mual  Kulit sekitar
Kekurangan Aktivitas  muntah mulut areola
Volume cairan vagina gelap

Ketidak
Seimbangan Gangguan
Nutrisi Kurang dari Citra Tubuh
Kebutuhan Tubuh
6. Tanda dan Gejala
 Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi,
dan hipoglikemi.
 Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih
 Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari,
biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
 Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
 Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang)
 Abnormalitas fungsi gastrointestinal
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Darah
 Penurunan konsentrasi glukosa dan natrium (hipoglikemia dan hiponatrium)
 Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia)
 Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
 Penurunan kadar kortisol serum
 Kadar kortisol plasma rendah
 ADH meningkat
 Analisa gas darah: asidosis metabolic
 Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena
hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
b. Pemeriksaan Radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal.
c. CT Scan
Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan
insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non
malignan dan hemoragik adrenal
d. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal
sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik
e. Tes stimulating ACTH
Cortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari ACTH
diberikan dengan suntikan. setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan
tingkatan – tingkatan cortisol dalam darah dan urin.
f. Tes Stimulating CRH
Ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH
“Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal.
Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah Respon
kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon – respon ACTH.
8. Penatalaksanaan Medik
 Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis
12,5 – 50 mg/hr
 Hidrkortison (solu – cortef) disuntikan secara IV
 Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
 Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
 Fludrukortison : 0,05 – 0,1 mg/hr diberikan per oral
9. Komplikasi
 Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
 Kolaps sirkulasi
 Dehidrasi
 Hiperkalemiae
 Sepsis
 Ca. Paru
 Diabetes melitus
Ūque, nausea dan muntah
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca
paru, payudara dan limpoma
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala
awal : kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan
hipoglikemi, astenia (gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi,
rambut pubis dan axila berkurang pada perempuan, hipotensi arterial
(TD : 80/50 mm/Hg)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama /
penyakit autoimun yang lain.
2. Pemeriksaan Fisik ( Body Of System)
a. Sistem Pernapasan
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu
pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung
P : Terdapat pergesekan dada tinggi
P : Resonan
A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi
b. Sistem Cardiovaskuler
I : Ictus Cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra
P : Redup
A : Suara jantung melemah
c. Sistem Pencernaan (Abdomen)
Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering abdomen
I : Bentuk simetri
A: Bising usus meningkat
P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen
P : Timpani
d. Sistem muskuluskeletal dan integument
Ekstremitas atas : terdapat nyeri
Ekstremitas bawah : terdapat nyeri
Penurunan tonus otot

3. Diagnosa Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui
ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron)
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah,
anoreksia) defisiensi glukontikord
c. Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme, ketidakseimbangan
cairan elektrolit dan glukosa
d. harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
e. Anxietas b/d kurangnya pengetahuan
f. Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot
g. Ganguan eliminasi uri b/d gangguan reabsorbsi pada tubulus

4. Rencana Keperawatan

a. Pantau TTV,
catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi periferr/
Hipotensi postural merupakan bagian dari hiporolemia akibat kekurangan hormon
aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kolesterol
b. Ukur dan timbang BB klien
Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan keefektifan
pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan
natrium yang berhubungan dengan pengobatan strois
c. Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang,
turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya
mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti
d. Periksa adanya status mental dan sensori
dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan terutama
jaringan otak
e. Auskultasi bising usus ( peristaltik usus) catat dan laporkan adanya mual muntah dan
diare kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan
elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi
f. Berikan perawatan mulut secara teratur
membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan
kerusakan membrane mukosa
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : ECG

Http://wwww.total kesehatan nanca.com/Addison4.html

Price, Sylvia. 2005. patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : EGC

Você também pode gostar