Você está na página 1de 10

EVALUASI KEBIJAKAN RUJUKAN BERJENJANG PADA

LAYANAN BPJS KESEHATAN


DI KOTA PALU

A. LATAR BELAKANG
Setiap orang memiliki risiko jatuh sakit dan membutuhkan biaya cukup
besar ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya
merupakan penyakit yang kronis atau tergolong berat. Untuk memberikan
keringanan biaya, pemerintah mengeluarkan Kebijakan Program JKN (Jaminan
Kesehatan Nasional). Program pelayanan kesehatan yang merata dan tidak
diskriminatif, diatur dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), kemudian diimplementasikan ke
dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Pengelola
Jaminan Sosial (BPJS).
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab yang timbal balik terhadap satu
kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal
dalam arti unit-unit yang setingkat kemampuannya. Sistem rujukan mengatur
alur dari mana dan harus ke mana seseorang yang mempunyai masalah
kesehatan tertentu untuk memeriksakan masalah kesehatannya.
Kebijakan sistem rujukan ini diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan
No.01 tahun 2012, tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
(PMK).
Sistem dan pelayanan yang sama juga berlaku di kota Palu, dimana juga
melaksanakan pelayanan BPJS Kesehatan melalui alur dan tahapan yang di atur
secara nasional. Sistem ini diharapkan agar semua dapat memperoleh
keuntungan. Misalnya, pemerintah Kota Palu sebagai penentu kebijakan
kesehatan (policy maker) tingkat Kota Palu, manfaat yang akan diperoleh di
antaranya, membantu penghematan dana dan memperjelas sistem pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang ada di Kota Palu. Bagi masyarakat kota Palu

Implementasi Kebijakan Publik | 1


sebagai pemakai jasa pelayanan akan meringankan biaya pengobatan karena
pelayanan yang diperoleh sangat mudah, sebagaimana juga yang dilakukan di
daerah lain.
Bagi pelayanan kesehatan (health provider), mendorong jenjang karier
tenaga kesehatan, selain meningkatkan pengetahuan maupun keterampilan,
serta meringankan beban tugas.
Hanya saja bila kita merujuk pada teori Kenyamanan, maka kondisi dan
situasi yang masyarakat harapkan dari pelayanan BPJS Kesehatan ini akan
lebih terlihat kaitan maknanya, seperti konsep teori kenyamanan (Comfort
Teory) Oleh Katharine Kolcaba, yang mengemukakan, bahwa Kenyamanan
adalah pengalaman yang diterima oleh seseorang dari suatu intervensi. Hal ini
merupakan pengalaman langsung dan menyeluruh ketika kebutuhan fisik,
psikospiritual, sosial, dan lingkungan terpenuhi (Peterson & Bredow, 2008).
Konsep teori kenyamanan meliputi kebutuhan kenyamanan, intervensi
kenyamanan, variabel intervensi, peningkatan kenyamanan, perilaku pencari
kesehatan, dan integritas institusional.
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang
sesuai dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama,
peserta dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas, klinik,
atau dokter keluarga yang tercantum pada kartu peserta BPJS Kesehatan.
Apabila peserta memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis, maka
peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua atau fasilitas
kesehatan sekunder (RS kelas C spt. RS. Wirabuana, RS Bhayangkara, RS
Swasta di Kota Palu). Pelayanan kesehatan di tingkat ini hanya bisa diberikan
jika peserta mendapat rujukan dari fasilitas primer.
Rujukan ini hanya diberikan jika pasien membutuhkan pelayanan
kesehatan spesialistik dan fasilitas kesehatan primer yang ditunjuk untuk
melayani peserta, dan tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan peserta karena keterbatasan fasilitas,
pelayanan, dan atau ketenagaan. Jika penyakit peserta masih belum dapat
tertangani di fasilitas kesehatan sekunder, maka peserta dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tersier (kira-kira sekelas RS Kelas B, spt: RSUD Undata,

Implementasi Kebijakan Publik | 2


RSUD Anutapura). Di sini, peserta akan mendapatkan penanganan dari dokter
sub-spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub-
spesialiastik.
Peserta JKN harus mengikuti sistem rujukan yang ada dalam Permenkes
01 tahun 2012 ini. Sakit apa pun, kecuali dalam keadaan darurat, harus berobat
ke fasilitas kesehatan primer, tidak boleh langsung ke rumah sakit atau dokter
spesialis. Jika ini dilanggar peserta harus bayar sendiri. Namun apakah dalam
pelayanan BPJS Kesehatan ini tidak mengindahkan kenyamanan seseorang
pencari layanan kesehatan..? bukankah ini merupakan hak setiap warga negara
untuk memperoleh pelayanan yang baik..??

B. PERMASALAHAN
Sejak dioperasionalkan 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan memiliki
beragam permasalahan, banyak aspek yang belum matang dan menjadi
persoalan. Kondisi masyarakat kota Palu yang masih belum tersosialisasi
dengan baik dan benar tentang pelayanan BPJS Kesehatan dan alur-alur
pelayanan, karena strata pendidikan yang belum merata, menjadi kendala
penerapan layanan BPJS Kesehatan itu sendiri. Kurangnya sosialisasi dan
perubahan pengelolaan dari PT. ASKES ke dalam BPJS dinilai menjadi
penyebab munculnya permasalahan tersebut. Padahal, BPJS Kesehatan sangat
dibutuhkan dan harus tetap dilaksanakan.
Masalah itu, justru muncul pada unsur implementasi, coba saja kita
melihat ke Rumah sakit-Rumah Sakit di kota Palu, begitu banyak masalah yang
dihadapi oleh penerima awal di RS, mengingat, masih banyak pasien peserta
BPJS Kesehatan yang langsung berobat ke Rumah Sakit tanpa membawa surat
rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), padahal penyakitnya
tidak juga tergolong gawat darurat. Belum lagi ada beberapa pasien menengah
ke atas, yang tidak mau atau gengsi kalau harus ke Puskesmas lebih dahulu. Ini
menjadi permasalahan yang harus ditangani secara persuasi agar tidak terjadi
bentrok fisik. Hal-hal seperti ini, khususnya terjadi pada aspek rujukan, biaya,
dan kepersertaan BPJS. Banyak masyarakat yang belum tahu teknis
mendapatkan pelayanan sesuai dengan aturan main BPJS Kesehatan. Dengan

Implementasi Kebijakan Publik | 3


diberlakukannya BPJS Kesehatan, masyarakat yang akan berobat ke rumah
sakit umum pemerintah dengan kartu BPJS harus mendapat rujukan dari
dokter, klinik/puskesmas. Hal ini berdasarkan Kebijakan dalam Permenkes 01
tahun 2012.
Kebanyakan masyarakat belum tahu mengenai sistem rujukan. Inilah
yang menjadi persoalan, ketika sudah datang ke rumah sakit sekunder atau
tersier pasien akan dilayani jika sudah mendapatkan rujukan dari peyanan
kesehatan primer. Kebijakan sistem rujukan sudah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No. 001/2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan (PMK).
Namun realitas di lapangan tak semudah membalikkan telapak tangan.
Perpindahan jaminan kesehatan ini banyak mengalami kendala. Sistem rujukan
pasien dirasakan masih tidak efektif dan efisien, masih banyak masyarakat
belum dapat menjangkau pelayanan kesehatan primer atau memang ada
keengganan sebagian masyarakat untuk berobat ke pelayanan primer, spt.
Puskesmas, akibatnya terjadi penumpukan pasien yang luar biasa di rumah
sakit tertentu.
Pemahaman masyarakat tentang alur rujukan sangat rendah sehingga
mereka tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya. Pasien
menganggap sistem rujukan birokrasinya terlalu berbelit-belit, sehingga pasien
langsung merujuk dirinya sendiri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
tingkat kedua atau ketiga (langsung ke RS)
Keluhan lain terkait kebijakan sistem rujukan BPJS yang dirasakan oleh
masyarakat di kota Palu adalah ketidaksiapan tenaga kesehatan dan kurangnya
fasilitas di layanan kesehatan primer. Kasus yang seharusnya dapat ditangani di
layanan primer/sekunder tetapi langsung dirujuk ke rumah sakit sekunder atau
tersier. Lain halnya dengan keluhan PNS-PNS di kota Palu, di mana jika
rujukan harus melalui puskesmas sementara mereka harus bekerja, lamanya
proses pengurusan tersebut menghabiskan jam kerja para PNS. Sistem rujukan
seharusnya tidak membuat PNS kesulitan. Idealnya rujukan tidak hanya berasal
dari Puskesmas, namun juga layanan primer lain, misalnya klinik tempat
pekerja tersebut.

Implementasi Kebijakan Publik | 4


Permasalahan lain dalam kaitan dengan kebijakan sistem rujukan ini
adalah, bahwa layanan primer/Puskesmas mempunyai jam kerja terbatas,
kadang kala hanya sampai jam 14.00 atau ada juga Puskesmas yang pada hari
Sabtu, Minggu Tutup. Sementara bagi banyak karyawan di kota Palu, karena
alasan kesibukan, pemeriksaan kesehatan baru bisa dilakukan diakhir pekan,
saat libur. Berbeda dengan Rumah Sakit yang memang memberikan pelayanan
24 jam nonstop.

C. IDENTIFIKASI MASALAH
Dari uraian di atas, maka kita dapat mengidentifikasi masalah-masalah evaluasi
yang ada sebagai berikut:
1. Pelayanan Puskesmas yang belum maksimal dalam memberikan
pelayanan kepada Masyarakat.
2. Sarana dan prasarana Puskesmas perlu ditingkatkan agar tidak terkesan
institusi layanan masayakat ‘kelas bawah’
3. Sosialisasi kebijakan aturan layanan berjenjang belum optimal.
4. Apakah cukup bila waktu pelayanan Puskesmas dibatasi..?

D. KONSEP TEORI
Bila kita berbicara mengenai jasa pelayanan, maka tentu kita akan
melihat teori-teori yang melandasi konsep pemkiran itu.
Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen setelah
membandingkan antara apa yang dia terima dan harapannya (Umar, 2005:65).
Seorang pelanggan, jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh produk
atau jasa, sangat besar kemungkinannya akan menjadi pelanggan dalam waktu
yang lama.
Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller yang dikutip dari buku
Manajemen Pemasaran mengatakan bahwa Kepuasan Konsumen adalah
perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan
kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan (Philip
Kotler, 2007:177).

Implementasi Kebijakan Publik | 5


Namun sebelum seseorang merasa puas tentu wajib didahului oleh
proses layanan yang diterimanya, apakah dalam proses layananyang
diterimanya ia mengalami kenyamanan atau tidak..? Katherine Kolcaba
mengemukakan konsep teori kenyamanan (Comfort Teory) Oleh Katharine
Kolcaba, yang mengemukakan, bahwa Kenyamanan adalah pengalaman yang
diterima oleh seseorang dari suatu intervensi. Hal ini merupakan pengalaman
langsung dan menyeluruh ketika kebutuhan fisik, psikospiritual, sosial, dan
lingkungan terpenuhi (Peterson & Bredow, 2008). Konsep teori kenyamanan
meliputi kebutuhan kenyamanan, intervensi kenyamanan, variabel intervensi,
peningkatan kenyamanan, perilaku pencari kesehatan, dan integritas
institusional.
Memuaskan kebutuhan konsumen adalah keinginan setiap organisasi
usaha, baik jasa maupun non jasa. Selain faktor penting bagi kelangsungan
hidup organisasi usaha, memuaskan kebutuhan konsumen dapat meningkatkan
keunggulan dalam persaingan. Konsumen yang puas terhadap produk dan jasa
pelayanan cenderung untuk kembali menggunakan jasa pada saat kebutuhan
yang sama muncul kembali dikemudian hari. Hal ini berarti kepuasan
merupakan faktor kunci bagi konsumen dalam melakukan keputusan kembali
menggunakan jasa layanan tersebut atau tidak sehingga dapat berdampak pada
mutu dan pendapatan yang diterima.

E. PEMECAHAN MASALAH
Mengacu pada masalah yang telah teridentifikasi di atas dan dikaitkan
dengan teori yang melandasinya, maka untuk menjamin berjalannya sistem
rujukan berjenjang BPJS Kesehatan, maka perlu dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Stakeholder di kota Palu, baik pemerintah Kota Palu, BPJS Kesehatan cab.
Palu, perlu melakukan sosialisasi yang terus-menerus guna menamankan
kesadaran masyarakat tentang sistem rujukan berjenjang, karena sekarang
ini masyarakat menilai sistem rujukan terkesan berbelit-belit.

Implementasi Kebijakan Publik | 6


Sebab situasi dan kondisi yang dihadapi saat ini, itu karena masyarakat
kurang mendapat sosialisasi secara optimal tentang bagaimana mekanisme
bila mereka akan berobat.
Seharusnya ada masa transisi yang memberi peluang penerapan sistem
tidak secara kaku. Masyarakat yang tinggal di pinggiran kota Palu juga
menjadi korban kurangnya sosialisasi mengenai sistem rujukan pada BPJS
Kesehatan. Mereka telah menempuh perjalanan cukup jauh untuk langsung
menuju ke Rumah Sakit, terpaksa harus ditolak karena tidak membawa surat
rujukan dari Faskes Pertama di wilayahnya. Perjalanan jauh yang telah
ditempuh dan biaya yang tidak sedikit menjadi sia-sia karena rumah sakit
terpaksa menolak pasien. Tidak jarang juga penolakan oleh rumah sakit di
kota Palu dilakukan karena ruangan benar-benar penuh, karena tidak
mengetahui sebelumnya. Kalau saja mereka dapat membawa surat rujukan,
biasanya Puskesmas akan menghubungi RS yang akan dituju untuk
memastikan pasien yang dirujuk dapat diterima dengan baik. Ini tentu saja
menyebabkan mutu pelayanan rumah sakit jadi menurun.

2) Pelayanan Puskesmas perlu ditingkatkan secara maksimal, hal ini berarti


bahwa selama ini, masyarakat enggan pergi ke Puskesmas karena ia merasa
pelayanan di Puskesmas belum memberikan kepuasan batin kepadanya,
sebagaimana teori kepuasan di atas, bila seseorang telah merasa puas, maka
pasti akan mendorong yang bersangkutan kembali ke tempat itu lagi di
kemudian hari.
Lamanya proses pelayanan yang dialami bila berobat ke Puskesmas, juga
dipicu oleh keengganan masyarakat untuk antre di layanan primer seperti di
Puskesmas.
3) Pembenahan sarana dan prasarana yang memadai di setiap tingkat pelayanan
kesehatan sesuai kebutuhan, sangat diperlukan. Kompetensi petugas
kesehatan perlu disiapkan dan ditingkatkan sehingga mampu menangani
kasus sesuai tingkat layanannya. Pemerintah kota Palu dan BPJS Kesehatan
serta Dinas Kesehatan terkait harus mampu menciptakan layanan primer
terbaik di Puskesmas-Puskesmas kota Palu, sehingga masyarakat dari

Implementasi Kebijakan Publik | 7


berbagai tingkat golongan tidak merasa minder karena harus berobat di
Puskesmas.
4) Waktu pelayanan yang ada di Puskesmas, juga menjadi alasan utama banyak
masyarakat untuk berobat langsung di Rumah Sakit, dengan menghindari
pergi berobat ke Puskesmas. Waktu pelayanan Puskesmas yang hanya
sampai jam 13.00 Wita....perlu dipikirkan lagi, karena banyak juga kasus
penyakit yang sebenarnya tidak emergency menjadi emergency karena
masalah waktu yang sudah tidak diakomodir lagi bila ke Puskesmas. Hal ini
menjadi bagian dari kebijakan sistem rujukan yang ditetapkan harus lebih
komprehensif mencakup jejaring yang melibatkan swasta, dan membuka
seluas-luasnya kesempatan bagi klinik yang mau bergabung dengan BPJS
Kesehatan sehingga tidak terjadi antrean di Puskesmas.
Diluar 4 hal di atas yang menjadi inti permasalahan, juga ada
beberapa hal yang dapat dilakukan oleh SDM kesehatan untuk mendukung
lancarnya pelayanan berjenjang mekanisme BPJS Kesehatan adalah sbb:
1. Peran perawat di tingkat fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP)
dalam sistem rujukan berjenjang adalah memahami secara jelas
mengenai sistem rujukan karena perawat adalah petugas garda depan
yang selalu menjadi tempat bertanya pasien atau masyarakat yang
membutuhkan dan perawat harus selalu meningkatkan kompetensi agar
dapat memberikan pelayanan kesehatan secara professional
yang dibutuhkan pasien.
2. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan sistem rujukan perlu dilakukan
secara terus-menerus oleh pemerintah kota Palu, BPJS Kesehatan cab.
Palu, dan Dinas Kesehatan, agar menjamin setiap masyarakat
mendapatkan layanan kesehatan yang sesuai dengan haknya.
3. Salah satu yang harus dibenahi juga, yaitu kurang baiknya pelayanan
rumah sakit pada peserta BPJS Kesehatan yang dianggap membayar
murah. Pemerintah kota Palu juga harus membuat strategi untuk
memastikan program ini menguntungkan baik untuk pasien maupun
rumah sakit.

Implementasi Kebijakan Publik | 8


Meskipun implementasi dari BPJS Kesehatan masih banyak mendapat
kritikan, selain masalah rujukan di atas, juga terutama masalah kurangnya
infrastruktur dan rumah sakit mitra BPJS Kesehatan, namun konsep dari
pemberian jaminan perlindugan kesehatan bisa diacungi jempol. Saat ini
Rumah Sakit mitra BPJS Kesehatan di kota Palu sudah bertambah dengan
masuknya Rumah Sakit-Rumah Sakit swasta dalam melayani peserta BPJS
Kesehatan. Sehingga masyarakat dapat mempunyai beberapa alternatif pilihan
untuk menagani masalah kesehatan atau penyakitnya.
Hadirnya BPJS Kesehatan kini dianggap sebagai alternatif proteksi diri
yang cukup terjangkau dan melindungi masyarakat Indonesia secara
keseluruhan. Dengan premi yang cukup murah, BPJS Kesehatan merupakan
kartu sakti bagi setiap pemegangnya untuk mengklaim secara mudah. Tentu ini
berlawanan dengan produk asuransi kesehatan komersil yang selama ini
dianggap preminya sangat mahal, dan hanya untuk kalangan tertentu saja.

F. P E N U T U P
1) KESIMPULAN
Tujuan pemberlakuan BPJS Kesehatan bagi masyarakat adalah untuk
menjamin tarjaganya derajat kesehatan masyarakat di kota Palu agar tetap
sehat, sehingga dapat menjadi aset pembangunan bangsa dan negara.
Dalam evaluasi pelaksanaan di lapangan, pelayanan peserta BPJS
Kesehatan akan dilayani dengan mengikuti kebijakan rujukan berjenjang
sesuai Permenkes No.01 tahun 2012, tentang Rujukan Kesehatan
Perorangan.
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang
sesuai dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama,
peserta dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas,
klinik, atau dokter keluarga yang tercantum pada kartu peserta BPJS
Kesehatan. Apabila peserta memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter
spesialis, maka peserta dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua

Implementasi Kebijakan Publik | 9


atau fasilitas kesehatan sekunder. Pelayanan kesehatan di tingkat ini hanya
bisa diberikan jika peserta mendapat rujukan dari fasilitas primer.
Meskipun evaluasi dari BPJS Kesehatan mendapat kritikan, selain
masalah rujukan, juga terutama kurangnya infrastruktur dan rumah sakit
mitra BPJS Kesehatan, namun konsep dari pemberian jaminan perlindungan
kesehatan bisa diacungi jempol.

2) SARAN
Setelah membaca pembahasan dalam tulisan di atas, maka kami
memberikan saran sbb:
a. Perlu dilakukan Sosialisasi secara serius, mendalam, dan terus menerus
serta terstruktur menyentuh seluruh elemen masyarakat.
b. Melakukan perbaikan sarana dan prasarana pelayanan di tingkat layanan
primer (Puskesmas), sehingga masyarakat senang dan tidak minder
untuk datang ke Puskesmas
c. Meningkatkan kemampuan/skill dn pendidikan bagi petugas di layanan
primer agar semua pasien dapat tertangani dengan baik
d. Memperbaiki dan menyempurnakan seluruh infrakstruktur rumah sakit,
agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.

Implementasi Kebijakan Publik | 10

Você também pode gostar