Você está na página 1de 12

DIANA NURLATIFAH

1-A D3 KEPERAWATAN

BAB 9

PERILAKU MAKAN MENYIMPANG

Cara kita memandang tubuh dan persepsi terhadap citra tubuh tak selamanya tepat.
Beberapa orang, terutama perempuan, mengalami distorsi dalam memandang citra tubuhnya
sehingga menjalani diet untuk menurunkan berat badan (McWilliams, 1993). Bagi mereka,
berat badan rendah menjadi tujuan yang harus dicapai karena mereka memandang berat
badan normal sebagai kegemukan. Usaha penurunan berat badan dilakukan dengan segala
cara, termasuk dengan cara yang tida sehat. Perilaku makan menyimpang ini ternyata
memiliki sebab-sebab yang kompleks dan jumblah penderitanya terus meningkat. Ditengarai
saat ini, sekitar 5 juta orang di Amerika Serikat, terutama remaja perempuan dan wanita
muda, menderita perilaku makan menyimpang seperti anoreksia nervosa dan buli, nia
nervosa,serta lebih banyak lagi yang menderita binge-eating disprders atau kondisi lain yang
tidak spesifik, disebut sebagai Eating Disorder Not Otherwise Specified (EDNOS) (Whitney
& Rolfes, 2008)

Perilaku makan menyimpang adalah suatu rangkaian yang dimulai dari ketidakpuasan
bentuk tubuh ringan sampai pada gangguan makan yang serius. Sepanjang rangkaian ini
dapat ditemui perilaku diet yang biasa saja sampai perilaku makan menyimpang tidak biasa,
seperti muntah yang dipaksakan dan ninge eating (makan sepuasnya tanpa kontrol dalam
waktu singkat) (Brown, 2011).

Ketidakpuasan Perilaku Gangguan Perilaku makan


citra tubuh diet perilaku makan menyimpang

Ketidakpuasan terhadap citra tubuh dapat berkembang menjadi perilaku makan


menyimpang. Selama masa remaja, citra tubuh dan self-esteem (rasa percaya dan puas
terhadap diri sendiri) biasanya mempunyai hubungan erat, sehingga masalah citra tubuh
dipandang sebagai hal yang luarbiasa dan sulit diterima remaja. Sebagaian besar remaja yang
sebenarnya mempunyai berat badan yang biasa terjadi pada perempuan sekitar waktu
menarche, sehingga terus menjadi perhatian penting bagi perampuan selama 1- 2tahun setelah
pubertas. Remaja dengan tingkat kepuasan citra tuuh yang rendah beresiko lebih besar untuk
mengalami perilaku makan menyimpang.

Perilaku diet penurunan berat badan dikalangan remaja, khususnya perempuan, cukup
tinggi. Seorang remaja bisa menjalani diet hanya karena adanya tekanan sosial untuk menjadi
kurus, komentar dari orang lain tentang berat badannya, atau sebagai akibat dari
ketidakpastian mereka dengan kenaikan berat badan saat puber. Penurunan berat badan dapat
membuat remaja menjadi merasa lebih mampu mengendalikan diri, dunia, dan hidup mereka.
Padahal sebenarnya perilaku diet tidak tidak sehat atau salah malah dapat membuat kelebihan
berat badan di masa yang yang akan datang. Neumark-Sztainer el at. (2006) dan Brown
(2011) menujukan bahwa remaja yang melakukan diet tak sehat lebih mungkin untuk menjadi
overweight 5 tahun kemudian daripada remaja yang tida menjalani diet. Remaja sebaiknya
menjali gaya hidup yang lebih sehat, seperti rutin berolahraga daripada melakukan perilaku
diet jangka pendek yang tak dapat dipertahankan. Hal tersebut diperlukan sebagai
pencegahan overweight dan perilaku makan menyimpang.

Salah perilaku dalam diet sering menyebabkanasupan zat gizi yang diperlukan yang
diperlukukan tubuh tidak memadai. Pertimbangan melakukan diet, seringkali tidak
didasarkan atas kebutuhan gizi. Pada usia remaja, pertimbangan utama biasanya terkait
dengan opini teman atau pengaruh media yang dapat menyebabkan pemahaman keliru
terhadap citra tubuh. Apalagi, jika tidak diimbangi dengan infrmasi gizi yang tepat baik di
lingkungan sekolah maupun di rumah. Perlu diketahui, bahwa pada masa remaja dibutuhkan
asupan makanan dan gizi yang cukup karena masa pertumbuhan remaja belum
slesai,sedangkan di sisi lain pada umumnya, diet populer adalah diet yang restriktif atau
membatasi konsumi.

Membatasi makan dapat enyebabkan remaja mengalami kelaparan akibat


memaksakan diri menahan keinginan makan. Hal ini justru merupakan resiko terjadinya
gangguan perilaku makan.. gangguan perilaku makan, seperti muntah yang dipaksakan dan
binge-eating pada akhirnya memiliki dampak serius bagi kesehatan.
Penelitian yang dilakukan oleh National Institute of Mental Health (NIMH) pada
tahun 2007 yanng didanai oleh National Comorbidity Survey Repliction (NCS-R)
menunjukan bahwa binge-eating lebih banyak terjadi dibandingkan dengan anoreksia nervosa
atau bulimia nervosa. Sekitar 0,9% perempuan dan 0,3% laki-laki dilaporkan pernah
menderita bulimia dalam hidupnya. Lebih tinggi lagi yaitu sekitar 3,5% perempuan dan ,0%
laki-laki dilaporkan pernah menderita binge-eating dalam hidupnya. Di Indonesia, penelitian
mengenai perilaku makan menyimpang belum banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan
oleh Tantiani dan Syafiq (2008) pada remaja di Jakarta memiliki kecenderungan perilaku
anoreksia nervosa dan sejumblah 7,0% memiliki kecenderungan perilaku bulimia nervosa.
Kecenderungan perilaku makan menyimpang ini harus dicegah sedini mungkin agar tidak
berkembang ke arah yang lebih serius serta berdampak pada kesehatan.

A. Anoreksia Nervosa

Anoreksia nervosa adalah bentuk perilaku makan menyimpang yang dicirikan oleh
adanya aktivitas menguruskan badan dengan membatasi makan secara ekstrim dan sengaja
serta melalui kontro diet yang ketat. Penderita anoreksia nervosa sadar sadar bahwa mereka
merasa lapar namun takut untuk memenuhi kebutuhan makan mereka karena bisa berakibat
naiknya berat badan. Persepsi mereka terhadap rasa kenyang terganggu sehingga pada saat
mereka mengkonsumsi sejumblah makanan dalam porsi kecil sekalipun, mereka akan segera
kenyang atau bahkan mual.

Anoreksia nervosa lebih sering terjadi pada perempuan dibandingka dengan laki-laki,
sekitar 9 dari 10 orang pederita anoreksia nervosa adalah perempuan. Karakteristik dari
anoreksia nervosa antara lalin, terobsesi dengan makanan, membuat dirinya kelaparan, dan
ketakutan yang kuat merasa gemuk. Kriteria diagnostik untuk anoreksia nervosa berdasarkan
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi kelima (DSM_V) yaitu ;

1. Pembatasan asupan energi terhadap kebutuhan, yang memgarah ke berat badan


rendah menujuusia, jenis kelamin, kurva tubuh kembang, da kesehan fisik.
2. Ketakutan yang berlebuh terhadap kenaikan berat badan atau menjadi gemuk, uaya
terus-menerus untuk menghambat kenaikan berat badan, meskipun saat sudah rendah.
3. Distori dalam cara memandang berat badan atau bentuk badannya sendiri yang
sebenarnya, terlalu menganggap penting serta tidak semestinya pengaruh berat badan
atau bentuk badan pada evaluasi diri, ataupun tidak adanya pengakuan terhadap berat
badan rendah saat ini (citra tubuh menyimpang)

Anoreksia nervosa dibagi menjadi dua tipe, yaitu :

1. Membatasi (restriction) : individu secara tidak teratur melakukan binge-eating atau


purging (perilaku “pembersihan tubuh dari makanan” seperti makan yang dipaksakan
atau penggunaan obat laksatif, diuretik, atau enema)
2. Tidak membatasi (non-restiction) : individu melakukan episode reguler dari binge-
eating atau purging.

Kedua subtipe ini sama-sama menolak untuk mempertahankan berat badan normal, selalu
ingin menurunkan berat badan. Hal ini yang membedakan keduanya dari perilaku makan
menyimpang jenis lain.

Dampak fisik yang dapat muncul pada penderita anoreksia nervosa, antara lain
(Wardlaw & Hampl.2007)

1. Suhu tubuh lebih rendah dan tidak dapat dan tidak dapat mentoleransi dingin karena
hilangnya lapisan lemak;

2.Tingkat metabolisme lebih lambat disebabkan oleh sintesis hormon tiroid menurun;

3. Detak jantung menurun karena metabolisme melambat mengakibatkan lebih mudah lelah,

pingsan, dan sangat butuh tidur. Perubahan fungsi jantung juga dapat terjadi, termasuk
hilangnya jaringan dalam jantung dan ritme jantung melemah;

4. Anemia defisiensi besi yang dapat mengakibatkan kelesuan dan letih;

5. Kulit dingin, kasar, kering dan bersisik karena kekurangan asupan zat gizi, beberapa
memar dapat muncul karena hilangnya perlindungan dari lapisan lemak di bawah kulit;

6. Jumlah sel darah putih sedikit sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi dan berpotensi
kematian;

7. Perasaan kenyang atau kembung yang tidak normal yang berlangsung beberapa jam setelah
makan;

8. Rambut rontok dan muncul bulu-bulu halus (lanugo)

9. Konstipasi karena setengah kelaparan dan penyalahgunaan laksatif;


10. Kalium darah rendah disebabkan kurangnya asupan zata gizi, kehilangan kalium karena
muntah, dan pengunaan beberapa jenis diuretik. Kalium darah yang rendah dapat
mengakibatkan resiko osteoporosis di kemudian hari.

12. Perubahan fungsi neurortransmiter di otak yang dapat mengakibatkan depresi;

Biasanya karakteristik psikologis pada penderita anoreksia nervosa, antara lain serius,
penurut, teratur perfeksionis, hipersentif terhadap penolakan,rasa bersalah berlebihan dan
irasional, kecemasan obsesif, inrovert, hingga intelegensia sedang. Diperkirakan 10-15% dari
pasien dengan anoreksia nervosa meninggal karena penyakit mereka. Penyebab langsung
kematian penderita anoreksia adalah sistem kekebalan tubuh yang lemah karena kekurangan
gizi, pecah lambung, aritmia jantung, gaal jantung, dan bunuh diri (Brown, 2011).

Penanganan Anoreksia Nervosa

Penanganan pasien anoreksia membutuhkan kelibatan dokter, psikiater, psikolog, dan


ahli gizi. Informasi yang diperlukan untuk menapis penderita anoreksia adalah perbandingan
berat badan dengan standar, berat badan tinggi bdan (IMT), total kadar kalium dalam darah,
suhu tubuh (untuk menecek hipotermia), tekanan darah (untuk mengecek tekanan darah
rendah), hasil wawancara psikologi, pemeriksaan urin (untuk mengecek penggunaa laksatif,
diuratik) dan pola aktivitas.

Penerimaan dengan lingkungan merupakan langkah awal penyembuhan kelainan


anoreksia. Selain itu, dengan melakukan psikoterapi pada penderita, keluarga, dan orang-
orang di linhkungan tempat penderita anoreksia berasal dapat dilakukan untuk mengontrol
aktivitas dan meningkatkan kembali rasa percaya diri penderita. Obat antidepresan terkadang
diberikan dalam situasi tertentu. Tentunya, terapi gizi juga sangat penting, terutama asupan
vitamin dan mineral. Jika pasien anoreksia sudah berada dalam tingkat farah, artinya berat
badan penderita menurun 25% dari berat badan normal atau organ-organ vital pasien
mengalami cedera, maka opnam harus dilakukan.

B. Bulmia Nervosa

Bulmia nervosa ditandai dengan konsumsi maknan dalam jemblah besar yang
kemudian melakukan pembersihan tubuh dari makanan (purging), isa dengan muntah yang
dipaksakan, obat pencahar atau penyalahgunaan diuretok, enema, dan olahraga berlebih.
Penderita bulmia cenderung senang mengkonsumsi makanan yang mereka sukai, dan
cenderun makan jika sedang menghadapi situasi sulit. Tidak seperti penderita anoreksia
nervosa yang cenderung menjauhi makanan ketika ada maknan yang tersisa. Dengan
demikian mereka terhindar untuk menjadi gemuk tanpa perlu menahan keinginan mereka
untuk makan. Pada anoreksia nervosa terjadi penurunan berat badan yang stabil atau dapat
juga terjadi fluktuasi berat badan karema periode binge-eating dan puasa.

Kriteria diagnostik untuk nulimia nervosa berdasarkan Diagnostic and Statistical


Manual of Mental Disorders, edisi lima (DSM-V) adalah :

1. Episode berulang dari binge-eating, yaitu konsimsi cepat dari sejumblah besar
makanan dalam waktu singkat dan periode waktu tertentu, misalnya setiap 3 jam.
2. Perilaku kompensasi dilakukan berulang dan tidak semesetinya (seperti muntah yang
dipaksakan, penyalahgunaan obat pencahar, berpuasa, atau olahraga berlebih) untuk
mencegah kenaikan berat badan.
3. Binge-eating dan perilaku kompensasi, keduanya dilakukan setidaknya satu kali
seminggu selama 3 bulan.
4. Penilaian diri terlalu dipengaruhi oleh bentuk tubuh dan berat badan
5. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama eposide aboreksia nervosa.

Tersapat dua kategori bulmia nervosa, yaitu :

1. Melakukan pembersihan tubuh dari makanan (purging) ; individu teratur dala


melakukan muntah dengan paksaan atau penggunaan obat pencahar, diuretik ataupun
enema
2. Tidak melakukan pembersihan tubuh dari makanan (non-purging) ; individu dengan
subtipe non-purging mungkin berpuasa di antara episode binge-eating dan melakukan
olahraga sebagai sarana untuk mengopensasi asupan makanan, tetapi tidak melakukan
purging secara teratur.

Bulmia nervosa dapat didahului oleh riwayat diet atau membatasi makan yang dianggap
berkontribusi pada siklus binge-purge. Orang dengan bulmia nervosa biasanya
mempertahankan berat badan normalnya, sementara beberapa ada yang sedikit kelebihan
berat badan. Penderita bulmia tidak membiarkan dirinya kelaparan kecuali berat
badannya d atas normal. Tetapi sepertinya orang dangan anoreksia nervosa, mereka
sering takut mengalami kenaikan berat badan, ingin mati-matian untuk menurunkan berat
badan, dan sangat tidak bahagia dengan ukuran serta bentuk tubuh mereka (NIMH, 2004)

Masalah kesehatan dapat dialami penderita bulimia nervosa karena perilaku


memuntahkan kembali makanan yang telah dimakannya dengan dipaksa, seperti:

1. Paparan berulang gigi pada asam dalam muntah menyebabkan, membuat email gigi
rusak, gigi sakit dan sensitif terhadap panas, dingin, dan asam. Gigi dapat membusuk
parah, terkikis, dan akhirnya rontok.
2. Kalium darah rendah karena seringmuntah atau penyalah gunaan diuretik. Hal ini
dapat mengganggu ritme jantung dan dapat menyebabkan kematian.
3. Kelenjar ludah dapat membengkak sebagai dari akibat infeksi dan iritasi akibat
muntah yang terus menerus
4. Kontipasi dapat terjadi karena sering menggunakan obat pencaha. (Wardlaw & Hampl
2007)

Umumnya peningkatan risiko anoreksia dan bulimia sama-sama didorong oleh


tuntunan profesional, seperti atlet renang, penari, pesenam, pelari, atau figur publik.
Kebanyakan penderita belumia tidak menderita bulimia. Biasanya, perilaku bulimia
dilakukan diam-diam karena sering disertai perasaan jijik atau malu.penderita bulimia
nervosa biasanya memiliki karakteristik psikologis antara lain depresif, cenderung
menyalahkan diri sendiri, disforia dan mood berfluktuasi, serta masalah pengendalian
impuls dalam berbagai aspek kehidupan. Berikut ini merupakan perbedaan
karakteristik penderita anoreksia nervosa dan bulimia nervosa.

Tabel 9.1 perbedaan karakteristik penderita anoreksia nervosa dan bulimia nervosa

Anoreksia Nervosa Bumilia Vervosa


Menjauhi makanan ketika ada masalah Menggunakan makanan untuk menghadapi
masalah
Introvert Ekstrovert
Menghindari kedekatan Mencari kedekatan
Perfeksionis Kehilangan kendali (mencari, menggunakan
obat)
Penyimpangan citra tubuh Penyimpangan citra tubuh secara tidak tentu
Menyangkal menderita penyimpangan Menyadari menderita penyimpangan
perilaku makan perilaku makan
Kehilangan berat badan 25% atau lebih Kehilangan berat badan 10-15%
Penurunan konsumsi makan, menyangkal Pola makan berubah-ubah antara Binge dan
perasaan lapar, mengurangi konsumsi puasa. Kebanyakan penderita merahasiakan.
makanan yang berlemak
Terjadi amenorea pada perempuan Tidak terjadi amenorea pada perempuan
Olahraga berlebihan Saat periode Binge-eating mengonsumsi
makanan energi tinggi
Ada kebiasaan tertentu dalam menghadapi Terjadi depresi
makanan
Beberapa mengalami episode bumilia ---
(binge-eating Disertai dengan perilaku
kompensasi)
Ada tanda ketidakseimbangan elektrolit ---
tubuh, anemia, disfungsi hormon dan
imunitas tubuh
Kematian akibat kelaparan, hiportermia atau Kematian akibat hipokalemia (level kalium
gagal jantung darah yang rendah)

C. Binge-eating disorders
Binge eating disordes (BED) adalah suatu kondsi ketika seseorang memakan
makanan dalam jumlah besar dalam waktu singkat dn merasa bahwa episode makan
ini tidak terkendali. BED didefinisikan sebagai episode berulang dari perilaku makan
tidak terkendali minimal satu kali dalam seminggu yang dilakukan seitdaknya selama
3 bulan. Selain itu, orang tersebut merasa kehilangan kontrol saat binge eating, yang
ditandai dengan adanya 3 dari 5 kriteria berikut: makan cepat, makan ketika tidak
lapar, makan sendirian, makan sampai penuh atau sangat kenyang, dan perasaan jijik
setelah melakukan hal tersebut
Diet dapat menjadi faktor resiko untuk BED: sekitar 35% sampai 55% wanita
mungkin mengalami binge eating sebelum melakukan diet. perempuan yang
mengalami stres, seperti kematian seseorang yang dekat dengan mereka, lebih
mungkin melakukan makan dalam jumla berlebihan. Jad respon terhadap situasi
emosinal saat itu adalah melalui makan.
Kriteria diagnostik uutuk BED berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual
off Mental Disorders, edisi ke 5 (DSM-V) adalah:
1. Episode berulang dari binge eating yang ditandai dengan makan dalam jumlah
besar daam waktu singkat dan tetap pada periode waktu tertentu, misalnya setiap 3
jam, serta kehilangan kontrol atas makan berlebih selama episode tersebut.
2. Episode binge eating berhubungan daengan 3 atau lebih dari :
a. Makan lebih cepat dari orang normal
b. Makan sampai merasa kenyang dan perut penuh
c. Makan dalam jumlah besar padahal tidak merasa lapar
d. Makan sendirian karena merasa malu atas banyaknya makanan yang ia makan
e. Merasa jijik, bersaah dan sedih setelah makan berlebih

3. Melakukn binge eating pada saat menemui kesulitan.

4. Binge eating terjadi setidaknya satu kali dalam seminggu selama tiga bulan.

` 5. Binge eating tidak berhubungan dengan perilaku kompensasi yang teratur


dilakukan (seperti purging, puasa, olahraga berlebih) dan tidak terjadi secara khusus/eksklusif
selama anoreksia nervosa atau bulimia nervosa.

Gangguan binge eating lebih umum daripada anoreksia atau bulimia. Tidak seperti
bulimia nervosa periode binge eating tidak diikuti oleh perilaku kompensasi seperti
pembersihan (purging), olahraga yang berlebihan, atau puasa. Akibatnya, orang dengan
gangguan binge eating sering mengalami kegemukan atau obesitas. Orang dengan gangguan
binge eating yang mengalami obesitas berada dalam resiko tinggi untuk menderita tekanan
darah tinggi, peakit jantung sebagai akibat baru peningkatan kadar trigliserida, diabetes
meletus tipe II, penyakit ginjal, edema, obstuktive sleep apnea, dan lainnya. Mereka juga
mengalami rasa bersalah, malu, dan kesulitan tentang binge eating mereka, yang dapat
menyababkan lebuh banyak lagi binge eating (NIMH, 014)

D. Eating Disorder Not Otherwise Specified (EDNOS)


Eating disorder not otherwise specified (EDNOS) atau other specified feeding or
eating disorder (OSFED) adalah gangguan makan yag tidak memenuhi kriteria untuk
disebut sebagai anoreksia nervosa, bulmia nervosa, atau binge eating disorders. Ini
merupakan ganguan makan yang paling umum. Ednos atau osped memiliki 5 subtipe,
yaitu;
1. atypical anoreksia nervosa: perilaku membatasi tetapi tidak memenuhi
kriteria berat badan rendah untuk disebut sebagai anoreksia nervosa, individu
masih mempunyai berat badan yang normal
2. bulimia nervosa-dengan frekuensi yang rendah dan/atau durasi terbatas;
semua prilaku yang termasuk kriteria bulimia nervosa dilakukan, tetapi
perilaku binge eating dan perilaku kompensasi dilakukan dengan prekuensi
yang lebih rendah dan/atau durasinya kurang dari 3 bulan
3. binge eating disorder - dengan frekuensi rendah dan/atau durasi terbatas :
semua perilaku yang termasuk kriteria binge eating disorder dilakukan, tetapi
frekuensi nya lebih rendah dan/atau dilakukan kurang dari tiga bulan.
4. Furging disorder : membersihkan tubuh dari makanan yang telah dimakan
secara berulang dengan cara dimutahkan secara paksa, menyalahgunakan obat
pencahar dan diuretik, atau olahraga berlebih. Namun, subtipe ini tidak
mengikutserta kan periode binge eating
5. Night eating syndrome : episode makan malam yang berulang, seperti makan
setelah terbangun dari tidur malam/ konsumsi makanan berlebihan setelah
makan malam. Makan malam ini bukan karena pengaruh external seperti
perubahan siklus tidur-bangun individu atau karena norma-norma sosial
setempat.

Resiko yang ditimbulkan oleh EDNOS/OSFED juga cukup farah, sama seperti
mereka yang menalami gangguan makan lainnya. Beberapa study menunjukan angka
kematian EDNOS/OSFED sama tingginya dengan individu yang menderita anoreksia
nervosa.

E. Penyebab Perilaku Makan Menyimpang

Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya perilaku makan menyimpang,


seperti faktor psikologis, biologis, keluarga, sosial budaya, lingkungan, dan perilaku. Faktor
faktor tersebut berinteraksi sehingga menyebabkan perilaku makan menyimpang. Anoreksia
nervosa tidak hanya disebabkan oleh norma sosial budaya yang menekankan tubuh kurus
ramping tetapi juga oleh interaksi dari norma sosial dan faktor lain, seperti hubungan
keluarga yang tidak harmonis, rendah diri, serta perilaku diet. Ketika diet dimulai, berbagai
perilaku makan menyimpang dapat muncul tergantung faktor faktor lingkungan sosial, norma
keluarga dan masyarakat, dan faktor personal, seperti citra tubuh dan self-esteem (Roberts
dan Williams, 000).

Faktor faktor yang dapat menyebabkan perilaku makan menyimpang dapat


dikelompokan menjadi tiga faktor besar, yaitu:

1. Faktor personal, berkontribusi terhadap timbuknya gangguan yang berkaitan


dengan berat badan, termasuk didalamnya faktor biologis (genetik, BMI, jenis
kelamin, usia, tahap perkembanan), kognetif atau afektip (sikap dan pengetahuan
gizi) dan psikologis (keinginan untuk kurus, citra tubuh, self esteem, depresi)
2. Faktor lingkungan sosial, termasuk didalamnya norma sosial budaya (pandangan
mengenai kurus kebiasaan makan, peran wanita), faktor keluarga (pola
komunikasi harapan orang tua, batasan, perilaku diet orang tua dan saudara),
teman sebaya (perilaku diet, pola makan, perhatian terhadap berat badan),
ketersediaan pangan, pengalaman kekerasan dan pengaruh media.
3. Faktor perilaku, termasuk didalamnya perilaku makan (pola makan, konsumsi fast
food, pariasi makanan), perilaku diet atau pengaturan berat badan (frekuensi diet
jenis dan cara yang digunakan) aktifitas fisik, perilakiu coping (dengan kegagalan
diet, dengan kekacauan hidup) dan kemampuan perilaku (keberhasilan diri dalam
menghadapi norma sosial yang membahayakan, kemampuan dalam meniyapkan
makanan, kemampuan dalam merespon media)

Hasil gabungan faktor ini mungkin dapat menimbulkan gangguan perilaku makan,
seperti muntah yang dipaksakan atau binge eating. Seiring waktu, perilaku ini mungkin
hilang, berlanjut,atau berkembang menjadi masalah yang berkaitan dengan berat badan lebih
serius, seperti anoreksia nervosa, bulimia nervosa atau obesitas.

F. Dampak Perilaku Makan Menyimpang


Beberapa penderita anoreksia dan bilimia dapat menurunkan berat badan antara 5-
50% dari berat badan mereka. Jika gangguan ini, baik anoreksia maupun bulimia,
tidak segera tertangani, maka dapat membawa dampak masalah baik secara fisik
maupun psikis yang serius, bahkan kasus terparah dapat menyebabkan kematian.
Berikut ini dapat dilihat langsung dampak langsung dan tidak langsung dari anoreksia
nervosa dan bulimia nervosa.
Dampak Fisik Secara Langsung Dampak Fisik Secara Tidak Langsung
 Kehilangan selera makan  Perasaan tidak berharga
 Luka pada tenggorokan dan infeksi  Sensitif, mudah tersinggung dan marah
saluran pencernaan akibat terlalu  Mudah merasa bersalah
sering memuntahkan makanan  Kehilangan minat untuk berinteraksi
 Lemah, tidak bertenaga dengan orang lain
 Sulit berkonsentrasi  Tidak percaya diri, canggung
 Gangguan menstruasi berhadapan dengan orang banyak
 Kematian  Cenderung berbohong untuk menutupi
perilaku makanannya
 Minta perhatian sama orang lain
 Depresi (Sedih terus-menerus)

Você também pode gostar