Você está na página 1de 14

Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh wajib pajak karena terdapat perbedaan penghitungan,

khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan laba menurut perpajakan (fiskal). Laporan
keuangan komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai hasil usaha (Income statement) dan
keadaan keuangan (Balance Sheet) dari satu entitas, sedangkan laporan keuangan fiskal ditujukan
untuk menghitung penghasilan kena pajak dan beban pajak yang harus dibayar ke Negara. Laporan
keuangan komersil berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, yaitu Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) atau standar lain, sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan
keuangan disusun berdasarkan Undang-undang dan Peraturan Perpajakan lain. Perbedaan
penggunaan standar atau prinsip dasar dalam penyusunan Laporan Keuangan – terutama laporan
rugi laba- , mengakibatkan perbedaan perhitungan laba rugi suatu entitas (Wajib Pajak) antara laba
rugi komersil dan laba rugi fiskal, yang akan berakibat adanya perbedaan perbedaan beban pajak
komersial dan beban pajak seharusnya dibayar ke Negara.

1. PENYEBAB PERBEDAAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIL DAN FISKAL.

Penyebab Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal adalah
karena terdapat :

a. Perbedaan Prinsip Akuntansi


b. Perbedaan Metode dan Prosedur Akuntansi
c. Perbedaan Pengakuan Penghasilan dan Biaya, serta
d. Perbedaan Permanen dan Waktu

a. Perbedaan Prinsip Akuntansi

Prinsip Konservatisme : Penilaian persediaan akhir berdasarkan metode “terendah antara


harga pokok dan nilai realisasi bersih” dan penilaian piutang dengan “nilai taksiran realisasi
bersih” diakui dalam akuntansi komersil, tetapi tidak diakui dalam fiskal.

Prinsip Harga Perolehan : Akuntansi komersil, penentuan harga perolehan untuk barang
yang diproduksi sendiri boleh memasukkan unsur biaya tenaga kerja yang berupa natura.
Dalam fiskal, pengeluaran dalam bentuk natura tidak diakui sebagai pengurangan.
Prinsip pemadanan (matching) biaya dan manfaat : Akuntansi komersil mengakui biaya
penyusutan pada saat aset tersebut menghasilkan. Dalam fiskal, penyusutan dapat dimulai
sebelum menghasilkan.

b. Perbedaan Metode dan Prosedur Akuntansi


 Metode Penyusutan dan amortisasi : Akuntansi komersial membolehkan memilihmetode
penyusutan seperti straight line method, sum of the years digits method, declining balance
method, double declining balance method, metode jam jasa, jumlah unit produksidll.
Dalam fiskal untuk asset non bangunan, pemilihan metode penyusutan terbatas pada
metode garis lurus (straigth line method) dan Metode saldo menurun (declining balance
method). Sedangkan untuk asset bangunan hanya metode garis lurus saja (straigth
linemethod).
 Metode Penghapusan Piutang : Dalam akuntansi komersial, penghapusan piutang
ditentukan berdasarkan metode cadangan. Dalam fiskal, penghapusan piutang dilakukan
pada saat piutang nyata-nyata tidak dapat ditagih.

c. Perbedaan Perlakuan dan Pengakuan Penghasilan dan Biaya.


 Penghasilan diakui dalam akuntansi komersil, tetapi bukan merupakan objek pajak.
Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari Penghasilan Kena
Pajak. Contoh :
 Penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura.
 Penghasilan dividen yang diterima oleh perseroan terbatas, koperasi, BUMN/BUMD
sebagai Wajib Pajak dalam negeri dengan persyaratan tertentu.
 Hibah, bantuan, sumbangan.
 Penghasilan lain yang termasuk dalam kelompok bukan objek pajak.
 Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersil tetapi pengenaan pajaknya bersifat
final. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total
Penghasilan menurut akuntansi komersial. Contoh :
 Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dll.
 Penghasilan hadiah undian.
 Penyebab perbedaan lain yang berasal dari penghasilan :
 Kerugian usaha di luar negeri : Dalam akuntansi komersial, kerugian tersebut
mengurangi laba bersih, dalam fiskal tidak boleh dikurangkan dari total penghasilan
kena pajak.
 Kerugian usaha dalam negeri tahun-tahun sebelumnya : dalam akuntansi komersil,
kerugian tersebut tidak berpengaruh dalam perhitungan laba bersih tahun berikut.
Secara fiskal rugi tahun sebelumnya, dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak
tahun sekarang.
 Pengeluaran tertentu diakui dalam akuntansi komersil sebagai biaya atau pengurang
penghasilan bruto, tetapi dalam fiskal pengurangan tersebut tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto. Dalam SPT tahunan PPh, merupakan koreksi fiskal positif yang diatur
dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh. Contoh :
 Imbalan atau penggantian dalam bentuk natura.
 Pajak Penghasilan.
 Sanksi administrasi berupa denda, bunga, kenaikan dan sanksi pidana.

d. Perbedaan Permanen dan Perbedaan Waktu

Perbedaan tetap/permanen terjadi karena transaksi pendapatan dan biaya dapat diakui
menurut akuntansi komersil tetapi tidak dapat diakui menurut fiskal.

Contoh Perbedaan tetap :

 Penghasilan yang pajaknya bersifat final


 Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
 Biaya/pengeluaran yang tidak diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto seperti
imbalan dalam bentuk natura, sumbangan.

Perbedaan waktu terjadi karena adanya perbedaan waktu pengakuan menurut akuntansi
komersil dan fiskal. Secara komersil dan fiskal sama-sama diakui, tetapi perbedaan ini
bersifat sementara. Contoh perbedaan ini : Pengakuan biaya piutang tak tertagih, penyusutan,
amortisasi, dll.
2. TEKNIK REKONSILIASI FISKAL

Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara :

 Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiscal
rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan dari penghasilan
menurut akuntansi, berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
 Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui menurut fiscal
rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah penghasilan dari penghasilan
menurut akuntansi, berarti menambah laba menurut akuntansi.
 Jika suatu biaya/pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai pengurang
penghasilan bruto menurut fiscal rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah
biaya/pengeluaran dari biaya menurut akuntansi, berarti menambah laba menurut akuntansi.
 Jika suatu biaya/pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui sebagai pengurang
penghasilan bruto menurut fiscal rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah
biaya/pengeluaran tersebut pada pada biaya/pengeluaran menurut akuntansi, yang berarti
mengurangi laba menurut akuntansi.

3. KOREKSI POSITIF DAN KOREKSI NEGATIF


 Perbedaan dimasukkan sebagai koreksi positif apabila :
a) Pendapatan menurut fiskal lebih besar dari pada menurut akuntansi atau suatu
penghasilan diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.
b) Biaya/pengeluaran menurut fiskal lebih kecil dari pada menurut akuntansi atau suatu
biaya/pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut akuntansi.

Untuk point (a) dan (b) mengakibatkan PENGHASILAN KENA PAJAK MENJADI LEBIH
BESAR.

 Perbedaan dimasukkan sebagai koreksi negatif apabila :


a) Pendapatan menurut fiskal lebih kecil dari pada menurut akuntansi atau suatu penghasilan
tidak diakui menurut fiskal (bukan objek pajak) tetapi diakui menurut akuntansi.
b) Biaya/pengeluaran menurut fiskal lebih besar dari pada menurut akuntansi atau suatu
biaya/pengeluaran diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.
c) Suatu pendapatan telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.

Untuk point (a), (b) dan (c) mengakibatkan PENGHASILAN KENA PAJAK MENJADI
LEBIH KECIL.

4. PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

Dalam penyusunan laporan keuangan dengan prinsip akuntansi yang mengatur tentang
pengukuran dan pengakuan berarti dapat dipertanyakan bagaimana suatu laporan keunagan
dapat memenuhi baik untuk keperluan pelaporan komersial maupun laporan fiscal. Dalam
penyampaian SPT pajak badan diharapkan agar dapat melampirkan laporan keangan, tetapi
untuk keperluan komersial perusahaan pada umumnya jarang sekali membuat laporan
keuangan. Seadangkan untuk penyampaian SPT orang pribadi tidak perlu melapirkan laporan
keuangan.

Susunan laporan keuangan fiskal :

1. Input berupa dokumen dasar


2. Dicatat dalam buku harian jurnal
3. Diklasifikasikan dengan pencatatan posting pada buku besar
4. Untuk pengawasan, konfirmasi, dan klarifikasi maka di buat buku tambahan, seperti piutang,
hutang dll
5. Akhir periode akuntansi di susun neraca percobaan yang di sesuaikan terhadap fakta pada
akhir tahun dan catatan penutup.
6. Dari neraca percobaan tersebut dibuat laporan keuangan komersial
7. Rekonsiliasi antara laporan keuangan komersial dan fiscal di atur dalam ketentuan
perpajakan
8. Setelah laporan keuangan diatur dalam kketentuan perpajakan akan menghasilkan laporan
keuangan fiscal.

5. HUBUNGAN LAPORAN KEUANGAN FISCAL DENGAN LAPORAN KEUANGAN


KOMERSIAL
Dalam laporan keuangan fiscal dapat di sesuaikan atau direkonsiliasikan ketentuan perpajakan
terhadap laporan keuangan komersial. Dari rekonsiliasi tersebut untuk mengamankan
perbedaan sementara seperti penyusutan, dapat dibuat pos- pos tertentu. Dari aktivitas tersebut
dapat dibuat pembukuan ganda yang memungkinkan adanya perbedaan antara ketentuan
perpajakan dengan standar akuntansi komersial untuk mengamankan kontinuitas rekonsiliasi.

Dalam praktek, pajak penghasilan dapat dihitung berdasarkan laba akuntansi (pajak teoritis)
atau laba kena pajak (pajak riil). Selisih antara keduanya di catat sebagai pos aktiva lain- lain
di neraca yang secara teoritis dapat dialokasikan dari waktu - kewaktu. Dari praktek tersebut
SAK memberikan kelonggaran kepada pengusaha untuk memilih metode akuntansi pajak
penghasilan.

6. CONTOH SOAL

PT. Makin Maju Tbk yang berdiri 1 Maret 2005 berusaha di bidang pertenunan.

Berikut ini laporan laba-rugi perusahaan (komersial) yang berakhir per 31 Desember 2014:

PT. Makin Maju Tbk


Laporan Perhitungan Laba Rugi
per 31 Desember 2014

Penjualan Rp 765.300.000
HPP (Rp 450.000.000)
Laba Kotor Rp 315.300.000
Total Biaya Usaha (Rp 212.900.000)
Laba Sebelum Pajak Rp 102.400.000
Pajak Penghasilan (Rp 13.220.000)
Laba Setelah Pajak Rp 89.180.000
Total Biaya Usaha Terdiri atas:
Gaji Karyawan Rp 120.000.000
Penyusutan Mesin Rp 10.000.000
Penyusutan Gedung Rp 25.000.000
Penyusutan Tanah Rp 2.000.000
Biaya Pengeluaran Saham Rp 500.000
Premi Asuransi Kebakaran Rp 200.000
Sumbangan Korban Banjir Rp 100.000
Piutang Ragu-Ragu Rp 500.000
Cadangan Umum Rp 20.000.000
Dividen yang dibayar Rp 30.000.000
PPh Pasal 5 yang dibayar Rp 4.600.000
Total Biaya Usaha Rp 212.900.000

Diminta:

1. Buatlah laporan rekonsiliasi fiskal, dan hitunglah PPh yang masih harus dibayar.
(Berdasarkan analisis Informasi Tambahan)
2. Buatlah kertas kerja koreksi untuk menghitung laba-rugi fiskal PT. Maju Jaya Tbk per 31
Desember 2014.
3. Tentukan besarnya PPh yang terutang dan PPh yang masih harus dibayar oleh PT. Maju Jaya
Tbk untuk masa pajak 2014.

Informasi Tambahan dari Perusahaan:

1. Dalam jumlah gaji karyawan sebesar Rp 120 juta termasuk juga pengeluaran pribadi direktur
utama sebesar Rp 150.000 sebulan untuk biaya supir dan iuran asuransi kecelakaan dan
kematian karyawan Rp 10.000.000 dan beras yang dibagikan kepada karyawan Rp
2.000.000.

Analisis:
 Karena Rp 150.000 merupakan pengeluaran pribadi maka tidak boleh dikurangkan
terhadap penghasilan bruto perusahaan, sehingga dalam 1 tahun = Rp 150.000 x 12 bulan
= Rp1.800.000,-
 Demikian juga asuransi kecelakaan dan kematian karyawan yang dibayar oleh
karyawan Rp 10.000.000,- juga tidak boleh dikurangkan terhadap penghasilan bruto
perusahaan.
 Adapun beras yang dibagikan kepada karyawan sebesar Rp 2.000.000,-termasuk natura
sehingga tidak boleh dikurangkan terhadap penghasilan bruto perusahaan.
 Total koreksi fiskal positif karena mengakibatkan laba kena pajak meningkat adalah
sebesar Rp 13.800.000,-.

2. Hasil stock opname ditemukan nilai persediaan akhir lebih tinggi Rp 50.000.000 dari nilai
yang dilaporkan dalam laporan laba rugi.

Analisis:

Stock opname merupakan cara penghitungan persediaan akhir secara fisik atau secara
langsung. Nilai persediaan akhir ini berpengaruh pada nilai harga pokok penjualan. Jika hasil
stock opname ditemukan nilai persediaan akhir lebih tinggi Rp 50.000.000 dari nilai yang
dilaporkan dalam laporan laba rugi, maka nilai persediaan akhir tersebut perlu dikoreksi agar
sesuai dengan nilai persediaan akhir sesungguhnya. Akibatnya HPP juga perlu dikoreksi,
dimana jika persediaan akhir naik maka HPP akan turun. Turunnya HPP ini akan berakibat
naiknya laba kotor atau laba kena pajak. Maka koreksi sebesar Rp 50.000.000,- ini
disebut koreksi fiskal positif.

3. Harga perolehan mesin adalah Rp 50.000.000 dan disusutkan setahun 20% (metode saldo
menurun), mesin tersebut memiliki masa manfaat 4 tahun.

Analisis:
Penyusutan merupakan cara perhitugnan manfaat ekonomis dinikmati atau terpakai selama
satu tahun. Nilai penyusutan ini akan mempengaruhi nilai ekonomis dari mesin tersebut.
Peraturan perpajakan menetapkan bahwa tarif penyusutan untuk harta tetap yang disusutkan
dengan metode saldo menurun adalah sebesar 50% dari harga perolehannya. Dengan
demikian, wajib pajak dalam melakukan penyusutan harta tetapnya kurang 30%, sehingga
penyusutan mesin ini perlu ditambah atau dikoreksi 30% x Rp 50.000.000 = Rp 15.000.000.
Karena adanya penambahan biaya penyusutan maka akan menjadikan turunnya laba kena
pajak, maka koreksi fiskalnya disebut koreksi fiskal negatif.

4. Gedung dengan harga perolehan Rp 250.000.000 disusutkan sebesar 10% (metode garis
lurus).

Analisis:

Peraturan perpajakan mengklasifikasikan bangunan menjadi bangunan permanen dan


bangunan tidak permanen. Besarnya tarif penyusutan untuk bangunan permanen sebesar 5%
dan bangunan tidak permanen sebesar 10% dari harga perolehan. Karena gedung merupakan
bangunan permanen, maka biaya penyusutan perlu dikoreksi atau diturunkan 5% x Rp
250.000.000 = Rp 12.500.000. Turunnya biaya penyusutan mengakibatkan naiknya laba
kotor atau laba kena pajak. Maka koreksi ini disebut koreksi fiskal positif.

5. Tanah disusutkan 2% setahun (metode garis lurus).

Analisis:

Tanah, dalam UU Perpajakan tidak boleh disusutkan, kecuali tanah yang digunakan
produksi, misalnya untuk pembuatan batu bata, genting, gerabah dan sejenisnya. Tidak
berlaku jika tanah yang digunakan untuk memproduksi batu bata, genting dan sejenisnya
tersebut dari hasil membeli. Dengan demikian, penyusutan atas tanah ini harus dikoreksi
atau dikeluarkan dari biaya penyusutan. Akibatnya laba kena pajak akan naik sebesar
penghapusan biaya penyusutan tanah sebesar Rp 2.000.000. Koreksi ini dinamakan koreksi
fiskal positif.

6. Piutang ragu-ragu dihapuskan karena yang bersangkutan ternyata telah meninggalkan


Indonesia untuk selamanya tanpa diketahui alamatnya.

Analisis:

Metode penghapusan piutang dalam akuntansi ada 2 yaitu metode tidak langsung (indirect)
dan metode langsung (direct). Metode indirect, penghapusan piutang menggunakan cara
taksiran terhadap piutang yang telah melebihi waktu tagihannya. Semakin lama umur tagihan
piutang maka semakin kecil tingkat tertagihnya. Piutang tersebut dianggap sebagai kerugian
piutang, sehingga cara ini dikenal sebagai metode Cadangan Kerugian Piutang. Adapun
metode direct, penghapusan piutang jika benar-benar tidak dapat tertagih secara riil, tidak
berdasarkan taksiran. UU Perpajakan menggunakan metode langsung ini untuk
menghapuskan piutang tidak tertagih. Pada kasus ini, piutang ragu-ragu dapat
diklasifikasikan sebagai piutang yang tidak dapat tertagih secara riil, sehingga telah sesuai
dengan aturan perpajakan dan dapat diperlakukan sebagai pengurang penghasilan dalam
menghitung laba kena pajak. Dengan demikian tidak terjadi koreksi fiskal atas hal ini.

7. Cadangan umum adalah penyisihan laba untuk tujuan umum (merupakan pembentukan
cadangan).

Analisis:

Segala macam dan jenis pembentukan cadangan tidak diperkenankan dalam perpajakan,
maka cadangan umum ini harus dikoreksi atau dikeluarkan dari unsur pengurang
penghasilan. Karena cadangan umum sifatnya mengurangi laba kena pajak, maka koreksi ini
mengakibatkan laba bertambah sebesar Rp 20.000.000, sehingga dinamakan koreksi fiskal
positif.
Informasi yang diperoleh dari Laporan Laba-Rugi:

1. Sumbangan korban banjir.

Analisis:

Segala macam dan jenis sumbangan tidak diperkenankan dalam perpajakan kecuali
sumbangan yang diatur secara resmi oleh pemerintah melalui peraturan pemerintah,
misalnya sumbangan GNOT, PMI dan sejenisnya. Sumbangan korban banjir ini tidak dapat
dikategorikan dalam jenis pengurang penghasilan, maka atas koreksi ini mengakibatkan laba
kena pajak bertambah sebesar Rp 100.000,- yang dinamakan koreksi fiskal positif.
2. Dividen yang dibayar.

Analisis:

Segala macam pembayaran dividen dalam perpajakan tidak diperkenankan mengurangi


penghasilan bruto dalam menghitung laba kena pajak, sehingga perlu dilakukan koreksi yang
mengakibatkan laba kena pajak naik sebesar Rp 30.000.000,-. Maka koreksi ini
dinamakan koreksi fiksal positif.

3. PPh Pasal 25 yang dibayar.

Analisis:

Segala macam dan jenis pajak penghasilan serta sanksi perpajakan tidak diperkenankan
mengurangi penghasilan bruto dalam menghitung laba kena pajak. Maka adanya koreksi
yang mengakibatkan laba kena pajak bertambah sebesar Rp 4.600.000,- yang
dinamakan koreksi fiskal positif.

Dari analisis yang telah dilakukan, maka Tabel Rekonsiliasi Fiskal dapat dilengkapi dan
diperhitungkan sebagai berikut:

 Untuk kolom Laporan Keuangan Komersial, diperoleh dari Laporan Laba-Rugi Perusahaan.
 Untuk kolom Koreksi Fiskal Positif, diperoleh dari analisis informasi keuangan perusahaan
yang sifatnya menambah Laba/ menambah jumlah pajak yang harus dibayar.
 Untuk kolom Koreksi Fiskal Negatif, diperoleh dari analisis informasi keuangan perusahaan
yang sifatnya mengurangi Laba/ mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar.
 Untuk kolom Laporan Keuangan Fiskal, merupakan hasil Laporan Keuangan Komersial (+)
Koreksi Fiskal Positif (-) Koreksi Fiskal Negatif.
 Untuk kolom Laba Kotor, merupakan perhitungan Penjualan (-) HPP (Harga Pokok
Penjualan).
 Untuk kolom Total Biaya Usaha, merupakan penjumlahan seluruh biaya usaha (poin 4 s/d
poin 14).
 Untuk kolom Laba Sebelum Pajak, merupakan perhitungan Laba Kotor (-) Total Biaya
Usaha.

Perhitungan Rekonsiliasi Fiskal


PT. Makin Maju Tbk.

Laporan Keuangan Koreksi Fiskal Laporan Keuangan


No Nama Rekening
Komersial Fiskal
Positif Negatif
1 Penjualan Rp 765.300.000 Rp 765.300.000
2 HPP (Rp 450.000.000) Rp 50.000.000 (Rp 400.000.000)
3 Laba Kotor Rp 315.300.000 Rp 365.300.000
4 Gaji Karyawan (Rp 120.000.000) Rp 13.800.000 (Rp 106.200.000)
5 Penyusutan Mesin Rp 10.000.000 Rp 15.000.000 (Rp 25.000.000)
6 Penyusutan Gedung (Rp 25.000.000) Rp 12.500.000 (Rp 12.500.000)
7 Penyusutan Tanah (Rp 2.000.000) Rp 2.000.000 Rp -
8 Biaya Pengeluaran Saham (Rp 500.000) (Rp 500.000)
9 Premi Asuransi Kebakaran (Rp 200.000) (Rp 200.000)
10 Sumbangan Korban Banjir (Rp 100.000) Rp 100.000 Rp -
11 Piutang Ragu-Ragu (Rp 500.000) (Rp 500.000)
12 Cadangan Umum (Rp 20.000.000) Rp 20.000.000 Rp -
13 Dividen yang Dibayar (Rp 30.000.000) Rp 30.000.000 Rp -
14 PPH Pasal 25 yang dibayar (Rp 4.600.000) Rp 4.600.000 Rp -
15 Total Biaya Usaha (Rp 212.900.000) (Rp 144.900.000)
16 Laba Sebelum Pajak Rp 102.400.000 Rp 220.400.000
Daftar Pustaka

- Erly Suandy, Perencanaan Pajak, Salemba Empat , 2011

- Siti Resmi, Perpajakan : Teori dan Kasus, Salemba Empat, 2010

- UU Perpajakan dan Artikel lain yang berkaitan.

Você também pode gostar