Você está na página 1de 14

Nama : Chyntia Tiara Putri

NIM : 04011181320047
Kelas : PSPD A 2013

ANALISIS MASALAH

1. Bagaimana mekanisme dan organ apa saja yang kemungkinan cedera pada
kasus?
Mechanism of injury
Mengendarai motor dengan kecepatan tinggi  menabrak tiang listrik dari
arah depan (head on collision)  penghentian tiba-tiba  deselerasi cepat 
energi kinetik berpindah ke pengendara  pengendara terdorong dan
terlempar dari motor  jatuh membentur trotoar

Kemungkinan cedera
Cedera dapat terjadi pada kepala, thorak, abdomen atau ekstremitas
pada saat energi dari penurunan kecepatan mendadak berpindah ke
pengendara sehingga terjadi benturan dengan stang motor, trotoar atau benda-
benda lain di sekitarnya. Cedera ini dapat jelas terlihat seperti laserasi atau
jejas pada thorak atau abdomen, fraktur terbuka pada ekstremitas atau
perdarahan pada kepala. Cedera juga dapat tidak tampak secara langsung
seperti perdarahan interna pada abdomen atau kepala dan fraktur tertutup.

2. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari survey primer :


Exposure (temperatur: 35,5oC, jejas di abdomen kanan atas, tampak fraktur
terbuka os humerus sinistra dengan perdarahan aktif, fraktur terbuka os femur
sinistra dengan perdarahan aktif, fraktur terbuka kruris sinistra dengan
perdarahan aktif )?

PEMERIKSAAN NILAI INTERPRETASI MEKANISME


NORMAL
Temperatur : 35,50C 36,50C -  (hipotermia) Perdarahan   aliran
37,50C balik vena   cardiac
output   sirkulasi
darah  hipoperfusi
jaringan  termoregulasi
terganggu  suhu 
Abdomen : jejas di Tidak ada jejas Tidak normal Kecelakaan lalu lintas 
bagian kanan atas benturan  jejas pada
abdomen
Fraktur terbuka os Tidak ada Tidak normal Kecelakaan lalu lintas 
humerus , os femur, fraktur benturan pada sisi kiri
os kruris sinistra + tubuh  trauma langsung
perdarahan aktif  tekanan langsung pada
tulang  tekanan melebihi
kekuatan tulang 
FRAKTUR 
diskontinuitas tulang 
merobek pembuluh darah
di dekatnya 
PERDARAHAN AKTIF
Kemungkinan pembuluh
darah yang terkena :
Fraktur os. Humerus  A.
brachialis
Fraktur os. Femur  A.
femoralis
Fraktur os. Kruris  A.
tibialis anterior
3. Bagaimana cara mengukur CRT?
Capillary Refill Test adalah tes cepat yang dilakukan untuk menilai kecukupan
sirkulasi seorang individu dengan curah jantung yang buruk. Kulit ditekan
dengan kuat oleh ujung jari sampai menjadi pucat, waktu yang dibutuhkan
hingga kulit tersebut kembali normal warnanya menunjukkan waktu pengisian
kapiler. Pengisian kapiler normal memakan waktu sekitar 2 detik.

4. Bagaimana etiologi dari diagnosis?


Etiologi syok hemorrhagik secara umum :
 Terapi antitrombosis
 Koagulopati
 Perdarahan saluran pencernaan
 Varises esofagus
 Ulkus peptikum dan duodenum
 Ca gaster dan esofagus
 Obstetrik/ginekologi
 Plasenta previa
 Abruptio plasenta
 Ruptur kehamilan ektopik
 Ruptur kista ovarium
 Paru
 Emboli pulmonal
 Ca paru
 Penyakit paru yang berkavitas: TB, aspergillosis
 Ruptur aneurisma
 Perdarahan retroperitoneal
 Trauma
 Laserasi
 Luka tembus pada abdomen dan toraks
 Ruptur pembuluh darah besar
Etiologi syok hemorrhagik pada kasus  akibat perdarahan aktif dari fraktur
pada os. Humerus, os. Femur dan os. Cruris
Etiologi fraktur secara umum :
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Dua faktor mempengaruhi
terjadinya fraktur :
- Ekstrinsik  meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai
tulang, arah dan kekuatan trauma.
- Intrinsik  meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma,
kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang.
Fraktur berasal dari:
- cedera
- stress berulang
- fraktur patologis

Etiologi fraktur pada kasus  akibat terjadi kecelakaan lalu lintas,


pengendara mengalami benturan pada sisi tubuh yang mengakibatkan
terjadinya trauma langsung yang melebihi kekuatan tulang, sehingga terjadi
fraktur

5. Apa gejala klinis dari diagnosis?


Gejala klinis pada syok hemoragik berbeda-beda berdasarkan derajatnya 
Class I Class II Class III Class IV
Blood loss >750 750-1500 1500-2000 >2000
(mL)
Blood loss (%) >15% 15-30% 30-40% >40%
Heart rate/min <100 >100 >120 >140
Systolic Blood Nomal Normal Decreased Decreased
Pressure
Pulse Pressure Normal Decreased Decreased Decreased
Respiratory 14-20 20-30 30-40 <35
rate
Capilary refill Delayed Delayed Delayed Delayed
Urine ouput >30 20-30 5-15 Minimal
(mL/hr)
Mental status Slightly Anxious Confused Confused and
anxious lethargic

Ringan Sedang Berat


(< 20% volume (20-40% volume (> 40% volume darah)
darah) darah)
Ekstremitas dingin Sama, ditambah: Sama, ditambah:
CRT meningkat Takikardi Hemodinamik tak
Diaporesis Takipnea stabil
Vena kolaps Oliguria Takikardi bergejala
Cemas Hipotensi ortostatik Hipotensi
Perubahan kesadaran

Gejala klinis pada fraktur 


LOOK :
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan
- Perhatikan adanya pembengkakan
- Perhatikan adanya gerakan yang abnormal
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka
- Ekstravasasi darah subkutan (ekimosis) dalam beberapa jam sampai
beberapa hari
- Perhatikan keadaan vaskular

FEEL :
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan  nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada
tulang
- Krepitasi  dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati
- Pemeriksaan vaskular pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Dinilai juga refilling (pengisian) arteri pada
kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, dan temperatur kulit.
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai

MOVE
Pada pasien dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah
dan saraf.

6. Bagaimana SKDI dari diagnosis?


Syok hemorrhagik  3B
Fraktur terbuka  3B
Gawat darurat : Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi
menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada
pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.
LEARNING ISSUE
FRAKTUR TERBUKA

Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan


penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah
infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota
gerak. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur
terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debridemen
yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini
serta pemberian antibiotik yang adekuat. Sepertiga dari pasien fraktur terbuka
biasanya mengalami cidera multipel.
Fraktur terbuka terjadi dalam banyak cara, dan lokasi serta tingkat keparahan
cideranya berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang mengenai
tubuh. Fraktur terbuka dapat disebabkan oleh luka tembak, trauma kecelakaan lalu
lintas, ataupun kecelakaan kerja yang berhubungan dengan himpitan pada jaringan
lunak dan devitalisasi.
Fraktur terbuka sering membutuhkan pembedahan segera untuk
membersihkan area mengalami cidera. Karena diskontinuitas pada kulit, debris dan
infeksi dapat masuk ke lokasi fraktur dan mengakibatkan infeksi pada tulang. Infeksi
pada tulang dapat menjadi masalah yang sulit ditangani. Gustilo dan Anderson
melaporkan bahwa 50,7 % dari pasien mereka memiliki hasil kultur yang positif pada
luka mereka pada evaluasi awal. Sementara 31% pasien yang memiliki hasil kultur
negatif pada awalnya, menjadi positif pada saat penutupan definitf. Oleh karena itu,
setiap upaya dilakukan untuk mencegah masalah potensial tersebut dengan
penanganan dini.

DEFINISI
Fraktur terbuka adalah fraktur dimana terdapat hubungan fragmen fraktur
dengan dunia luar, baik ujung fragmen fraktur tersebut yang menembus dari dalam
hingga ke permukaan kulit atau kulit dipermukaan yang mengalami penetrasi suatu
objek yang tajam dari luar hingga kedalam. Fraktur terbuka sering timbul komplikasi
berupa infeksi. Infeksi bisa berasal dari flora normal di kulit ataupun bakteri pathogen
khususnya bakteri gram (-). Golongan flora normal kulit, seperti Staphylococus,
Propionibacterium acne , Micrococus dan dapat juga Corynebacterium. Selain dari
flora normal kulit, hasil juga menunjukan gambaran bakteri yang bersifat pathogen,
tergantung dari paparan (kontaminasi) lingkungan pada saat terjadinya fraktur.
Karena energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan jenis patah tulang,
pasien sering memiliki luka tambahan, beberapa berpotensi mengancam nyawa, yang
memerlukan pengobatan. Terdapat 40-70% dari trauma berada di tempat lain dalam
tubuh bila ada fraktur terbuka. Fraktur terbuka mewakili spektrum cedera: Pertama,
masalah mendasar dasar patah tulang; kedua, pemaparan dari patah tulang terhadap
lingkungan; dan kontaminasi dari situs fraktur.

KLASIFIKASI
Menurut Gustilo dan Anderson, fraktur terbuka dibagi menjadi 3 kelompok :
- Grade I : kulit terbuka < 1 cm, bersih, biasanya dari luar ke dalam; kontusio
otot minimal; fraktur simple transverse atar short oblique.
- Grade II : laserasi > 1 cm, dengan kerusakan jaringan lunak yang luas,
kerusakan komponen minimal hingga sedang; fraktur simple transverse atau short
oblique dengan kominutif yang minimal
- Grade III : kerusakan jaringan lunak yang luas, termasuk otot, kulit, struktur
neurovaskularl seringkali merupakan cidera oleh energy yang besar dengan kerusakan
komponen yang berat.
- III A : laserasi jaringan lunak yang luas, tulang tertutup secara adekuat;
fraktur segmental, luka tembak, periosteal stripping yang minimal
- III B : cidera jaringan lunak yang luas dengan periosteal stirpping dan tulang
terekspos, membutuhkan penutupan flap jaringan lunak; sering berhubungan
dengan kontaminasi yang massif
- III C : cidera vaskuler yang membutuhkan perbaikan
Klasifikasi Fraktur Terbuka Berdasarkan Gustilo dan Anderson

ETIOLOGI
Fraktur terbuka disebabkan oleh energi tinggi trauma, paling sering dari
pukulan langsung, seperti dari jatuh atau tabrakan kendaraan bermotor. Dapat juga
disebabkan oleh luka tembak, maupun kecelakaan kerja. Tingkat keparahan cidera
fraktur terbuka berhubungan langsung dengan lokasi dan besarnya gaya yang
mengenai tubuh. Ukuran luka bisa hanya beberapa milimeter hingga terhitung
diameter. Tulang mungkin terlihat atau tidak terlihat pada luka. Fraktur terbuka
lainnya dapat mengekspos banyak tulang dan otot, dan dapat merusak saraf dan
pembuluh darah sekitarnya. Fraktur terbuka ini juga bisa terjadi secara tidak langsung,
seperti cidera tipe energi tinggi yang memutar.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang
hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena
fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada
daerah lain.

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
a. Syok, anemia atau perdarahan.
b. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen.
c. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.

3. Pemeriksaan lokal
a. Inspeksi (Look)
 Bandingkan dengan bagian yang sehat.
 Perhatikan posisi anggota gerak.
 Keadaan umum penderita secara keseluruhan.
 Ekspresi wajah karena nyeri.
 Lidah kering atau basah.
 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan.
 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka.
 Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai
beberapa hari.
 Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan.
 Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada
organ-organ lain.
 Perhatikan kondisi mental penderita.
 Keadaan vaskularisasi.
b. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri.
 Temperatur setempat yang meningkat.
 Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat
fraktur pada tulang.
 Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati.
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai
dengan anggota gerak yang terkena.
 Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian
distal daerah trauma , temperatur kulit.
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.
c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara
aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang
mengalami trauma. Pada pederita dengan fraktur, setiap gerakan
akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

4. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelelahan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis. Kelaianan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena
dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta
merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

5. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta
ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
PENANGANAN
Prinsip penanganan fraktur terbuka :
a. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi.
b. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat mengancam
jiwa.
c. Pemberian antibiotik.
d. Lakukan debridement dan irigasi luka.
e. Lakukan stabilisasi fraktur.
f. Pencegahan tetanus.
g. Lakukan rehabilitasi ektremitas yang mengalami fraktur.
Debridement adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati sehingga luka
menjadi bersih. Untuk melakukan debridement yang adekuat, luka lama dapat
diperluas, jika diperlukan dapat membentuk irisan yang berbentuk elips untuk
mengangkat kulit, fasia serta tendon ataupun jaringan yang sudah mati. Debridement
yang adekuat merupakan tahapan yang penting untuk pengelolaan. Debridement harus
dilakukan sistematis, komplit serta berulang. Diperlukan cairan yang cukup untuk
fraktur terbuka. Grade I diperlukan cairan yang bejumlah 1-2 liter, sedangkan grade
II dan grade III diperlukan cairan sebanyak 5-10 liter, menggunakan cairan normal
saline.
Pemberian antibiotika adalah efektif mencegah terjadinya infeksi pada pada
fraktur terbuka. Antibiotika yang diberikan sebaiknya dengan dosis yang besar. Untuk
fraktur terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah golongan cephalosporin dan
dikombinasi dengan golongan aminoglikosida.
Perawatan lanjutan dan rehabilitasi fraktur terbuka :
1. Hilangkan nyeri.
2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dan flagmen
patah tulang.
3. Mengusahakan terjadinya union.
4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan mempertahankan fungsi
otot dan sendi dan pencegahan komplikasi.
5. Mengembalikan fungsi secara maksimal dengan fisioterapi.
TINDAKAN PEMBEDAHAN
Hal ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin untuk mencegah
kerusakan jaringan yang lebih lunak. Tulang patah dalam fraktur terbuka biasanya
digunakan metode fiksasi eksternal atau internal. Metode ini memerlukan operasi.
a. Fiksasi Internal
Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi
(dikurangi) ke posisi normal kemudian diikat dengan sekrup khusus atau
dengan melampirkan pelat logam ke permukaan luar tulang. Fragmen
juga dapat diselenggarakan bersama-sama dengan memasukkan batang
bawah melalui ruang sumsum di tengah tulang. Karena fraktur terbuka
mungkin termasuk kerusakan jaringan dan disertai dengan cedera
tambahan, mungkin diperlukan waktu sebelum operasi fiksasi internal
dapat dilakukan dengan aman.
b. Fiksasi Eksternal
Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi
ini digunakan untuk menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam
fiksasi eksternal, pin atau sekrup ditempatkan ke dalam tulang yang
patah di atas dan di bawah tempat fraktur. Kemudian fragmen tulang
direposisi. Pin atau sekrup dihubungkan ke sebuah lempengan logam di
luar kulit. Perangkat ini merupakan suatu kerangka stabilisasi yang
menyangga tulang dalam posisi yang tepat.

LUKA KOMPLEKS (COMPLEX WOUNDS)


Berdasarkan jumlah jaringan lunak yang hilang, luka-luka kompleks dapat
ditutupi dengan menggunakan metode yang berbeda, yakni :
a. Lokal Flap
Jaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar untuk menutupi
fraktur. Kemudian diambil sebagian kulit dari daerah lain dari tubuh
(graft) dan ditempatkan di atas luka.
b. Free Flap
Beberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap jaringan. Jaringan
ini sering diambil dari bagian punggung atau perut. Prosedur free flap
membutuhkan bantuan dari seorang ahli bedah mikrovaskuler untuk
memastikan pembuluh darah terhubung dan sirkulasi tetap berjalan. 5
KOMPLIKASI
1. perdarahan, syok septik kematian
2. septikemi, toksemia oleh karena infeksi piogenik
3. tetanus
4. gangren
5. kekakuan sendi
6. perdarahan sekunder
7. osteomielitis kronik
8. delayed union

DAFTAR PUSTAKA

Dolan, Brian; Holt, Lynda. 2014. Accident & Emergency Theory into Practice
: Third Edition. UK : Baillière Tindall Elsevier.
Guyton, A.C. & Hall, J.E.. 2005. Textbook of Medical Physiology 11th ed.
Philadelphia: Saunders.
Kasper, Dennis L. et. al. 2015. Harrison’s Principles of Internal Medicine
19th Edition. US : Mc Graw Hill Education.
Kenneth J.K., Joseph D.Z. 2006. Handbook of Fractures, 3rd Edition.
Pennsylvania.
Mahadevan, S.V.; Garmel, Gus M. 2005. An Introduction to Clinical
Emergency Medicine : Guide for Practitioners in the Emergency Department. UK :
Cambridge University Press.
Setiati, Siti; Alwi, Idrus; dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I,
Ed. VI. Jakarta : Interna Publishing.
Sherwood Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta:EGC
Tanto, Chris dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi IV, Jilid I & II.
Jakarta : Media Aesculapius.

Você também pode gostar