Você está na página 1de 29

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DIABETES MELITUS


1. Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit metabolik dimana terjadi gangguan
kapasitas tubuh dalam menggunakan glukosa, lemak, dan protein akibat kekurangan
insulin atau resistensi insulin (Dunning, 2009). Diabetes melitus merupakan penyakit
kronik dimana tubuh tidak dapat memproduksi insulin atau tidak dapat menggunakan
insulin secara efektif (Internasional Diabates Federation, 2013). Diabetes melitus
merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar gula
dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer & Barem 2002).
Gangren merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit diabetes
mellitus. Gangren adalah semua luka atau radang yang terjadipada daerah di bawah
mata kaki. Luka ini harus segera di obati apabila diabaikan maka akan terjadi
pembusukan dan pada akhirnya kaki harus di amputasi. Bahaya gangren adalah
menyebarnya infeksi ke tulang dan timbulnya osteomelitis. Pada umumnya osteomelitis
tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan konservatif. Untuk menghindari gangren
maka setiap penderita Diabetes Melitus harus merawat kakinya dengan baik. Makin
tinggi kadar gula darah makin cepat pula timbul infeksi. Karena itu kontrol penyakit
Diabetes Melitus sangat membantu sekali dalam menghindari gangren pada kaki
(Mirza, 2008).
Jadi bisa disimpulkan bahwa diabetes melitus merupakan penyakit metabolik
kronik dimana tubuh tidak dapat memproduksi insulin sehingga terjadi kekurangan
insulin yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia, dimana salah satu komplikasi
kronik dari penyakit diabetes mellitus, yaitu gangren.

2. Klasifikasi
Ada beberapa tipe diabetes melitus yang berbeda, klasifikasi yang utama
adalah:
a. Diabetes Tipe I atau diabetes tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes
Melitus/IDDM)
Diabates tipe I ditandai oleh penghancuran sel–sel beta pankreas. Kombinasi faktor
geneetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Penyebab diabetes tipe I meliputi
yang berikut :
1) Faktor–faktor genetik
Penderita diabetes melitus tidak mewarisi diabetes melitus tipe I itu sendiri,
tetapi mewarisi genetik ke arah terjadinya diabetes melitus. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggungjawab
atas antigen transplamtasi dan proses imun lainnya. Sembilan puluh lima
persen pasien berkulit putih dengan diabetes tipe I memperlihatkan adanya
antigen HLA.
2) Faktor imunologi
Adanya respon autoimun, merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah–olah jaringan asing.
3) Faktor–faktor kemungkinan mekanismenya terjadi secara tidak langsung
Antibodi yang ditujukan menyerang virus (biasanya paramyxovirus), bereaksi
dengan dan menyebabkan kerusakansel B-pankreas.
4) Pankreatitis berulang. Pankreatitis rekuren akan menyebabkan kerusakan pada
eksokrin dan endokrin pankreas.

b. Diabetes Tipe II atau diabates tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus /NIDDM)
Terdapat dua masalah utama yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor dan meskipun kadar insulin tinggi
dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan
kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II selain itu terdapat pula faktor -
faktor risiko terjadinya diabetes melitus tipe II, yaitu usia, obesitas, riwayat keluarga
dan kelompok etnik.

c. Diabetes Gestasional (GDM)


Merupakan peningkatan gluiksa yang terjadi selama kehamilan dan biasanya
berlangsung hanya sementara atau temporer. Dalam kehamilan terjadi perubahan
metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan makanan bagi
janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat
sehingga mencapai tiga kali lipat dari keadaan normal. Bila ibu tidak mampu
meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka mengakibatkan
hiperglikemia. Wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya
untuk menderita lagi diabetes dimasa depan. Diabetes yang terjadi selama
kehamilan perlu mendapat perhatian khusus. Wanita yang sudah diketahui
menderita diabetes melitus sebelum terjadi pembuahan harus mendapat penyuluhan
khusus atau konseling selama kehamilan.

d. Diabetes Mellitus tipe yang lain


Dalam skala yang lebih kecil, ada beberapa kasus diabetes oleh syndrome genetic
tertentu (perubahan fungsi sel beta dan perubahan fungsi insulin secara genetis),
gangguan pada pankreas yang didapati pada pecandu alcohol, dan penggunan obat
ataupun zat kimia. Beberapa kasus tersebut dapat memicu gejala yang sama dengan
diabetes.

3. Patofisiologi
Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel–sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa telah terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Selain itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan dalam urin, eksresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini yang dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia)
akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencangkup kelemahan dan
kelelahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-
asam amino atau substasi lain, namun pada penderita defisinesi insulin proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping
ini akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan
keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan
asam yang mengganggu keseimbangan asam–basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda–tanda dan dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi,napas bau aseton, dan
apabila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan
kematian.

Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan realsi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjdai tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel–sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas dari diabetes tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada DM Tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom Hiperglikemia
Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK).
Diabates tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun–tahun) dan profreif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Gejala tersebut dapat mencangkup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia,
luka yang sulit sembuh, pandangan yang kabur.

4. Manifestasi Klinis
a. Poliuria
Hal ini disebabkan karna kadar gula darah yang tinggi. Kekurangan insulin untuk
mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia
sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel
berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal
meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis
osmotic (poliuria).
b. Polidipsi
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c. Polifagi
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka
produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka
reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d. Berat badan menurun
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan
tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut,
sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara
otomatis.
e. Penglihatan kabur
Patogenesis yang mendasari adalah peningkatan glukosa dan pembengkakan lensa
mata. Hal ini menimbulkan gangguan refraksi pada lensa dan menyebabkan kabur
pada penglihatan.
f. Infeksi kulit berulang
1) Tinea cruris (rangen) dapat parah
2) Tinea pedis dengan onychomycosis
3) Candidiasis balanitis
4) Candidiasis vaginitis
Menurut mirza (2008), manifestasi dari gangren diabetikum, adalah :
a. KelainanKuku
Kuku pada kaki diabetik lebih kasar tidak transparan, kehitaman dan retak-retak
dimana kuku tumbuh kedalam jaringan (parichia). Seperti diketahui kuku
merupakan sumber kuman baik pada orang diabetes maupuntidak,
sehinggalukasekitar kuku denganmudahterinfeksi.
b. KelainanKulit
Neuropati dan vaskulopati menyebabkan kulit menjadi kering, bersisik, retak-retak,
tampak pucat. Jika dijumpai bercak-bercak kehitaman, keadaan ini akan
memudahkan terjadinya infeksi baik bacterial maupun jamur. Pengerasan kulit
mudah terjadi pada telapak kaki gesekan halus yang berulang-ulang dalam waktu
lama, misalnya akibat pemakaian sepatu yang kurang baik. Pengerasan kulit dan
mata ikan yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan luka yang sering
tidak disadari sampai terjadinya infeksi dengan ditandai keluarnya cairan dari kaki.
Keadaan lain yang dapat dijumpai pada kaki diabetika dalam kulit melepuh akibat
trauma termis atau gesekan yang berulang-ulang (misalnya akibat pemakaian sepatu
yang sempit).
c. Kelaianan Pergerakan
Neuropati dapat menyebabkan deformitas tulang dan sendi yang akan mempengaruhi
pergerakan yang ditandai dengan keterbatasan gerak pergelangan kaki dan jari-jari
kaki.
d. Ulkus Gangren
Ulkus gangrene terbentuk karena kerusakan local dari sebagian epidermis atau
seluruh dermis. Gangren adalah ulkus yang terinfeksi yang disertai dengan kematian
jaringan. Adanya neuropati pada kaki diabetes memudahkan terjadinya luka pada
kaki akibat trauma tajam, tumpul atau termis tanpa disadari penderita, misalnya kaki
tertusuk paku, gesekan sepatu dan kompres air panas. Vaskulopati menyebabkan
gangguan proses penyembuhan ulkus, mudah terinfeksi dan berakhir dengan
terjadinya gangren. Pengobatan yang kurang memadai dapa tmengakibatkan
penderita diabetes mellitus kehilangan kaki.

5. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dL
1) Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl
2) Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl
3) Osmolitas serum 300 mosm/kg
b. Aseton plasma (keton) : positif
c. Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
d. Elektrolit :
Natrium : normal, meningkat ataupun turun
Kalium: normal, peningkatan, kemudian menurun
Fosfor : menurun
e. Hemoglobin glikosilat : meningkat 2–4 kali lipat
f. Gas darah arteri : pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik) dengan
kompensasi alkalosis respiratorik
g. Trombosit darah : peningkatan Ht, leukositosis
h. Ureum/kreatinin : dapat normal ataupun meningkat
i. Amilase darah : meningkat
j. Insulin darah : menurun sampai tidak ada (pada tipe I) dan meninggi (pada tipe II)
k. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid
l. Urine : gula dan aseton positif, peningkatan berat jenis dan osmolalita
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah
sewaktu < 100 100-200 >200
- Plasma vena <80 80-200 >200
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah <110 110-120 >126
puasa <90 90-110 >110
- Plasma vena
- Darah kapiler

6. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi
akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu :
a. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia
Kadar glukosa darah di bawah nilai normal (< 60 mg/dl). Kadar gula
darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan
energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan syaraf yang disebabkan
penurunan kadar glukosa darah. Hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-
obatan diabetik yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi
penurunan glukosa dalam darah. Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi
untuk masuk ke dalam sel. Tanda-tanda hipoglikemia :
a) Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah menurun
b) Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit berbicara, kesulitan
menghitung sederhana
c) Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir
atau tangan
d) Stadium gangguan otak berat : koma (tidak sadar) dengan atau tanpa
kejang

2) Ketoasidosis Diabetik
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini menyebabkan gangguan
pada metabolism karbohidrat, protein, dan lemak. Ada tiga gambaran klinis
yang penting pada diabetes ketoasidosis:
a) Dehidrasi
b) Kehilangan elektrolit
c) Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang pula. Di samping itu produksi gula hati menjadi tidak
terkendali pula. Kedua factor ini menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotic yang ditandai dengan oleh urinasi
berlebihan(poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Akibat defisiensi insulin yang lain dalah pemecahan lemak(lipolisis)
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah
menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetic terjadi produksi
badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang
secara normal akan mencegah keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan
bila bertumpuk di sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik.Manifestasi klinik dari ketoasidosis, adalah :
a) Hiperglikemia pada ketoasidosis diabetic akan menimbulkan poliuria dan
polidipsi. Di samping itu pasien juga mengalami penglihatan kabur,
kelemahan, dan sakit kepala. Pasien dangan penurunan volume
intravaskuler yang nyata mungkin juga mengalami hipotensi ortostatik
b) Ketosis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes asidosis
mengalami gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, dan
nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan
dapat begitu berat sihingga tampaknya terjadi proses intraabdominal yang
memerlukan tindakan pembedahan. Napas pasien mungkin berbau aseton
sebagai akibat meningkatnya badan keton. Selain itu hiperventilasi dapat
terjadi. Pernapasan kusmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk
mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
c) Perubahan mental pada ketoasidosis diabetic bervariasi, antara pasien yang
satu dan lainnya. Pasien dapat terlihat sadar, mengantuk, atau koma.
Nilai laboratorium pada ketoasidosis yaitu kadar glukosa darah dapat
bervariasi dari 300-800mg/dl. Bukti adanya ketoasidosis ditandai oleh kadar
bikarbonat serum rendah (0 hingga 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah(10-30mmHg) mencerminkan kompensasi
respiratorik terhadap asidosis metabolik.
3) Koma Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK)
Sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik merupakan keadaan
yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadaran. Pada saat yang sama tidak ada atau sedikit terjadi
ketosis ringan. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan
insulin efektif. Keadaan hiperglikemik persisten menyebabkan dieresis osmotic
sehingga terjadi kekurangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic, cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke dalam
ruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai
keadaan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas. Gejala dari HHNK, yaitu
hipotensi, dehidrasi berat, takikardi, dan tanda-tanda neurologis yang
bervariasi.

b. Komplikasi Kronis
1) Komplikasi makrovaskuler
Penyakit makrovaskuler adalah karena aterosklerosis (Guthrie &
Gutrie, 1991). Ini terutama mempengaruhi pembuluh darah besar dan sedang.
Pada adanya kekurangan insulin, lemak diubah menjadi glukosa untuk energi.
Perubahan pada sintesis dan katabolisme lemak mengakibatkan peningkatan
kadar VDL ( very low-density lipoprotein) dan LDL ( low-density lipoprotein ).
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada pasien DM
adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit
pembuluh darah perifer. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien DM
tipe II yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, dan atau kegemukan.
a) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri
(arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau
stroke.
b) Pembuluh darah perifer
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf–saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi
yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah–celah kulit yang
mengalami hipertropi, pada sel–sel kuku yang tertanam pada bagian kaki,
bagian kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah –
daerah yang terkena trauma
c) Pembuluh darah otak
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau
pembentukan embolus di tempat lain dalam system pembuluh darah yang
kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah
serebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas dan stroke. Gejala
penyakit serebrovaskuler ini dapat menyerupai gejala pada komplikasi
akut diabetes. Gejala tersebut mencakup keluhan pusing atau vertigo,
gangguan penglihatan, bicara pelo dan kelemahan.

2) Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1
seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi.
a) Retinopati diabetik
Retinopati diabetik lebih sering terjadi pada penderita DM yang tergolong
”insulin-dependent” dibandingkan mereka yang “non-insulin dependent”.
Ada tiga stadium utama pada retinopati diabetes yaitu :
 Retinopati Nonproliferatif
Retinopati nonprliferatif merupakan stadium awal dari proses penyakit
ini. Selama menderita DM, keadaan ini menyebabkan dinding
pembuluh darah kecil pada mata melemah sehingga dapat
menimbulkan tonjolan kecil (mikroaneurisme). Tonjolan ini sangat
mudah pecah dan mengalirkan cairan dan sejumlah protein ke dalam
retina sehingga menimbulkan bercak berwarna abu-abu atau putih.
Endapan lemak protein yang berawarna putih kekuningan juga
terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi
penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak
dapat menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula).
Keadaan ini disebut edema makula, yang dapat memperparah
penglihatan seseorang (Medicastore).
 Retinopati Praproliferatif
Keadaan ini merupakan lanjutan dari retinopati nonproliferatif dan
merupakan pencetus terjadinya retinopati proliferatif yang cukup
serius. Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa 10 % - 50 % pasien
DM dengan retinopati akan menderita retinopati proliferatif dalam
jangka waktu 1 tahun. Perubahan visual yang terjadi pada stadium ini
juga disebabakan oleh edema makula.
 Retinopati Proliferatif
Retinopati proliferatif diawali dengan terdapatnya pertumbuhan
abnormal pembuluh darah baru pada permukaan retina sebagai bentuk
kompensasi iskemia yang terjadi pada retina. Pembuluh darah yang
abnormal ini mudah pecah sehingga dapat menyebabkan perdarahan
pada pertengahan bola mata, atau sering disebut dengan istilah
perdarahan vitreus, yang dapat menghalangi penglihatan. Konsekuensi
lain dari perdarahan vitreus ini adalah terbentuknya jaringan parut
fibrosa yang disebabakan oleh reabsorpsi darah ke dalam korpus
vitreus. Jaringan parut ini dapat menarik retina sehingga terjadi
pelepasan retina, atau disebut dengan istilah ablasio retina, dan
akhirnya dapat mengakibatkan kebutaan.

b) Neuropati diabetik
Merupakan komplikasi kronis yang paling sering ditemukan pada klien
DM tipe 2. DM dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf
otonom, medulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Banyak dan berbagai
macam gejala dapat timbul, tergantung neuron yang terkena. Akumulasi
sorbital dan perubahan–perubahan metabolik lain dalam sintesa atau
fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan
perubahan kondisi saraf, jenis neuropati yang lazim, adalah polineuropati,
perifer simetris. Hal ini terlihat pertama kali dengan hilangnya sensasi
pada ujung-ujung ekstremitas. Resiko yang dihadapi klien DM dengan
neuropati diabetik adalah infeksi berulang, ulkus kaki yang tidak sembuh-
sembuh dan amputasi jari/kaki.

c) Nefropati diabetik
Terjadi perubahan pada struktur ginjal dan fungsi ginjal, bila kadar
glukosa dalam darah meningkat, meka mekanisme filtarsi ginjal akan
mengalami stres yang akan menyebabkan kebocoran protein darah dalam
urin. Kelainan yang terjadi pada penderita DM dimulai dengan adanya
mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara
klinis, berlajut dengan penurunan laju filtrasi glomerulus dan berakhir
dengan keadaan gagal ginjal. Nefropati diabetik ditandai dengan
albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal
2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan.

7. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai
dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien DM. Tujuan Penatalaksanaan DM adalah :
Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
a) Edukasi/ Penyuluhan
Penyuluhan tentang diabetes, adalah pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien
akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal,
dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik.
Tujuan lainnya juga untuk keluarganya mengenai pengetahuan dan
ketrampilan praktis diabetes mellitus sehingga ketaatan dan peran sertanya
meningkat, dan memiliki gaya hidup yang baik.
b) Diet
Prinsip penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah:
1) Jumlah kalori sesuai kebutuhan
Cara menentukan kebutuhan kalori:
 Kurus : BBx 40-60 kal/ hari
 Normal : BBx 30 kal/ hari
 Gemuk : BBx 20 kal/ hari
 Obesitas : BBx 10-15 kal/ hari
2) Jadwal makan (6 kali) makan pagi-selingan pagi-makan siang-selingan
sore-makan malam-menjelang tidur.
3) Jenis makanan, karbohidrat 60-70% kebutuhan kalori, protein 10-15%,
lemak 20-25%, dan vitamin sesuai kebutuhan.
c) Olahraga
1) Keuntungan: peningkatan kepekaan insulin, pengurangan resistensi
insulin, pencegahan kegemukan, perbaikan aliran darah, peningkatan
HDL, pembentukan glikogen hati, peningkatan pembakaran lemak, dan
perbaikan pengendalian DM.
2) Persiapan: KGD < 250mg/ dL dan konsultasi
3) Prinsip Olahraga mencakup:
a. Frekuensi jumlah olahraga perminggu 3-5 kali
b. Intensitas beban latihan ringan sedang
c. Time (waktu) 30-60 menit : (5-10 menit pemanasan, 20-40 menit
latihan inti, dan 5 menit pendinginan) disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penyakit penyerta
d. Tipe (jenis) olahraga aerobic (jalan, jogging, renang, bersepeda)
d) Obat anti-Diabetes Mellitus
1) Prinsip pemberian obat:
a. Diberikan bila dengan pengaturan makan dan olahraga pengendalian
DM belum optimal
b. Obat dengan cara diminum atau disuntikkan (insulin)
c. Jangan mengubah takaran obat atau jadwal pemakaian tanpa
konsultasi dokter
2) Obat- obatan Hipoglikemik Oral (OHO)
a. Golongan sulfoniluria
Cara kerja golongan ini adalah: merangsang sel beta pankreas untuk
mengeluarkan insulin, jadi golongan sulfonuria hanya bekerja bila
sel-sel beta utuh, menghalangi pengikatan insulin, mempertinggi
kepekatan jaringan terhadap insulin dan menekan pengeluaran
glukagon. Indikasi pemberian obat golongan sulfoniluria adalah:
bila berat badan sekitar ideal kurang lebih 10% dari berat badan
ideal, bila kebutuhan insulin kurang dari 40 u/hari, bila tidak ada
stress akut, seperti infeksi berat/perasi.z
b. Golongan biguanid
Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin. Golongan
biguanid dapat menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan
istimewanya tidak pernah menyebabkan hipoglikemi. Efek samping
penggunaan obat ini (metformin) menyebabkan anoreksia, nausea,
nyeri abdomen dan diare. Metformin telah digunakan pada klien
dengan gangguan hati dan ginjal, penyalahgunaan alkohol,
kehamilan atau insufisiensi cardiorespiratory.
c. Alfa Glukosidase Inhibitor
Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glukosidase didalam
saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen
usus dan tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh
pada kadar insulin. Alfa glukosidase inhibitor dapat menghambat
bioavailabilitas metformin. Jika dibiarkan bersamaan pada orang
normal.
d. Insulin Sensitizing Agent
Obat ini mempunyai efek farmakolagi meningkatkan sensitifitas
berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabakan
hipoglikemia.
BAB II
Asuhan Keperawatan Pada Tn. F.
Dengan Gangguan Sistem endokrin : Ulkus Dm Cruris
Berdasarkan Aplikasi Teori Dorothea Orem

I. Basic Conditioning Factor


A. Biodata Klien
Nama (inisial) : Tn. F
No. MR : 00.24.22.50
Usia : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Nikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : jalan budi muliyo no 174
Diagnosis : Ulkus DM cruris
Tanggal MRS : 14 November 2018
Tanggal Pengkajian : 20 November 2018
B. Status Kesehatan
Keluhan utama dan riwayat kesehatan
Keluarga klien mengatakan nyeri pada esktremitas bagian bawah, dan klien
memiki riwayat penyakit DM udah 3 tahun yang lalu dn klien bekerja di sala satu
pabrik cocacola yang ada di Jakarta sebagai CS (clinic service)
C. Status Perkembangan
Klien berada pada tahap orientasinya masih bagus, sebab klien pada saat di ajak
ngobrol segala sesuatu dia ceritakan dengan baik, bahkan klien menceritakan bahwa
kebiasaannya meminum coccacola serta suka makan yang manis manis
D. Orientasi Sosial Budaya
Klien menjalani pendidikan formal sampai pada sekolah dasar (SD) saja, akan
tetapi klien di tempat kerja sebagai CS CS (clinic service) dank klien memilik salah
satu komunitas sepeda motor di salah satu komunitas motor di lingkunganya dan
Klien beragama islam namun klienjarang bergaul dengan orang di masjid kecuali
pada saat sholat jumaat saja
E. Sistem Pelayanan Kesehatan
Klien beserta keluarganya memilih pelayanan RS dikarenakan rujukan BPJS serta
dikarenakan sebelumnya pernah di rawat di RSI Sukapura dengan kasus yang sama,
ini yang ke tiga kalinya klien masuk RS dengan diagnose yang sama, Jadi klien
sudah sering kali masuk di RSI Sukapura
F. Sistem Keluarga
Klien sudah menikah. Namun klien bercerai dengan istrinya, dengan pernikahanya
klien tidak memiliki anak, dan Klien merupakan anak ke 2 dari 6 bersaudara.
G. Pola Hidup
Klien tinggal bersama adik sepupunya yang perempuan. Klien juga suka bergadang,
minum alcohol, serta pernah menggunakan narkoba, akan tetapi semenjam klien di
diagnose DM 3 tahun yang lalu, semenjak itulah klien tidak pernah minum alcohol
dan menggunakan alcohol
H. Lingkungan
Klien tinggal dilingkungan perkotaan dengan lingkungan yang padat penduduk.
Akses ke pelayanan kesehatan dekat dengan rumahnya.
I. Sumber Dukungan
Sumber dukungan untuk klien berasal dari adik sepupunya dan semua keluarga,
meski keluarga posisinya jauh di jawa, karena klien hanya tinggal sama adik
sepupunya di ibu kota Jakarta

II. Universal Self Care Requisites


A. Udara
Saat bernafas klien tidak terlihat sesak, karena pada saat di lakukan pengkajian
untuk oksigenasi klien menunjukan hasil RR: 20 X/Menit dan Nafas berbau aseton
Di sebabkan Gangguan sirkulasi perfirer
B. Cairan
Cairan masuk : RL/6 jam (30 tetes/menit) = 2000 cc/24jam, Obat injeksi : 4cc
Jumlah minum/hari =1500 cc , Total 3504
Cairan keluar : BAB 6x 200 cc: 1200cc, IWL : 15x74kg/24 jam =46,25 cc/jam =
46,25x24 = 1110cc/24jam, Jumlah urine / hari= 1200cc
SWL : 1x74kg/24 jam = 3,08 cc/jam = 74 cc/24 jam, Total : 3584, Balance cairan :
- 80, Turgor kulit : kering, Edema, GDS 425 mg/dl
C. Makanan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi klien adekuat, namun klien Nampak lemah akrena
klien jarang minum .
D. Eliminasi
Klien BAK 7 kali/hari, konsistensi cair dancdengan frekuensi yang abnormal, tidak
ada darah dalam urin, keluhan nyeri saat berkemih tidak ada, serta tidak ada distensi
kandung kemih. BAB: 1 x/hari, konsistensi lembek kadang encer.
E. Aktivitas dan istirahat
Klien tidak mengalami kesulitan dalam bergerak, tidak ada keluhan sakit pada
sendi, hanya mengeluh badan terasa masih lemas, Pemenuhan kebutuhan dan
aktivitas sebagian dibantu. Klien tidur sekitar 3 jam selama di rumah sakit, posisi
tidur klien semi fowler. Klien terlihat lemas.
F. Interaksi sosial
Selama di rumah sakit klien hanya berinteraksi dengan istri dan tenaga kesehatan.
G. Pencegahan terhadap bahaya
Keterbatasan klien karena sesak nafas menyebabkan klien membutuhkan bantuan
untuk memenuhi beberapa kebutuhannya. Upayanya dengan meminta bantuan ke
keluarga yang menunggunya
H. Promosi untuk kembali ke keadaan normal
Upaya yang dilakukan keluarga dan klien adalah dengan mengikuti instruksi tenaga
kesehatan dan berdoa terhadap keyakinannya.

III. Development Self Care Requisites


A. Mempertahankan kebutuhan perkembangan
Pada saat di rumah sakit, aktifitas sehari-hari seperti makan dilakukan sendiri,
mandi masih dibantu. BAK dan BAB juga masih dibantu karena terpasang IVFD,
klien mengikuti instruksi tenaga kesehatan untuk proses penyembuhan.
B. Pencegahan/pengendalian terhadap kondisi yang mengancam perkembangan Klien
mengatakan bahwa ia ikhlas menerima sakit yang dideritanya, dank lien tidak
pernah merasa lelah dengan pengobatan yang harus dijalaninya. Karena klien
menganggap bahwa itu sudah menjadi takdir hidupnya.
IV. Health Deviation Self Care Requisite
A. Kepatuhan terhadap regimen pengobatan
Klien mengikuti setiap penatalaksanaan di rumah sakit. Tetapi klien masih sulit
mengikuti anjuran untuk mengurangi beban kerjanya di kantor sehingga
pengobatannya tidak efektif di karenakan tuntutan pekerjaanya, sehingga
terkadanng itu yang membuat klien capek, untuk kepatuhan minum obat klien
patuh .
B. Kesadaran terhadap kemungkinan permasalahn yang muncul berhubungan dengan
pengobatan Klien sudah mengetahui bahwa meminum terapi yang dilakukannya
selama ini adalah bukan proses untuk mengembalikan fungsi tubuhnya, namun
hanya untuk mempertahankan kondisi kesehatannya, dan hal itu harus dilakukan
seumur hidup klien, bahkan klien paham tentang HIV serta klien memiki komunitas
khusus sesame pasien ODHA sehingga klien tahu tentan HIV AIDS
C. Adaptasi citra diri/konsep diri untuk mengatasi perubahan status kesehatan
D. Klien sudah beradaptasi dengan kondisi kesehatannya, karena riwayat penyakitnya
ini sudah lama dirasakannya. Klien tidak mengalami masalah dengan konsep
dirinya.
E. Penyesuaian diri terhadap perubahan status kesehatan dan regimen pengobatan
Klien belum mampu untuk menyesuaiakan diri terhadap aktivitas sehari-hari
sehubungan dengan status kesehatannya. Di karenakan beban kerjanya yang banyak
di kantor.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Diabetes
- Glukosa sewaktu 425 200
Faal Ginjal
- Ureum 50 <48
- Creatinin 1,1 0,62 - 1.10
Faal Hati
- Albumin 2,1 3,4 – 4,8

Kimia Lain
- Uric Acid 6,20 < 6,8
Hematologi
- Eritrosit 3,02 4,40 – 5,90
- Leukosit 10,9 3,8 - 10,6
- Trombosit 562 150 – 440
- Hemoglobin 7,9 13,2 – 17,3
- Hematokrit 23 40 – 52
- MCV 78 80 – 100
- MCH 26 26 – 34
- MCHC 34 32 – 36
- LED 100 0-10

Terapi
 Infus RL 20 tts/mnt
 Inj Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
 Glibenklamid 2Xi
 Neurosanbe 1 amp/hari
 Antasid syrup 3x1
 Diatab 3x2
 Ciproploxacin 2x 500mg
 Domperidone 3x10mg
 Metil/Sanoxen 3x 8mg
ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS : Kehilangan gastric Kekurangan
 Klien mengatakan lemah berlebihan volume cairan
 Klien mengatakan kurang lebih 7x disebabkan karen
BAB cair diare
 Klien mengatakan minum hanya
menghabiskan 2 (1500 cc) gelas
perhari

DO :
 Terlihat lemah
 Turgor kulit kering
 TD : .120/700 mmHg
Nadi :89 x/menit
RR ; 19 x/menit
Suhu : 36oC
- Th/ inf RL / 6 jam = 20 tts/mnt
Th/inj Ranitidin2x50mg
Th/ tab Diatab 3x2
Th/ tab Ciproploxacin 2x 500mg
- Tingkat kemandirian pasienPartially
Compensatory System
2 DS : Penurunan Kelelahan
 Klien mengatakan selalu merasakan metabolik energi,
lemah dan kelelahan walaupun tidak insufisiensi insulin
melakukan aktivitas berat
DO :
 Klien terlihat lemah
 TD : .120/70 mmHg
 Nadi : 189 x/menit
 Hasil Lab
Berdasarkan hasik pemeriksaan
Laboratorium di dapatkan adanya
peningkatan kadar gula dalam darah
pasien yaitu 425 mg/dl
 Th/tab Domperidone 3x10mg
Th/tab Metil/Sanoxen 3x 8mg
Th/tab Neuro sanbe 3x1
 Tingkat kemandirian pasienPartially
Compensatory System

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b/d Kehilangan gastric berlebihan : diare
2. Kelelahan b/d Penurunanmetabolik energi,insufisiensi insulin
PEMBAHASAN:
Penentuan diagnosa keperawatan ini sesuai dengan self care defisit yang dialami oleh
klienberdasarkan klasifikasi tingkat ketergantungan klien yang terdiri dariWholly
Compensantory System, Partially Compensatory System, Supportif dan Edukatif.

Respon tidak adaptif pada mode aktivitas yang ditemukan pada Tn A adalah lemas
tidak bertenaga. Melalaui proses metabolisme, energi akan dihasilkandalam bentuk
ATP dan kalor panas. Proses ini dimulai secara keseluruhan prosesmetabolime
glukosa menghasilkan produk samping berupa karbondioksida danair. Pada kondisi
hiperglikemi tubuh terjadi penumpukan glukosa akibat prosesglikogenesis hati dan
penyeran pada otot dan lemak namun karena defisensiinsulin sehingga terjadi
penumpukan glukosa pada pembuluh darah dalam jumlahbanyak karena, hal ini yang
mengakibatkan glukosa tidak dapat masuk dalam seldan dipecah sebagai sumber
energi. (Mazze, Strock, Simonson ,& Bergenstal,2006)
Adanya perilaku tidak efektif terhadap keluahan lemas dan tampak pada Tn A ada
ditempat tidur dengan lesu. Maka masalah yang diangkat dan disesuaikan dengan
NANDA adalah keletihan. Masalah ini disesuaikan dengan definisi keletihan pada
NANDA yaitu rasa letih luar biasa dan penurunan kapasistas kerja fisikd anjiwa pada
tingkat yang biasanya secara terus menerus. Dengan Batasankarakteristik yang
dipakai adalahkurang energi, lesu, lelah. (NANDA, 2012).
Pengelolaan yang dilakukan pada pasien adalah mengatasi stimulus yang
adadisamping itu ada menyiapkan pasien dalam kondisi sekarang ini.
Dalammengatasi stimulus intervensi yang dilakukan berhubungan dengan masalah
modeoksigen dan nutrisi, hal ini dilakukan untuk membantu proses
metabolismglukosa menjadi ATP yang membutuhkan kecukupan oksigen serta
karbohidratuntuk dipecah menjadi glukosa. Intervensi lain yang dilakukan terhadap
pasiendengan keletihan adalah membatasi pengeluaran energi yang berlebih (Ackley
&Ladwig, 2011) sehingga pasien diistirahatkan. Sedangkan untuk kebutuhanaktivitas
sehari-hari dibantu oleh orang lain. Ketika pasien sudah mampu
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO Therapeutic Self Care Outcome, indikator and
KEPERAWATAN Rencana Tindakan
Demand method of helping
1 Kebutuhan Perawatan Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakankeperawatan Manajemen cairan.
Diri cairan b/d Monitoringcairan
selama 3 x 24jam masalah teratasi
Univesal Kehilangan gastric
DS : berlebihan : diare Tujuan : - Kaji dan observasi adanyaedema
 Klien mengatakan dan status hidrasi
diharapkan intake dan output seimbang
lemah - Pertahankan dan catat intakedan
 Klien mengatakan Kriteria evaluasi :
kurang lebih 7x BAB output cairan selama 24jam
- hidrasi adekuat, dibuktikan oleh tanda
cair - Berikan cairan intravena sesuai
 Klien mengatakan vital stabil, nadi perifer dappat diraba,
kebutuhan
minum hanya
- turgor kulit dan pengisian kapiler -
menghabiskan 2 gelas Lakukan pembatasan
(1500cc) perhari baik, haluan urine tepat secara intakecairan terutama melalui
DO : individu dan kadar elektrolit dalam oral
 Terlihat lemah batas normal. - Terangkan pada pasiententang
 Turgor kulit kering
 TD : .120/70 mmHg - Tingkat kemandirian pasien edema danpembatasan cairan
Nadi :89 x/menit :Supportif dan Edukatif - Kolaborasi pemberianobat diare
RR ; 19 x/menit
Suhu : 36oC
- Th/ inf RL / 6 jam =
20 tts/mnt
Th/inj
Ranitidin2x50mg
Th/ tab Diatab 3x2
Th/ tab
Ciproploxacin 2x
500mg
Tingkat kemandirian
pasienPartially
Compensatory System

2 Kebutuhan Perawatan Kelelahan b/d Setelah dilakukan intervensi selama 3 Manajemen energi.
Diri Penurunanmetabolik
energi, x24 jam diharapkan kondisi klien stabil - Kaji status fisik pasien
Univesal
DS : insufisiensi insulin saat aktivitas dengan KH : - Monitor intake makananuntuk
 Klien mengatakan memastikankeadekuatan sumber
Tingkat kelelahan.
selalu merasakan
energi
lemah dan kelelahan Kriteria:
walaupun tidak - Monitor kemampuan
- Tidak melaporkankelemasan atau
melakukan aktivitas pasienuntuk beraktivitas di
berat kelelahan
DO : atastempat tidur
 Klien terlihat lemah - Tingkat kemandirian pasien:Supportif
- Monitor terhadap responoksigen
 TD : .120/70 mmHg dan Edukatif
 Nadi : 189 x/menit (nadi, tekanandarah, frekuensi
 Hasil Lab nafas)
Berdasarkan hasik
- Ajarkan pasien untukmengenali
pemeriksaan
Laboratorium di kelelahan
dapatkan adanya - Atur aktivitas fisik(ambulasi dan
peningkatan kadar
gula dalam darah memenuhikebutuhan sehari-hari
pasien yaitu 425 sesuaikemampuan )
mg/dl
 Th/tab Domperidone
3x10mg
Th/tab Metil/Sanoxen
3x 8mg
Th/tab Neuro sanbe
3x1
 Tingkat kemandirian
pasienPartially
Compensatory
System

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

NO CATATAN PERKEMBANGAN
HARI/TANGGAL JAM
Dx IMPLEMENTASI EVALUASI
Selasa, 10.00 1 - Kaji dan observasi adanya edema dan status Jam 13.50 WIB
20/11/2018 hidrasi S:
(kekurangan - Pertahankan dan catat intake dan output cairan  Klien mengatakan lemah
volume cairan) selama 24 jam  Klien mengatakan kurang lebih 7x BAB cair
- Berikan cairan intravena sesuai kebutuhan  Klien mengatakan minum hanya
- Lakukan pembatasan intake cairan terutama menghabiskan 2 gelas (1500cc) perhari
melalui oral O:
- Terangkan pada pasien tentang edema dan  Terlihat lemah
pembatasan cairan  Turgor kulit kering
- Kolaborasi pemberian obat diare  TD : .120/70 mmHg
Th/ inf RL / 6 jam = 20 tts/mnt Nadi :89 x/menit
Th/inj Ranitidin 2x50mg RR ; 19 x/menit
Th/ tab Diatab 3x2 Suhu : 36oC
Th/ tab Ciproploxacin 2x 500mg A: Masalah teratasi sebagian
- Desain nursing system :Partially
Compensatory System
P :Lanjutkan Intervensi Manajemen cairan.
Monitoringcairan
Selasa, 10.20 2 - Kaji status fisik pasien Jam 13.55 WIB
20/11/2018 - Monitor intake makanan untuk memastikan S:
(kelemahan) keadekuatan sumber energi  Klien mengatakan lemah dan kelelahan masih
- Monitor kemampuan pasien untuk beraktivitas meski tidak melakukan aktifitas.
di atas tempat tidur
- Monitor terhadap respon oksigen (nadi, tekanan O:
darah, frekuensi nafas)  Klien terlihat lemah
 TD : .120/80 mmHg  TD : .120/70 mmHg
 Nadi 88 x/menit  Nadi : 89 x/menit
 RR : 20 x/menit  Hasil lab
 GDS : turun Berdasarkan hasik pemeriksaan Laboratorium
- Ajarkan pasien untuk mengenali kelelahan di dapatkan adanya peningkatan kadar gula
- Atur aktivitas fisik (ambulasi dan memenuhi dalam darah pasien yaitu 425 mg/dl
kebutuhan sehari-hari sesuai kemampuan )
A: Masalah teratasi sebagian
- Desain nursing system :Partially
Compensatory System
P :Lanjutkan IntervensiManajemen energi.
Rabu, 21/11/2018 10.00 1 - Kaji dan observasi adanya edema dan status Jam 13.00 WIB
(kekurangan hidrasi S:
volume cairan) - Pertahankan dan catat intake dan output cairan  Klien mengatakan tidak terlalu lemah
selama 24 jam  Klien mengatakan kurang lebih 5x BAB cair
- Berikan cairan intravena sesuai kebutuhan  Klien mengatakan minum hanya
- Lakukan pembatasan intake cairan terutama menghabiskan 4 gelas (3000cc) perhari
melalui oral
- Terangkan pada pasien tentang edema dan O:
pembatasan cairan  Terlihat tidak terlalu lemah
- Kolaborasi pemberian obat diare  Turgor kulit kering
 Th/ inf RL / 6 jam = 20 tts/mnt  TD : .120/70 mmHg
 Th/inj Ranitidin 2x50mg Nadi :89 x/menit
 Th/ tab Diatab 3x2 RR ; 19 x/menit
 Th/ tab Ciproploxacin 2x 500mg Suhu : 36oC
A: Masalah teratasi sebagian
- Desain nursing system :Partially
Compensatory System
P :Lanjutkan Intervensi Manajemen cairan.
Monitoringcairan
Rabu, 21/11/2018 11.00 2 - Kaji status fisik pasien Jam 13.15 WIB
(kelemahan) - Monitor intake makanan untuk memastikan S:
keadekuatan sumber energi  Klien mengatakan lemah dan kelelahan sudah
- Monitor kemampuan pasien untuk beraktivitas berkurang
di atas tempat tidur O:
- Monitor terhadap respon oksigen (nadi, tekanan  Klien tidak terlalu terlihat lemah
darah, frekuensi nafas)  TD : .120/70 mmHg
 TD : .120/80 mmHg  Nadi : 89 x/menit
 Nadi radial : 80 x/menit  Hasil Lab
 RR ; 20 x/menit Berdasarkan hasik pemeriksaan Laboratorium
- Ajarkan pasien untuk mengenali kelelahan di dapatkan adanya peningkatan kadar gula
- Atur aktivitas fisik (ambulasi dan memenuhi dalam darah pasien yaitu 230 mg/dl
kebutuhan sehari-hari sesuai kemampuan )
- Pemberian therapy A: Masalah teratasi sebagian
 Th/tab Domperidone 3x10mg - Desain nursing system :Partially
 Th/tab Metil/Sanoxen 3x 8mg Compensatory System
P :Lanjutkan IntervensiManajemen energi.
 Th/tab Neuro sanbe 3x1
Kamis, 09.30 1 - Kaji dan observasi adanya edema dan status Jam 12.00 WIB
22/11/2018 hidrasi S:
(kekurangan - Pertahankan dan catat intake dan output cairan  Klien mengatakan tidak lemah
volume cairan) selama 24 jam  Klien mengatakan BAB dgn konsistensi dan
- Berikan cairan intravena sesuai kebutuhan frekuensi normal
- Lakukan pembatasan intake cairan terutama  Klien mengatakan minum menghabiskan 8
melalui oral gelas (6000cc) perhari
- Terangkan pada pasien tentang edema dan
pembatasan cairan O:
- Kolaborasi pemberian obat  Terlihat tidak lemah
 Th/ inf RL / 6 jam = 20 tts/mnt  Turgor kulit tidak ada
 Th/inj Ranitidin 2x50mg  TD : .120/70 mmHg
 Th/ tab Diatab 3x2 Nadi :89 x/menit
 Th/ tab Ciproploxacin 2x 500mg RR ; 19 x/menit
- Suhu : 36oC
A: Masalah teratasi.
- Desain nursing system :Supportif dan
Edukatif
P : Intervensi Manajemen cairan. Monitoringcairan
di hentikan
- Therapy oral lanjut dirumah
Kamis, 09.35 2 - Kaji status fisik pasien Jam 12.15 WIB
22/11/2018 - Monitor intake makanan untuk memastikan S:
(kelemahan) keadekuatan sumber energi  Klien mengatakan lemah dan kelelahan sudah
- Monitor kemampuan pasien untuk beraktivitas tidak ada
di atas tempat tidur O:
- Monitor terhadap respon oksigen (nadi, tekanan  Klien tidak terlihat lemah
darah, frekuensi nafas)  TD : .120/70 mmHg
 TD : .130/80 mmHg  Nadi : 89 x/menit
 Nadi 80 x/menit  Hasil Lab
 Suhu 36.5 C Berdasarkan hasik pemeriksaan Laboratorium
 RR 20 x/menit di dapatkan adanya peningkatan kadar gula
- Ajarkan pasien untuk mengenali kelelahan dalam darah pasien yaitu 190 mg/dl
- Atur aktivitas fisik (ambulasi dan memenuhi
A: Masalah teratasi
kebutuhan sehari-hari sesuai kemampuan )
- Instruksi dokter Pasien boleh pulang
- Desain nursing system :Supportif dan
Edukatif
P : IntervensiRegulasi hemodinamik dihentikan
- Therapy oral lanjut dirumah

Você também pode gostar