Você está na página 1de 14

1.

Konsep Pengembangan Berorientasi Transit/Transit Oriented Development (TOD)


1.1 Konsep Pengembangan Berorientasi Transit
Konsep ini berorientasi pada perencanaan untuk pengelolaan ruang secara terintegrasi pada
jaringan jalan yang terdesain dengan baik, pembagian ruang terhadap populasi dan komunitas yang
berfokus pada stasiun transit. Konsep TOD ini menekankan pada integrasi angkutan umum dengan
pusat-pusat aktivitas warga. Pada beberapa ragam definisi terkait dengan TOD, terdapat beberapa
pengertian yang sering menjadi acuan sesuai dengan karakteristiknya antara lain:
 pelayanan transit yang cepat dan memadai
 stasiun transit yang mudah dijangkau
 pemukiman dengan fasilitas umum lengkap seperti retail, dan hiburan
 pelayanan umum dengan kualitas yang baik seperti jalan dan ruang terbuka, dimana pedestrian
dan jalur sepeda yang memadai
 populasi penduduk menengah keatas dengan jarak sekitar 800 meter dari stasiun transit
 kendaraan pribadi yang tidak terlalu banyak

Kondisi “transit oriented development” sering digunakan untuk mendeskripsikan pengembangan


area yang berdekatan atau area yang berada pada stasiun transit. TOD lebih mengutamakan prinsip
dari pengembangan daerah yang ada di sekitar stasiun dibandingkan dengan daerah lainnya [1].
TOD merupakan pendekatan yang berkelanjutan dilihat dari prinsip penyediaan aksesibilitas dan
alternative moda bagi siapa saja, mendukung pertumbuhan ekonomi kota, serta ramah lingkungan
[2]. Praktek TOD di dunia semakin popular namun belum banyak diterapkan di kota-kota di
Indonesia. Salah satu contoh negara yang menerapkan konsep TOD ini adalah Queensland, dimana
dalam penataan kota dan transportasi yang berbasis TOD ini mendukung mode transportasi yang
berkelanjutan, termasuk tansportasi umum, pejalan kaki, dan bersepeda, serta mengurangi ringkat
akses transportasi barang, menjadi pelayanan dan peluang kerja, yang pada akhirnya akan
mengurangi kemacetan lalu lintas. Pengurangan jumlah kendaraan pribadi dapat mengurangi emisi
gas sehinga TOD berperan dalam konservasi energy, mitigasi perubahan iklim, dan peningkatan
kualitas udara.

1.2 Perencanaan TOD


Penelitian meyebutkan bahwa pola pikir untuk beralih pada konsep TOD lebih didominasi oleh
peningkatan mobilitas seseorang seperti yang terjadi pada Amerika Serikat. Mobilitas ini
kemudian menyebabkan peningkatan kendaraan dan kemacetan, tundaan, kebisingan, dan polusi
udara yang pada akhirnya menurunkan tingkat kualitas hidup. Salah satu solusi untuk memecahkan
masalah ini adalah mendorong pengembangan kawasan berbasis TOD [3].
Faktor yang menentukan dalam keberhasilan TOD dapat dilihat pada area yang disekitar stasiun
dan aspek regional. Faktor utama yang menentukan keberhasilan TOD adalah sebagai berikut:
- jumlah dan penentuan kawasan TOD - struktur pasar regional
- kualitas transit - pola aktivitas konsumen
- teknologi transit - perilaku perjalanan
- pola jalan - respon masyarakat
- fasilitas parker statsiun - persepsi tempat tinggal
- kepadatan pemukiman dan pekerja - pemilihan lokasi pemukiman
- kawasan perdagangan yang beragam - kebijakan pemerintah
- ketersediaan pasar grosir

Indikasi lain yang juga mendukung keberhasilan TOD adalah biaya/ rasio manfaat.

Tabel 1. Biaya dan Manfaat dari TOD

Biaya Manfaat
- Konstruksi sistem transit - Mengurangi kemacetan
- Pelaksanaan transit sistem - Peningkatan kualitas udara
- Mitigasi dari kemacetan lalu lintas yang - Mengurangi infrastruktur
disebabkan oleh pengembangan kawasan - Mengurangi jumlah kendaraan yang
- Perencanaan TOD dan percepatan beroperasi dan waktu tempuh
pengembangan kawasan - Mengurangi kepemilikan kendaraan
pribadi

1.3 Konsep TOD di Negara Maju


Konsep TOD ini diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah
kemacetan. Beberapa kota-kota di dunia yang telah terlebih dahulu mengembangkan konsep TOD
adalah sebagai berikut [4]:
1. Amerika
Pada awal perkembangannya TOD berasal dari Amerika Serikat. Setelah pertama kali dikenalkan
dan dikembangkan di Amerika Serikat, keuntungan TOD adalah meningkatkan penggunaan
angkutan umum dan pendapatan berkaitan kegiatan transportasi. Keberhasilan pengembangan
TOD di Koridor Rosslyn-Ballston, Arlington, Virginia.
2. Curitiba, Brasil
Salah satu contoh paling awal dan sukses adalah kota Curitiba, Brasil. Selama bertahun-tahun
pemerintah memang telah merencanakan integrasi daerah-daerah dengan kepadatan yang tinggi
dengan transportasi berkapasitas besar, seperti Bus Rapid Transit atau BRT.
3. Milton, Australia
Milton, menerapkan pembangunan TOD pertama di Queensland, Australia. Sebuah stasiun yakni
Milton Railway Station, terhubung langsung dengan hunian berupa apartemen. The Milton
Residence. Warga yang tinggal disana mendapatkan kemudahan akses untuk transportasi umum.
4. Edmonton, Kanada
Edmonton memiliki satu kawasan TOD, yakni Century Park yang terhubung dengan LRT
Edmonton. Di dalam Century Park, terdapat beragam kondominium, layanan rekreasi, ritel,
restoran, dan pusat kebugaran untuk warga.
5. Hongkong
Dibandingkan dengan negara maju lainnya, tingkat kepemilikan mobil di Hongkong terbilang
sangat rendah. Sekitar 90% aktivitas warganya dilakukan dengan menggunakan kendaraan umum.
Dalam beberapa decade terakhir, Hongkong telah mulai memiliki beberapa TOD, dimana stasiun
kereta api dibangun ebrsamaan dengan pembangunan perumahan di sekitarnya. Di antaranya,
Lohas Park, Olympian City, dan Union Square.
6. Tokyo, Jepang
Sejak 1872, konsep TOD telah diaplikasikan untuk pembangunan sarana transportasi dan tata kota
di Jepang. Pengembangan ini masih tetap berlanjut hingga 2045. Jepang dinilai konsisten dan
memiliki perencanaan yang berkesinambungan untuk pengembangan TOD. Selain Tokyo, kota-
kota lain di Jepang juga telah menerapkan TOD di semua terminal dan stasiun, seperti Nagoya,
Fukuoka, dan Kokura.

1.4 Konsep TOD di Indonesia


Kota-kota dunia ini mungkin bisa dijadikan contoh untuk penerapan TOD di Indonesia. Salah satu
kawasan di Indonesia yang tengah dipersiapkan untuk konsep TOD ini adalah kawasan Dukuh
Atas terbesar di Jakarta dengan 5 moda transportasi yakni Kereta Commuter Line Jabodetabek,
Kereta Bandara, Bus Transjakarta, LRT, dan MRT. Nantinya, penerapan TOD di Jakarta
diharapkan dapat mempermudah mobilitas warga dengan kemudahan mendapatkan transportasi di
sekitar tempat tinggal.
Selain Jakarta, kota metropolitan lainnya yang akan mencanangkan konsep TOD ini adalah kota
Surabaya. Pada koridor AMC di kota Surabaya telah direncanakan terdapat 10 kawasan TOD
dengan 4 kawasan pada koridor Utara-Selatan (trem) dan 6 kawasan pada koridor Timur-Barat
(monorel) [5].
Pada intinya pengadaan konsep ini diberikan untuk memberi alternative dan pemecahan terhadap
permasalahan pertumbuhan yang berhubungan dengan kemacetan. Dengan membuat fungsi
campuran (mix use) yang terpadu sehingga diharapkan memperoleh banyak manfaat seperti
internalisasi pergerakan antara hunian, perkantoran, dan fungsi-fungsi lain dalam sebuah kawasan
atau distrik yang tersentralisasi. Akumulasi pola ini diharapkan dapat membuat warga dapat
beralih dari kendaraan pribadi menuju kendaraan publik yang dapat meminimalisir urban sprawl
(perluasan kota ke kawasan pinggiran). Karena pada dasarnya, teori atau konsep baru belum tentu
menjadi solusi untuk menata ruang perkotaan. Sebaliknya, justru penggunaan konsep baru
dianggap merupakan sebuah upaya menghimpun beebrapa ide lama dan kesatupaduan seluruh
unsur perencanaan kota.

2. Prinsip Pengembangan TOD


Pada dasarnya prinsip prinsip ini menjadi panduan untuk mendukung implementasi dari
pengembangan berbasis TOD pada kawasan perkotaan di sebuah negara. Pengembangan TOD
terdiri atas beberapa prinsip sebagai berikut [1]:
2.1 Lokasi/ kawasan
Infrastruktur dan Pengembangan kawasan atau koridor dimana dapat memanfaatkan
tingkat pelayanan infrastruktur yang sudah ada atau membangun yang baru.
Memprioritaskan lokasi dengan tingkat pelayanan transit yang
kebutuhannya tinggi.
Tingkat pengembangan Menjadikan TOD pada skala prioritas untuk suatu kawasan
Pengembangan pada Mengaplikasikan prinsip TOD pada komunitas yang baru dimana
kawasan yang baru terdapat simpul transit yang sudah ada atau yang akan dibangun

2.2 Tata Guna Lahan


Tipe Memastikan kawasan pengembangan didominasi oleh tata guna
lahan yang mendukung transit.
Tingkatan Fokus pada area dengan jarak perjalanan untuk jalan kaki menuju
simpul transit, dengan mempertimbangkan kondisi topografi
Kepadatan Menghubungkan daerah pemukiman yang padat penduduk
berdasarkan TOD dan menyediakan sarana transportasi dan
aksesabilitas yang nyaman
Intensitas Menghubungkan kawasan padat pekerja dan pola mix
Mix Menyiapkan dan mengintegrasikan pola mix use untuk menciptakan
beragam pelayanan dan kebutuhan oleh sebuah komunitas
Keberlanjutan Mendorong aktivitas keberlanjutan pada kawasan TOD untuk
menciptakan vitalitas da keamanan

2.3 Design
Kemampuan Memastikan penyampaian pengembangan kawasan yang kuat dan
beradaptasi fleksibel, dan menciptakan pengembangan yang mampu beradaptasi
terhadap intensitas pekerjaan
Bentuk pengembangan Memastikan pengembangan desain fitur yang memaksimalkan
kemudahan dan aktivitas jalan dan pedestrian
Umum Menyiapkan fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan sebuah
komunitas termasuk ruang terbuka, kawasan pedestrian, dan akses
transit.
Menciptakan desain yang mempromosikan interaksi sosial, aktifitas
fisik dan pengembangan dari sebuah kawasan dan identitas.
Integrasi Memastikan desain simpul transit terintegrasi baik pada komunitas
Keamanan dan Memastikan penyampaian informasi terkait pengembangan dari
aksesabilitas kebutuhan personal dan keamanan serta pemerataan akses untuk
seluruh fasilitas umum
Parkir Lokasi, desain, menyiapkan dan mengatur parker berdasarkan
kawasan TOD untuk mendukung pejalan kaki, pengguna sepeda,
dan aksesabilitas transportasi umum

2.4 Transportasi
Pembagian Moda Menciptakan sebuah peningkatan pembagian moda, pesepeda dan
transportasi umum dengan menyiapkan aksesabilitas yang baik dan
kemudahan fasilitas umum dengan kawasan sekitar stasiun dan area
untuk pesepeda dan pedestrian dengan prioritas untuk pedestrian
Efisiensi transportasi Fasilitas dengan level yang baik khususnya pada hubungan
intermodal

2.5 Sosial
Keragaman sosial Memastikan pengembangan dan lingkungan yang mendukung
keberagaman sosial, termasuk perbedaan usiam budaya, pekerjaan
dan pendapatan.
Menyiapkan jenis pemukiman dengan pola perpaduan aksesabilitas,
dari kepemilikan rumah pribadi yang terjangkau untuk mendukung
keberagaman sosial
Mempromosikan hubungan sosial dan fisik antara kawasan baru dan
komunitas yang telah ada
Memastikan pengembangan komunitas secara integral berdasarkan
pembangunan komunitas

2.6 Proses
Koordinasi Memastikan koordinasi melibatkan pemagku jabatan, termasuk
kementrian, pemerintah lokal, dan pengembangan industry
Komunitas kerjasama Kerjasama melalui perencanaan dan pengembangan proses dengan
kecenderungan perubahan komunitas untuk mempromosikan
keterlibatan dan kepemilikan
Frame Waktu Mempertimbangkan luaran dari TOD

3. Dampak Konsep Pembangunan Berbasis TOD pada Lalu Lintas Perkotaan


Tujuan dari konsep TOD adalah untuk mendorong orang untuk beralih dalam pilihan moda
perjalanan. TOD dibuat sebagai strategi untuk memusatkan kegiatan yang berdasarkan pada
tempat tinggal, tempat kerja, dan kebutuhan sehari-hari di sekitar kawasan transit, menciptakan
kebiasaan berjalan kaki dan perpaduan pola tata guna lahan.
Pembangunan jaringan jalan yang bias mengakomodasi transit pada kebutuhan yang akan dating
membutuhkan penilaian untuk sistem transportasi multimodal. Jaringan jalan ini tidak hanya
kendaraan, tetapi juga melibatkan jalur pedestrian. Untuk mendorong sebuah alternatif dari sebuah
mode transportasi, jaringan jalan membutuhkan tingkat kepadatan yang lebih pada simpang, jarak
pendek untuk pejalan kaki, pilihan rute yang beragam, dan pengaturan akses jalan yang baik.
Singkatnya, jaringan jalan pada konsep TOD membutuhkan koneksi yang lebih baik. Jaringan
jalan dapat mengukur kepadatan dari pelayanan jaringan jalan pada asal dan tujuan.
Tujuan dari peningkatan konektivitas sebuah jaringan jalan adalah untuk mengurangi kemacetan
pada jalur arteri, menyiapkan rute yang berkelanjutan dan akses kendaraan darurat yang yang baik,
dan meningkatkan kualitas dari sebuah koneksi utilitas. Prinsip desain daerah perkotaan yang baru
untuk sebuah jaringan jalan adalah sebagai berikut:
 Interkonektivitas jaringan jalan untuk persebaran lalu lintas dan jalur pejalan kaki
 Struktur jaringan jalan yang terbatas, jalan raya, dan jalan kecil
 Kualitas pelayanan pedestrian yang baik
Meningkatkan konektivitas akan mendukung beberapa hal diantaranya:
 Mengurangi kemacetan lalu lintas pada jalur arteri
 Mengurangi waktu perjalanan karena waktu perjalanan menjadi lebih singkat
 Ketersediaan rute yang berkelanjutan dan rute langsung untuk pejalan kaki dan pesepeda,
serta peningkatan kualitas kesehatan
 Ketersediaan jalur kendaraan darurat untuk respon waktu yang singkat
 Ketersediaan utilitas dari sebuah jaringan jalan, kemudahan dalam pemeliharaan, dan lebih
efisien dalam daur ulang sampah
 Kecepatan rendah sehingga mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas
 Akomodasi yang lebih baik pada saat melakukan transit
Pengembangan konsep TOD diharapkan dapat membuat transit menjadi lebih efektif dan efisien.
Hal ini didukung dengan sistem pergantian antar moda yang terpadu dan tersinergi dengan baik.
Adanya system transit yang efisien dan efektif, serta peningkatan aksesibilits masyarakat terhadap
beragam fungsi tata guna lahan pada akhirnya akan nilai guna lahan disekitarnya.
4. Konsep TOD dengan Mix Used
4.1 Fungsi Komersial
Untuk meningkatkan aksesibilitas dan menghidupkan beragam fungsi tata guna lahan dalam satu
kawasan yang terpadu, perlu dipahami terlebih fungsi komersial. Dalam rangka mendorong
penggunaan transit dan mengurangi penggunaan pribadi, fungsi komerial yang diletakkan di usat
kawasan TOD merupakan daya tarik tambahan bagi lalu lintas penumpang yang menggunakan
transit di kawasan tersebut. Fungsi komersial seperti toko, retail, pelayanan/jasa, perkantoran,
mall, dan tempat pertemuan yang diletakkan di pusat kawasan TOD akan memudahkan pengguna
transit untuk memenuhi kebutuhandan layanan dasar saat mereka berada di kawasan tersebut. Hal
ini meudahkan bagi mereka yang tidak memiliki mobil dan orang-orang yang terbatas
mobilitasnya. Mereka yang masih memilih pergi ke toko akan pergi pada sekian mil yang lebih
singkat serta dapat menghindari menggunakan jalan arterial untuk perjalanan lokal.
4.2 Fungsi Hunian
Fungsi huniandi kawasan TOD mencakup perumahan yang berada pada jarak jalan kaki yang
nyaman dari daerah komersial inti dan perhentian transit. Mengingat kecilny area kawqsan TOD,
pemukiman padat dengan pola pembangunan vertical dipenuhi dengan cara pola pembangunan
campuran antara tipe hunian permanen dan hunian sementara (temporary resident), seperti
kondominium, apartemen, dan hotel.
4.3 Fungsi LayananPublik
Fungsi layanan Public diperlukan untuk melayani penduduk dan para pekerja di TOD dan daerah-
daerah sekitarnya. Tempat parkir, plasa, zona hijau, gedung-gedung publik, dan pelayanan publik
dapat digunakan untuk mengisi kebutuhan tersebut. Parkir umum dalam jumlah yang sangat
dibatasi dan plasa kecil harus disediakan dalam memenuhi kebutuhan penduduk. Layanan dasar
seperti kantor pemerintah, layanan kesehatan dan pendidikan juga bias dikembangkan dalam skala
yang sesuai dengan besar ya area cakupan pengembangan TOD.
4.4 Fungsi Sekunder
Fungsi sekunder adalah fungsi-fungsi yg berada pada jarak 1 mil atau sekitar tiga kilometer dari
area inti kawasan TOD. Jaringan jalan area sekunder harus menyediakan jalan langsung multiple
serta koneksi sepeda ke perhentian transit serta area komersial inti, dengan tingkat minimal
penyeberangan artesial. Area sekunder boleh jadi difungsikan sebagai fasilitas umum, sekolah
umum, parkir masyarakat yang luas, penggunaan penghasil-pekerjaan intensitas yang rendah, dan
lot parkir dan kendaraan.
Namun demikian, penerapan konsep TOD harus ditinjau secara kasus per kasus mengingat
perbedaan karakteristik fisik, social, maupun kultural setempat. Pedoman yang ada dapat
digunakan sebagai acuan dasar identifikasi komponen-komponen dasar perencanaan.
Penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang bertempat tinggal dekat dengan stasiun transit
memiliki intensitas lima hingga enam kali lebih sering berkendara via transit daripada masyarakat
lainnya. Keuntungan lainnya adalah dapat meningkatkan kualitas lingkungan, finansial, rumah
layak dan terjangkau, dan keuntungan bagi mereka yang memiliki atau menyewa lahan dan usaha
dekat dengan titik transit.
Dalam pengimplementasiannya, TOD melibatkan berbagai pihak. Pihak-pihak yang terlibat antara
lain pihak pemerintah setempat, pihak swasta selaku pengembang dan investor, agensi
transportasi, dan masyarakat. Banyaknya pihak yang terlibat tidak jarang menjadi penyebab
terhambatnya pelaksanaan TOD. Namun dari contoh beberapa kota yang berhasil, salah satu kunci
kesuksesan dalam aspek kelembagaan adalah konsistensi dalam melibatkan berbagai pihak
tersebut dalam mengeksekusi pengembangan TOD di sekitar kawasan transit dengan
menggunakan beberapa cara seperti membentuk tim ad-hoc dan mengadakan semacam forum
diskusi bersama dan sejenisnya.
Keberhasilan pengembangan TOD di Arlington ini dimulai sejak tahun 1972. Dalam kurun waktu
tiga puluh tahun, tepatnya pada tahun 2000, berdasarkan survey yang dilakukan oleh U.S Census
Journey-toWork, menunjukkan bahwa 47,2% dari para penduduk di koridor ini menggunakan
moda transit untuk pergi bekerja. Pada tahun 2002, menurut laporan Manajer Pengembangan
Property dan Perumahan di koridor tersebut melaporkan bahwa sekitar 40-60% penyewa
apartemen di koridor tersebut tidak menggunakan mobil pribadi untuk pergi bekerja melainkan
lebih memilih untuk berjalan kaki menuju stasiun (titik transit) terdekat. Selama tiga puluh tahun
penerapan konsep TOD di koridor Koridor Rosslyn-Ballston, implementasi konsep ini mampu
menekan penggunaan kendaraan pribadi dan mendorong penggunaan kendaraan umum. Tidak
hanya itu, pada awal pengembangannya pada tahun 1960-1970an koridor ini juga mengalami
permasalahan penurunan ekonomi dan populasi akibat pesatnya perkembangan kota-kota sekitar
yang mengelilingi wilayah ini, namun melalui pengembangan TOD, nilai lahan di koridor ini
meningkat pesat akibat tingginya pembangunan properti perumahan, perkantoran, dan
perdagangan dan jasa. Hal ini menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah setempat
[6].
Gambar 1. Kawasan TOD Koridor Rosslyn-Ballston, Arlington, Amerika Serikat

5. Usaha Penerapan Konsep TOD di Indonesia


5.1 Jakarta
Transportasi dan tata ruang merupakan dua aspek yang saling mempengaruhi satu sama lain,
karena transportasi dalam hal ini lalu lintas atau traffic merupakan fungsi dari tata guna lahan.
Pembangunan yang dilaksanakan, tidak bisa lagi dilaksanakan dengan pendekatan sektoral, karena
akan sulit untuk menentukan skala prioritas. Pendekatan yang digunakan haruslah bersifat regional
kawasan, maka akan lebih holistic, komprehensif dan sistemik prioritasnya adalah kebutuhan
stakeholders. Dalam RTRW Jakarta 2030 disebutkan dalam Rencana Struktur Ruang bahwa
Kawasan Senen ditetapkan sebagai Kawasan Pusat Kegiatan Sekunder yang dikembangkan
dengan konsep TOD, lebih jelasnya lihat peta struktur ruang DKI Jakarta 2030 berikut [7].

Gambar 2. Arah Pengembangan TOD dalam RTRW DKI Jakarta 2030


Kawasan Senen, sebagaimana tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta
2030 (Perda No 1 Tahun 2012) arah pengembangannya dilakukan dengan strategi
mengembangkan sebagai pusat kegiatan baru secara hierarkis; mengembangkan pusat kegiatan
pada simpul angkutan umum massal melalui konsep Transit Oriented Development (TOD) dan
mengembangkan kawasan perkantoran, perdagangan, jasa, ekonomi kreatif, dan pariwisata dalam
skala regional, nasional, dan internasional. Kawasan perencanaannya mengacu pada ketentuan
Panduan Rancang Kota (UDGL) Kawasan Senen.
Kawasan Senen dimasa depan adalah sebuah kawasan berdensitas tinggi yang ditunjang oleh
sarana transportasi yang lengkap dalam keragaman fungsi hunian, komersial, dan perkantoran,
dengan tetap menghargai sejarahnya.

Gambar 3. Peta TOD Kawasan Senen

5.2 Surabaya
Beberapa penelitian terdahulu di Kota Surabaya menunjukkan kota ini memiliki potensi
diterapkannya TOD. Hal tersebut ditinjau dari kondisi eksisting kawasan transit angkutan massal
cepat seperti kereta komuter dan terminal di Surabaya. Selain itu, rencana penerapan angkutan
massal cepat semakin memperkuat potensi implementasi TOD dalam mendukung pergerakan
berbasis transit yang diusung moda tersebut [6].
Merujuk pada studi penerapan konsep TOD dalam penataan struktur ruang Kota Surabaya,
diketahui bahwa konsep TOD berpotensi untuk diterapkan dalam arahan penataan struktur ruang
Kota Surabaya. Hal tersebut ditinjau dari kedekatan antara titik transit terminal dan stasiun
terhadap pusat kota masing-masing Unit Pengembangan (UP) di Kota Surabaya. Hasil penelitian
menunjukkan dari dua belas UP, terdapat tiga UP yang menunjukkan kawasan pusat kegiatannya
berdekatan dengan titik transit yaitu UP Tambak Osowilangun, UP Tanjung Perak, dan UP
Wonokromo. Walaupun berdekatan, ketiga UP ini belum sepenuhnya menunjukkan ciri TOD
karena terlihat dari desain kawasan yang masih single use, belum ramah pejalan kaki, dan
pelayanan sistem transit yang kurang memadai. Adapun kawasan lain yang potensial adalah
kawasan sekitar Stasiun Gubeng di UP Dharmahusada dan Stasiun Surabaya Pasar Turi di UP
Tunjungan. Hal ini didasarkan pada ciri intensitas kegiatan yang cukup tinggi serta potensi
pergerakan tinggi yang dilayani oleh sistem transit yang ada di kedua UP tersebut.
Merujuk pada penelitian lainnya di Kota Surabaya, TOD memiliki potensi untuk diterapkan di
koridor Surabaya-Sidoarjo melalui moda komuter. Hal tersebut ditinjau dari pengaruh tingkat
penggunaan kereta komuter terhadap kondisi kawasan stasiun dilihat dari kepadatan penggunaan
lahan, indeks keberagaman guna lahan, dan kondisi jalur pejalan kaki meliputi luas dan lebar jalur
pejalan kaki. Adapun kawasan stasiun yang ditinjau meliputi enam stasiun di koridor Surabaya
Sidoarjo yaitu tiga stasiun di dalam Kota Surabaya meliputi Stasiun Surabaya Kota, Stasiun
Gubeng, dan Stasiun Wonokromo dan tiga stasiun di Sidoarjo meliputi Stasiun Waru, Stasiun
Gedangan, dan Stasiun Sidoarjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan stasiun yang sudah
mulai memiliki ciri kondisi TOD walaupun belum ideal secara signifikan memiliki jumlah
pengguna kereta komuter yang lebih banyak dibandingkan kawasan stasiun lain. Adapun kawasan
stasiun yang potensial tersebut adalah Kawasan Stasiun Surabaya Kota, Kawasan Stasiun
Surabaya Gubeng, dan Kawasan Stasiun Sidoarjo.
Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa selain pelayanan angkutan umum massal yang handal,
dalam mengimplementasikan TOD juga diperlukan karakteristik kawasan yang beragam, kompak,
dan ramah bagi pejalan kaki. Untuk mengimplementasikan TOD di Surabaya, arah meningkatkan
pelayanan angkutan umum massal yang handal sudah mulai terlihat. Namun karakteristik kawasan
titik transit masih belum direncanakan. Pada dasarnya dalam penentuan lokasi halte dan stasiun
AMC Kota Surabaya telah mempertimbangkan karakteristik kawasan sekitarnya, namun kawasan
tersebut belum direncanakan lebih lanjut untuk mengusung karakteristik-karakteristik TOD dalam
menunjang angkutan AMC Surabaya. Dari penjelasan tersebut, pada dasarnya di beberapa lokasi
di Kota Surabaya telah menunjukkan karakteristik tersebut. Terutama di sepanjang jalan utama di
koridor Utara-Selatan dan Timur-Barat Surabaya telah memiliki karakteristik kawasan yang
beragam penggunaan lahannya yang terdiri dari perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran,
dan sebagian kecil fasilitas umum. Sedangkan dari aspek desain, beberapa kawasan di Surabaya
sudah mengusung kawasan yang ramah pejalan kaki dengan membangun jalur pejalan kaki yang
lebar, taman, dan jalur sepeda. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4. Kondisi Penggunaan Lahan Beragam dan Gambar 5. Kondisi Penggunaan Lahan dan Jalur
Jalur Pedestrian di Pusat Bisnis di sepanjang Jalan Pedestrian di Pusat Bisnis di sepanjang Jalan Basuki
Pemuda dekat dengan Stasiun Gubeng Rahmat (Salah Satu Koridor yang direncanakan dilalui
oleh AMC Tram Surabaya)

Kawasan transit yang direncanakan dengan konsep TOD menawarkan lingkungan yang layak
huni, berbagai kemudahan fasilitas dalam jangkauan berjalan kaki, ditunjang dengan kondisi
lingkungan yang prima untuk kegiatan ekonomi, jauh dari polusi kendaraan bermotor dan fasilitas
transit yang berkualitas membawa konsekuensi meningkatnya permintaan akan hunian di sekitar
kawasan transit. Akibat tingginya permintaan dan ditunjang fasilitas yang didapatkan tentunya
kawasan TOD menjadi kawasan dengan nilai investasi tinggi dengan harga lahan dan properti yang
selalu meningkat. Melalui peningkatan nilai investasi, tentunya pajak yang dibebankan pemerintah
setempat di kawasan TOD akan semakin tinggi sehingga pendapatan daerah pun akan semakin
meningkat. Dalam prakteknya, TOD memerlukan perencanaan jangka panjang dan melibatkan
berbagai pihak dalam eksekusinya. Sehingga dalam pengimplementasiannya, dibutuhkan
komitmen yang kuat dan konsisten untuk merencanakan dan menjalanankan pengembangan TOD
agar tidak berakhir hanya sebatas rencana.
Reference:
[1] Stirling Hinclife, MP. 2009. Transit Oriented Development Guide. Departement
Infrastructure and Planning: Queensland.
[2] Ketut Dewi MEH. 2009. Penerapan TOD (Transit Oriented Development) sebagai Upaya
Mewujudkan Transportasi yang Berkelanjutan di Kota Surabaya. Perencanaan Wilayah
dan Kota: Institute Teknologi Sepuluh November.
[3] Xuesong Z, Peter T, Milan Z, Ivana T. 2013. Traffic Modeling of Transit Oriented
Development: Evaluation of Transit Friendly Strategies and Innovative Intersection
Designs in West Valley City, UT. Department of Civil and Environmental Engineeering
University of Utah: West Valey.
[4] https://nusantaranews.co/pengembangan-kawasan-berbasis-tod-bisa-bangkitkan-
perekonomian/ diakses tanggal 8 November 2018
[5] http://beritatrans.com/2017/09/06/pembangunan-konsep-tod-untuk-tekan-kemacetan-dan-
polusi-udara/ diakses tanggal 8 November 2018
[6] MH. Isa. 2013. Transit Oriented Development (TOD) sebagai Solusi Alternatif dalam
Mengatasi Permasalahan Kemacetan di Kota Surabaya. Jurusan Arsitektur, Institut
Teknologi Sepuluh November (ITS).
[7] H Sukmarini. 2018. TOD (Transit Oriented Development) Konsep Pengembangan Sistem
Transportasi Massal yang Berkualitas untuk Mendukung Nawacita. Teknik Perencanaan
Wilayah dan Kota: Universitas Krisnadwipayana.

Você também pode gostar