Você está na página 1de 8

Tugas Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusi

KASUS SERIKAT BURUH

ANDI TENRI DETTYA ULENG PANGERANG

A201 18 1 005

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KASUS 1 : Larangan Dririkan Serikat Kerja, Buruh Coca-Cola Unjuk Rasa

Jakarta – Sekitar 300 orang perwakilan buruh Coca-Cola dari sejumlah

daerah berunjuk rasa di depan kantor pusat Coca-Cola Amatil Indonesia di Wisma

Pondok Indah Office Tower 2, Jakarta, Senin (8/5). Ketua Serikat Buruh Cola-

Cola, Dwi Haryoto, kepada SP, Senin malam mengatakan, aksi unjuk rasa ini

dilakukan karena pihak manajemen tidak mengindahkan tuntutan buruh yang telah

disampaikan sebelumnya melalui surat, di dalam pertemuan-pertemuan dan aksi

aksi unjuk rasa yang dilakukan sebelumnya. Para buruh menilai bahwa Bottler

Coca-Cola yang berbasis di Coca-Cola Amatil Australia tersebut, secara

sistematis melanggar hak-hak dasar buruh yang membentuk dan mendirikan

serikat buruh yang independen dan demokratis di operasinya di Indonesia.

Para buruh yang berunjuk rasa ini merupakan perwakilan dari Serikat

Buruh Cola-Cola Bottking (SBCCB) Cibitung, Serikat Buruh Coca-Cola Distributor

(SBCCD) Jakarta, Serikat Buruh Mandiri Coca-Cola (SBMCC) Semarang dan

serikat lainnya dari Pabrik Bandung dan Bekasi. Dwi mengatakan, pada Maret

2015, pekerja Coca-Cola di Jakarta dan Cibitung, Jawa Barat mulai mengorganisir

serikat independen, SBCCD, yang secara hukum terdaftar pada bulan Mei 2015.

Manajemen menanggapi dengan melecehkan anggota dan mengambil tindakan

disipliner terhadap para pemimpin serikat. Ketua SBCCD Atra Narwanto diskors

pada tanggal 30 Juni 2015 sebagai tindakan pendahuluan untuk pemutusan

hubungan kerja (PHK). Pada bulan Desember 2015, pihak Dinas Tenaga Kerja

(Disnaker) setempat mengeluarkan rekomendasi bahwa Atra Narwanto untuk

dipekerjakan kembali segera. Namun, pihak manajemen Coca-Cola menolak

rekomendasi tersebut dan membawa kasus ini ke Pengadilan Hubungan

Industrial, dengan menggunakan layanan dari perusahaan hukum terkenal yang

biasa digunakan oleh perusahaan-perusahaan umumnya dalam hal kasus yang

serupa. Pengadilan memutuskan untuk PHK pada tanggal 5 Oktober 2016.


Dikatakan, manajemen lokal telah menolak permintaan serikat untuk

negosiasi perundingan bersama, dan bersikeras melarang Atra Narwanto dari

pertemuan Bipartit yakni serikat buruh dan pihak manajemen, meskipun fakta

bahwa Atra Narwanto tetap ketua serikat buruh terpilih. Dwi mengatakan,

manajemen Coca-Cola Amatil Indonesia juga bereaksi dengan keberutalan yang

sama ketika pekerja Coca-Cola di Bawen (Jawa Tengah) mulai mengorganisir

serikat independen, SBMCC, pada bulan November 2016. SBMCC secara hukum

tercatat di Disnaker setempat pada 9 Februari 2017, dan mengadakan

musyawarah anggota pertama pada 18 Februari 2017, dan dalam musyawarah

tersebut terpilihlah Lutfi Arifiyanto sebagai ketua. Tiga hari kemudian, Lutfi

Arifiyanto dipindahkan ke tempat kerja 170 kilometer jauhnya. Tiga hari setelah itu,

ia diberikan surat peringatan kedua tanpa menerima surat peringatan yang

pertama. Dan pada 16 Maret lalu, ia diberitahu bahwa ia di skorsing menuju PHK

efektif 1 April. Serikat telah berulang kali meminta manajemen Coca-Cola Amatil di

semua tingkatan dan The Coca-Cola Company di Amerika Serikat (AS) untuk

memperbaiki praktik-praktik ini yang secara terang-terangan anti-serikat, namun

sampai hari ini belum ada respon positif baik dari perusahaan.

Coca-Cola Amatil adalah satu-satunya pembotolan produk Coca-Cola di

Australia, Selandia Baru, Indonesia, Papua Nugini, Fiji dan Samoa. The Coca-

Cola Company yang berkantor pusat di Amerika Serikat memegang saham 29% di

Coca Cola Amatil, lisensi merek untuk Amatil dan memasok konsentrat eksklusif.

The Coca Cola Company memikul tanggung jawab untuk apa yang terjadi di

dalam sistem Coca-Cola. Dwi mengatakan, selain tuntutan yang disampaikan di

atas, ada beberapa tuntutan lainnya yang timbul karena permasalahan yang ada

di Coca Cola Amatil Indonesia dan telah disampaikan oleh Serikat berkali kali,

tuntutan dan permasalahannya adalah, pertama, tidak transparannya struktur dan

skala upah di Coca Cola Amatil Indonesia, sehingga banyak pekerja yang
merasakan adanya diskriminasi upah, untuk itu serikat meminta transparansi

kepada manajemen terhadap struktur dan skala upah yang digunakan oleh

manajemen sebagai dasar penentuan upah pekerja di perusahaan.

Kedua, adanya paksaan untuk bekerja di hari Sabtu dan Minggu kepada

beberapa pekerja di Pabrik Cibitung, yang mengakibatkan hilangnya hak sosial

buruh untuk berkumpul dan istirahat bersama keluarganya di hari tersebut. Untuk

itu serikat meminta manajemen untuk merundingkan terkait pengaturan shift dan

grup kerja serta hari istirahat yang lebih baik dengan serikat, untuk memberikan

pengaturan yang lebih baik kepada seluruh pekerja dan meminimalisir dampak

negative yang timbul. Namun, sayang unjuk rasa buruh yang dimulai pukul 07.00 -

15.00 WIB tidak ditemui pihak managemen. Karena tidak ditemui pihak

managemen para buruh itu membubarkan diri. Aksi itu dijaga ketat ratusan

anggota Polri.

Sumber :

http://www.beritasatu.com/ekonomi/429589-larang-dirikan-serikat-pekerja-buruh-

coca-cola-unjuk-rasa.html (30-11-2018, pukul 17.46)


KASUS 2 : XL – Asiata, PHK Massal Hingga Dugaan Pelemahan Serikat Buruh

Presiden Serikat Pekerja XL Axiata (SPXL) Anwar Faruq mengatakan dari

Oktober hingga Desember PT XL Axiata Tbk telah melakukan pemutusan hubungan

kerja (PHK) massal terhadap 200 lebih karyawan. PHK ini dilakukan dengan alasan

reorganisasi perusahaan untuk menyesuaikan dengan sistem yang ada. Anwar

berkata XL Axiata melakukan transformasi organisasi dengan alasan persaingan

bisnis dan perubahan ke era digital yang terjadi pada industri telekomunikasi di

Indonesia. Salah satu dampak transformasi organisasi tersebut adalah PHK

massal. “Transformasi organisasi untuk perbaikan SDM itu perlu, tapi jangan sampai

mengorbankan karyawan,” kata Anwar saat dihubungi Tirto, pada Minggu

(17/12/2017). Sejak awal, kata Anwar, Serikat Pekerja XL Axiata telah

memperingatkan perusahaan agar rencana transformasi organisasi yang akan

dilakukan manajemen tidak boleh dilakukan sepihak dan memaksa. Menurut Anwar,

dari 200-an lebih karyawan yang di-PHK, ada yang dari awal sepakat atau

menginginkan PHK, tapi sebagian lagi terpaksa menandatangani surat PHK. Namun,

satu orang yaitu Zulkarnain tetep bersikukuh menolak PHK. “Zulkarnain ini tidak mau

[menerima PHK]. Kebetulan dia adalah pengurus aktif dari serikat pekerja,” kata

Anwar menambahkan. Serikat Pekerja XL Axiata dan Asosiasi Serikat Pekerja

(Aspek) Indonesia yang mendampingi Zulkarnain telah melakukan negosiasi dengan

pihak perusahaan agar yang bersangkutan tetap bisa bekerja. Namun, perusahaan

tetap mengancam akan mem-PHK Zulkarnain jika tetap menolak. Perusahaan, kata

Anwar, bahkan telah mengirim surat ke Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Selatan

untuk memfasilitasi upaya tripartit terkait PHK Zulkarnain, setelah upaya bipartit tidak

tercapai. “Selasa tanggal 19 Desember besok pemanggilan pertama dari dinas. Tapi

kami berharap masalah ini diselesaikan di internal saja,” kata Anwar.

Dalam rilis Aspek Indonesia yang diterima Tirto pada Sabtu

(16/12/2017), kasus PHK terhadap Zulkarnain tersebut tidak semata karena sudah

tidak ada lagi posisi atau tempat untuknya dalam organisasi baru di XL Axiata.
Ancaman PHK sepihak terhadap Zulkarnain diduga sebagai bagian upaya

pemberangusan serikat buruh (union busting) XL Axiata. Presiden Aspek Indonesia,

Mirah Sumirat, mengatakan salah satu indikasi praktik union busting adalah

dijadikannya Zulkarnain yang menjabat sebagai Wakil Presiden Serikat Pekerja XL

Axiata sebagai target PHK sepihak. Mirah Sumirat mengatakan, Zulkarnain masih

menolak untuk di-PHK sepihak. Untuk itu, kata Mirah Sumirat, Serikat Pekerja

beserta Aspek Indonesia saat ini masih melakukan advokasi terhadap kasus

dugaan union busting. Berdasar informasi yang dihimpun Aspek Indonesia, jika

Zulkarnain tetap menolak, maka perusahaan akan melakukan PHK sepihak per 31

Desember 2017. Karena itu, Mirah Sumirat mengingatkan agar Direktur Utama dan

manajemen PT XL Axiata tidak arogan. Aspek Indonesia akan melakukan berbagai

upaya memperjuangkan hak kebebasan berserikat ini, bahkan tidak menutup

kemungkinan melakukan unjuk rasa ke kantor pusat XL Axiata dan Bursa Efek

Indonesia. Tirto berusaha menghubungi pihak XL Axiata untuk dimintai konfirmasi

dan tanggapan terhadap keterangan yang diberikan Anwar Faruq maupun Mirah

Sumirat. Namun hingga berita ini ditulis sama sekali tidak ada respons. Direktur

Utama XL Axiata, Dian Siswarini telah dihubungi melalui telepon dan pesan

WhatsApp, pada Minggu (17/12/2017), tetapi tidak ada respons. Tirto juga berusaha

menghubungi Henry Wijayanto selaku Public Relations Manager PT XL Axiata.

“Untuk tanggapan mengenai hal tersebut, coba ke Ibu Ayu [Tri Wahyuningsih]

Group Head Corpcomm,” kata Hanry saat dikonfirmasi, Minggu (17/12/2017).

Sayangnya hingga tulisan ini dibuat Tri Wahyuningsih juga tidak merespons.

Sumber :

https://tirto.id/xl-axiata-phk-massal-hingga-dugaan-pelemahan-serikat-buruh-cBTX

(30-11-2018, pukul 17.54)


KASUS 3 : PT. Vale Indonesia Dituding “Main Mata” Dengan salah satu Serikat

Pekerja

Serikat Pekerja KEP KSPSI menuding PT Vale Indonesia 'main mata' dengan

salah satu serikat pekerja dalam perundingan yang melibatkan PT Vale Indonesia,

Serikat Pekerja KEP KSPSI, Serikat Pekerja SPSI serta Serikat Pekerja KSBSI, di

Aula Dinas Ketenagakerjaan Sulsel, Rabu (5/9/2018).

Dalam perundingan terkait masalah pembayaran kenaikan gaji dan tunjangan

yang belum terbayarkan tersebut, Serikat Pekerja KEP KSPSI memilih walk out.

Serikat Pekerja KEP.KSPSI Walk Out karena menilai perundingan yang dilakukan ini

telah dikondisikan dan bakal berujung pada kesepakatan yang merugikan karyawan.

Dalam perundingan yang dipimpin Dirjen PPHI Kementrian Ketenagakerjaan RI yang

diwakili Kasubdit PPHI, Dr. Reytman Aruan, dihujani interupsi sejak awal dimulainya

perundingan.

Perwakilan Serikat Pekerja, Iznaini yang mendampingi PUK FSP KEP KSPSI

PT. Vale Indonesia tidak dizinkan memasuki ruangan. Namun ketika ditanyakan oleh

pihak KEP KSPSI terkait dasar pelarangan tersebut, pihak mediator dan manajemen

PT. Vale Indonesia tidak memiliki alasan yang jelas. Sehingga Iznaini akhirnya

mendapatkan izin untuk masuk kedalam ruangan perundingan.

Sekretaris PD FSP KEP KSPSI Sulawesi Selatan, Muhammad Takbir Akbar dan

Ketua DPD KSPSI Sulawesi Selatan, Basri Abbas mendukung langkah yang

dilakukan oleh PUK FSP KEP KSPSI yang memilih meninggalkan ruangan

perundingan.

"Ada permainan antara manajemen dengan salah satu Serikat Pekerja yang

ada di PT. Vale Indonesia. Indikasinya jelas sekali, mereka mengkhianati para

pekerja PT Vale Indonesia. Dibayar berapa mereka oleh Manajemen PT Vale

Indonesia," tegas Muhammad Takbir Akbar, Sekretaris PD FSP KEP KSPSI.

Pihak PD FSP KEP KSPSI bahkan telah menelusuri bahwa ada dua kali pertemuan

yang dilaksanakan oleh Manajemen dengan salah satu serikat pekerja tanpa
melibatkan dua serikat pekerja yang lain, Padahal sebelumnya yang terlibat

perundingan terdiri dari tiga serikat.

Kemudian di pertemuan hari ini kedua, serikat pekerja seakan dipaksakan mengakui

pertemuan tersebut. Atas dasar itu maka, Serikat Pekerja KSPSI menolak dan tidak

mengakui kesepakatan tersebut.

"Ada apa ini, pihak kita tidak diundang dan menghadiri perundingan pertama

dan kedua, kemudian dipaksakan untuk mengakui kesepakatan yang telah terjadi

diperundingan pertama dan kedua," sambung Basri Abbas, Ketua DPD KSPSI.

Diketahui, masalah yang terjadi di PT. Vale Indonesia ini sudah berlarut-larut dalam

penyelesaiaannya. Masalah ini telah bergulir sejak November 2017, namun tidak

menemui titik temu mengenai permasalahan ini.

Sumber :

https://kabar.news/pt-vale-indonesia-dituding-main-mata-dengan-salah-satu-serikat-

pekerja (30-11-2018, pukul 18.18)

Você também pode gostar