Você está na página 1de 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kasus

1. Anatomi dan Fisiologi Sel

Pada dinding sel dan membran sel, bagian-bagian yang terdapat dalam

sitoplasma dan dalam inti sel.

a. Nukleus (Inti Sel)

Inti sel dapat diamati secara mikroskopis setelah diwarna dengan

Hematoxylen Eosin (HE). Selama interfase pada inti dapat dilihat membran inti,

nukleolus (anak inti), kromatin dan cairan inti .

Inti eukariot adalah suatu kompartemen terikat membran yang di

dalamnya ditempatkan materi genetik yang merupakan perintah hereditas (DNA),

biasanya terletak di tengah-tengah sel atau pada wilayah tertentu dan dikelilingi

oleh sitoplasma.

Instruksi hereditas (materi genetik) mengatur aktifitas sitoplasma yang

menyebabkan sel tetap hidup dan mengatur pertumbuhan dan pembelahan. Pesan-

pesan yang dikirim ke luar dari inti juga membantu mengarahkan respon seluler

terhadap perubahan-perubahan lingkungan. Kejadian-kejadian seluler di bawah

pengendalian inti dapat berlangsung cepat, terarah dan sangat spesifik.

b. Membran inti

Kandungan inti dipisahkan dari sitoplasma oleh sistem ‘2 membran’ yang

disebut membran inti/salut inti. Membran inti berhubungan langsung dengan

membran retikulumendoplasma. Pada membran inti terdapat pori inti yang berfungsi

menseleksi transport molekul ked an dari sitosol. Membran terdiri dari dua lapis
membran yaitu : Lamina inti yang merupakan seludang tipis di bawah membran inti

sebelah dalam; dan filamen intermediet yang mengelilingi membran inti sebelah luar

dengan bentuk tak beraturan.

c. Nukleolus (anak inti)

Nukleolus tidak diselubungi oleh membran inti. Nukleolus merupakan kumpulan

gen-gen yang aktif mentranskripsi rRNA 18S dan 28S.Nukleus merupakan glanular

yang cukup besar pada inti, terlihat sebagai satu atau lebih bangun basofil, ukurannya

lebih besar dari gumpalan kromatin.Nukleus sering menempel pada salut

inti.Perbandingan jumlah kandungan RNA dan anak inti di dalam bagian inti lainnya

tidak selalu tetap.Dalam anak inti tidak terdapat DNA

d. Kromosom / Kromatin

Selama interfase, di dalam inti dapat diamati adanya butir – butir basofil

dan dapat diwarnai dengan pewarna biasa. Butir-butir ini disebut dengan butir-butir

kromatin. Dengan pewarna HE akan tampak biru karena adanya molekul DNA.

Butir-butir ini tampak menyebar dalam cairan inti. Jika diamati lebih cermat, butir-

butir tersebut tidak berdiri sendiri tetapi dihubungkan dengan struktur seperti

benang sehingga butir-butir tadi disebut dengan benang kromatin. Pada saat

pembelahan sel, kromatin menjadi padat dan disebut sebagai kromatid. Kromosom

adalah dua kromatid simetris yang dilekatkan satu dengan lainnya oleh suatu

struktur yang disebut sebagai sentromer Sentromer juga merupakan bagian dari

kromosom yang melekat ke spindle mitosis. Pada sentromer melekat suatu protein

berbentuk cakram yang disebut dengan kinetokor. Kinetokor berfungsi sebagai pusat
pemasangan mikrotubul pada kromosom. Bagian kromosom yang dipisahkan oleh

konstriksi sekunder disebut dengan satelit.

Kromosom dapat diamati pada sel-sel yang aktif membelah, misalnya sel gamet,

sel meristematis, ujung akar, sumsum tulang, sel darah dan sel lainnya. Jumlah,

ukuran dan tipe kromosom ini sangat spesifik dan berbeda-beda untuk masing-

masing spesies sehingga dapat digunakan dalam filogeni dan taksonomi dan bidang

kedokteran.

Kromosom merupakan komponen inti yang sangat penting dan memiliki

susunan yang khas. Kromosom berperan dalam penentuan sifat kebakaan, mutasi,

variasi dan evolusi. Ukuran dan jumlahnya sangat bervariasi. Pada umumnya, bila

jumlah kromosom sedikit, ukuran kromosomnya lebih besar. Kromosom monokotil

lebih besar dibandingkan dengan kromosom dikotil. Kromosom tanaman lebih besar

dari hewan, kecuali giant chromosome pada beberapa hewan. Dalam satu spesies,

jumlah dan bentuk kromosom tertentu, tetapi dapat pula mengalami perubahan yang

dapat disebabkan oleh kerusakan, gangguan saat pembelahan sel sehingga

menimbulkan variasi. Variasi dapat terjadi pada aspek jumlah dan morfologi

kromosom.

Morfologi kromosom lebih baik dipelajari pada saat metaphase karena pada fase

tersebut kromosom mengalami pemadatan maksimal. Tipe kromosom ditentukan

oleh posisi sentromer, yaitu sebagai berikut:

1) Metasentrik, yaitu panjang kedua lengan kromosom sama atau hampir sama

2) Sub metasentrik, yaitu panjang salah satu lengan kromosom tidak sama dengan

lengan lainnya
3) Akrosentrik, yaitu salah satu lengan kromosom amat pendek dibandingkan

dengan lengan yang lainnya

4) Telosentrik, yaitu sentromer terdapat pada salah satu ujung lengan kromosom

Kariotip adalah penampakan keseluruhan kromosom dari suatu sel yang

disusun berdasarkan panjang relatif kromosom, posisi sentromer, ada atau tidaknya

kontriksi sekunder dan satelit. Data kariotip ditampilkan dalam suatu diagram

dimana kromosom dipasangkan bersama homolognya. Berikut adalah salah satu

contoh kariotipe yang disusun dari hasil pemotretan kromosom metafase mitosis sel

manusia

2. Patologi

a. Definisi

Tahun 1866, John Langdon Haydon Down pertama kali mendeskripsikan

gambaran fisik dan masalah kesehatan yang sesuai dengan gambaran Down

Syndrome. Lejeun dan Jacobs, pada 1959, pertama kali menemukan bahwa kelainan

ini disebabkan oleh trisomi 21 (Soetjiningsih, 2014). Sebagian besar orang dengan

Down Syndrome memiliki 47 kromosom (satu kromosom 21 tambahan atau Trisomi

21) dan lahir dari orang tua dengan kariotipe normal (J McPhee, 2011).

b. Etiologi

Selama satu abad sebelumnya, banyak hipotesis penyebab Down Syndrome,

tetapi sejak ditemukan pada 1995, perhatian lebih dipusatkan pada kelainan

kromosom. Kelainan kromosom tersebut kemungkinan disebabkan oleh :

1) Genetik.

Translokasi, 25% bersifat familial. Bukti yang mendukung teori ini

didasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang menyatakan bahwa ada


peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan Down

Syndrome. Bila terdapat translokasi pada kedua orang tua, sebaiknya dilakukan

studi familial tambahan dan konseling untuk menentukan adanya karier atau

tidak. Kalau orangtuanya adalah karier, anggota keluarga lainnya juga harus

diperiksa, sehingga akan teridentifikasi risiko Down Syndrome. Tipe

nondisjunction juga diperkirakan berhubungan dengan genetika.

2) Umur ibu dan Umur Ayah.

Setelah umur lebih dari 30 tahun, risiko Down Syndrome mulai meningkat,

dari 1:800 menjadi 1:32 pada umur 45 tahun, terutama pada tipe nondisjunction.

Peningkatan insiden ini berhubungan dengan perubahan endokrin, terutama

hormon seks, Antara lain meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar

hidroepiandosteron, menurunnya 6 konsentrasi estradiol sistemik, perubahan

konsentrasi reseptor hormon, dan peningkatan secara tajam kadar LH

(Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicular Stimulating Hormone) secara tiba-

tiba sebelum dan selama menopause.

Pada usia 20 tahun, ibu mempunyai sekitar 1 kemungkinan dari 2.000

mempunyai anak dengan Down Syndrome, menjelang usia 49 tahun, ibu

memiliki 1 kemungkinan dari 12 anak Down Syndrome. Meskipun wanita

berusia 35 tahun mempunyai kemungkinan 8 % dari semua kelahiran, wanita ini

melahirkan 20 % dari semua anak dengan Down Syndrome. Prevalensi Down

Syndrome menurun dengan penggunaan pemeriksaan prenatal yang luas seperti

amniosentesis. Penelitian sitogenetik pada orang tua anak dengan Down

Syndrome mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra-kromosom 21 bersumber

dari ayahnya, tetapi korelasinya tidak setinggi dengan ibu ( Djuantoro, 2014).
3) Radiasi.

Pengaruh radiasi masih kontroversial. Suatu literatur menyebutkan bahwa

radiasi meningkatkan predisposisi nondisjunction pada Down Syndrome ini.

Sekitar 30% ibu yang melahirkan anak Down Syndrome, pernah mengalami

radiasi didaerah perut sebelum terjadinya konsepsi, tetapi penelitian lain tidak

menemukan hubungan tersebut.

c. Patofisiologi

Down Syndrome, yang dikenal juga Trisomi 21, disebabkan oleh penyimpangan

dimana kromosom 21 mempunyai tiga salinan yang seharusnya hanya dua salinan.

Penyebab kromosom ekstra ini yang paling sering adalah non-disjunction. Meskipun

insiden non-disjuction meningkat sesuai usia maternal, kromosom ekstra berasal dari

ibu lebih dari 90% kasus. Sekitar 4% kasus, Down Syndrome diakibatkan oleh

Translokasi serta infuse lengan panjang kromosom 21 dan 14. Fenomena ini dikenal

dengan Translokasi Robertsonian. Hasil penelitian memberi kesan kearah bahwa

pada beberapa kasus, kelainan diakibatkan oleh kerusakan oosit 7 yang disebabkan

oleh usia atau efek kumulatif dari faktor lingkungan, seperti radiasi dan virus.

Kelainan kromosom akibat non-disjunction disebabkan selama pembelahan sel,

kromosom normalnya memisah dalam suatu proses yang dikenal dengan disjunction.

Kegagalan dalam proses disjunction yang dikenal non-discjunction menyebabkan

distribusi kromosom yang tidak sama antara dua sel yang dihasilkan. Penambahan

atau kehilangan kromosom biasanya disebabkan oleh non-disjunction dari autosom

atau kromosom seks selama meiosis.


Penyimpangan yang lain, yaitu traslokasi adalah pergeseran atau pergerakan

sebuah kromosom. Translokasi terjadi bilamana kromosom putus dan menyatu

kembali dalam susunan yang abnormal (Djuantoro, 2014).

d. Gejala Klinis

Kumpulan menifestasi klinis Down Syndrome dapat dilihat pada karakteristik

(Soetjiningsih, 2014).

1) Brakisefali

2) Fisura palpenralis miring

3) Celah antara jari kaki pertama dan kedua

4) Kulit berlebih pada pangkal leher

5) Hiperfleksibilitas

6) Abnormalitas telinga (letak rendah, terlipat, stenosis meatus)

7) Protrusi lidah akibat palatum kecil dan sempit

8) Batang hidung datar

9) Hipotoni otot

10) Lipatan epikantus

3. Tinjauan tentang asesmen dan pengukuran fisioterapi

a. Pemeriksaan fisioterapi

1) Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

a) Pengertian

Pemeriksaan fungsi dasar adalah pemeriksaan untuk menilai

kemampuan gerak dasar pasien meliputi pemeriksaan gerak

aktif(dilakukan oleh pasien), pasif (dilakukan oleh fisioterapis) dan tes


isometrik melawan tahanan (pasien menggerakkan dan fisioterapis

menahan secara berlawanan arah)

b) Tujuan

Untuk menilai kemampuan gerak dasar pasien agar fisioterapis

dapat mengkaji kondisi patologis yang berkaitan pada setiap gerakan

yang diaplikasikan pada pasien. Kondisi yang dimaksud berkaitan

dengan nyeri, endfeel, keterbatasan gerak dan kemampuan otot melawan

tahanan .

c) Penatalaksanaan

(1) Tes gerak aktif dilakukan oleh pasien dengan mengikuti instruksi

fisioterapis. Anggota tubuh digerakkan sesuai gerakan anatomis

kemudian dinilai apakah ada nyeri dan keterbatasan gerak pada setiap

gerakan.

(2) Tes gerak pasif . Fisioterapis menggerakkan tubuh pasien sesuai

dengan gerakan anatomis pada setiap anggota gerak / ekstremitas yang

ingin dinilai, kemudian dinilai apakah ada nyeri dan keterbatasan

gerak dan abnormal endfeel pada setiap gerakan.

(3)Tes isometrik melawan tahanan (TIMT) . Pasien menggerakkan

tubuh sesuai dengan instruksi fisioterapis kemudian tangan

fisioterapis memberikan tahanan berlawanan arah dengan gerakan

pasien. Tidak ada gerakan dalam tes ini, kemudian dinilai kekuatan

otot pasien dalam melawan tahanan dan apakah ada nyeri atau tidak .

2) Pemeriksaan spesifik

a) Skala Denver II
(1)Pengertian

Skala denver adalah metode pengkajian yang secara luas digunakan

untuk menilai kemajuan perkembangan anak usia 0-6 tahun.

(2)Tujuan

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemajuan perkembangan

anak ,normal atau abnormal berdasarkan ukuran skala yang dijadikan

parameter. Kemampuan ini didasarkan pada kemampuan motorik halus

dan kasar, bahasa, dan sosial & kemandirian.

(3)Penatalaksanan Pertama, penting diketahui usia kalender anak .

Kemudian sesuaikan usia kalender dengan kemampuan yang dapat

dilakukan oleh anak berdasarkan tabel.


b) Skala asworth

(1) Pengertian

Skala asworth adalah skala yang digunakan untuk mengukur tonus otot

(2)Tujuan

Untuk menilai tonus otot , jika ada problem spastisitas/ flaccid .

(3)Penatalaksanaan

Lakukan gerakan pasif sepanjang gerakan pada ekstremitas, kemudian

nilai tahanan yang diberikan oleh otot sepanjang fisioterapis memberikan

gerakan pasif tersebut. Kemudian jadikan parameter asworth scale sebagai

acuan dalam menilai tonus otot pasien .

c) Tes keseimbangan

(1) Pengertian

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai kemampuan pasien untuk

seimbang dalam berbagai aktivitas fungsional.

(2)Tujuan
Untuk menilai kemampuan pasien keseimbangan pasien agar dapat

dinilai kondisi patologis atau problem yang terkait.

(3)Penatalaksanaan

Dalam hal ini, keseimbangan yang ingin dinilai adaalaah keseimbangan

untuk duduk. Fisioterapis mencoba mendudukkan pasien diatas bed

dengan kedua kaki pasien bersila . Fisioterapis tetap menjaga posisi

tubuh pasien agar tidak terjatuh, kemudian nilai apakah kemampuan

duduk pasien sudah mampu dilakukan dengan benar atau tidak.

d) Pemeriksaan reflex

(1)Pengertian

Pemeriksaan refleks adalah pemeriksaan untuk menilai respon involunteer

tubuh terhadap sebuah stimulus.

(2)Tujuan

Untuk menilai kondisi / fungsi neurologis

(3)Penatalaksanaan

Refleks fisiologis dapat dilakukan dengan menggunakan hammer pada

area tendon . Kemudian refleks patologis dilakukan dengan memberikan

stimulus pada area-area tertentu. Kemudian perhatikan respon pasien

4. Pendekatan Intervensi Fisioterapi

a. Infrared

Infra Red merupakan alternatif terapi yang mempunyai penetrasi yang hanya berada

pada tingkat superfisial jaringan saja. Diharapkan agar terjadi efek analgesik,

efek anti imflamasi, efek sedatif, peningkatan suhu jaringan, efek rileksasi otot
sehingga intensitas spasme menurun, dan efek vasodilatasi agar terjadi

peningkatan blood flow.

b. NDT (Neuro Development Treatment)

NDT atau Bobath adalah pendekatan problem solving dalam pemeriksaan dan

treatment pada individu yang mengalami gangguan fungsi gerak, postur dan

control tubuh akibat gangguan CNS dan dapat diimplementasikan pada individu

dari semua golongan usia dan derajat ketidak mampuan fisik dan fungsi (raine

2006; IBITA 2007)

1) Konsep dasar NDT

1) Gangguan normal maturation akibat lesi yang bisa mengakibatkan

keterlambatan bahkan berhentinya beberapa aspek perkembangan.

2) Adanya pola gerak dan postur yang abnormal akibat tonus postural yang

abnormal

b. Filosofi NDT

1) Gerakannya dinamis dan berurutan

2) Arah gerakan chepalo-caudal,proksimal-distal

3) Gerakan otomatis  disadari

4) Responsif dan adaptif

c. Teknik NDT

1) Inhibisi

Suatu upaya untuk menghambat atau menurunkan atau menghentikan tonus otot

yang berlebihan dengan tehnik RIP (reflek Inhibitory pattern ) yaitu

menghambat pola gerak abnormal menjadi sikap tubuh yang normal dengan

merubah tonus dan pola gerakannya.


2) asilitasi

Suatu upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik

yang benar dengan tehnik KPO ( Key Point of Control ).Tujuan fasilitasi :

a) memperbaiki tonus postural

b) memelihara & mengembalikan kualitas tonus

c) memudahkan gerakan yang disadari & diperlukan untuk aktifitas sehari-

hari.

3) Stimulasi

Suatu upaya untuk memperkuat & meningkatkan otot melalui propioseptik

dan taktil

Tujuannya :

a) meningkatkan reaksi anak untuk

b) memelihara posisi & pola gerak yg dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara

otomatis.

Jenis stimulasi :

a) Tapping grup otot antagonis.

b) Placcing & holding penempatan pegangan


c) Placcing Weight Bearingpenumpuan badan

Stimulasi berguling

fasilitasi duduk dari posisi tengkurap


Fasilitasi reflek tegak pada kepala & supporting reaction ke depan

Fasilitasi ekstensor vertebrae & supporting reaction pada lengan ke depan

Você também pode gostar