Você está na página 1de 13

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

ANALISIS RESERVOAR MIGAS BERDASARKAN PARAMETER PETROFISIKA


DARI 7 SUMUR DI CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

Fernando Siallagan*, Ordas Dewanto, Bagus Sapto Mulyatno


Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 35145
Jurusan Teknik Geofisika, FT UNILA
*e-mail: 7lagan@gmail.com

ABSTRAK

Pada suatu pemboran eksplorasi, tahapan yang sangat penting adalah menganalisa kejenuhan fluida pada
reservoar. Sistem fluida yang ada pada suatu reservoir biasanya multi fasa (air dan hidrokarbon).
Saturasi hidrokarbon (minyak atau gas bumi) dapat diketahui dengan terlebih dahulu menghitung
saturasi airnya, dengan demikian penentuan nilai saturasi air (Sw = water saturation) menjadi kunci
untuk mengetahui suatu interval reservoir apakah dominan mengandung air atau hidrokarbon.
Perkembangan teknologi eksplorasi khususnya teknologi logging serta kondisi reservoir yang beragam
mempengaruhi konsep penentuan saturasi air dari waktu ke waktu. Penelitian ini berusaha
mengkompilasi jenis-jenis metode penentuan saturasi air pada 7 data sumur “ARA”. Menentukan
properti petrofisika sebagai langkah melakukan karakterisasi data sumur yakni menentukan volume
shale menggunakan metode gamma ray indeks, menentukan resistivitas air menggunakan metode picket
plot, menentukan porositas menggunakan korelasi log density & neutron, dan untuk menentukan
saturasi air menggunakan metode archie dan simandoux. Berdasarkan analisis 7 data sumur “ARA”
memiliki fluida berupa gas, minyak dan air. Nilai porositas rata-rata pada sumur “ARA” adalah 16.2%
dan nilai rata-rata saturasi air sebesar 21.8%.

ABSTRACT

In an exploratory drilling, it is a very important step to analyze the saturation of the fluid in the reservoir.
The fluid system present in a reservoir is usually multi-phase (water and hydrocarbon). The hydrocarbon
saturation (oil or gas) can be determined by calculating the water saturation, thereby determining the
value water saturation (Sw = water saturation) being the key to know a reservoir interval whether the
dominant contains water or hydrocarbons. The development of exploration technology, especially
logging technology and various reservoir conditions affect the concept of water saturation determination
over time. This study attempted to compile the types of water saturation determination methods in 7
wells data "ARA". Determine the petrophysical property as a step to characterize the well data is
determine shale volume using the gamma ray index method, determine water resistivity using pickett
plot method, determine porosity using density and neutron log correlation, and to determine water
saturation using archie and simandoux methods. Based on analysis 7 wells data "ARA" has a fluid of
gas, oil and water. The average porosity value of "ARA" is 16.2% and the average water saturation is
21.8%.

Keywords : Logging, Hydrocarbon, Porosity, Water Saturation

Hal. 1
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

1. PENDAHULUAN suatu reservoar. Setelah itu barulah kita bias


mengetahui metode water saturation
Kegiatan eksplorasi sangat diperlukan
manakah yang akan cocok pada reservoar
untuk memprediksi kondisi bawah
yang akan kita teliti.
permukaan, sehingga dapat mengurangi
resiko kegagalan dalam melakukan
eksploitasi hidrokarbon. Secara umum 2. TINJAUAN PUSTAKA
kegiatan eksplorasi dapat menghasilkan
data seismik, data log sumur, dan data 2.1. Geologi Regional
geologi. Data seismik mampu memberikan Cekungan Sumatera Selatan (South
informasi spasial yang luas, tetapi tidak Sumatera Basin) dibatasi oleh Paparan
mampu memberikan resolusi yang baik Sunda di sebelah timurlaut, daerah Tinggian
secara vertikal. Sebaliknya data log sumur Lampung (Lampung High) di sebelah
mampu memberikan resolusi yang baik tenggara, Pegunungan Bukit Barisan di
secara vertikal. sebelah baratdaya serta Pegunungan Dua
Data log sumur sangat berperan Belas dan Pegunungan Tiga Puluh (Tiga
penting dalam perkembangan eksplorasi Puluh High) di sebelah baratlaut. Evolusi
hidrokarbon. Hasil data log sumur adalah cekungan ini diawali sejak Mesozoik
gambaran bawah permukaan yang lebih (Pulunggono, 1992) dan merupakan
detail berupa kurva-kurva nilai parameter cekungan busur belakang (back arc basin).
fisika secara kontinu. Metode logging dapat Tektonik cekungan Sumatera dipengaruhi
memberitahukan gambaran yang lengkap oleh pergerakan konvergen antara Lempeng
dari lingkungan bawah permukaan tanah, Hindia-Australia dengan Lempeng Paparan
tepatnya dapat mengetahui dan menilai Sunda (Heidrick, 1993).
batuan-batuan yang mengelilingi lubang Di dalam daerah Cekungan Sumatera
bor tersebut. Metode ini juga dapat Selatan terdapat daerah peninggian batuan
memberikan keterangan kedalaman lapisan dasar para tersier dan berbagai depresi.
yang mengandung hidrokarbon serta sejauh Perbedaan relief dalam batuan dasar ini
mana penyebarannya. diperkirakan karena pematahan dasar dalam
Menentukan nilai saturasi air perlu bongkah-bongkah. Hal ini sangat
dilakukan penelitian secara bertahap. ditentukan oleh adanya Depresi Lematang
Dimulai dari penentuan jenis formasi, di Cekungan Palembang, yang jelas dibatasi
apakah berupa shaly-sand formation atau oleh jalur patahan dari Pendopo-
berupa clean sand formation. Jika yang Antiklinorium dan Patahan Lahat di sebelah
dijumpai berupa clean sand formation maka baratlaut dari Paparan Kikim.
penentuan metode saturasi air akan menjadi Cekungan Sumatera Selatan dan
lebih mudah karena pada formasi jenis ini Cekungan Sumatera Tengah merupakan
tidak terdapat kandungan shale yang dapat satu cekungan besar yang dipisahkan oleh
menganggu nilai perhitungan. Apabila Pegunungan Tigapuluh. Cekungan ini
reservoar yang kita teliti memiliki terbentuk akibat adanya pergerakan ulang
kandungan shale atau bahkan terdiri dari sesar bongkah pada batuan pra-tersier serta
batuan karbonat, maka penelitian masih diikuti oleh kegiatan vulkanik seperti tertera
harus berlanjut hingga dapat diketahui pada Gambar 1.
bagaimana dampak dari kehadiran shale
ataupun rongga-rongga yang terbentuk pada 2.2. Fisiologi
batuan karbonat terhadap nilai saturasi air Sejarah pembentukan cekungan
yang akan dicari. Pada reservoar yang Sumatera Selatan memiliki beberapa
mengandung shale, perlu dilakukan kesamaan dengan sejarah pembentukan
berbagai penelitian lanjutan seperti cekungan Sumatera Tengah. Batas antara
menentukan volume shale yang ada pada kedua cekungan tersebut merupakan
kawasan yang membujur dari timurlaut-

Hal. 2
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

baratdaya melalui bagian utara Pegunungan diendapkan Formasi Gumai bagian bawah
Tigapuluh. Cekungan-cekungan tersebut yang terdiri dari shale laut dalam secara
mempunyai bentuk asimetrik dan di sebelah selaras diatas Formasi Baturaja. Fase
baratdaya dibatasi oleh sesar-sesar dan regresi terjadi pada saat diendapkannya
singkapan-singkapan batuan Pra-Tersier Formasi Gumai bagian atas dan diikuti oleh
yang terangkat sepanjang kawasan kaki pengendapan Formasi Air Benakat secara
pegunungan Barisan. Di sebelah timur laut selaras yang didominasi oleh litologi
dibatasi oleh formasi-formasi sedimen dari batupasir pada lingkungan pantai dan delta.
paparan Sunda. Pada bagian selatan dan Pada pliosen awal, laut menjadi semakin
timut, cekungan tersebut dibatasi oleh dangkal karena terdapat dataran delta dan
tinggian Pegunungan Tigapuluh. Kedua non-marine yang terdiri dari perselingan
daerah tinggian tersebut tertutup oleh laut batupasir dan claystone dengan sisipan
dangkal saat Miosen awal sampai Miosen berupa batubara. Pada saat pliosen awal ini
tengah. Cekungan-cekungan tersier tersebut menjadi waktu pembentukan dari formasi
juga terhampar ke arah barat dan kadang Muara Enim yang berlangsung sampai
dihubungkan oleh jalur-jalur laut dengan pliosen akhir yang terdapat pengendapan
Samudera Hindia. Berdasarkan unsur batuan konglomerat, batu apung dan lapisan
tektonik, maka fisiografi regional cekungan batupasir tuffa.
Sumatera Selatan mempunyai daerah Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan
tinggian dan depresi, yaitu: diawali dengan siklus pengendapan darat,
1. Tinggian Meraksa, yang terdiri dari kemudian berangsur menjadi pengendapan
Kuang, Tinggian Palembang, Tinggian laut, dan kembali kepada pengendapan
Tamiang, Tinggian Palembang bagian darat. Urut-urutan stratigrafi dari tua ke
utara dan Tinggian Sembilang. muda (Koesoemadinata, 1980) seperti pada
2. Depresi Lematang (Muaraenim Dalam) Gambar 2.
3. Antiklinorium Pendopo Limau dan
Antiklinorium Palembang bagian utara. 2.3.1. Batuan Dasar
Ketiga fisiografi di atas membagi cekungan Batuan dasar (pra tersier) terdiri dari
Sumatera Selatan menjadi tiga bagian, yaitu batuan kompleks Paleozoikum dan batuan
Sub-cekungan Palembang bagian selatan, Mesozoikum, batuan metamorf, batuan
Sub-cekungan Palembang bagian tengah beku, dan batuan karbonat. Batuan dasar
dan Sub-cekungan Jambi. yang paling tua, terdeformasi paling lemah,
dianggap bagian dari Lempeng-mikro
2.3. Statigrafi Malaka, mendasari bagian utara dan timur
Pada dasarnya stratigrafi Cekungan cekungan. Lebih ke selatan lagi terdapat
Sumatera Selatan terdiri dari satu siklus Lempeng-mikro Mergui yang terdeformasi
besar sedimentasi yang dimulai dari fase kuat, kemungkinan merupakan fragmen
transgresi pada awal siklus dan fase regresi kontinental yang lebih lemah. Lempeng-
pada akhir siklusnya. Awalnya siklus ini mikro Malaka dan Mergui dipisahkan oleh
dimulai dengan siklus non-marine, yaitu fragmen terdeformasi dari material yang
proses diendapkannya Formasi Lahat pada berasal dari selatan dan bertumbukan.
oligosen awal dan setelah itu diikuti oleh Bebatuan granit, vulkanik, dan metamorf
Formasi Talang Akar yang diendapkan yang terdeformasi kuat (berumur Kapur
diatasnya secara tidak selaras. Fase Akhir) mendasari bagian lainnya dari
transgresi ini terus berlangsung hingga cekungan Sumatera Selatan. Morfologi
miosen awal, dan berkembang formasi batuan dasar ini dianggap mempengaruhi
Baturaja yang terdiri dari batuan karbonat morfologi rift pada Eosen-Oligosen, lokasi
yang diendapkan pada lingkungan back dan luasnya gejala inversi/pensesaran
reef, fore reef dan intertidal. Sedangkan mendatar pada Plio-Pleistosen, karbon
untuk fase transgresi maksimum dioksida lokal yang tinggi yang

Hal. 3
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

mengandung hidrokarbon gas, serta paparan (shelf) berangsur berubah menjadi


rekahan-rekahan yang terbentuk di batuan lingkungan pengendapan delta front,
dasar (Ginger, 2005). marginal marine, dan prodelta yang
mengindikasikan perubahan lingkungan
2.3.2. Formasi Lahat pengendapan ke arah cekungan
Formasi Lahat diperkirakan berumur (basinward). Sumber sedimen batupasir
oligosen awal (Sardjito dkk, 1991). Formasi Talang Akar Bawah ini berasal dari dua
ini merupakan batuan sedimen pertama tinggian pada kala oligosen akhir, yaitu di
yang diendapkan pada Cekungan Sumatera sebelah timur (Wilayah Sunda) dan sebelah
Selatan. Pembentukannya hanya terdapat barat (deretan Pegunungan Barisan dan
pada bagian terdalam dari cekungan dan daerah tinggian dekat Bukit Barisan).
diendapkan secara tidak selaras.
Pengendapannya terdapat dalam 2.3.4. Formasi Baturaja
lingkungan darat/aluvial-fluvial sampai Formasi Baturaja diendapkan secara
dengan lacustrine. Fasies batupasir terdapat selaras di atas formasi Talang Akar pada
di bagian bawah, terdiri dari batupasir kala miosen awal. Formasi ini tersebar luas
kasar, kerikilan, dan konglomerat. terdiri dari karbonat platforms dengan
Sedangkan fasies shale terletak di bagian ketebalan 20-75 m dan tambahan berupa
atas (Benakat Shale) terdiri dari batu serpih karbonat build-up dan reef dengan
sisipan batupasir halus, lanau, dan tufa. ketebalan 60-120 m. Didalam batuan
Sehingga shale yang berasal dari karbonatnya terdapat shale dan calcareous
lingkungan lacustrine ini merupakan dapat shale yang diendapkan pada laut dalam dan
menjadi batuan induk. Pada bagian tepi berkembang di daerah platform dan
graben ketebalannya sangat tipis dan tinggian (Bishop, 2001).
bahkan tidak ada, sedangkan pada bagian
tinggian intra-graben sub cekungan selatan 2.4.5. Formasi Gumai
dan tengah Palembang ketebalannya Formasi Gumai diendapkan secara
mencapai 1000 m (Ginger, 2005). selaras di atas formasi Baturaja pada kala
oligosen sampai dengan tengah miosen.
2.3.3. Formasi Talang Akar Formasi ini tersusun oleh fosilliferous
Formasi Talang Akar diperkirakan marine shale dan lapisan batugamping yang
berumur oligosen akhir sampai miosen mengandung glauconitic (Bishop, 2001).
awal. Formasi ini terbentuk secara tidak Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih
selaras dan kemungkinan paraconformable yang mengandung calcareous shale dengan
di atas Formasi Lahat dan selaras di bawah sisipan batugamping, napal dan batulanau.
Formasi Gumai atau anggota Basal Sedangkan di bagian atasnya berupa
Telisa/formasi Baturaja. Formasi Talang perselingan antara batupasir dan shale.
Akar pada cekungan Sumatera Selatan Ketebalan formasi Gumai ini diperkirakan
terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan 2700 m di tengah-tengah cekungan.
batubara yangdiendapkan pada lingkungan Sedangkan pada batas cekungan dan pada
laut dangkal hingga transisi. Bagian bawah saat melewati tinggian ketebalannya
formasi ini terdiri dari batupasir kasar, cenderung tipis.
serpih dan sisipan batubara. Sedangkan di
bagian atasnya berupa perselingan antara 2.3.6. Formasi Air Benakat
batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Formasi Air Benakat diendapkan
Talang Akar berkisar antara 460-610 m di selama fase regresi dan akhir dari
dalam beberapa area cekungan. Variasi pengendapan formasi Gumai pada kala
lingkungan pengendapan formasi ini tengah miosen (Bishop, 2001).
merupakan fluvial-deltaic yang berupa Pengendapan pada fase regresi ini terjadi
braidded stream dan point bar di sepanjang pada lingkungan neritik hingga shallow

Hal. 4
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

marine, yang berubah menjadi lingkungan dari pengangkatan Bukit Barisan dan
delta plain dan coastal swamp pada akhir pegunungan Tigapuluh, serta akibat adanya
dari siklus regresi pertama. Formasi ini pengangkatan pelipatan yang terjadi di
terdiri dari batulempung putih kelabu cekungan. Pengendapan dimulai setelah
dengan sisipan batupasir halus, batupasir tanda-tanda awal dari pengangkatan
abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan terakhir Pegunungan Barisan yang dimulai
setempat mengandung lignit dan di bagian pada miosen akhir. Kontak formasi ini
atas mengandung tufaan sedangkan bagian dengan formasi Muara Enim ditandai
tengah kaya akan fosil foraminifera. dengan kemunculan pertama dari batupasir
Ketebalan formasi ini diperkirakan antara tufaan. Karakteristik utama dari endapan
1000-1500 m. siklus regresi ketiga ini adalah adanya
kenampakan produk volkanik. Formasi
2.3.7. Formasi Muara Enim Kasai tersusun oleh batupasir kontinental
Formasi ini diendapkan pada kala akhir dan lempung serta material piroklastik.
miosen sampai pliosen dan merupakan
siklus regresi kedua sebagai pengendapan
laut dangkal sampai continental sands, delta 3. TEORI DASAR
dan batu lempung. Siklus regresi kedua 3.1. Well Logging
dapat dibedakan dari pengendapan siklus Log adalah suatu grafik kedalaman
pertama (formasi Air Benakat) dengan (bisa juga waktu), dari satu set data yang
ketidakhadirannya batupasir glaukonit dan menunjukkan parameter yang diukur secara
akumulasi lapisan batubara yang tebal. berkesinambungan di dalam sebuah sumur
Pengendapan awal terjadi di sepanjang (Harsono, 1997). Kegiatan untuk
lingkungan rawa-rawa dataran pantai, mendapatkan data log disebut ‘logging’.
sebagian di bagian selatan cekungan Logging memberikan data yang diperlukan
Sumatra Selatan, menghasilkan deposit untuk mengevaluasi secara kuantitatif
batubara yang luas. Pengendapan berlanjut banyaknya hidrokarbon di lapisan pada
pada lingkungan delta plain dengan situasi dan kondisi sesungguhnya. Kurva
perkembangan secara lokal sekuen serpih log memberikan informasi yang dibutuhkan
dan batupasir yang tebal. Siklus regresi untuk mengetahui sifat–sifat batuan dan
kedua terjadi selama kala Miosen akhir dan cairan.
diakhiri dengan tanda-tanda awal tektonik Tujuan dari well logging adalah untuk
Plio-Pleistosen yang menghasilkan mendapatkan informasi litologi,
penutupan cekungan dan onset pengukuran porositas, pengukuran
pengendapan lingkungan non marine resistivitas, dan kejenuhan hidrokarbon.
Batupasir pada formasi ini dapat Sedangkan tujuan utama dari penggunaan
mengandung glaukonit dan debris volkanik. log ini adalah untuk menentukan zona, dan
Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa memperkirakan kuantitas minyak dan gas
konkresi-konkresi dan silisified wood. bumi dalam suatu reservoar (Harsono,
Sedangkan batubara yang terdapat pada 1997). Dari hasil kurva-kurva yang
formasi ini umumnya berupa lignit. menunjukkan parameter tersebut dapat
Ketebalan formasi ini tipis pada bagian diinterpretasikan jenis-jenis dan urutan-
utara dan maksimum berada di sebelah urutan litologi serta ada tidaknya komposisi
selatan dengan ketebalan 750 m (Bishop, hidrokarbon pada suatu formasi di daerah
2001). penelitian. Dengan kata lain metode well
logging merupakan suatu metode yang
2.3.8. Formasi Kasai dapat memberikan data yang diperlukan
Formasi ini diendapkan pada kala untuk mengevaluasi secara kualitatif dan
pliosen sampai dengan pleistosen. kuantitatif adanya komposisi hidrokarbon.
Pengendapannya merupakan hasil dari erosi Ellis & Singer (2008) membagi metode

Hal. 5
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

yang digunakan untuk memperoleh data log ada juga yang mengukur sifat fluida untuk
menjadi dua macam, yaitu: mendapatkan data yang siap
diinterpretasikan. Alat logging tertentu
3.1.1. Wireline Logging sangat peka terhadap kehadiran gas,
Wireline logging sendiri merupakan sedangkan alat lainnya peka terhadap
perekaman dengan menggunakan kabel kandungan fluida lubang bor. Namun dari
setelah pengeboran dilaksanakan dan pipa semua itu, yang perlu diperhatikan adalah
pengeboran telah di angkat. Pelaksanaan kenyataannya tidak satupun alat logging
wireline logging merupakan kegiatan yang yang mengukur porositas, saturasi,
dilakukan dari memasukkan alat yang permeabilitas, atau jenis fluida secara
disebut sonde ke dalam lubang pemboran langsung. Alat logging juga tidak dapat
sampai ke dasar lubang. Pencacatan mengidetifikasi warna batuan atau tekstur
dilakukan dengan menarik sonde tersebut batuan. Namun, memberikan data yang
dari dasar lubang sampai ke kedalaman dapat dikorelasikan dengan sifat-sifat diatas
yang diinginkan dengan kecepatan yang (Hermansjah, 2008).
tetap dan menerus. Kegiatan ini dilakukan Log adalah suatu grafik kedalaman
segera setelah pekerjaan pengeboran (dalam waktu) dari satu set yang
selesai. Hasil pengukuran atau pencatatan menunjukkan parameter fisik, yang diukur
tersebut disajikan dalam kurva log vertikal secara berkesinambungan dalam sebuah
yang sebandingdengan kedalamannya sumur (Harsono, 1997). Ada 4 tipe atau
dengan menggunakan skala tertentu sesuai jenis log yang biasanya digunakan dalam
keperluan pemakainya. Tampilan data hasil interpretasi, yaitu:
metode tersebut adalah dalam bentuk log 1. Log listrik, terdiri dari log SP
yaitu grafik kedalaman dari satu set kurva (Spontaneous Potensial) dan log
yang menunjukkan parameter yang diukur resistivitas.
secara berkesinambungan di dalam sebuah 2. Log radioaktif, terdiri dari log GR
sumur (Harsono,1997). (Gamma Ray), log porositas (log
densitas dan log neutron).
3.1.2. Logging While Drilling 3. Log akustik berupa log Sonic.
Logging while drilling (LWD) 4. Log Caliper.
merupakan suatu metode pengambilan data
log dimana logging dilakukan bersamaan 3.2.1. Log Listrik
dengan pemboran. Hal ini dikarenakan alat Log listrik merupakan suatu jenis log
logging tersebut ditempatkan di dalam drill yang digunakan untuk mengukur sifat
collar. Pada LWD, pengukuran dilakukan kelistrikan batuan, yaitu resistivitas atau
secara real time oleh measurement while tahanan jenis batuan dan potensial diri dari
drilling (Harsono, 1997). batuan.
Alat LWD terdiri dari tiga bagian, yaitu:
sensor logging bawah lubang bor, sebuah 3.2.1.1. Log Spontaneous Potential (SP)
sistem transmisi data, dan sebuah Log SP adalah rekaman perbedaan
penghubung permukaan. Sensor logging potensial listrik antara elektroda di
ditempatkan di belakang drill bit, tepatnya permukaan dengan elektroda yang terdapat
pada drill collars (lengan yang berfungsi di lubang bor yang bergerak naik-turun.
memperkuat drill string) dan aktif selama Supaya SP dapat berfungsi maka lubang
pemboran dilakukan (Bateman, 1985). harus diisi oleh lumpur konduktif.

3.2. Perangkat-Perangkat Well Logging 3.2.1.2. Log Resistivitas


Masing-masing alat logging memiliki Resistivitas atau tahanan jenis suatu
karakteristik pengukuran sifat formasi yang batuan adalah suatu kemampuan batuan
berbeda, ada yang mengukur sifat batuan untuk menghambat jalannya arus listrik

Hal. 6
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

yang mengalir melalui batuan tersebut sifat–sifat fisika batuan yang didapat dari
(Thomer, 1984). Nilai resistivitas rendah sejumlah interaksi fisika di dalam lubang
apabila batuan mudah untuk mengalirkan bor. Hasil interaksi dideteksi dan dikirim
arus listrik, sedangkan nilai resistivitas ke permukaan barulah porositas
tinggi apabila batuan sulit untuk dideskripsikan.
mengalirkan arus listrik. Ada tiga jenis pengukuran porositas
Log Resistivity digunakan untuk yang umum digunakan di lapangan saat ini
mendeterminasi zona hidrokarbon dan zona yaitu: Sonik, Densitas, dan Neutron.
air, mengindikasikan zona permeabel Nama-nama ini berhubungan dengan
dengan mendeteminasi porositas besaran fisika yang dipakai dimana
resistivitas, karena batuan dan matrik tidak pengukuran itu dibuat sehingga istilah-
konduktif, maka kemampuan batuan untuk istilah “Porositas Sonik”, “Porositas
menghantarkan arus listrik tergantung pada Densitas”, dan “Porositas Neutron”.
fluida dan pori. Penting untuk diketahui bahwa porositas-
porositas ini biasanya tidak sama antara
3.2.2. Log Radioaktif satu dengan yang lain atau tidak bisa
Log radioaktif pada prinsipnya mewakili porositas sebenarnya.
menyelidiki intensitas radioaktif mineral
yang mengandung radioaktif dalam suatu 3.2.4. Log Caliper
lapisan batuan dengan menggunakan suatu Alat caliper berfungsi untuk
radioaktif tertentu. mengukur ukuran dan bentuk lubang bor.
Alat mekanik sederhana caliper mengukur
3.2.2.1. Log Gamma Ray profil vertikal diameter lubang. Log kaliper
Log Gamma Ray adalah rekaman digunakan sebagai kontributor informasi
radioaktivitas alamiah. Radioaktivitas untuk keadaan litologi. Selain itu, log ini
alamiah yang ada di formasi timbul dari juga digunakan sebagai indikator zona
elemen-elemen berikut yang ada dalam yang memiliki permeabilitas dan porositas
batuan (Harsono, 1997): yang bagus (batuan reservoar) dengan
- Uranium (U) terbentuknya kerak lumpur yang
- Thorium (Th) berasosiasi dengan log gamma ray,
- Potasium (K) perhitungan tebal kerak lumpur,
Ketiga elemen ini memancarkan pengukuran volume lubang bor dan
Gamma Rays secara terus menerus, yang pengukuran volume semen yang
merupakan short bursts of high energy dibutuhkan.
radiation (ledakan-ledakan radiasi
berenergi tinggi). Elemen tersebut biasanya
banyak dijumpai pada shale/clay, maka log 4. METODOLOGI PENELITIAN
GR sangat berguna berguna untuk 4.1. Tempat dan Waktu Penelian
mengetahui besar kecilnya kandungan shale Penelitian ini dilakukan di
dalam lapisan permeable. Dengan menarik Laboratorium Teknik Geofisika Universitas
garis GR yang mempunyai harga Lampung pada bulan November 2016-April
maksimum dan minimum pada suatu 2017 dengan tema “Analisis Reservoar
penampang log maka kurva log GR yang Migas Berdasarkan Paramater Petrofisika
jatuh diantara kedua garis tersebut Dari 7 Sumur di Cekungan Sumatera
merupakan indikasi adanya lapisan shaly. Selatan”.

3.2.3. Log Porositas 4.2. Alat Dan Bahan


Log Porositas digunakan untuk Alat dan bahan yang digunakam dalam
mengetahui karakteristik/ sifat dari litologi penelitian ini antara lain
yang memiliki pori, dengan memanfaatkan peta geologi regional dan Peta Statigrafi,

Hal. 7
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Data analisis lab antara lain data a (faktor


turtoisitas, m (faktor sementasi) dan Nilai  dsh didapatkan dari nilai
n (saturasi eksponen), Data Log Sumur dan porositas dari densitas (  d) pada
software yang digunakan adalah Interactive lapisan lempung. Nilai  nsh
Petrophysic(IP).
didapatkan dari log neutron pada
lapisan lempung, Volume shale (VSH)
4.3. Pengolahan Data
dicari dengan menggunakan Pers. 5.
Pengolahan data tersebut meliputi
Nilai porositas efektif (  eff)
beberapa langkah:
1. Identifikasi Zona Permeabel didapatkan dengan persamaan :
Data log yang digunakan untuk
mengidentifikasi zona permeable dan Vsh = 0.083 [2(3.7 x IGR) – 1.0] (5)
impermeable adalah data log GR.
Respon GR yang rendah  Dc+  Nc (6)
 eff =
mengindikasikan bahwa pada lapisan 2
tersebut merupakan lapisan yang 4. Menghitung Resistivitas Air
permeable, sedangkan respon GR yang Nilai Rw didapatkan dengan mencari
tinggi mengindikasikan bahwa pada lapisan reservoar yang terisi penuh
lapisan tersebut merupakan lapisan dengan air (Sw = 1). Kemudian
yang impermeable. digunakan metode Picket plot dalam
2. Identifikasi Zona Hidrokarbon perhitungan atau dengan menggunakan
Untuk lapisan yang terisi hidrokarbon, persamaan 7 :
log resistivitas menunjukkan respon
yang tinggi, dan ada separasi positif Rw =  Rt (7)
antara log neutron dan densitas,
sedangkan untuk lapisan yang Lapisan yang terisi penuh dengan air
mengandung air, log resistivitas ditandai dengan rendahnya respon log
menunjukkan respon yang rendah serta resistivitas.
antara log densitas dan neutron 5. Menghitung Saturasi Air
berhimpitan ataupun menunjukkan Nilai Rw dihitung dengan
separasi menggunakan Pers. 7, dan porositas
negatif. efektif yang didapatkan dari Pers. 6,
3. Menghitung Porositas dan dengan menggunakan data analisis
Data log yang digunakan untuk lab berupa nilai a =0.621, m = 2.15 dan
menghitung porositas adalah n = 2. Dilihat dari nilai volume
perpaduan antara data log densitas dan serpihnya maka metode yang
neutron. Nilai porositas dari log digunakan adalah metode Archie
densitas (  d) ditentukan dengan dengan persamaan sebagai berikut:
menggunakan Pers. 1, Sedangkan
𝑎.𝑅𝑤
untuk log neutron (  n) ditentukan 𝑆𝑤 𝑛 = 𝑚 (8)
menggunakan Pers.2 dan dikoreksi  .𝑅𝑡

dengan Pers. 3 dan 4, berikut ini:


5. HASIL DAN PEMBAHASAN
𝜌𝑚𝑎− 𝜌𝐷𝑠ℎ (1)
 𝐷𝑠ℎ = 𝜌𝑚𝑎 −𝜌𝑓
5.1. Zonasi Reservoar dan Kandungan
Lempung
 𝑁 = 1,02(  𝑁𝑙𝑜𝑔) + 0,0425 (2) Pada Gambar 3 Zona potensial pada
sumur Ara-01 berada pada 2 zona yaitu
 𝐷𝑐 =  𝐷 − (𝑉𝑠ℎ ×  𝐷𝑠ℎ) (3) zona Ara-01-A pada kedalaman 1593.037-
(4) 1603.553 dan zona Ara-01-B pada
 𝑁𝑐 =  𝑁 − (𝑉𝑠ℎ ×  𝑁𝑠ℎ)

Hal. 8
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

kedalaman 1633.271-1650.492, dimana menunjukkan kondisi yang sebenarnya jika


masing-masing zona terdapat perselingan dilakukan logging. Pada clean sand zone
lempung. Zona Ara-01-A berada pada digunakan metode Sw Archie, metode ini
formasi Talang Akar yang memiliki besar memiliki kelebihan jika digunakan pada
kandungan shale 4.7% dan zona Ara-01-B clean sand zone karena dapat dengan baik
berada pada formasi Talang Akar dengan menghitung nilai saturasi air pada reservoar
besar kandungan shale 8%. yang tidak memiliki kandungan shale.
Pada Gambar 4 Zona Potensial pada Pada Gambar 7 Sumur Ara_01
sumur Ara-02 berada pada 2 zona yaitu terdapat 2 zona potensial, zona potensial
zona Ara-02-A pada kedalaman 1769.974- yang pertama adalah Zona Ara_01-A
1780.489 dan zona Ara-02-B pada dengan nilai Vshale 1.1% maka yang
kedalaman 1804.204-1810.512, dimana digunakan adalah Sw bersih (Sw Archie).
masing-masing zona terdapat perselingan Nilai saturasi air yang didapat adalah
lempung. Zona Ara-02-A berada pada sebesar 32% dengan porositas efektif
formasi Talang Akar yang memiliki besar sebesar 16.1% yang merupakan porositas
kandungan shale 5% dan zona Ara-02-B yang baik. Pada Zona Ara-01-B juga
berada pada formasi Talang Akar dengan menggunakan Sw Archie dikarenakan nilai
besar kandungan shale 13.3%. Vshalenya sebesar 2%. Nilai saturasi air
yang didapat adalah sebesar 29.9% dengan
5.2. Porositas, Reasistivitas Air dan porositas efektif sebesar 19.2% yang
Saturasi Air merupakan porositas yang baik. Banyaknya
Pada Gambar 5 dan Gambar 6 hidrokarbon yang terdesak oleh lumpur
Perhitungan resistivitas air menggunakan disekitar daerah flushed zone sehingga
metode picket plot dan nilai tersebut tidak dapat dilihat besar hidrokarbon yang
berbeda jauh dari pehitungan menggunakan moveable pada kurva porositas.
metode Rwa, dimana pada Sumur Ara_01 Pada Gambar 8 Sumur Ara_02
nilai resistivitas air yang didapatkan adalah terdapat 2 zona potensial juga, dimana zona
0.052 ohmm, Sumur Ara_02 nilai potensial yang pertama adalah Zona
resistivitas air yang didapatkan adalah Ara_02-A dengan nilai Vshale 1.2%%
0.047 ohmm. maka yang digunakan adalah Sw bersih (Sw
Untuk menentukan nilai saturasi air Archie). Nilai saturasi air yang didapat
perlu dilakukan penelitian secara bertahap. adalah sebesar 6.3% dengan porositas
Dimulai dari penentuan jenis formasi, efektif sebesar 19.9%. pada Zona Ara-02-B
apakah berupa shaly-sand formation atau juga menggunakan Sw Archie dikarenakan
berupa clean sand formation. Jika yang nilai Vshale-nya sebesar 3.6%. Nilai
dijumpai berupa clean sand formation saturasi air yang didapat adalah sebesar
dilihat dari jumlah voume shale-nya dimana 14.9% dengan porositas efektif sebesar
kurang dari 5% maka penentuan metode 19.3% yang merupakan porositas yang
saturasi air akan menjadi lebih mudah baik.
karena pada formasi jenis ini dianggap tidak
terdapat kandungan shale yang dapat
menganggu nilai perhitungan. Hal ini 5. KESIMPULAN
terjadi karena pasir yang berperan sebagai Kesimpulan yang dapat ditarik dari
penyusun utama clean sand zone tidak penelitian ini antara lain:
menyebabkan perubahan baik porositas, 1. Litologi daerah penelitian adalah batu
permeabilitas maupun resistivitas pada saat pasir.
dilakukan pengukuran dengan 2. Model porositas densitas-neutron
menggunakan logging pada reservoar. sangat efektif dalam menentukan nilai
Dengan kata lain, pasir yang menjadi Porositas, begitu juga dengan model
penyusun utama clean sand zone akan saturasi air Simandoux untuk

Hal. 9
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

menghitung saturasi air pada litologi Ellis, D. V dan Singer, J. M. 2008. Well
shaly sand dan model satuasi air Archie Logging for Earth Scientist 2nd
untuk menghitung saturasi air pada Edition. Springer. Netherlands.
litologi clean sand.
3. Dari hasil perhitungan petrofisika, zona Ginger, D dan Fielding, K. 2005, The
potensial pada setiap sumur merupakan Petroleum and Future Potential of The
reservoar yang baik dilihat dari nilai South Sumatra Basin. Indonesian
porositas efektif sebesar 9%-21% dan Petroleum Assocoation.
saturasi air 6%-42%. Nilai parameter
petrofisika tersebut dapat dilihat dalam Harsono, A. 1997. Evaluasi Formasi dan
tabel hasil anlisis kuantitatif data log Aplikasi Log Edisi-8. Jakarta;
sumur. Schlumberger Oil Field Services.
4. Dengan melihat distribusi parameter
petrofisika, akan memudahkan dalam Heidrick, T.L dan Aulia, K. 1993. A
melakukan interpretasi hingga tahap structural and Tectonic Model of The
pemodelan. Coastal Plain Block, Central Sumatera
Basin, Indonesia. Indonesian
Petroleum Assosiation, Proceeding
DAFTAR PUSTAKA
22th Annual Convention. Jakarta. Vol.
Abdullah, A. 2007. Log Gamma Ray. 1,p. 285-316.
http://ensiklopediseismik.blogspot.co
m/2007/02/gamma-ray-log.html Hermansjah. 2008. Analisis Log Sumur.
(diakses tanggal 28 November 2016). Jakarta: PT. PERTAMINA Tbk.

Asquith dan George, B. 1982. Basic Well Hilchie, D.W. 1982. Advanced Well Log
Log Analysis for Geologist. American Interpretation. Douglas W. Hilchie Inc.
Association of Petroleum Geologist. Colorado.
Tulsa. Oklahoma.
Rider, M. 1996. The Geological
Bateman, R.M. 1985. Open-hole Log Interpretation of Well Logs 2nd
Analysis & Formation Evaluation. Edition. Interprint Ltd. Malta.
International Human Resources
Development Corporation. Boston. Schlumberger. 1989. Log Interpretation
Principles/Aplication. Schlumberger
Bishop dan Michele, G. 2001. South Educational Services. Texas.
Sumatera Basin Province, Indonesia.
USGS. Open-file report 99-50-S. Sudarno, Y. 2002. Interpretasi Data Log,
Open Hole. PT. Elnusa Geosains.
Darling, T. 2005. Well Logging and
Formation Evaluation. Gulf Freeway. Winardi, S. 2014. Quantitative Log
Texas. Analysis. Departmement Of
Geological Eng Gajah Mada
Dewanto, O. 2016. Petrofisika Log. University.
Universitas Lampung. Lampung.
Zain, R. P. 2012. Analisa Petrofisika dan
Dwiyono I.F dan Winardi, S. 2014. Multiatribut Seismik Untuk
Kompilasi Metode Water Saturatin Karakterisasi Reservoar Pada
Dalam Evluasi Formasi. Yogyakarta. Lapangan Spinel Cekungan Cooper-
Teknik Geologi, Universitas Gadjah Eromanga, Australia Selatan. Depok.
Mada. MIPA, Universitas Indonesia.

Hal. 10
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

LAMPIRAN Gambar 3. Zona Ara-01-A dan Ara-01-B


sebagai zona potensial sumr Ara-01.

Gambar 1. Lokasi Cekungan Sumatera


Selatan (Heidrick, 1993).

Gambar 4. Zona Ara-02-A dan Ara-02-B


sebagai zona potensial sumr Ara-02.

Gambar 2. Stratigrafi Cekungan Sumatera


Selatan (Koesoemadinata, 1980).
Gambar 5. Nilai Resistivitas air pada
sumur Ara_01 menggunakan metode Picket
plot.

Gambar 6. Nilai Resistivitas air pada


sumur Ara_02 menggunakan metode Picket
plot.

Hal. 11
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Gambar 7. Porositas dan Saturasi Air Pada Sumur Ara_01.

Gambar 8. Porositas dan Saturasi Air Pada Sumur Ara_02.

Hal. 12
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. No. .

Hal. 13

Você também pode gostar