Você está na página 1de 11

ANALISIS POTENSI KEBAKARAN DI GUNUNG BROMO

Ariq1, Bagus2, Baqi3, Fari4, Fitri5, Nugroho6, Diki7

SI Geografi, Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang.


Jl. Semarang No. 5 Malang, Jawa Timur.
1
160722614652, 2160722614613, 3160722614649, 4160722614667,
5
160722614639, 6160722614661, 7160722614644
Abstract- Bencna kebakaran seringkali terjadi di Indonesia, munculnya seringkali
tidak terdeteksi, kebakaran yang terjadipun juga tidak mudah untuk dikendalikan,
mengakibatkan banyaknya kerugian material dan kerusakan alam. Area Padang
Sabana Bromo juga merupakan areal yang memiliki karakteristik cenderung mudah
terbakar, dan sering terjadi peristiwa kebakaran. Pada tahun 2014 menghanguskan
lahan seluas 2415 m2. Menganalisis potensi kebakaran di Kawasan Gunung Bromo
meupakan langkah awal untuk mengurangi resiko kebakaran. Analaisis ini
menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang mengacu pad
PERKAB BNPB 2012 dan Resiko Bencana Indonesia. Berdasarkan hasil
perhitungan indeks kerentanan lingkungan 0,99 yang termasuk kategori tinggi. nili
bahaya kebakaran hutan di TNBTS berdasarkan parameter PL, CH, BO termasuk
dalam kategori Tinggi. sedangkan nilai kapasitas kecamatan Poncokusumo,
Jabung, Tumpang, Wajak dan Ampelgading memiliki tingkat kapasitas yang
termasu k tinggi. Mitigasi bencana melibatkan banyak pihak seperti pemerintah,
instansi dan masyrakat supaya dapat meminimalirsir resiko bencana.
Keywords: Kebakaran, Savana Bromo, dan Resiko Bencana

I. PENDAHULUAN
Bencana kebakaran hutan yaitu kawah, tanah di atas awan dan
suatu keadaan di mana hutan dan kebudayaan suku Tengger yang
lahan dilanda api, sehingga merupakan suku asli di TNBTS.
mengakibatkan kerusakan hutan dan TNBTS dikelilingi oleh 4 kabupaten
lahan yang menimbulkan kerugian yang terbagi menjadi 18 kecamatan
ekonomis dan atau nilai lingkungan dengan jumlah desa penyangga
terjadi akibat faktor alam atau sebanyak 64 desa. Kebakaran hutan
bahkan karena unsur kesengajaan di TNBTS menjadi gangguan dan
manusia. Kebakaran hutan dan lahan ancaman dalam pengelolaan dan
adalah salah satu bencan aalam yang perlindungan hutan. Kebakaran hutan
sering terjadi di Indonesia, dapat di Taman Nasional Bromo Tengger
terjadi pada permukiman, lahan Semeru (TNBTS) terjadi di sekitar
maupun hutan. Salah satunya adalah kawasan Gunung Bromo dan
kebakaran yang terjadi di savannah Gunung Semeru. Kejadian kebakaran
TNBTS Gunung Bromo. Taman hutan di TNBTS berulang setiap
Nasional Bromo Tengger Semeru tahun.
(TNBTS) merupakan salah satu
taman nasional di Provinsi Jawa
Timur yang sering terjadi kebakaran
hutan. Kawasan ini adalah kawasan
konservasi di Indonesia yang
memiliki keunikan berupa kompleks
gunung berapi, kawah di dalam
untuk mengetahui resiko bencana
kebakaran di kawasan TNBTS dan
untuk mengetahui daerah terdampak
kebakaran hutan TNBTS.

II. KAJIAN PUSTAKA


2.1 Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan didefinisikan
sebagai pembakaran yang tidak
tertahan dan dapat menyebar secara
bebas serta mengonsumsi bahan
Berdasarkan data diatas bakar yang tersedia di hutan, antara
diketahui bahwa kawasan TNTBS lain terdiri dari serasah, rumput,
sering mengalami kebakaran dengan cabang kayu yang sudah mati,
luas lahan terbakar dan kerugian patahan kayu, batang kayu, tunggak,
yang timbulkan sangat besar. daun-daunan dan pohon-pohon yang
Kebakaran hutan bisa disebabkan masih hidup (Arsadya, T.D.,dkk.,
gejala alam seperti petir, tapi 2015). UU No 24 Tahun 2007
kebanyakan yang melanda hutan menyatakan bahwa, kebakaran hutan
produktif, perkebunan dan ladang dan lahan merupakan salah satu
disebabkan oleh nyala api yang bencana yang diakibatkan faktor
dilakukan manusia pada saat alam ataupun bencana yang
penyiapan lahan, kurang sempurna diakibatkan oleh ulah manusia.
mematikan api dan kesengajaan Faktor utama terjadinya
pembakaran. Faktor alamiah yang kebakaran dapat dikelompokkan
dapat menyebabkan terjadinya menjadi 2 (dua), yaitu pemicu
kebakaran hutan, yaitu faktor bahan kebakaran dan kondisi pendukung.
bakar, cuaca, waktu, dan topografi Pemicu kebakaran berdasarkan
(Purbowaseso 2004). Faktor faktor alam dapat berasal dari adanya
kebakaran hutan karena kesengajaan petir, lelehan lahar gunung api, dan
merupakan faktor utama dan 90% gesekan ranting kering, namun
kebakaran hutan yang terjadi saat ini kejadian ini sangat jarang terjadi di
banyak disebabkan karena faktor ini Indonesia karena Indonesia memiliki
(BNPB 2014). Dampak negatif yang hutan hujan tropis dengan
ditimbulkan oleh kebakaran hutan kelembaban tinggi (Solichin et al.,
cukup besar mencakup kerusakan 2007). Menurut Brown dan Davis
ekologis,menurunnya keanekaragam (1973), kebakaran hutan merupakan
-an hayati, merosotnya nilai ekonomi pembakaran yang penjalarannya
hutan dan produktivitas tanah, bebas serta mengkonsumsi bahan
perubahan iklim mikro maupun bakar alam dari hutan seperti serasah,
global, dan asapnya mengganggu rumput, ranting/cabang pohon mati,
kesehatan masyarakat. snags/pohon mati yang tetap berdiri,
Kawasan TNBTS yang sering logs, tunggak pohon, gulma, semak
terjadi kebakaran hutan dan lahan belukar, dedaunan, dan pohon-
maka kelompok ini tertarik pohon.
melakukan penelitian di TNBTS Kebakaran hutan dibedakan
tentang kebakaran hutan dan lahan. dengan kebakaran lahan. Kebakaran
Tujuan dari penelitian ini adalah hutan yaitu kebakaran yang terjadi di
dalam kawasan hutan, sedangkan hutan. Kebakaran permukaan
kebakaran lahan adalah kebakaran adalah tipe kebakaran yang
yang terjadi di luar kawasan hutan umum terjadi di semua tegakan
(Purbowaseso, 2004). DeBano et al. hutan.
(1998) menyatakan bahwa terdapat c. Kebakaran tajuk (Crown fire)
tiga komponen utama pembentuk api Kebakaran tajuk yaitu situasi
yang dapat menyebabkan terjadinya dimana api menjalar dari tajuk
kebakaran hutan. Pertama, pohon satu ke tajuk pohon yang
tersedianya bahan bakar yang dapat lain yang saling berdekatan.
terbakar. Kedua, panas yang cukup Kebakaran tajuk sangat
untuk meningkatkan temperatur dipengaruhi oleh kecepatan
sehingga mencapai titik nyala. angin. Kebakaran tajuk sering
Ketiga, suplai oksigen yang cukup terjadi di tegakan hutan konifer
untuk menjaga kelangsungan proses dan api berasal dari kebakaran
pembakaran. Faktor penyebab permukaan.
kebakaran hutan dan lahan di Faktor penyebab terjadinya
Indonesia sebagian besar disebabkan kebakaran hutan dibagi menjadi
oleh faktor manusia baik sengaja faktor alam dan manusia. Di
maupun tidak sengaja, sedangkan Indonesia, 99% faktor penyebab
faktor alam hanya memegang kebakaran hutan dan lahan
peranan yang sangat kecil (Syaufina disebabkan oleh manusia baik
2008 dan Ekayani 2011). disengaja maupun tidak disengaja.
Kebakaran hutan dapat Kesengajaan dilakukan terutama
dikelompokkan pada tiga tipe. pada kegiatan penyiapan lahan untuk
Pengelompokkan tersebut didasarkan pertanian, perkebunan dan alih
kepada bahan bakar yang fungsi lainnya. Dalam beberapa
mendominasi kebakaran. Tiga tipe kasus, api juga digunakan dalam
kebakaran (Syaufina 2008), yaitu : konflik lahan, misalnya api
a. Kebakaran bawah (Ground digunakan oleh perusahaan untuk
Fire): mendesak petani pemilik lahan agar
Kebakaran bawah yaitu situasi menerima ganti rugi dengan harga
dimana api membakar bahan rendah atau digunakan oleh petani
organik di bawah permukaan untuk membalas dendam terhadap
serasah. Penjalaran api yang perusahaan yang merugikan mereka
perlahan dan tidak dipengaruhi dalam jual beli lahan (Sumantri,
oleh angina menyebabkan tipe 2007).
kebakaran seperti ini sulit untuk Kebakaran hutan dan lahan
dideteksi dan dikontrol. menimbulkan dampak pada berbagai
Kebakaran bawah adalah tipe aspek, mulai dari ekosistem,
kebakaran yang umum terjadi di biodiversitas, kesehatan, sosial
lahan gambut. hingga politik. Berikut merupakan
b. Kebakaran permukaan (Surface dampak yang ditimbulkan dari
fire) kebakaran hutan dan lahan yang
Kebakaran permukaan yaitu terjadi:
situasi dimana api membakar • Dampak biofisik yang
serasah, tumbuhan bawah, bekas ditimbulkan oleh adanya
limbah pembalakan dan bahan kebakaran hutan adalah dampak
bakar lain yang terdapat di lantai biofisik yang berkaitan dengan
pelepasan asap, pelepasa CO2, yang bersifat diskrit maupun kontinu.
kenaikan suhu, dan kerusakan Perbandingan berpasangan tersebut
flora fauna. dapat diperoleh melalui pengukuran
• Asap yang ditimbulkan akibat aktual maupun pengukuran relatif
kebakaran hutan dan lahan akan dari derajat kesukaan, atau
mengganggu sistem pernapasan kepentingan atau perasaan. Dengan
dan penglihatan, serta dapat demikian metode ini sangat berguna
merusak organ. Pada tumbuhan, untuk membantu mendapatkan skala
asap dapat menurunkan proses rasio dari hal-hal yang semula sulit
fotosintesis diukur seperti pendapat, perasaan,
• Kebakaran dapat merusak unsur prilaku dan kepercayaan (Saaty,
hara tanah alami 2001).
• Kebakaran dapat mengeringkan Tahapan—tahapan pengambilan
tanah karena dengan kenaikan keputusan dalam metode AHP pada
suhu akibat kebakaran dasarnya adalah sebagai berikut :
kelembapan pada tanah atau a. Mendefinisikan masalah dan
kandungan air pada tanah akan menentukan solusi yang
menguap yang berdampak pada diinginkan
keringnya tanah (Notohadinegoro, b. Membuat struktur hirarki yang
2006) diawali dengan tujuan umum,
• Bencana asap akibat kebakaran dilanjutkan dengan kriteria-
hutan dan lahan mengganggu kriteria dan alternaif-alternatif
kehidupan masyarakat lintas pilihan yang ingin dirangking.
negara. Terganggunya c. Membentuk matriks perbandingan
transportasi, aktivitas ekonomi, berpasanganyang menggambarkan
kesehatan dan hubungan politik kontribusi relatif atau pengaruh
(ASEAN, 2003) setiap elemen terhadap masing-
• Kualitas udara melampaui batas masing tujuan atau kriteria yang
aman yang ditetapkan WHO setingkat diatasnya.Perbandingan
hingga 3 kali lipat sepanjang 200 dilakukan berdasarkan pilihan
hari dalam setahun. Bisa atau judgement dari pembuat
menyebabkan kematian 15.000 keputusan dengan menilai tingkat
orang, belum termasuk tingkat kepentingan suatu elemen
dampaknya terhadap anak–anak, dibandingkan elemen lainnya
bayi, orang lanjut usia serta d. Menormalkan data yaitu dengan
manusia dengan tingkat kesehatan membagi nilai dari setiap elemen
yang rentan (Marlier et al, 2012). di dalam matriks yang
berpasangan dengan nilai total
2.2 Analytic Hierarchy Process dari setiap kolom.
(AHP) e. Menghitung nilai eigen vector dan
Metode Analytic Hierarchy menguji konsistensinya, jika tidak
Process (AHP) merupakan teori konsisten maka pengambilan data
umum mengenai pengukuran. Empat (preferensi) perlu diulangi. Nilai
macam skala pengukuran yang eigen vector yang dimaksud
biasanya digunakan secara berurutan adalah nilai eigen vector
adalah skala nominal, ordinal, maximum yang diperoleh dengan
interval dan rasio. AHP digunakan menggunakan matlab maupun
untuk menurunkan skala rasio dari dengan manual.
beberapa perbandingan berpasangan
f. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 peran TNBTS, maka perlu dilakukan
untuk seluruh tingkat hirarki. perlindungan terhadap potensi dan
g. Menghitung eigen vector dari nilai sumberdaya alam dari berbagai
setiap matriks perbandingan gangguan dan ancaman. Salah satu
berpasangan. Nilai eigen vector gangguan dan ancaman yang sering
merupakan bobot setiap elemen. terjadi di TNBTS adalah bahaya
Langkah ini untuk mensintesis kebakaran hutan. dukungan
pilihan dalam penentuan prioritas aksesibilitas yang tinggi (BBTNBTS
elemen-elemen pada tingkat 2014).
hirarki terendah sampai
pencapaian tujuan. III. METODE
h. Menguji konsistensi hirarki. Jika Penelitian(research)merupa-
tidak memenuhi dengan CR < 0, kan rangkaian kegiatan ilmiah dalam
100 maka penilaian harus diulang rangka pemecahan suatu
kembali. permasalahan. Dalam melakukan
penelitian ini terdapat beberapa
2.3 Taman Nasional Bromo Tengger serangkaian tahapan yang harus
Semeru (TNBTS) dilewati, agar tujuan penelitian yang
Kawasan TNBTS berada di dicapai sesuai dengan apa yang
Provinsi Jawa Timur sesuai dengan diharapkan. Secara garis besar
Berita Acara Pemeriksaaan Batas tahapan penelitian ini meliputi:
Hutan tanggal 22 September 1986
yang telah disahkan oleh Menteri 3.1 Tahap Perencanaan
Kehutanan tanggal 8 Nopember Tahap perencanaan ini meliputi
1993. TNBTS ditetapkan melalui penentuan tujuan yang ingin dicapai
Keputusan Menteri Kehutanan oleh suatu penelitian dan
No.178/Menhut-II/2005 tanggal 29 merencanakan strategi umum untuk
Juni 2005 seluas 50.276,20 ha yang memperoleh dan menganalisa data
meliputi wilayah 4 Kabupaten, yaitu bagi penelitian tersebut. Berdasarkan
Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, penjelasan tersebut maka tujuan kami
Malang dan Lumajang. melakukan penelitian tersebut ialah
Taman Nasional Bromo untuk mengetahui bagaimana resiko
Tengger Semeru (TNBTS) bencana kebakaran di Taman
merupakan kawasan konservasi di Nasional Bromo Tengger Semeru.
Indonesia yang memiliki keunikan Lokasi penelitian ini berada di
berupa kompleks gunung berapi, kawasan Gunung Bromo Taman
kawah di dalam kawah, tanah di atas Nasional Bromo Tengger Semeru
awan dan kebudayaan suku Tengger yang merupakan daerah rawan
yang merupakan suku asli di kebakaran. Rancangan kegiatan yang
TNBTS. TNBTS dikelilingi oleh 4 dilakukan adalah :
kabupaten yang terbagi menjadi 18 No Kegiatan Tanggal
1 Identifikasi masalah 20-22 Oktober 2018
kecamatan dengan jumlah desa 2 penyusunan proposal 24-26 oktober 2018
penyangga sebanyak 64 desa, 3 Pengumpulan data sekunder 28 - 29 oktober 2018
4 Pengumpulan data primer 6 November 2018
termasuk dua desa enclave yaitu 5 Pengolahan data keseluruhan 8 - 18 november 2018
Ngadas dan Ranu Pani. Kondisi 6 Penyusunan laporan penelitian November 2018

demikian menyebabkan interaksi Perlengkapan yang dibawa:


masyarakat dengan kawasan cukup Nama Alat Jumlah
tinggi dengan. Mengingat pentingnya GPS Essential 2 buah
Surat Ijin Observasi 2 buah pendukung lain dari instansi-intansi
Daftar Wawancara 1 buah terkait.
Kamera 2 buah 3.5 Tahap Analisis Data
3.2 Tahap Studi Literatur Pada tahap ini, data yang sudah
Tahap pencarian studi literatur didapatkan kemudian di
merupakan tahapan yang dilakukan klasifikasikan berdasarkan parameter
untuk menemukan variabel-variabel sesuai Perka Untuk mengetahui
yang akan diteliti. Studi literatur kondisi bawah permukaanya
dimaksudkan untuk mengetahui dilakukan pengolahan data fisik,
variabel-variable yang berpengaruh sosial budaya, ekonomi dan
terhadap objek kajian penelitian lingkungan untuk parameter
melalui berbagai informasi yang kerentanan. Data iklim, jenis hutan,
terdapat pada jurnal jurnal jenis tanah dan curah hujan untuk
ilmiah/penelitian maupun dari buku parameter hazzard. Aturan dan
buku yang berkaitan dengan kajian kelembagaan penanggulaan bencana,
penelitian yang akan dilakukan. peringatan dini dan resiko bencana,
Secara umum, penelitian tentang pendidikan kebencanaan, dan
resiko bencana kebakaran Taman pengurangan faktor resiko dasar
Nasional Bromo Tengger Semeru, untuk parameter capacity. Parameter
merujuk pada apa yang ada di yang digunakan dalam resiko
PERKA BNPB Tahun 2012 dan kebakaran hutan Taman Nasional
Resiko Bencana Indonesia. Bromo Tengger Semeru antara lain:
3.3 Tahap Survey Lokasi Parameter
Tahap ini terkait dengan No. Vunerability Hazzard Capacity
penentuan titik titik lokasi yang akan
1 Hutan Iklim Aturan dan
dilakukan pengujian. Hal tersebut lindung kelembagaan
dilakukan agar saat dilaksanakannya penanggulaan
penelitian, nantinya sudah dapat bencana
diketahui tempat atau titik mana saja 2 Hutan alam Jenis Peringatan dini
yang akan menjadi sampling dari hutan dan resiko
bencana
objek penelitian. Selain itu, pada 3 Hutan Jenis Pengurangan
tahap ini diharapkan sudah dapat bakau / tanah faktor resiko
mengetahui gambaran secara umum mangrove dasar
lokasi penelitian, sehingga bisa 4 Semak Pembangunan
menjadi landasan awal untuk belukar kesiapsiagaan
pada seluruh lini
menginterpretasi resiko bencana
kebakaran di lokasi penelitian.
3.4 Tahap Pengumpulan Data 3.6 Tahap Penyusunan Laporan
Dalam tahap pengumpulan data Setelah semua data yang
ini, data yang diperlukan merupakan dianalisis dan diolah, maka tahapan
data data primer dan Sekunder. selanjutnya merupakan tahap
Pengumpulan data primer ini penyusunan laporan. Laporan
meliputi tahap pengambilan langsung disusun dengan kaidah-kaidah yang
dilapangan dan bahan pendukung ada pada PPKI.
tertentu untuk mengetahui keadaan
secara detail lokasi penelitian sesuai IV.HASIL DAN
objek kajiannya. Data-data sekunder PEMBAHAHASAN
meliputi data hasil penelitian A. Kerentanan atau Kerawanan
sebelumnya serta data-data Kebakaran Hutan Di TNBTS
Menurut Resiko Bencana Indonesia IKKLH = (1 x 0,4 ) + (0,933
indeks kerentanan terdiri atas indeks x 0,6)
kerentanan ekonomi, sosial budaya, = 0,4 + 0,5598
fisik dan lingkungan. Namun tidak d. Kelas Interval Indeks
semua komponen sesuai dengan Kerentanan Total
TNBTS dimana kawasan ini yang
dijadikan obyek penelitian tidak B Kelas
berpenghuni maka yang digunakan ob R
adalah indeks kerentanan ekonomi Param Luas ot en Sed Tin
Skor
dan lingkungan. Indeks kerentanan eter (Ha) ( da ang ggi
% h
ekonomi memiliki bobot 40% dan ) 1 2 3
indeks kerentanan lingkungan Hutan <2 20-
memiliki bobot 60%. lindun 6639, 0 50 >50 3/3
a. Data indeks kerentanan g 94 40 ha ha ha =1
Ekonomi <2 25-
Hutan 6639, 5 75 >75 3/3
Kelas Alam 94 40 ha ha ha =1
Bob H Re S Hutan
Para Sed Tin <1
ot as nd ko Bakau 10- 1/3
meter ang ggi 0 >30
(%) il ah r /Man 30 =
1 2 3 ha
grove 0 10 ha 0,33
3 <5
Lahan 50- >20 3/
0 0
Produ 100 200 0 3 <1
2 jut Sema
ktif juta juta =1 0 >30
jt a k 10-
ha
Kerentanan ekonomi: beluk 1325, 30 3/3
• Rp. 6.346.422.244,3 > ar 4 10 ha =1
200 juta (kelas 3)
• 1,0 x Skor lahan produktif Perhitungan indeks kerentanan
= 1,0 x 1 total kebakaran hutan akan dikaitkan
=1 dengan perhitungan kelas interval
b. Perhitungan Indeks Kerentanan indeks kerentanan total didapat hasil
Lingkungan bahwa di Kecamatan Poncokusumo
Perhitungan indeks kerentanan kerentanan akan kebakaran hutan
lingkungan didasarkan pada masuk keadalam kelas tinggi
Perka BNPB 2012. (0,87<0, 96<1). Berikut adalah hasil
Kerentanan Lingkungan = peta kerentanan kebakaran hutan dan
(0,4 x skor hutan lindung) + lahan :
(0,4 x Hutan Alam) + (0,1x
Skor hutan Bakau) + (0,1 x
skor semak belukar)
Kerentanan Lingkungan =
(0,4 x 1) + (0,4 x 1) + (0,1 x
0,33) + (0,1 x 1)
= 0,4 + 0,4 + 0,033 + 0,1
= 0, 933
c. Indeks kerentanan Total
kebakaran hutan dan lahan
IKKLH = (IKE x 40%) + Berdasarkan hasil penentuan
(IKL x 60%) kerentanan bencana kebakaran
TNBTS, dapat diketahui bahwa rangkaian sebuah kejadian untuk
seluruh wilayah TNBTS adalah muncul dan menimbulkan kerusakan
memeiliki tingkat kerentanan sangat dan kerugian. Jika salah satu bagian
tinggi. Terdapat beberapa faktor dari ranatai kejadian hilang. Maka
yang mempengaruhi kerentanan suatu kejadian tidak akan terjadi.
yaitu: faktor fisik, sosial, ekonomi Bahaya sendiri terjadi dimana mana
dan lingkungan (BNPB.2012). baik di lingkungan ataupun
Dalam penelitian ini, data yang keseharian, namun bahaya akan
digunakan dalam perhitungan hanya menimbulkan ketika memiliki
data dari faktor ekonomi dan dampak pada manusia
lingkungan saja. Faktor sosial dan (Tranter,1999). Dalam hal ini bahaya
faktor fisik dianggap tidak ada yang di maksudkan adalah bahaya
karena kejadian kebakaran pada akibat terjadinya bencana kebakaran
kawasan TNBTS tidak menimbulkan hutan atau savanna dalam hal ini di
dampak terhadap faktor sosial dan wilayah TNBTS. Acuan parameter
faktor fisik dimasyarakat. bahaya berasal dari (perka Bnpb no2
Kawasan TNBTS memiliki tahun 2012) yang memiliki tiga
kerentanan kebakaran hutan dan parameter untuk mengukur sebuah
lahan yang tinggi diakibatkan oleh tingkatan bahaya tersebut tiga
faktor lingkungan dan faktor parameter tersebut adalah jenis
ekonomi yang besar, kemudian akan lahan, iklim (curah hujan), jenis
mempengaruhi pada peristiwa tanah. Dengan parameter ini dapat
kebakaran hutan di TNBTS. mengklasifikasikan seberapa
Besarnya faktor lingkungan akan bahayanya tingkat kebakaran dari
berperan meningkatkan bencana wilayah TNBTS sendiri.
kebakaran hutan. Faktor tersebut Untuk parameter pertama
adalah seperti tutupan lahan berupa yakni jenis lahan, jenis lahan sendiri
hutan dan semak. Faktor lingkungan pada wilayah TNBTS cukup
yang mempengaruhi kebakaran beragam namun kali ini hanya
nantinya akan berdampak pula pada diklasifikasikan menjadi 3 klasifikasi
penghasilan pariwisata TNBTS yakni Hutan, kebun perkebunan, dan
dimana saat terjadinya kebarakan, tegalan dalam hal ini untuk
TNBTS akan dilakukan penutupan klasifikasi paling tinggi berada pada
sementara. Penutupan ini akan hutan dimana hampir keseluruhan
berdampak pada menurunnya wilayah TNBTS adalah hutan
penghasilan TNBTS di bidang kemudian untuk tempat ke 2 ada
pariwisata. kebun dan perkebunan kemudian
tempat ke 3 ada tegalan dari sini
B. Bahaya kondisi wilayah dari TNBTS sendiri
Bahaya atau Hazard didominasi oleh hutan yang dimana
merupakan sumber potensi masih akan rawan terjadinya
kerusakan atau situasi yang kebakaran mulai dari pembukaan
berpotensi untuk menimbulkan suatu lahan baru samapai dampak dari
kerugian. Sesuatu disebut sebagai kondisi kekeringan yang terjadi.
sumber bahaya hanya jika memiliki Untuk parameter Curah hujan
risiko menimbulkan hasil yang dalam pengklasifikasian terdapat 3
negative (Cross,1998). Bahaya klasifikasi yakni tinggi sedang dan
diartikan sebagai potensi dari rendah untuk hasil pemetaan
menunjukkan bahwa klasifikasi mengatur tentang kebencanan,
tingkat curah hujan berada pada terjalin partisipiasi dan
posisi tertinggi hampir di seluruh desentralisasi melalui
wilayah TNBTS tingkat curah hujan pembagia kewenangan dan
sangat tinggi namun untuk wilayah sumber data pada tingkat lokal
ampel gading tingkat curah hujan serta berfungsi atau tidaknya
sedang dari ini menunjukkan bahwa jaringan daerah untuk
bahaya bencana tidak cuman untuk pengurangan risiko bencana.
kebakaran namun juga tanah longsor 2. Peringatan dini dan resiko
karena wilayah TNBTS sendiri bencana
termasuk pada wilayah hulu yang Indikator yang digunakan
dimana tingkat kemiringan lebih ketika mengumpukan data
tinggi sehingga ketika terjadi yaitu berkaitan dengan
pembabatan hutan kemudian hujan tersedianya kajian risiko
terjadi maka dapat di pastikan bencana untuk sektor utama
bahaya tidak hanya kebakaran namun serra adanya peringatan dini
longsor pun akan terjadi. bencana kepada seluruh
masyarakat dan sistem
C. Kapasitas pemantau dan menyebarkan
Kekuatan dan potensi yang data potensi bencana.
dimiliki oleh perorangan, keluarga 3. Pendidikan kebencanaan
dan masyarakat yang membuat Berkaitan dengan
mereka mampu mencegah, tersedia atau tidak informasi
mengurangi, siap-siaga, menanggapi mengenai bencana yang mudah
dengan cepat atau segera pulih dari diakses, pelatihan dan materi
suatu kedaruratan dan bencana. pendidukan sekolah berkaitan
Perolehan nilai kapasitas didapatkan dengan pengurangan risiko
dari hasil wawancara kepada ahli bencana serta ada atau tidaknya
yaitu petugas TNBTS (Taman strategi untuk membangun
Nasional Bromo Tengger Semeru) kesadaran komunitas dalam
dan BPBD (Badan Penanggulan melaksanakan praktik budaya
Bencana Daerah) untuk diperoleh tahan bencana
bobot dan skor sesuai indeks 4. Pengurangan faktor resiko
kapasitas pada Perka. Kemudian dasar
hasil tersebut dimasukkan kedalam Indikator yang berkaitan
rumus untuk mendapat tingkat adalah rencana kebijakan di
ketahanan. Dalam penelitian ini sektor ekonomi dan produksi
kelompok kami menggunakan bobot untuk mengurangi kerentanan
20% untuk lima indikator kapasitas kegiatan ekonomi, pengelolaan
karena menganggap semua indikator permukiman serta izin untuk
sama pentingnya. Setelah membangun bangunan untuk
mendapatkan tingkat ketahanan keselamatan umum, langkha-
kemudiandiklasifikasikan langkah rehabiilitasi dan
berdasarkan kelas indeks untuk pemulihan.
mendapatkan skoring. 5. Pembangunan kesiapsiagaan
1. Aturan kelembagaan pada seluruh lini
Pada indikator ini terkait Indikator pada poin ini
dengan kerangka hukum yang adaklah kebijakan kapasitas
serta mekanisme penanganan bencana seperti menjaga lingkungan
darurat bencana dengan seperti tidak membuat api unggun di
pengurangan risiko bencana, daerah savana, dan juga tersedianya
latihan reguler untuk menguji tandon air di tengah savana.
tanggap darurat bencana, Kemudian saat terjadi bencana
adanya finansial sebagai kebakaran juga masyarakat dididik
antisipasi penanganan darurat untuk mengatasinya dengan cara
serta terdapat prosedur yang yang sederhana, sehingga
relevan. mitigasinya bisa dilakukan secara
Pada sekitar TNBTS terdapat cepat oleh warga sekitar, salah satu
14 kecamatan yang mengelilingi. contohnya yaitu penanganan
Berdasarkan hasil perhitungan kebakaran menggunakan karung goni
terdapat 5 (lima) kecamatan yang yang dibasahi.
termasuk kelas kapaitas tinggi yaitu
Kecamatan Poncokusumo, V. PENUTUP
Kecamatan Jabung, Kecamatan
Tumpang, Kecamatan Ampel Gading 5.1. Kesimpulan
dan Kecamatan Wajak. Sedangkan 9
kecamatan lainnya termasuk dalam 1. Dari penelitian di atas mengenai
indeks kapasitas sedang. Hal ini kebakaran hutan di kawasan
cukup wajar dikarenakan pada lima Taman Nasional Bromo Tengger
kecamatan yang termasuk dalam Semeru (TNBTS) dapat
kapasitas tinggi tersebut memang disimpulkan bahwa pada tingkat
memenuhi indikator kapasitas yang kapasitas dari 14 kecamatan
artinya wilayah tersebut cukup yang mengelilingi TNBTS
tanggap dan siap dalam menghadapi hanya terdapat 5 kecamatan
bencana. yang memiliki kapasitas tinggi
Savana Bromo terletak di yaitu Kecamatan Poncokusumo,
derah Poncokusumo, jika di analisis Kecamatan Jabung, Kecamatan
jarak antara savana dengan Tumpang, Kecamatan Ampel
kecamatan juga turut serta Gading dan Kecamatan Wajak.
mempengaruhi tingkat kapasitas Hal ini berarti pada 5 kecamatan
yang ada. Hal ini dapat di lihat dari tersebut tingkat kapasitas telah
kesiapsiagaan warga saat terjadi memenuhi indikator dimana
bencana kebakaran. Umunya yang wilayah tersebut cukup tanggap
paling banyak membantu adalah dan siap dalam menghadapi
warga yang dekat dengan lokasi bencana.
kebakaran atau yang paling sering 2. Pada tingkat Pada tingkat
terjadi kebakaran adalah daerah kerentanan, total kebakaran
Savana. hutan dan lahan menggunakan
Pelatihan mitigasi bencana faktor ekonomi dan faktor
dilakukan lebih dari 5 kali dalam lingkungan menghasilkan nilai
setahun, hal ini menjadi fondasi yang kerenanan sebesar 0,933 dan
cukup baik untuk menanamkan termasuk kedalam kelas yang
pemahaman menganai mitigasi tinggi. Kawasan TNBTS
bencana baik pra, saat bencana, dan memiliki kerentanan kebakaran
pasca bencana. Berdasarkan hutan dan lahan yang tinggi
pengakuan warga. Mitigasi pra diakibatkan oleh faktor
lingkungan dan faktor ekonomi
yang besar kemudian akan
berekasi pada peristiwa
kebakaran hutan di TNBTS,
dimana saat terjadinya
kebarakan, TNBTS akan
dilakukan penutupan sementara.
Penutupan ini akan berdampak
pada menurunnya penghasilan
TNBTS di bidang pariwisata.
Kebakaran hutan yang sering
terjadi di kawasan TNBTS
khususnya pada saat musim
kemarau akan mengurangi
jumlah pengunjung yang datang
di TNBTS.
3. Pada tingkat bahaya yang
ditinjau dari PERKA BNPB No
2 Tahun 2012 memiliki tiga
parameter untuk mengukur
sebuah tingkatan bahaya
khusunya di wilayah TNBTS.
Tiga parameter tersebut adalah
jenis lahan ,iklim (curah hujan)
,jenis tanah. Dari parameter
tersebut dapat disimpulkan
bahwa wilayah TNBTS yang
didominasi oleh hutan membuat
rawan terjadinya kebakaran
mulai dari pembukaan lahan
baru sampai dampak dari kondisi
kekeringan yang terjadi.
Kemudian tingkat curah hujan
berada pada posisi tertinggi
hampir di seluruh wilayah
TNBTS membuat tingkat bahaya
bencana tidak cuman untuk
kebakaran namun juga tanah
longsor karena wilayah TNBTS
sendiri termasuk pada wilayah
hulu yang dimana tingkat
kemiringan lebih tinggi.

Você também pode gostar