Você está na página 1de 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Massa regio colli atau massa pada leher merupakan temuan klinis
yang sering, insidennya masih belum diketahui dengan pasti. Massa pada
leher dapat terjadi pada semua usia (Underbrink, 2011). Diagnosis
bandingnya sangat luas, karena massa pada leher bisa berasal dari
kelenjar getah bening, kelenjar tiroid, kelenjar saliva, dan lain-lain.
Penyebabnya bisa karena kongenital, infeksi, inflamasi, neoplasia (jinak
dan ganas), atau metastasis (Subekti, 2005).
Penyebab paling sering massa pada leher adalah karena inflamasi
atau infeksi oleh parasit seperti Toxoplasmosis, jamur, self-limited virus
seperti Epstein-Barr virus (EBV), Cytomegalovirus (CMV), Herpes
simplex virus atau bakteri Streptococcus, Staphylococcus,
Mycrobacterium tuberculosis dan Atypical mycrobacterium
(Thander&Jonas, 2004). Sekitar 43 persen dari semua limfadenopati
perifer di Negara berkembang disebabkan oleh karena Tuberkulosis (TB)
(Sharma&Mohan, 2004). Prevalensi TB di Indonesia menempati urutan
ketiga setelah India dan China yaitu hampir 700 ribu kasus, dengan angka
kematian masih tetap 27/100 ribu penduduk (WHO, 2013).
Pada dewasa penyebab massa pada leher yang juga sering adalah
deposit massa sel ganas pada kelenjar getah bening. Biasanya berasal dari
suatu keganasan primer pada kepala dan leher, paling sering dari Upper
Aerodigestive Tract (UAT) (Scott-Brown’s, 2004). Kebanyakan pasien
neoplasma ganas pada kepala dan leher sudah maengalami metastasis
saat didiagnosis (43% pada nodul regional yang berkaitan dan 10%
metastasis jauh) (Ridge et al, 2003). Insiden neoplasma ganas pada
kepala dan leher di dunia lebih dari 550.000 kasus tahun dengan
angka kematian sekitar 300.000 setiap tahunnya (Jemal&Bray, 2011).
Massa pada leher bisa juga disebabkan karena tumor primer
meliputi tumor pada kelenjar saliva dan tumor kelenjar tiroid
(Thander&Jonas, 2004). Tumor pada kelenjar saliva merupakan 6% dari
semua kejadian tumor kepala dan leher. Insiden tumor pada kelenjar
saliva secara keseluruhan adalah 1,5 kasus per 100.000 penduduk di
Amerika Serikat (Medscape, 2015). Tumor tiroid secara klinis terdapat
pada 4,7% pada populasi dewasa, angka kejadian keganasan pada nodul
tiroid adalah sebesar 5,12% pada pasien dengan nodul tunggal dan 3%
pada pasien dengan nodul multipel (Harahap, 2010). Data dari American
Association of Clinical Endocrinology/American Association of
Endocrine Surgery (2001) menunjukkan karsinoma tiroid merupakan
keganasan endokrin yang sering terjadi, yaitu sekitar 90% dari seluruh
keganasan endokrin.
Penelitian Mohamed et al (2013) di Rumah Sakit Ampang
Malasyia, pada 47 kasus FNAB massa regio colli didapatkan 20 kasus
(43%) berasal dari kelenjar getah bening, 12 kasus (26%) dari kelenjar
saliva, 10 kasus (21%) tidak dapat ditentukan asalnya, dan 5 kasus (10%)
berasal dari kelenjar tiroid. Dari 37 kasus FNAB massa pada leher
(78,7%) yang dapat didiagnosis, inflamasi (46%) merupakan yang paling
banyak ditemukan diikuti lesi jinak (41%) dan keganasan (13%). El-Hag
et al (2003) menunjukkan bahwa limfadenitis reaktif merupakan
penyebab paling sering (31%) massa pada leher diantara 225 pasien di
Saudi. Selanjutnya kelainan yang sering adalah limfadenitis tuberkulosis
(21%) diikuti dengan tumor ganas (13%), kista (11%), tumor jinak (9%),
dan sialadenitis (5%). Hal ini mirip dengan penelitian di India yang
menemukan bahwa (84,5%) kasus merupakan lesi jinak dan 15,5% kasus
merupakan lesi ganas pada evaluasi limfadenopati servikal yang
asimtomatis. Hal ini sangat berbeda dibadingkan dengan penemuan di
Negara maju. Penelitian di New Zeland menunjukkan bahwa lebih dari
50% kasus merupakan keganasan, ini menunjukkan variasi epidemiologi
antara Negara maju dan Negara berkembang.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas,
maka penulis mencoba merumuskan suatu masalah yaitu bagaimana
melakukan asuhan keperawatan perioperatif kepada An. D dengan kasus
limfadenitis di Ruang IBS RS PKU MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
C. RUANG LINGKUP
Dalam penulisan laporan askep ini hanya akan membahas asuhan
keperawatan perioperatif pada An. D dengan kasus limfadenitis
D. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mampu melaksankan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien
dengan limfadenitis
b. Tujuan khusus
1. Mampu melaksanakan pengkajiaan pada asuhan keperawatan pasien
dengan limfadenitis

2. Mampu menyiapkan instrumen pada tindakan limfadenitis

3. Mampu menyiapkan linen dan disposible material pada tindakan


limfadenitis

4. Mampu menjelaskan untuk menjadi instrumentator pada tindakan


limfadenitis

5. Mampu memberikan asuhan keperawatan pre, intra dan post operasi


dengan kasus limfadenitis
E. MANFAAT PENULISAN
a. Bagi Individu
Dapat mengetahui teori dan mendapatkan pengalaman langsung
pelaksanaan praktek dirumah sakit Di ruang IBS terkait limfadenitis.
b. Bagi Rumah Sakit
Membantu memberikan informasi pada rumah sakit tentang asuhan
keperawatan keperawatan perioperatif limfadenitis , membantu
untuk mendukung pelaksanaan meningkatkan pelayanan operasi
yang optimal.
c. Bagi Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)
Sebagai tambahan kepustakaan dalam pengembangan ilmu
kesehatan pada umumnya dan ilmu keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI

Outflowing getah bening telah limfosit lebih. Kelenjar getah


bening dikelilingi oleh berserat kapsul , dan di dalam getah bening node
fibrosa kapsul meluas untuk membentuk trabekula . Substansi kelenjar
getah bening dibagi ke dalam luar korteks dan batin medula dikelilingi
oleh mantan di sekitar kecuali untuk di hilus, dimana medula datang
dalam kontak langsung dengan permukaan.
Serat retikuler Tipis, elastin dan serat retikuler membentuk
meshwork mendukung disebut jaringan reticular (RN) di dalam node, di
mana sel-sel darah putih (leukosit), yang terkemuka yang paling menjadi
limfosit, secara ketat dikemas sebagai folikel di korteks.
Cortex Pada korteks ini, subcapsular sinus mengalir ke sinus
trabecular, dan kemudian getah bening mengalir ke dalam "sinus
meduler". Korteks luar terutama terdiri dari sel B diatur sebagai folikel,
yang dapat mengembangkan pusat germinal ketika ditantang dengan
antigen, dan korteks yang lebih dalam terutama terdiri dari sel T .
Medulla Ada dua struktur disebutkan dalam medula: Kabel
meduler adalah kabel jaringan limfatik, dan termasuk sel plasma ,
makrofag , dan sel B Sinus meduler (atau sinusoid) adalah seperti ruang
kapal memisahkan kabel meduler. The getah bening mengalir ke sinus
meduler dari sinus korteks, dan masuk ke pembuluh limfatik eferen .
sinus medullary berisi histiosit (makrofag bergerak) dan sel-sel retikuler .
Bentuk dan ukuran kelenjar getah bening manusia adalah
berbentuk kacang dan berbagai ukuran dari beberapa milimeter sampai
sekitar 1-2 cm dalam keadaan normal mereka. Mereka mungkin menjadi
membesar karena tumor atau infeksi, atau meradang karena leukemia .
Limfosit, juga dikenal sebagai sel darah putih , terletak di dalam struktur
sarang lebah kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening yang
membesar ketika tubuh terinfeksi, terutama karena ada tingkat tinggi
perdagangan limfosit ke simpul dari darah, melebihi tingkat keluar dari
node, dan sekunder sebagai hasil dari aktivasi dan proliferasi dari
antigen- spesifik T dan sel B (ekspansi klonal). Dalam beberapa kasus,
mereka mungkin merasa membesar karena infeksi sebelumnya, walaupun
yang satu akan sehat, kita masih bisa merasakannya residually diperbesar.
B. DEFINISI
Limfadenitis adalah peradangan pada satu atau beberapa
kelenjar getah bening. Peradangan tersebut akan menimbulkan hiperplasia
kelenjar getah bening hingga terasa membesar secara klinik. Kemunculan
penyakit ini ditandai dengan gejala munculnya benjolan pada saluran getah
bening misalnya ketiak, leher dan sebagainya. Kelenjar getah bening yang
terinfeksi akan membesar dan biasanya teraba lunk dan nyeri. Kadang-
kadang kulit diatasnya tampak merah dan teraba hangat
(Baratawidjaja,2012)
C. TANDA GEJALA
Kelenjar getah bening yang terserang biasanya akan membesar dan
jika diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu gejala klinis yang timbul
adalah demam, nyeri tekan, dan tanda radang. Kulit di atasnya terlihat
merah dan terasa hangat, pembengkakan ini akan menyerupai daging
tumbuh atau biasa disebut dengan tumor. Dan untuk memastikan apakah
gejala-gejala tersebut merujuk pada penyakit limfadenitis maka perlu
adanya pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan di bawah mikroskop.
Limfadenitis pada taraf parah disebut limfadenitis kronis.
Limfadenitis ini terjadi ketika penderita mengalami infeksi kronis, misal
pada kondisi ketika seseorang dengan faringitis kronis akan ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening leher (limfadenitis). Pembesaran di sini
ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan tidak nyeri.
Pembesaran kronis yang spesifik dan masih banyak di Indonesia adalah
akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran
kelenjar getah bening, padat/keras, multiple dan dapat berhubungan satu
sama lain.
Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar getah bening dapat menjadi
besar dan berhubungan sehingga leher penderita itu bias disebut seperti
bull neck. Pada keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dibedakan
dengan limfoma malignum. Limfadenitis tuberkulosa diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi, terutama yang tidak
disertai oleh tuberkulosa paru.
D. PATOFISIOLOGI
Kelenjar getah bening (KGB) adalah agregat nodular jaringan
limfoid yang terletak sepanjang jalur limfe di seluruh tubuh. Sel dendritik
membawa antigen mikroba dari epitel dan mengantarkannya ke kelenjar
getah bening yang akhirnya dikonsentrasikan di KGB. Dalam KGB
ditemukan peningkatan limfosit berupa nodus tempat proliferasi limfosit
sebagai respons terhadap antigen (Gleadle,2007)
System limfatik resirkulasi limfosit Sirkulasi darah ada dibawah
tekanan dan komponennya (plasma) masuk dinding kapiler yang tipis ke
jaringan sekitar. Cairan ini disebut cairan interstisial yang membasahi
semua jaringan dan sel. Bila cairan ini tidak dikembalikan ke sirkulasi
dapat terjadi edema, pembengkakan progresif yang dapat mengancam
nyawa. Hal itu tidak terjadi oleh karena cairan dikembalikan ke darah
melalui dinding venul. Jadi system tersebut menampung cairan yang dari
pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan dan mengembalikannya ke
pembuluh darah antigen (Gleadle,2007).
Sel limfosit, SD, makrofag dan sel lainnya juga dapat masuk
melalui dinding tipis sel endotel yang longgar dari pembuluh limfe primer
dan masuk ke dalam arus limfe. Antigen asing yang masuk ke dalam
jaringan akan ditangkap oleh sel system imun dan dibawa ke berbagai
jaringan limfoid regional yang teroganisasi seperti KGB. Jadi system
limfatik juga berperan sebagai alat transport limfosit dan antigen dari
jaringan ikat ke jaringan limfoid yang teroganisasi, tempat limfosit
diaktifkan antigen (R.Sjamsuhidajat, dkk. 2010).
Keuntungan dari resirkulasi limfosit ialah bahwa sewaktu terjadi
infeksi non-spesifik, banyak limfosit akan terpajan dengan antigen/kuman.
Keuntungan lain dari resirkulasi limfosit ialah bahwa bila ada organ
limfoid misalnya limfa yang deficit limfosit karena infeksi, radiasi atau
trauma. Limfosit dari jaringan limfoid lainnya melalui sirkulasi akan dapat
dikerahkan kedalam organ limfoid tersebut dengan mudah antigen
(Gleadle,2007).
Sel T naïf (Sel matang yang belum terpajan dengan antigen dan
belum berdiferensiasi) cenderung meninggalkan sirkulasi darah dan
menuju kelenjar getah bening dalam daerah sel T. SD/APC dari berbagai
bagian tubuh yang membawa antigen juga berimigrasi dan masuk ke
dalam kelenjar getah bening dan mempresentasikan antigen ke sel T. sel T
yang diaktifkan SD/APC tersebut keluar dari kelenjar limfoid dan melalui
aliran darah bergerak ke tempat infeksi dan bekerja sebagai sel efektor.
Tidak seperti leukosit, limfosit terus menerus di resirkulasikan melalui
darah dan limfe ke berbagai organ limfoid antigen (Gleadle,2007).
Kelenjar getah bening (KGB) adalah bagian dari sistem pertahanan
tubuh kita. Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah
bening, namun hanya di daerah sub mandibular, ketiak atau lipat paha
yang teraba normal pada orang sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang
berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan
tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah
bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke
kelenjar getah bening sehingga dari lokasi kelenjar getah bening akan
diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati
oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen dan
memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi
maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh
yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar
getah bening membesar. Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal
dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari kelenjar getah
bening itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit atau
karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di
kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas atau timbunan
dari penyakit metabolite macrophage (gaucher disease). Dengan
mengetahui lokasi pembesaran kelenjar getah bening maka kita dapat
mengarahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab
pembesaran kelenjar getah bening. Benjolan, bisa berupa tumor baik jinak
atau ganas, bisa juga berupa pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar
ini ada banyak sekali di tubuh kita, antara lain di daerah leher, ketiak,
dalam rongga dada dan perut, di sepanjang tulang belakang kiri dan kanan
sampai mata kaki. Kelenjar getah bening berfungsi sebagai penyaring bila
ada infeksi lokal yang disebabkan bakteri atau virus. Jadi, fungsinya justru
sebagai benteng pertahanan tubuh.
Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila
pembesaran kelenjar di daerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya
cepat dan mudah membesar. Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila
ditekan tidak sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan
biopsy di kelenjar tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan
apakah sekedar infeksi atau keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas,
pembesaran kelenjar akan cepat terjadi. Dalam sebulan, misalnya sudah
membesar dan tak terasa sakit saat ditekan. Beda dengan yang disebabkan
infeksi, umumnya tidak bertambah besar dan jika daerah di sekitar
benjolan ditekan, terasa sakit.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Hasil Laboratorium pada limfadenitis : Lekositosis biasanya tanpa
perubahan. Pada akhirnya, kultur darah menjadi positif, umumnya
spesies stafilokokus atau streptokokus. Pemeriksaan kultur dan
sensitivitas pada eksudat luka atau pus dapat membantu pengobatan
infeksi.
 Pemeriksaan Mikrobiologi : Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi
pemeriksaan mikroskopis dan kultur. Spesimen untuk mikrobiologi
dapat diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan ini
kita dapat memastikan adanya mikroorganisme pada spesimen. Kultur
(contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium
yang membiarkan mikroorganisme untuk berkembang) kemungkinan
diperlukan untuk memastikan diagnosa dan untuk mengidentifikasikan
organisme penyebab infeksi.
 Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai
untuk mengetahui ukuran, bentuk, dan gambaran mikronodular. USG
juga dapat dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran
kelenjar (infeksi, metastatik, lymphoma, atau reaktif hiperplasia).
 Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh manusia
untuk pemeriksaan patologis mikroskopik. Biopsi Aspirasi Jarum
Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy/ FNAB), adalah prosedur biopsi
yang menggunakan jarum sangat tipis yang melekat pada jarum suntik
untuk menarik (aspirasi) sejumlah kecil jaringan dari lesi
abnormal. Sampel jaringan ini kemudian dilihat di bawah mikroskop.
Biopsi kebanyakan dlakukan untuk mengetahui adanya kanker. Bagian
apapun dari tubuh, seperti kulit, organ tubuh maupun benjolan dapat
diperiksa.
 Indikasi Fine Needle Aspiration Biopsy : Pasien yang
menjalani FNAB umumnya dideteksi memiliki massa jaringan lunak di
bawah permukaan kulit atau mukosa selama pemeriksaan klinis. Massa
leher dapat dideteksi dengan teknik ini. Karena massa yang dalam sulit
dibiopsi, FNAB dapat sangat membantu.. Kegagalan untuk mengecil setelah
4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi KGB.
KGB yang menetap atau bertambah besar walau dengan pengobatan
yang adekuat mengindikasikan diagnosis yang belum tepat.
 CT Scan adalah mesin x-ray yang menggunakan komputer untuk
mengambil gambar tubuh untuk mengetahui apa yang mungkin
menyebabkan limfadenitis. CT scan dapat digunakan untuk membantu
pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan
intraabdominal. CT Scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis
dengan diameter 5 mm atau lebih.
F. THERAPI
Limfadenitis biasanya ditangani dengan mengistirahatkan
ekstremitas yang bersangkutan dan pemberitan antibiotic, penderita
limdafenitis mungkin mengalami pernanahan sehingga memerlukan insisi
dan penyaliran. Limfadenitis spesifik, misalnya oleh jamur atau
tuberculosis, biasanya memerlukan biopsi atau biakan untuk menetapkan
diagnosis.
Pengobatan sesuai gejala harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi. Pengobatan gejala harus dimulai segera seperti
pemberian:
 Analgesik (penghilang rasa sakit) untuk mengontrol nyeri
 Antipiretik dapat diberikan untuk menurunkan demam
 Antibiotik untuk mengobati setiap infeksi sedang sampai berat
 Obat anti inflamasi untuk mengurangi peradangan
 Kompres dingin untuk mengurangi peradangan dan nyeri
 Operasi mungkin diperlukan untuk mengeringkan abses.
Hindari pemberian aspirin pada anak karena dapat meningkatkan
risiko sindrom Reye pada anak. Kasus limfadenitis mesenterika ringan,
tanpa komplikasi dan disebabkan oleh virus biasanya hilang dalam
beberapa hari atau minggu Partridge E.(2012).
Tata laksana pembesaran kelenjar getah bening leher didasarkan
kepada penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran kelenjar getah bening
leher sembuh dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apa
pun selain dari observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu
dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsy kelenjar getah bening.
Biopsy dilakukan bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada
keganasan, kelenjar getah bening yang menetap atau bertambah besar
dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat ditegakkan
Partridge E.(2012).. Secara umum pengobatan Limfadenitis yaitu :
a. Pengobatan dilakukan dengan tuberkulositik.bila terjadi abses,perlu
dilakukan aspirasi dan bila tidak berhasil, sebaiknya dilakukan insisi
serta pengangkatan dinding abses dan kelenjar getah bening yang
bersangkutan.
b. Pembesaran kelenjar getah bening biasanya disebabkan oleh virus dan
sembuh sendiri, walaupun pembesaran kelenjar getah bening dapat
berlangsung mingguan. Pengobatan pada infeksi kelenjar getah bening
oleh bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotic oral 10 hari dengan
pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin dosis : 25 mg/kgBB 4
kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotic golongan penicillin
dapat diberikancephalexin dengan dosis : 25 mg/kgBB(dosis maksimal
500 mg) 3 kali sehari atau erythromycin 15 mg/kgBB (dosis
maksimal : 500 mg) 3 kali sehari.
c. Bila penyebab limfadenopati adalah mycobacterium tuberculosis maka
diberikan obat anti tuberculosis selama 9-12 bulan. Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis TB
kedalam TB di luar paru dengan paduan obat 2RHZE/10RH. British Thoracic
Society Research Committee and Compbell (BTSRCC)
merekomendasikan pengobatan selama 9 bulan dalam regimen
2RHE/7RH.

G. FOKUS PENGKAJIAN

1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam
masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua,
alamat, umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan
suku bangsa.

b. Riwayat penyakit sekarang


Klien mengeluh nyeri dibagian leher belakang telinga kiri. Sifat
keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
nyeri dalam waktu yang lama.

c. Riwayat penyakit dahulu


Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti batuk
dll, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-obatan yang
pernah digunakan, apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi
apa yang pernah diderita.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adalah anggota keluarga yang pernah menderita penyakit
limfadenitis seperti yang dialami klien.
Pengkajian Pre Operasi

a. Pengkajian yang dilakukan pada pola persepsi kesehatan dan


pemeliharaan kesehatan adalah kebiasaan olahraga pada pasien,
kemudian tentang diit, Hal lain yang perlu dikaji adalah mengenai
riwayat kesehatan klien tentang penyakit limfadenitis dll.

b. Pengkajian mengenai pola nutrisi metabolik pada klien adalah


mengenai berat badan klien apakah mengalami obesitas atau
tidak. Selain itu juga perlu dikaji apakah klien mengalami anemia
atau tidak.
c. Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada klien mengenai
kurangnya aktivitas dan kurangnya olahraga pada klien.
d. Pengkajian pola persepsi kognitif yang perlu dikaji adalah
keluhan nyeri
e. Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah apakah klien
mengalami gangguan pola tidur karena nyeri atau tidak.
f. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap nyeri. Koping
yang digunakan dan alternatif pemecahan masalah
Pengkajian Post Operasi

a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan adalah


pengkajian mengenai keadaan lingkungan yang tenang (nyaman),
pengkajian mengenai pengetahuan tentang perawatan pre operasi.
Selain itu juga penting dilakukan pengkajian mengenai harapan
klien setelah operasi.
b. Pengkajian pola nutrisi metabolik setelah operasi adalah
mengenai kepatuhan klien dalam menjalani diit setelah operasi.
c. Pengkajian pola aktivitas dan latihan yang penting adalah
mengenai aktivitas klien yang dapat menimbulkan nyeri,
pengkajian keadaan kelemahan yang dialami klien.
d. Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah mengenai gangguan
tidur yang dialami klien akibat nyeri.
e. Pengkajian pola persepsi kognitif adalah mengenai tindakan yang
dilakukan klien bila timbul nyeri.
f. Pengkajian pola persepsi dan konsep diri klien adalah kecemasan
yang dialami klien setelah operasi.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Pre operasi
a. Ansietas berhubungan dengan tindakan pebedahan
2) Intra Operasi
a. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan dan
invasif
b. Resiko hipotermi berhubungan dengan berada di ruangan dingin

3) Post operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post
operasi limfadenitis).
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
 PRE OP
1. Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan
a. Tujuan : Kecemasan klien berkurang
b. Kriteria hasil : Klien mengatakan cemasnya berkurang, klien tampak
rileks
c. Tindakan :
 Kaji tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien
Rasional : Kecemasan dapat terjadi karena nyeri hebat, penting
pada prosedur diagnostik dan pembedahan.
 Monitor tanda tanda vital
Rasional : Tanda-tanda vital merupakan salah satu respon tubuh
dalam menghadapi kecemasan
 Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum
dilakukan
Rasional : Penjelasan prosedur dapat meringankan ansietas
terutama ketika pemeriksaan tersebut melibatkan pembedahan.
 Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan
tidur.
Rasional : Membatasi kelemahan, menghemat energi dan
meningkatkan kemampuan koping.
 Anjurkan keluarga untuk menemani disamping klien
Rasional : Mengurangi kecemasan klien
 INTRA OP
2. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
a. Tujuan : Tidak ada infeksi
b. Kriteria hasil :
Pasien bebas dari tanda dan gejaala infeksi, menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, Nilai leukosit (4,5-
11ribu/µl)
c. Tindakan :

 Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat


berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien.
Rasional : Dengan mencuci tangan dapat meminimalisasi
penyebaran sekunder kuman infeksi.
 Berikan perawatan pada kulit daerah post operasi dengan
mempertahankan teknik aseptik
Rasional : Dengan dilakukannya perawatan luka prinsip steril dapat
mencegah terjadinya risiko atau pajanan dari bakteri pathogen.
 Edukasi pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Rasional : Hangat, kemerahan adalah tanda dini gejala infeksi.
Maka pasien dan keluarga haruslah berhati – hati dalam melakukan
perawatan luka di rumah agar tidak terjadi risiko infeksi pada luka
post operasi.
 Kolaborasi tim medis dalam pemberian antibiotik
Rasional : Dengan memberikan terapi sesuai dengan prosedur
diharapkan resiko infeksi menurun atau tidak terjadi infeksi
3. Risiko hipotermi berhubungan dengan faktor resiko berada di ruangan
dingin
a. Tujuan : Tidak terjadi hipotermi
b. Kriteria hasil :
Suhu tubuh pasien normal (36-37,5°C), temperature ruangan 20-25°C
c. Tindakan:
 Atur suhu ruangan yang nyaman
Rasional : Mempertahankan suhu tubuh pasien
 Pasang selimut pada tubuh pasien
Rasional : Menstabilkan suhu tubuh pasien
 Lindungi area diluar wilayah operasi
Rasional : Menstabilkan suhu tubuh pasien
 POST OPERASI
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post
operasi limfadenitis).
a. Tujuan : Nyeri berkurang
b. Kriteria hasil :
Melaporkan nyeri terkontrol , tampak rileks dan mampu istirahat
dengan tepat
c. Tindakan :
 Dorong pasien untuk melaporkan nyeri
Rasional: Mencoba untuk mentoleransi nyeri dari pada meminta
bantuan
 Catat petunjuk non-verbal mislanya gelisah, menolak untuk
bergerak.
Rasional : Bahasa tubuh / non-verbal dapat secara psikologis dan
fisiologi dapat digunakan sebagi petunjuk verbal untuk
mengidentifikasi nyeri.
 Kaji skala nyeri, catat lokasi, karakteristik ( skala1-10 ) selidiki dan
laporkan perubahan nyeri yang tepat
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan.
 Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Rasional :untuk mengurangi
rasa nyeri. Beri posisi tidur yang nyaman.
Rasional : untuk meningkatkan rasa nyaman.
 Kolaborasi pemberian analgetic
Rasional: Dengan memberikan terapi sesuai dengan prosedur
diharapkan rasa nyeri, klien berkurang/hilang

Você também pode gostar