Você está na página 1de 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada mulanya kaum Murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan
khalifah yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam setelahUsman bin Affan mati
terbunuh. Munculnya permasalahan ini perlahan-lahan menjadi permasalahan tentang
ketuhanan. Oleh karena itu, akan membahas tentang Murji’ah dan perkembangan
pemikirannya dalam mewarnai pemahamanketuhanan dalam Agama Islam.

B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana asal-usul kemunculan Murji’ah
2. Apa pokok ajaran Murji’ah
3. Bagaimana sekte-sekte yang ada di aliran Murji’ah

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui asal-usul kemunculan aliran Murji’ah
2. Mengetahui pokokpokok ajaran aliran Murji’ah
3. Mengetahui sekte yang ada di aliran Murji’ah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah munculnya aliran Murji’ah


Murji’ah berasal dari kata al-irja atau arja’a. Arja’a yang berarti meng-harap. Karena
keterlaluan mengharap, mereka tidak segan melakukan apa saja. Hal itu disebabkan karena
mereka mempunyai harapan untuk diampuni dan dimaafkan oleh Allah.1
Al-irja berarti penangguhan. Artinya menangguhkan kasus seseorang yang melakukan
dosa besar hingga hari kiamat.2 Contoh orang-orang disini ialah Ali dan Muawiyah beserta
pasukannya masing-masing.
Ada 2 permasalahan munculnya aliran Murji’ah, yaitu:
1. Permasalahan Politik
Ketika terjadi pertikaian antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim
(arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali
terpecah menjadi 2 kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar dari Ali
yakni Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an,
dengan pengertian, tidak ber-tahkim dengan hukum Allah. Oleh karena itu mereka
berpendapat bahwa melakukan tahkim adalah dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi
kafir, sama seperti perbuatan dosa besar yang lain.
Seperti yang telah disebutkan di atas Kaum khawarij, pada mulanya adalah
penyokong Ali bin Abi thalib tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena ada
perlawanan ini, pendukung-pendukung yang tetap setia pada Ali bin Abi Thalib
bertambah keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka merupakan golongan lain
dalam islam yang dikenal dengan nama Syi’ah.
Dalam suasana pertentangan inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin
bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara
golongan yang bertentangan ini. Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan ini
merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar.
Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa sebenarnya yang salah, dan
lebih baik menunda (arja’a) yang berarti penyelesaian persoalan ini di hari perhitungan di
depan Tuhan.

1
Z.A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 71
2
Muhammad ibn ‘Abd Al-karim, Ahmad Al-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal: Aliran-aliran Teologi
dalam Islam, (Bandung: Mizan Pustaka, 2004), hlm. 215

2
Gagasan irja’ atau arja yang dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan
menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga
bertujuan menghindari sekatrianisme.
2. Permasalahan Ke-Tuhanan
Dari permasalahan politik, mereka kaum Mur’jiah pindah kepada permasalahan
ketuhanan (teologi) yaitu persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum khawarij, mau
tidak mau menjadi perhatian dan pembahasan pula bagi mereka. Kalau kaum Khawarij
menjatuhkan hukum kafir bagi orang yang membuat dosa besar, kaum Murji’ah
menjatuhkan hukum mukmin.
Pendapat penjatuhan hukum kafir pada orang yang melakukan dosa besar oleh
kaum Khawarij ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Mur’jiah yang
mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya
diserahkan kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau tidak.
Aliran Murji’ah menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat
dalam peristiwa tahkim itu di hadapan Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang mengetahui
keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar
masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosar
besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad
sebagai Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa
besar masih tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari
iman. Oleh karena itu, orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.
Dinamakan Murji’ah karena golongan ini menunda atau mengembalikan tentang
hukum orang Mukmin yang berdosa besar dan belum bertaubat sampai matinya, orang
itu belum dapat dihukum sekarang. Ketentuan persoalannya ditunda atau dikembalikan
kepada Allah SWT. di hari akhir nanti.

B. Pokok-pokok ajaran Murji’ah


Murjiah muncul dengan pendapatnya bahwa dosa tidak merusak keimanan,
sebagaimana ketaatan tidak memberi manfaat bagi orang yang kafir.3
Aliran Murji’ah membahas tentang batasan pengertian “Iman”.
Menurut Ahlus Sunnah bahwa iman itu terdiri dari tiga unsur, yaitu membenarkan
dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan menyertainya dengan amal perbuatan seperti

3
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta: Logos, 1996), hlm.
143

3
shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Sedangkan kebanyakan golongan Murji’ah
berpendapat bahwa iman ialah hanya membenarkan dengan hati saja. Apabila seseorang
beriman dengan hatinya, maka dia adalah Mukmin dan Muslim, sekalipun lahirnya
menyerupai orang Yahudi atau Nasrani dan meskipun lisannya tidak mengucapkan dua
kalimat syahadat. Mengikrarkan dengan lisan dan amal perbuatan, itu bukan bagian dari
iman.
Kemudian sebagian dari golongan Murji’ah berpendapat bahwa iman itu terdiri dari
dua unsur, yaitu membenarkan dengan hati dan mengikrarkan dengan lisan. Membenarkan
dengan hati saja tidak cukup, dan mengikrarkan dengan lisan saja pun tidak cukup, tetapi
harus dengan bersama kedua-duanya, supaya seseorang menjadi mukmin. Karena orang yang
membenarkan dengan hati dan menyatakan kebohongannya dengan lisan tidak dinamakan
mukmin.
Gassan al-Kufi (tokoh Murji’ah) beranggapan bahwa “iman adalah mengenal Allah
dan Rasul-Nya, serta mengakui apa-apa yang telah diturunkan Allah, dan yang dibawa oleh
Rasul-Nya. Karenanya, iman itu tidak dapat bertambah atau berkurang”.4
Secara umum kelompok Murji’ah menyusun teori-teori keagamaan yang independen, sebagai
dasar gerakannya, yang intisarinya sebagai berikut
1. Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan Rasulnya saja.
Adapun amal atau perbuatan, tidak merupakan sesuatu keharusan bagi adanya iman.
Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap sebagai mukmin walaupun ia
meninggalkan apa yang difardhukan kepadanya dan melakukan perbuatan-perbuatan
dosa besar.
2. Dasar keselamatan adalah iman semata-mata. Selama masih ada iman dihati, maka
setiap maksiat tidak akan mendatangkan mudharat ataupun gangguan atas diri
seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia hanya cukup dengan
menjauhkan diri syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
Dengan kata lain, kelompok Murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal
tidaklah sepenting iman, yang kemudian meningkat pada pengertian bahwa, hanyalah
imanlah yang penting dan yang menentukan mukmin atau tidak mukminnya seseorang;
perbuatan-perbuatan tidak memiliki pengaruh dalam hal ini. Iman letaknya dalam hati
seseorang dan tidak diketahui manusia lain; selanjutnya perbuatan-perbuatan manusia tidak
menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu ucapan-ucapan dan perbuatan-

4
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 152-156

4
perbuatan seseorang tidak mesti mengandung arti bahwa ia tidak memiliki iman. Yang
penting ialah iman yang ada dalam hati. Dengan demikian ucapan dan perbuatan- perbuatan
tidak merusak iman seseorang .
Harun Nasution menyebutkan ada empat ajaran pokok dalam doktrin teologi Murji’ah
yaitu:
1. Menunda hukuman atas Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Amr bin Ash, dan Abu
Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari
kiamat kelak.
2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
3. Menyerahkan meletakkan iman dari pada amal.
4. Memberikan pengaharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh
ampunan dan rahmat dari Allah.
Sedangkan doktrin pemikiran Murji’ah yang lain, seperti batasan kufur, para pengikut
Murji’ah terpecah menjadi beberapa golongan. Secara garis besar pemikiran dapat dijelaskan
menurut kelompok Jahamiyah: bahwa kufur merupakan sesuatu hal yang berkenaan dengan
hati, dimana hati tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT.
Pada golongan yang lainnya, menyatakan bahwa kufur itu merupakan banyak hal
yang berkenaan dengan hati ataupun selainnya, misalnya tidak mengenal (jahl) terhadap
Allah SWT, membenci dan sombong kepadanya, mendustakan Allah dan rasul-Nya sepenuh
hati dan secara lisan, begitu pula membangkang terhadap-Nya, mengingkari-Nya, melawan-
Nya, menyepelekan Allah dan dan rasulnya, tidak mengakui Allah itu Esa dan menganggap-
Nya lebih dari satu.
Karena itu mereka pun menganggap bisa saja terjadi kekufuran tersebut, baik dengan
hati maupun lisan, tetapi bukan dengan perbuatan, dan begitupun dengan iman. Mereka
beranggapan bahwa seseorang yang membunuh ataupun menyakiti Nabi dengan tidak karena
mengingkarinya, tetapi hanya karena membunuh ataupun menyakiti semata, niscaya dia
tidaklah disebut kufur. Tetapi, kalau seseorang mengahalalkan sesuatu yang diharamkan
Allah, rasul-Nya dan juga orang-orang muslim, niscaya diapun disebut kufur.

C. Sekte-sekte Murji’ah
Al-Syahrastani membagi kelompok-kelompok Murji’ah yang dikutip watt. Farly
islam hal (181) yaitu sebagai berikut:
1. Murji’ah Khawarij

5
Murji’ah Khawarij adalah kelompok yang tidak mempermasalahkan pelaku
dosa besar.
2. Murji’ah qadariyah
Murji’ah qadariyah adalah orang-orang yang dipimpin oleh Ghilan Ad-
Damsyiki sebutan mereka Al-Ghilaniah.
3. Murji’ah jabariyah
Murji’ah jabbariyah adalah jahmiyyah (para pengikut Jahm Ibn Shafwan),
mereka hanya mencukupkan diri dengan keyakinan dalam hati sajadan menurut
mereka maksiat itu tidak berpengaruh pada iman dan bahwasannya ikrar dengan lisan
dan amal bukan dari iman.
4. Murji’ah murni
Murji’ah murni adalah kelompok yang oleh para ualama diperselisihkan
jumlahnya.
5. Murji’ah sunni
Murj’ah sunni adalah para pengikut Hanafi termasuk didalamnya adalah Abu
Hanifah dan gurunya Hammad Ibn Abi Sulaiman juga orang orang yang mengikuti
mereka dari golongan Murji’ah kufah dan yang lainnya. Mereka ini adalah orang-
orang yang mengakhirkan amal dari hakekat iman.
Sementara itu, Harun Nasution membagi dalam 2 sekte yaitu :
1. Golongan moderat
Murjiah moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir
tidak pula kekal di dalam neraka, mereka di siksa sebesar dosanya, dan bila diampuni
oleh Allah sehingga tidak masuk neraka sama sekali. Iman adalah pengetahuan
tentang Tuhan dan Rasul-Nya, serta apa saja yang datang darinya secara keseluruhan
namun dalam garis besar , iman adalah dalam hal ini tidak bertambah dan berkurang,
tokohnya adalah : Al Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Tholib, Abu Hanifah,
Abu Yusuf dan beberapa ahli hadist.
2. Golongan ekstrim
Kelompok ekstrim dalam Murji’ah terbagi menjadi empat kelompok besar, yaitu :
a. Al-Jahmiyyah, kelompok Jahm bin Syahwan dan para pengikutnya,
berpandangan bahwa orang yang percaya kepada tuhan kemudian menyatakan
kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu
bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.

6
b. Shalihiyyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah
mengetahui tuhan, sedangkan kufur tidak tahu tuhan. Sholat bukan merupakan
ibadah kepada Allah, yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti
mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah, melainkan
sekedar menggambarkan kepatuhan.
c. Yunusiyyah dan Ubaidiyyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat
atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-
dosa dan perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang
bersangkutan. Dalam hal ini Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan
jahat, banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik.
d. Hasaniyyah, jika seseorang mengatakan “saya tahu Tuhan melarang makan babi,
tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”,
maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir.
Pendapat-pendapat ekstrim seperti diuraikan di atas menimbulkan pengertian bahwa
hanya imanlah yang penting dan menentukan mukmin atau tidaknya mukminnya seseorang.
Perbuatan-perbuatan tidak mempunyai pengaruh dalam hal ini. Karena yang penting ialah
iman dalam hati, ucapan dan perbuatan tidak merusak iman.

D. Dasar nash Al-Qur’an Aliran Murji’ah


Dalil yang di ambil dalam mendukung pemikirannya adalah Firman Allah dalam
Alquran, Q.S. Az-Zumar : 53
    
     
     
    
 
Artinya: Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Q.S. Az-Zumar : 53)

Nash yang dijadikan keimanan dan kekufuran seluruhnya terletak pada hati adalah:
    
   

7
    
   
   
   
    
   
    
     
      
   
Artinya: Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun
orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga
mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka
dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-
Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan
rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu
adalah golongan yang beruntung. (Q.S. Al-Mujadalah : 22)

     


    
   
   
     
Artinya: Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat
kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam
beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran,
maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (Q.S. An-Nahl : 106)

Dalil dari Sunnah mereka berhujjah dengan sebagian hadits dan atsar, yang secara
dhahir menunjukkan atas perintah untuk menjauhi syirik dan keberadaan iman dalam hati
seseorang untuk menggapai kejayaan dan keridhaan Allah:

8
Artinya: Barang siapa yang mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu maka
ia akan masuk neraka”, Ibnu Mas’ud berkata: “Saya katakan: “Barang siapa yang mati dalam
keadaan tidak menyekutukan Allah maka ia masuk Jannah.”
Inilah beberapa dalil yang digunakan oleh kolompok murjiah dalam menguatkan
mazhabnya.

E. Ciri-ciri khusus Aliran Murji’ah


Murji’ah memiliki sekian banyak ciri dan ada beberapa cirri yang paling menonjol,
diantaranya sebagai berikut:
1. Mereka berpendapat, iman hanya sebatas penetapan dengan lisan, atau sebatas
pembenaran dengan hati, atau hanya penetapan dan pembenaran.
2. Mereka berpendapat, iman tidak bertambah dan tidak berkurang, tidak terbagi-bagi,
orang yang beriman tidak bertingkat-tingkat, dan iman semua orang adalah sama.
3. Mereka mengharamkan istitsan` (mengucapkan ‘saya beriman insya Allah) di dalam
iman.
4. Mereka berpendapat, orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan
haram (dosa dan maksiat) tidak berkurang imannya dan tidak merubahnya.
5. Mereka membatasi kekufuran hanya pada pendustaan dengan hati.
6. Mereka mensifati amal-amal kekufuran yang tidak membawa melainkan kepada
kekufuran, seperti menghina dan mencela (Allah, Rasul-Nya, maupun syari’at Islam);
bahwa hal itu bukanlah suatu kekufuran, tetapi hal itu menunjukkan pendustaan yang
ada dalam hati.

F. Pendapat ulama’ tentang Aliran Murji’ah


Para ulama sepanjang masa telah menetapkan, bahwasanya Murji’ah merupakan
kelompok bid’ah yang sesat. Mereka pun melakukan pengingkaran dan membantah
kelompok ini. Di antara para kelompok ini ialah sebagai berikut:
1. ‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul-Muthalib (wafat 68 H). Beliau Radhiyallahu ‘anhu
mengingatkan, “Berhati-hatilah dengan (pemikiran) Irja’, karena ia merupakan cabang
dari pemikiran Nashrani.”
2. Ibrahim bin Yazid bin Qa-is an-Nakha-I rahimahullah (wafat 96H) berkata,
“Menurutku, sesungguhnya fitnah mereka (Murji’ah) lebih aku takutkan atas umat ini
daripada fitnah al-Azariqah.”

9
3. Muhammad bin Muslim az-Zuhri rahimahullah (wafat 125 H) berkata, “Tidak ada
satu perbuatan bid’ah dalam Islam yang lebih berbahaya bagi pemeluknya (kaum
Muslimin) dari bid’ah ini, yaitu Al-Irja’.”
4. Yahya bin Sa’id al-Anshari (wafat 144 H) dan Qatadah (wafat 113 H), sebagaimana
dikatakan oleh al-Auza-I rahimahullah, bahwa mere berdua mengatakan: “Menurut
pendapat mereka, tidak ada perbuatan bid’ah yang lebih ditakutkan atas umat ini dari
Al-Irja’.”
5. Manshur bin al-Mu’tamir as-Sulami (wafat 132 H) brkata; “Aku tidak berpendapat
seperti pendapat Murji’ah yang sesat dan bid’ah.”
6. Lajnah ad-Da-imah lil-Buhuts al-Ilmiyah wal-Ifta, di dalam fatwa no. 21436,
tertanggal 8 Rabi’uts-Tsani 1421 H menyebutkan tenteng fenomena pemikiran
Murji`ah pada zaman ini. Dalam fatwa tersebut dikatakan: "Tidak diragukan lagi
bahwa pemikiran ini (Murji`ah) adalah kebatilan dan kesesatan yang nyata,
menyelisihi al-Qur`ân, Sunnah dan ijma' Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah, sejak dahulu
sampai sekarang."5

5
Kholid Syamhudi, Pengaruh Buruk Pemikiran Murji'ah, 2008, http://almanhaj.or.id/ diakses tanggal
18 N0vember 2013

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa pendapat yang telah disampaikan diatas bahwa aliran Murji’ah yang
terpenting dalam kehidupan beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Jika seseorang
masih beriman, berarti dia tetap mukmin, bukan kafir walaupun ia melakukan dosa besar.
Adapun hukuman bagi dosa besar itu terserah kepada Tuhan, akan diampuni atau tidak. Dan
dikatakan Murji’ah karena ada sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat
dalam pertentangan politik yang terjadi antara Ali dan Mu’awiyah.

B. SARAN
Pada hakikatnya semua aliran tersebut tidaklah keluar dari Islam, tetapi tetap Islam.
Dengan demikian tiap umat Islam bebas memilih salah satu aliran dari aliran-aliran teologi
tersebut, yaitu mana yang sesuai dengan jiwa dan pendapatnya. Hal ini tidak ubahnya pula
dengan kebebasan tiap orang Islam memilih madzab fikih mana yang sesuai dengan jiwa dan
kecenderungannya. Disinilah hikmah sabda Nabi Muhammad SAW: “perbedaan paham
dikalangan umatku membawa rahmat”. Memang rahmat besarlah kalau kaum terpelajar
menjumpai dalamIslam aliran-aliran yang sesuai dengan jiwa dan pembawaannya, dan kalau
pula kaum awam memperoleh dalamnya aliran-aliran yang dapat mengisi kebutuhan
rohaninya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Syihab, Z.A. 2004. Akidah Ahlus Sunnah. (Jakarta: Bumi Aksara)


Ibn ‘Abd Al-karim, Muhammad. Al-Syahrastani, Ahmad. 2004. Al-Milal wa Al-Nihal:
Aliran-aliran Teologi dalam Islam. (Bandung: Mizan Pustaka)
Abu Zahrah, Imam Muhammad. 1996. Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam. (Jakarta:
Logos)
Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Rajawali Pers)

12

Você também pode gostar