Você está na página 1de 4

Apakah menurutmu banjir bandang nabi Nuh itu benar-benar terjadi, hanya

alegori, banjir lokal saja, atau cuma mitos?

Rizqi Ramadhani, Penulis dan Ilustrator di Sediksi.com | Portal Opini Santai


Dijawab 27 Juni

Tema tentang banjir besar Nuh selalu menarik. Karena kajian sejarahnya bertumpu pada dua disiplin
ilmu: sastra dan geologi. Saya percaya 99% apa yang terjadi pada saat itu sebenarnya mempunyai skala
antara banjir lokal dan global. Karena yang terendam banjir hanya sebagian kecil wilayah saja dari
seluruh daratan bumi. Tetapi efeknya bersifat global. Well, 1% ketidak percayaan saya sisakan untuk
kemungkinan-kemungkinan adanya penemuan data baru di masa depan.

Bicara tentang banjir besar Nuh, pasti bicara tentang sejarah. Uniknya, kisah banjir besar tidak hanya
muncul pada kitab-kitab agama turunan Ibrahim, tetapi juga muncul dalam kisah peradaban-peradaban
kuno lainnya.

Dalam kisah yang tertera pada lempeng tablet bangsa Sumeria yang ditulis dalam bahasa Akadia(bahasa
yang digunakan bangsa semit awal): Enlil, raja para dewa marah pada manusia karena mereka terlalu
sering berpesta dan berisik sehingga ia berencana menenggelamkan manusia. Tetapi Ea, dewa penjaga
manusia membocorkan rencana tersebut kepada Utnapishtim yang kemudian membawa beberapa
binatang, keluarganya, dan semua orang yang bisa ia bawa lolos dari banjir.

Versi Babilonia sedikit berbeda. Dalam lempeng puisi “Orang Luar Biasa Bijak”, diceritakan seorang raja
yang arif, yaitu raja Atrahasis, mendapat pemberitahuan dari dewa akan adanya banjir besar. maka ia
membangun sebuah bahtera. tetapi ia sadar bahwa tidak semua orang dapat masuk di dalamnya.
Akhirnya pada malam sebelum banjir besar ia mengadakan perjamuan besar yang dihadiri keluarga dan
para bawahannya. Semua orang bersenang-senang tetapi sang raja mondar-mandir di istananya karena
merasa sedih tidak dapat menyelamatkan seluruh penduduknya.

Cerita Babilonia memiliki kemiripan dengan kisah dalam agama-agama Ibrahim, kita mengenalnya dari
Al-Quran maupun Kitab Kejadian tentang kisah Nuh yang menyelamatkan manusia dan hewan dengan
membangun bahtera yang sangat besar. peneliti meyakini kisah Babilonia inilah yang merupakan sumber
awal dari kisah Nuh dalam agama-agama Ibrahim.

Di China, dua kebudayaan (Yang-Shao dan Longshan) yang sezaman dengan masa awal Sumeria terdapat
kisah tentang seorang panglima perang yang hebat. Namun ia lalu berkhinat dan mengoyak bubungaan
langit sehingga air turun dengan deras yang menenggelamkan semua orang. Satu-satunya yang selamat
adalah seorang ratu luhur yang mengungsi ke puncak gunung bersama sekelompok pejuangnya.

Dalam kisah peradaban awal India, dalam Rig veda, seorang raja paling bijak dan baik hati, Raja Manu
menyelamatkan seekor ikan. Kemudian ikan itu membalas budi dengan membisikkan pada Raja Manu
bahwa akan ada banjir besar. Lalu Raja Manu membuat sebuah kapal lalu ia selamat dan membangun
kerajaan setelahnya.

kisah tentang banjir besar juga diceritakan dalam kebudayaan Amerika. dalam versi bangsa Maya, 400
orang anak lelaki selamat dari banjir dengan berubah menjadi ikan. Untuk merayakan keselamatan
mereka, mereka mabuk-mabukan lalu naik ke langit dan menjelama menjadi Pleiades yang kemudian
menghidupkan kembali dataran bumi dan menciptakan manusia.

Di budaya Peru, ada kisah tentang pengembala bijak yang hanya memiliki seekor Llama. Suatu hari
Llama kepunyaannya tidak mau makan. Ketika sang pengembala menanyakan, Llama mengatakan bahwa
dalam lima hari air akan naik dan menenggelamkan manusia. Sang pengembala pun naik ke puncak
gunung. Setelah banjir reda, tidak ada manusia tersisa selain ia seorang. karena kebijaksanaannya ia
dapat menumbuhkan manusia dari bumi.

Sebenarnya, mungkin kisah banjir besar sudah jauh terjadi sebelum kota-kota pertama mulai dibangun.
Hal ini karena lini waktu perkiraan naiknya air laut dan mencairnya es. Kemudian kisah ini diwariskan
secara tutur sehingga berabad-abad kemudian muncul berbagai macam versi. Setidaknya teori ini paling
masuk akal untuk saat ini.

Sekitar 11.000 SM, iklim bumi jauh lebih dingin daripada saat ini dan garis pantai di penjuru dunia pun
jauh lebih rendah daripada sekarang. Sehingga masih banyak dataran rendah yang saling
menghubungkan pulau-pulau maupun benua. Misalnya kepulauan di asia tenggara masih saling
terhubung, Jepang dan Inggris masih merupakan semenanjung raksasa, lalu masih ada jembatan yang
menghubungkan Australia dan Papua, dsb. Kemudian iklim menjadi lebih panas dan selama rentang
waktu lima ribu tahun setelahnya (11.000 SM - 6.000 SM) samudera merayap naik.

Jika kita melihat pola yang ada, peradaban-peradaban pertama di dunia selalu muncul di tepi sungai dan
cenderung dekat dengan pantai. Para peneliti percaya bahwa hal ini berkaitan erat dengan akses
makanan, sumber air, dan material tanah liat. sehingga banjir yang naik kemungkinan besar
menenggelamkan pusat peradaban sepanjang aliran sungai dan tepi pantai.

Dari kisah-kisah banjir besar di atas, tokoh-tokoh yang selamat setidaknya menggunakan tiga cara:
membuat perahu, lari ke atas gunung, atau terbang ke langit. kecurigaan yang muncul ada pada
peradaban yang muncul setelahnya, yaitu mereka bermukim di tempat yang tinggi. Kota kuno Machu
Pichu musalnya. Atau ditemukannya jejak kaki berusia 7.400–12.600 tahun di Himalaya, Tibet, yang
merupakan bekas eksodus besar-besaran. Atau kenapa suku di pegunungan seperti Toraja memiliki
bentuk rumah panggung yang tinggi.

Bahkan jika diasumsikan bahwa pada saat itu seluruh es di muka bumi mencair, air tidak akan pernah
cukup untuk menenggelamkan daratan.

Lalu bagaimana misalnya seluruh air di atmosfer (awan atau uap) turun menjadi hujan dan menggenangi
bumi? Well, jumlah air di atmosfer sangat sedikit. Bahkan kurang dari 0,001 % dari total jumlah air di
daratan. Jumlah air permukaan= 326.000.000 mil kubik sementara jumlah air di atmosfer= 3.100 mil
kubik.

Bagaimana jika yang terjadi saat itu bukan hanya banjir, tetapi hujan lebat berminggu-minggu yang
terjadi di seluruh bumi? Well, itulah kenapa ada 1% ketidak percayaan atas data di atas akan
kemungkinan bahwa hasil penelitian bisa berubah di masa mendatang. Bagaimanapun, lebih sulit
membuktikan bahwa sesuatu tidak ada daripada membuktikan bahwa sesuatu itu ada.

Sumber:

Bauer, Susan Wise. 2007. The History of The Ancient World - From The Earliest Accounts To The Fall of
Rome. United States of America: W.W. Norton & Company, Inc.

Hasil eker-eker dan streaming NatGeo. (Note: Saya tidak percaya Wikipedia)

2 ribu Tayangan · Lihat Pendukung Naik


Amar Islahul Izza, Napoleone Buonaparte, Andy Hakim Nasution, dan 85 lainnya mendukung naik ini

Dukung Naik· 8889

Bagikan

DirekomendasikanSemua

Komentar

Arkan Tanriwa
7 Juli · 3 dukung naik
Jawaban-jawaban anak muda di sini benar-benar mencerminkan yang konon katanya “generasi milenial adalah yang
paling terdidik sepanjang sejarah”

Balas
· Dukung Naik
· Dukung Turun
· Laporkan

Rizqi Ramadhani
8 Juli · 5 dukung naik
Terima kasih apresiasinya. Semoga bisa semakin baik ke generasi selanjutnya. Amiin.

Balas
· Dukung Naik
· Dukung Turun
· Laporkan
Daniel Wu
6 November
Karena kami bertanya dan menyelidiki. Kami tidak percaya dengan buta pada apa yang kami dengar. Lagipula jika air
merendam bumi sampai puncak gunung tertinggi dan membunuh semua hewan, dan hanya menyisakan sepasang untuk
setiap spesies, mereka pasti sudah punah semua. Menurut artikel wikipedia ini:

Minimum viable population - Wikipedia

suatu spesies membutuhkan jumlah populasi minimal ribuan untuk dapat bertahan hidup dan tidak punah. Jika jumlah
hewan hanya ada sepasang, akan terjadi incest besar-besaran dan kemunculan keturunan keturunan cacat.

Você também pode gostar