Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Gambar 5. Algoritme kejang akut dan status kovulsif pada anak (2)
TETANUS (4A)
Catatan:
Masa inkubasi 8 hari (3-21 hari)
3 bentuk manisfestasi klinis: lokal dan cephal (jarang dijumpai) , Umum (sering terjadi)
Tetanus secara umum: mulai dari atas ke bawah trismus, sulit menelan, otot kaku, kejang
Kejang dapat berlangsyng 3-4 minggu; sembuh total dapat terjadi beberapa bulan
Gambar 4. Oposthotonus
Gambar 5. Neonatal tetanus
1. Pemeriksaan viral load (VL) dilakukan pada 6 dan 12 bulan sejak mulai terapi ARV dan
selanjutnya tiap 12 bulan
2. Pemeriksaan jumlah CD4 dapat dilakukan untuk pemantauan di tempat yang tidak ada akses
pemeriksaan VL dan untuk pemberian kotrimoksasol. Namun tidak menjadi syarat untuk
memulai terapi (?)
Anak :
Oral solution
>3 bulan : 8 mg/kg PO tiap 12 jam atau 16 mg/kg/hari.
Tidak lebih dari 600 mg/hari
Tablet
14 - 19 kg: 150 mg PO tiap 12 jam atau 300 mg/hari
20 – 24 kg: 150 mg AM & 300 mg PM atau 450 mg/hari
>24 kg : 300 mg PO tiap 12 jam atau 600 mg PO/hari
IDV Indinavir
LPV/r Lopinavir/rionavir Protease Inhibitor (PI), yang dianjurkan di Indonesia
SQV Saquinavir
SMX Sulfametoksasol
TDF Tenovir disoproxil fumarate Dewasa : 300 mg/hari
TMP Trimetropine
ZDV atau Zidovudine (juga dikenal NRTI
AZT dengan AZT)
Dewasa :
Kombinasi obat
1. Tenofovir 300 mg + Lamivudine 150 mg + Efavirenz 600 mg
2. Lamivudine 150 mg + Zidovudine 300 mg + efavirenz 600 mg
3. Lamivudine 150 mg + Zidovudine 300 mg + Nevirapine 150 mg
4. Tenofovir 300 mg + Lamivudine 150 mg + Nevirapine 150 mg
5. Tenofovir 300 mg + Emtricitabine 200 mg + Efavirenz 600 mg
6. Tenovir 300 mg, Emtricitabine 200 mg, Nevirapine 150 mg
7. Tenofovir 300 mg + Lamifudine 150 mg + Lopinavir 200 mg/Ritonavir 50 mg
BELLS PALSY (4A)
Bells palsy
Bells palsy juga bisa mengenai kedua sisi wajah
Gejala: kelumpuhan otot wajah pada satu sisi tiba-tiba (beberapa jam sampai maksimal 7
hari), nyeri disekitar telinga, rasa bengkak atau kaku pada wajah walaupun tidak adagangguan
sensorik. Kadang disertai hiperakusis, berkurangnya produksi air mata, hipersalivasi dan
berubahnya pengecapan
Perbedaan dengan kelumpuhan sentral: kelumpuhan sentral terjadi hanya pada bagian
bawah wajah saja, otot dahi masih dapat berkontraksi karena dipersarafi oleh korteks sisi ipsi
dan kontra lateral sedangkan kelumpuhan perifer terjadi pada satu sisi wajah.
Pemeriksaan :
o Tes gustometri menilai fungsi pengecapan
o Tes schirmer menilai perbedaan produksi air mata
o Penilaian house-brackmann (derajat kelumpuhan nervus fasialis)
Walaupun tidak semua penelitian setuju, pemberian kortikosteroid aman dan mungkin efektif untuk
meningkatkan keluaran fungsional pada pasien dengan Bell Palsy. Sebuah meta analisis secara jelas
menunjukkan hasil yang bermakna secara statistik pada pasien dengan IFPN (Ramsey dkk, 2000)
Prednisone (1 mg/kgBB/hari) 80 mg sehari selama 5 hari kemudian ditapering off tergantung
dari progresifitas kelemahan yang bertambah berat atau stabil. Bila stabil, hentikan steroid
tanpa tapering atau tapering cepat dalam 4 hari berikutnya sampai total dosis 530 mg. Bila
bertambah berat, tapering dalam 7 hari berkutnya sampai total dosis 680 mg. Catatan: 5 mg
prednisone equivalen dengan 0.6 mg-0.75 mg betamethasone, 25 mg of cortisone, 0.75 mg
dexamethasone, 20 mg hydrocortisone, 4 mg methylprednisolone, 5 mg prednisolone, dan 4
mg triamcinolone.
Pemberian terapi antivirus masih kontroversi. Penelitian menduga acyclovir kombinasi dengan
prednisone kemungkinan efektif dalam meningkatkan keluaran fungsional. Acyclovir, 400 mg
lima kali sehari selama 7-10 hari dapat diberikan bila fungsi ginjal normal. Valacyclovir, 1 gr tiga
kali sehari sering digunakan karena frekuensi pemberian yang lebih jarang.
Penangan akan lebih efektif bila diberikan dalam waktu kurang dari 72 jam dan kurang efektif setelah
7 hari (Holland dan Weiner, 2004).
Gambar 1. Pengobatan Bells Palsy
3. Tatalaksana berdasarkan Bell’s palsy oleh Moch Bahrudin FK Univ. muhammadiah malang
1. Istirahat terutama saat keadaan akut
2. Medikamentosa : prednison : pemberian sebaiknya selekas-lekasnya terutama pada kasus BP
secara elektrik menunjukan denervasi. Tujuannya untuk mengurangi edem dan mempercepat
reinervasi. Dosis dianjurkan 1 mg/kgbb/hari sampai ada perbaikan, kemudian dosis diturunkan
bertahan selama 2 minggu
3. Fisioterapi : sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada
stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara yang
sering digunakan yaitu: mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan
faradisasi (?)
4. Operasi: umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan komplikasi
lokal maupun intracranial. Tindakan operatif seperti dekompresi nervus fascialis (membuka
kanalis fasialis pars piramidalis mulai dari foramen stilomastoideum nerve graft operasi plastik
untuk kosmetik (muscle sling, tarsoraphi). Tindakan operatif dilakukan apabila:
a. Tidak ada penyembuhan spontan
b. Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednisone
c. Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total
Prognosis Bells palsy
85% penderita menunjukan tanda perbaikan pada minggu ketiga setelah onset. 15% kesembuhan
pada 3-6 bulan kemudian. Bahkan ada yang sudah sembuh sempurna dalam waktu 2 bulan
Gambar 1. Perbedaan Central facial palsy (contohnya stroke) dan Peripheral facial palsy (bells palsy)
Gambar 2. Perbedaan Central facial palsy (contohnya stroke) dan Peripheral facial palsy (bells palsy)
Gambar 3. Perbedaan Upper dan Lower motor neuron lesion
VERTIGO (BENIGN PAROXYMAL POSITION VERTIGO) (4A)
3. Operasi : kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah
melakukan manver-manuver diatas. Indikasi: pada intactable BPPV, yang biasanya mempunyai
klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa. Dua pilihan intervensi dengan
teknik operasi yang dipilih, yaitu:
a. Singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior)
b. Oklusi kanal posterior semisirkular lebih dipilih karena singular neurectomy berisiko
kehilangan pendengaran yang tinggi
Ergotamin tartrat
Dihydroergotamine 2 mg (oral dan
suppositoria)
Obat Antiemetik
Nama obat Dosis (mg) Level of Efek samping
evidence
Metoklopramid 10-20 mg PO B Diskinesia; Kontraindikasi pada
(Untuk dewasa dan 20 mg (supp) anak, kehamilan, penggunaan
remaja) analgesik
10 mg (im, iv, sc)
Domperidon (anak-anak) 20-30 mg (po) B Lebih ringan dari metoklopramid;
dapat diberikan pada anak
INSOMNIA (4A)
Penyebab Insomnia:
1. Insomnia primer : tidak jelas penyebabnya
2. Insomnia sekunder: oleh kondisi medis (penyakit paru, jantung, nyeri, sesak, DM), gangguan
psikiatri (cemas, depresi, skizofrenia, gangguan bipolar) atau obat-obatan (beta-bloker,
bronkodilator dan nikotin)
3. 3P’s insomnia akut: Predisposition (ansietas, depresi, gangguan lain), Precipitation (stres,
perubahan dalam kehidupan), dan Perpetuation (kebiasaan tidur yang buruk)
Diagnosis :
Keluhan tentang tidur : singkat atau kurang, tidak pulas, mudah terbangun, tidak menyegarkan
Lama keluhan? Akut atau kronik ? kronik menetap lebih ari satu bulan
Klasifikasi :
1. Sleep initiating insomnia
2. Sleep maintaining insomnia
3. Early morning insomnia or short period of sleep
4. Non-restorative sleep (multiple awakenings, combination of above patterns)
Derajat :
o Ringan : tidak ada gangguan dengan kehidupan sosial atau kerjanya
o Sedang : gangguan sosail atau kerja ringan-sedang
o Berat : sudah parah
Sleep higiene Olahraga secara teratur di pagi hari, tidur secara teratur, melakukan
aktivitas yang merupakan hobi dari usia lanjut, mengurangi konsumsi
kafein, mengatur waktu bangun pagi, menghindari rokok dan minum
alkohol 2 jam sebelum tidur dan tidak makan daging terlalu banyak sekitar
2 jam sebelum tidur
Terapi relaksasi Pada beberapa usia lanjut mengalami kesulitan untuk tidur kembali setelah
terjaga. Metode relaksasi meliputi: melakukan relaksasi otot, guided
imagery, latihan pernafasan dengan diafragma, yoga atau meditasi. Pada
pasien usia lanjut sangat sulit melakukan metode ini karena tingkat
kepatuhannya sangat rendah
Cognitive behavioral Kombinasi antara stimlus control, sleep restriction, terapi kognitif dengan
therapy atau tanpa terapi relaksasi. Terapi ini bertujuan untuk mengubah
maladaptive sleep belief menjadi adaptive sleep belief. Contoh: pasien
memiliki kepercayaan bahwa harus tidur selama 8 jam setiap malam, jika
kurang makan pasien merasa kualitas tidurnya menurun. Hal ini harus
dirubah mengingat yang menentukan kualitas tidur tidak hanya durasi
tetapi kedalaman tidur.
Gambar 1. Benzodiazepine
Gambar 2. Efek klinis Benzodiazepine
*AED: anti epileptic drug, DTs: delirium tremens
Gambar 1. Alur Treatment insomnia (agak susah cari guideline nya emang)
URTIKARIA AKUT (4A)
Urtikaria akut <6 minggu. Harus dibedakan dengan peninggian kulit atau angioedema, seperti tes
tusuk kulit, reaksi anafilaksis, sindrom autoinflamasi dan hereditary angioedema.
Tabel 1. Klasifikasi urtikaria berdasarkan ada atau tidaknya faktor pencetus
Jenis obat
Obat Keterangan
Antihitsamin H1 non Azelastine, bilastine, cetirizine, Apabila keluhan masih menetap setelah terapi 2
sedatif/generasi kedua deslorataadine, ebastine, fexofenadine, minggu, maka dosis dapat ditingkatkan sampai 4x
levocetirizine, loratadine, mizolastine, lipat dosis awal yang diberikan.
dan rupatadine
Antihistamine generasi pertama sudah jarang
Cetirizine : digunakan, hanya direkomendasikan sebagai
Dewasa 1x10 mg PO tablet terapi tambahan urtikaria kronis yang tidak
Anak 6 bulan-2 tahun: 2,5 mg PO (1/2 terkontrol dengan antihistamin generasi kedua.
sendok teh) 1x1/2 cth Antihistamin generasi pertama sebaiknya
Anak 2-6 tahun: 2,5-5 mg PO (kasih aja diberikan dosis tunggal malam hari karena
2,5 mg 2x1/2 cth) mempunya efek sedatif
Anak >6 tahun: 5-10 mg PO 1x1
Loratadine:
Dewasa: 10 mg PO 1x1 atau 5 mg 2x1 PO
(diinternet gak ada 5 mg tablet)
Anak usia 2-5 tahun: 5 mg 1x1 cth
sirup BB<30 kg; 10 mg 2x1 cth BB>30
kg
Statis ASI (saat ASI menetap dibagian tertentu payudara lalu saluran tersumbat dan payudara
bengkak) mastitis tanpa infeksi (bila ASI tidak juga segera dikeluarkan , akan terjadi peradangan
jaringan payudara) mastitis terinfeksi (bila terjadi infeksi bakteri). Kumpulan gejala:
1. Demam dengan suhu lebih dari 38o C, mengigil
2. Nyeri atau ngilu di seluruh tubuh
3. Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, sangat nyeri
4. Natrium dalam ASI >> membuat bayi menolak menyusu karena ASI asin
5. Timbul garis-garis merah ke arah ketiak
Gambar 1. Mastitis
Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat dapat
menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila
teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat,
meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta
melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan.
Puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa ASInya kurang,
perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat diterapi dengan
suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke jaringan sebelum
bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan dengan mengoleskan ASI akhir
(hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan mengering. Tidak ada bukti
dari literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal lainnya.
Jaga kebersihan tangan (Staphylococcus aureus), gunakan teknik mencuci tangan yang baik.
Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu dicuci dengan sabun
dan air panas setelah digunakan.
Tatalaksana suportif 1. Perbaiki teknik menyusui ibu agar aliran ASI baik
2. Seringlah menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah, tapi jika sangat
nyeri yaudah gak papa, yang sehat dulukemudian sesegera mungkin ke
payudara bermasalah bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri
seudah berkurang
3. Posisikan bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung
hidung berada pada tempat yang mengalami sumbatan
4. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari
payudara yang mengalami mastitis
5. Jika tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari payudara
dengan tangan atau pompa
6. Jangan berhent menyusu tiba2, karena memicu risiko yang lebih besar
terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan menyusui
7. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau
krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah putting juga
dapat membantu melancarkan aliran ASI
8. Istirahat, konsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi seimbang
9. Kompres hangat terutama saat menyusu sangat membantu mengalirkan ASI
10. Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk
mengurangu nyeri dan bengkak.
11. Namun, pada payudara sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa
nyeri bertambah, pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih
nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih
tergantung pada kenyamanan ibu
12. Perawatan dirumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada
yang dapat membantunya dirumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat
gabung ibu dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung
Terapi medikamentosa Analgesik: yang dianjurkan ibuprofen maksimal dosis 1,6 gram/hari
(dibandingkan PCT)
Antibiotik: jika tidak ada perbaikan gejala dalam 12-24 jam, atau jika ibu
tampak sakit berat, maka berikan antibiotik. Diklosasilin atau fluklosasilin 500
mg tiap 6 jam PO (mereka golongan penicillin), jika alergi bisa kasih Sefaleksin
(golongan sepalosporin) atau klindamisin (makrolid). Krn kalo alergi penicillin,
takutnya alergi cepha juga. Minimal 10-14 hari. Biasanya ibu menghentikan
antibiotik sebelum waktunya, ini akan berisiko mastitis berulang. Jika sudah
terjadi >2x USG cek tumor kista atau galaktokel
Komplikasi mastitis:
1. Abses : Teraba bagian keras, merah dan tegang walaupun udah diterapi USG bisa
dikeluarkan dnegan aspirasi jarum halus sekalian diagnostik+terapi, bahkan mungkin perlu
aspirasi serial. Jika besar harus dibedah. Selama tindakan ini harus diberikan antibiotik. ASI dari
sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai
2. Mastitis berulang (kronis) : karena terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benar2 istirahat,
banyak minum, makanan dengan gizi seimbang, serta tidak stres. Pada kasus berulang karena
bakteri, diberikan antibiotik dosis rendah eritromisin 500 mg 1x1 selama masa menyusui
3. Infeksi jamur : nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara
waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal. Putting mungkin nampak kelainan. Ibu dan
bayi perlu diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoleskan nistatin krem yang juga
mengandung kortison ke puting dan aerola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus
diberi nistatin oral pada saat yang sama
HEPATITIS A (4A)
Gejala:
Terasa kurang sehat, rasa sakit, demam, mual, kurang nafsu makan, perut terasa kurang enak, diikuti
dengan air seni berwarna pekat, tinja pucat dan penyakit kuning (mata dan kulit menjadi kuning).
Biasanya selama 1-3 minggu dan hampir selalu diikuti dengan penyembuhan sempurna. Hepatitis A
tidak mengakibatkan penyakit hati jangka panjang dan kematian akibat Hepatitis A jarang terjadi. Jarak
waktu kontak virus dengan gejala biasanya 4 minggu.
Penularan:
Orang yang terinfeksi dapat menularkan virus ini dari 2 minggu sebelum timbul gejala sampai 1 minggu
timbul penyakit kuning (kira2 3 minggu secara keseluruhan). Ditularkan melalui fekal-oral
Makan atau minum tercemar
Menyentuh lampin, seprai dan handuk yang dikotori tinja dari orang yang menularkan penyakit
Hubungan langsung (seksual) dengan orang yg terinfeksi
Wabah hepatitis A juga dilaporkan pada:
Hubungan kelamin pria – pria (anus)
Air minum yang tercemar dengan saliran
Makan makanan yang telah dicemari saliran seperti kerang-kerangan
Makan makanan yang tercemar oleh pekerja makanan yang dapat menularkan
Anaka Balita IDAI telah mewajibkan vaksin Hep A sebagai imunisasi dasar, yaitu pada anak
berusia 2 tahun dalam 2 dosis. Dosis pertama setelah anak menginjak usia 2
tahun, dan dilanjutkan dengan dosis kedua setelah 6 bulan hingga 12 bulan
sejak dosis pertama diberikan
Wisatawan Dosis pertama dapat diberikan 2 minggu sebelum berpergian atau secepatnya.
Sebagai perlindungan tambahan pada orang dewasa, pada penderita gangguan
imunitas atau penyakit kronis, dapat diberikan suntikan imunoglobulin.
Suntikan ini juga dimanfaatkan untuk anak usia dibawah 1 tahun yang belum
bisa memperoleh vaksin Hep A.Jadi pada wisatawan bisa diberikan vaksin dan
imnogobulin
Orang yang rentan Penyakit hati kroniis, pria yang berhubngan seksual sesama jenis dan
terkena infeksi virus penggunaan obat terlarang baik melalui suntikan maupun tidak. Penderita
penyakit yang mempengaruhi sistem darah dan kekebalan tubuh. Penjaga dan
perawat hewan yang terkena infeksi Hep A, ilmuwan laboratorium riset Hep A,
para tenaga kesehatan dan mereka yang harus bekerja di area yang kurang
higienis
Dianosis :
Anamnesis
Riwayat penyakit: Singkirkan overdosis asetaminofen karena gejalanya miri, perjalanan ke luar negri,
riwayat imunisasi, penggunaan narkoba suntik.
Gejala :
o Fase prodormal / pra-ikterik
Mengalami gejala seperti flu ringan, berupa anoreksia, mual, muntah, rasa lelah, malaise,
demam ringan, mialgia dan nyeri kepala ringan. Perokok sering kehilangan selera terhadap
tembakau, seperti orang yang terkena apendisitis (?)
o Fase ikterik
Urin berwarna gelap (bilirubinuria), kadang diikuti dengan feses pucat, ikterus terjadi pada 70-
85% penderita Hepatitis A akut dewasa, kurang sering pada anak, dan jarang pada bayi.
Umumnya disertai gatal yang derajatnya meningkat sesuai usia. Nyeri abdomen terjadi pada
40% penderita. Artralgia dan ruam kulit lebih jarang terjadi. Ruam lebih sering pada tungkai
bawah, mungkin berupa vaskulitis
*di sumber lain bisa juga tambahan sakit perut dan diare
o Resolusi
Biasanya 3-6 minggu
Kekambuhan (Relaps)
Bisa terjadii, tapi jarang. Lebih sering terjadi pada orangtua. Relaps jarang terjadi lebih dari 2 episode.
Berlangsung <3 minggu secara klinis lebih ringan. Kecendrungan kolestatis lebih besar pada kelompok
relaps. Ruam kulit vaskulitis dan nefritis dapat menjadi petunjuk klinis tambahan. Selama relaps terjadi
juga shedding virus dan hasil pemeriksaan antibodi IgM akan positif.
Pemeriksaan fisik:
Harus dicari gambaran hepatitis akut, seperti sklera ikterik, nyeri tekan abdomen kanan atas dan
hepatomegali, ataupun penyakit hati kronis, seperti eritema palmaris, spider nevi, kaput medusa, dan
splenomegali, serta dinilai ada tidaknya dekompensasi hati, seperti asites dan edema tungkai.
Penderita dapat mengalami demam hingga 40o C
Laboratorium:
o Ditemukan IgM terhadap Hepatitis A
o Limfositosis dan hemolisis ringan sering dijumpai. Pure red cell aplasia dan pansitopenia jarang
terjadi. Protombine time (PT) biasanya tetap dalam atau mendekati batas normal. Bila
meningkat signifikan makan perlu diwaspadai dan dipantau lebih ketat. Peningkatan PT dengan
ensefalopati merupakan petanda FHF
Pengobatan :
o Pada kasus tanpa komplikasi akut : Perawata suportif seperti tirah baring, diet dan terapi
simptomatik. Penderita sebaiknya tidak bekerja selama fase akut (hingga 10 hari dari sejak
timbulnya ikterus), dianjurkan diet tinggi kalori, menghindari alkohol dan obat hepatotoksik
seperti anti kejang dan anti tuberkulosis. Perawatan di RS diperlukan bila ada mual dan
muntah serta dehidrasi yang memerlukan pemberian cairan intravena, penderita dengan
tanda atau gejala gagal hati akut juga perlu dirawat di RS. Paracetamol doberikan secara
hati-hati untuk mengurangi rasa nyeri dan atau demam, dosis maksimum 3-4 g/hari pada
dewasa.
o Jangan menghadiri tempat kerja atau sekolah ketika dapat menularkan penyakit
o Untuk yang kontak dengan pasien bisa disuntik imunoglobulin (infeksi dapat dicegah atau
dikurangi keparahannya jika diberikan dalam waktu 2 minggu setelah kontak dengan orang
yang dapat menularkan penyakit)
Diagnosis banding
Yang paling mirip adalah Hepatitis E. bahkan bisa terjadi infeksi ganda, namun belum tau prognosis
dan implikasi penyakit nya gimana.
DEMAM TIFOID (4A)
Gejala klinis Tifoid:
Demam Gejala utama tifoid. Pada awal sakit, demamnya kebanyakan samar-samar saja,
selanjutnya suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih rendah atau normal, sore dan
malam lebih tinggi (demam intermitten). Dari hari kehari intensitas demam makin
tinggi yang disertai banyak gejala lain seperti sakit kepala (pusing-pusing) yang
sering dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia, mual
dan muntah. Pada minggu ke-2 intensitas demam makin tinggi, kadang-kadang terus
menerus (demam kontinyu). Bila pasien membaik maka pada minggu ke-3 suhu
badan berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke-3. Perlu
diperhatikan terhadap laporan, bahwa demam yang khas tifoid tersebut tidak selalu
ada. Tipe demam menjadi tidak beraturan. Hal ini mungkin karena intervensi
pengobatan atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal. Pada anak khususnya
balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang
Gangguan saluran Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang terlalu lama. Bibir
pencernaan kering dan kadang-kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan kotor dan ditutup selaput
putih. Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor (coated tongue atau selaput
putih). Dan pada penderita anak jarang ditemukan . pada umumnya penderita sering
mengeluhkan nyeri perut, terutama regio epigastrik (nyeri ulu hati), disertai nausea,
mual da muntah. Pada awal sakit sering meteorismus dan konstipasi. Pada minggu
selanjutnya kadang-kadang timbul diare
Gangguan kesadaran Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan
kesadaran ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran seperti
berkabut (tifoid). Bila klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma
atau dengan gejala-gejala psychosis (organic brain syndrom). Pada penderita
dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol
Hepatosplenomegali Hati atau limpa, ditemukan sering membesar. Hari terasa kenyal dan nyeri tekan
Bradikaida relatif Tidak sering ditemukan, mungkin karena teknis pemeriksaan yang sulit dilakukan.
Bradikardia relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh
peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap
peningkatan suhu 1o C, tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1
menit. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam tifoid adalah rose spot
yang biasanya ditemukan di regio abdomen atas, serta sudamina, serta gejala-gejala
klinis yang berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Rose spot pada anak jarang
ditemukan malahan lebih sering epitaksis.
Diagnosis:
1. Suspek demam tifoid (suspect case), anamnesis dan pemfis : demam, ganggua GI tract,
gangguan kesadaran biasanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar
2. Demam tifoid klinis (probable case) ,didukung oleh gambaran laboratorium yang menunjukan
tifoid. Beberapa DD tifoid : Gastroenteritis, hepatitis akut, dengue, tuberulosis, malaria,
shigellosis, brucellosis, tularemia, leukimia, limfoma, leptospirosis, dll
Diagnosis demam tifoid dapat ditegakan apabila ditemukan gejala klinis tifoid yang di dukung dengan
minimal salah satu pemeriksaan penunjang berikut:
- Uji diagnostik lainnya yang lebih sensitif dan spesifik seperti serologi IgM, Imunoblotting (Typhi
Dot), DNA probe, serta pemeriksaan PCR, serologi widal (titer O 1/320 sudah menyokong kuat
diagnosis demam tifoid, tapi kalo (-) tidak mneyingkirkan diagnosis tifoid, *apakah widal dites
lagi ke-2? (+) jika ada kenaikan titer 4x lipat 5-7 hari kemudian (?))
- Biakan Salmonella Typhi (bisa dari darah, dan feses)
Tatalaksana Tifoid tanpa komplikasi:
1. Tirah baring, harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah komplikasi terutama
perdarahan dan perforasi. Untuk pasien tirah baring yang penurunan kesadaran, posisi tidur
harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk mencegah komplikasi pneumonia hipostatik
dan dekubitus. Penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan penderita.
2. Nutrisi, cairan yang cukup dan diet harus mengandung kalori dan protein cukup. Sebaiknya
renda selulose (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Bisa diberikan diet
cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa. Hindari susu, daging berserat kasar, lemak, terlalu manis,
asam, berbumbu tajam serta diberikan dalam porsi kecil
3. Menjaga kebersihan, tangan harus dicuci sebelum menangani makanan, selama persiapan
makanan, dan setelah menggunakan toilet
4. Antibiotik dan terapi simptomatik, antibiotik bisa dilihat ditabel. Untuk simptomatik bisa
diberikan antipiretik dan antiemetik jika perlu serta roboransia/vitamin
*terapi pengobatan agak sedikit berbeda dari sumber*
Terapi antibiotik penyakit demam tifoid kecuali ibu hamil dan ibu menyususi
Pilihan pertama orang dewasa: Ciprofloksasin
Pilihan pertama anak: kloramfenikol
Antibiotik Dosis Keterangan
Ciprofloksasin PO: 5-7 hari Tidak direkomendasikan pada
anak-anak usia dibawah 15-18
Dewasa : 2x500 mg/hari tahun, akan tetapi risiko yang
Anak – anak: 30 mg/kg/hari mengancam jiwa dari tifoid
dalam 2 dosis terbagi melebihi risiko efek samping
(alternatif 2, fully sensitive
multidrug resistent)
Cefixime PO: 7 hari dapat menjadi alternatif dari
Anak-anak (lebih dari usia 3 ciprofloksasin bagi anak-anak
bulan): 20 mg/kg/hari dalam 2 dibawah 15 tahun
dosis terbagi
Amoksisilin PO: 14 hari Jika tidak adanya resistensi
Dewasa: 3 gram/hari dalam 3 (fully sensitive)
dosis terbagi
Anak-anak: 75-100 mg/kg/hari
dalam 3 dosis terbagi
Kloramfenikol PO: 10-14 hari (tergantung Jika tidak adanya resisten
tingkat keparahan) (pilihan utama, fully sensitive)
Anak-anak:
1-12 tahun: 100 mg/kg/hari
dalam 3 dosis terbagi
>12 tahun : 3 gram/hari dalam
3 dosis terbagi
Tiamfenikol PO: 5-6 hari Efek samping hematologis pada
75 mg /kgBB/hari penggunaan tiamfenikol lebih
jarang dari pada kloramfenikol
(alternatif 1)
Azitromisin PO: 6 hari Azitromisin efektif dan aman
20 mg/kg/hari diberikan pada anak-anak dan
dewasa yang menderita
demam tifoid tanpa komplikasi.
(tapi hati-hati efek ototoksik
seperti tinitus)
Ceftriaxone IM/IV (3 menit) Salmonella typhi dengan cepat
Infus (30 menit) berkembang resisten terhadap
10-14 hari (tergantung tingkat kinolon. Pada kasus ini gunakan
keparahan) ceftriaxone
Dewasa: 2-4 gr sehari sekali
Anak-anak: 75 mgkg sehari
sekali
Terapi antibiotik penyakit demam tifoid untuk ibu hamil dan menyusui
Amoksisilin PO: 14 hari Jika tidak ada resisten
Dewasa: 3 gram/hari dalam 3
dosis terbagi
Ceftiaxone IM/IV (3 menit) (pelarut Jika adanya resisten
ceftiraxone untuk injeksi IM Namun jika gagal,
menggunakan lidocaine, tidak direkomendasikan
boleh diberikan dengan rute IV, ciprofloksasin (umumnya tidak
untuk pemberian IV direkomendasikan bagi ibu
menggunakan pelarut air untuk hamil dan menyusui) PO 5-7
injeksi) hari
Infus (30 menit)
10-14 hari (tergantung tingkat Dewasa: 1 gram/hari dalam 2
keparahan) dosis terbagi akan tetapi risiko
Dewasa: 2-4 gram sehari sekali yang mengancam jiwa dari
tifoid melebihi risiko efek
samping
Terapi kortikosteroid penyakit demam tifoid
Dexametason IV 2 hari Pada pasien yang mengalami
Dosis awal: 3 mg/kg dan tifoid berat dengan keadaan
kemudian 1 mg/kg setiap 6 jam (halusinasi, perubahan
kesadaran atau perdarahan
usus)
Lini Pertama
Antibiotika Dosis Kelebihan
1. Kloramfenikol Dewasa : 4 x 500 mg (2 gr) o Merupakan obat yang sering
selama 14 hari digunakan dan telah lama
dikenal efektif untuk tifoid
Anak-anak: 50-100 mg/kgBB/hr o Murah dan dapat diberi
Maksimal 2 gr sealam 10-14 peroral dan sensitivitas
hari dibagi dalam 4 dosis masih tinggi
o Pemberian PO/IV
o Tidak diberikan bila leukosit
<2000/mm3
2. Ampisillin atau Dewasa : 3-4 gr/hr selama 14 o Aman untuk ibu hamil
amoxicillin (aman untuk hari o Sering dikombinasikan
penderita yang sedang dengan kloramfenikol pada
hamil) Anak-anak : 100 mg/kgBB/hr pasien kritis
selama 10 hari (amoksisilin o Tidak mahal
oral) atau ampisilin IV o Pemberian PO/IV
3. Trimetroprin- Dewasa : 2 x (160-800) selama - Tidak mahal
Sulfametoksazol 2 minggu - Pemberian peroral
(kotrimoksasol)
Anak-anak: kotrimoksazol 48
mg/kgBB/hari (dibagi 2 dosis)
PO selama 10 hari
Lini Kedua
1. Seftriakson (diberikan Dewasa : 2-4 gr/hr selama 3-5 - Cepat menurunkan
untuk dewasa dan anak) hari suhu, lama pemberian
pendek dan dapat dosis
Anak-anak: 80 mg/kgBB/hari tunggal serta cukup
dosis tunggal selama 5 hari aman untuk anak
- Pemberian IV
2. Cefixim (efektif untuk anak) Anak – anak: 15-20 - Aman untuk anak
mg/kgBB/hr dibagi 2 dosis - Efektif
selama 10 hari - Pemberian peroral
3. Quinolone (tidak - Siprofloksasin : 2 x 500 - Pefloksasin dan
dianjurkan untuk anak <18 mg 1 minggu fleroksasin lebih cepat
tahun, karena dinilai - Ofloksasin: 2 x (200- menurunkan suhu
mengganggu pertumbuhan 400) 1 minggu - Efketif mencegah
tulang) - Pefloksasin: 1 x 400 relaps dan karier
selama 1 minggu - Pemberian peroral
- Fleroksasin: 1 x 400 - Anak: tidak dianjurkan
selama 1 minggu karena efek samping
pada pertumbuhan
tulang
4. Tiamfenikol Dewasa: 4 x 500 mg - Dapat untuk anak dan
Anak : 50 mg/kgBB/hari selama dewasa
5-7 hari bebas panas - Dilaporkan cukup
sensitif pada beberapa
daerah
Komplikasi
Pengobatan
1. Bila penderita dengan klinis berat sampai toksik atau syok septik, antimikroba yang efektif
adalah pemberian parenteral dan ganda (2 macam antibiotik) (lihat halaman untuk terapi
komplikasi)
2. Bila ada riwayat tifoid serta memiliki predisposisi untuk carier, maka pengobatan pertama
adalah golongan Quinolone dan lihat terapi untuk karier
3. Jangan memilih antimikroba yang dikena tidak potensial untuk tifoid walaupun hasil tes
kepekaan dengan sensitivitas yang tinggi
Prinsip
- Komplikasi demam tifoid harus terdeteksi secara dini
- Monitor dan evaluasi, baik klinis maupun laboratoris harus terlaksana secara adekuat
- Bila komplikasi ada, terapi yang tepat segera di berikan. Bila komplikasi berbahaya, harus
dilaksanakan perawatan intensif serta di rawat secara bersama dari bermacam-macam
disiplin spesialis yang terkait
- Pengobatan dan perawatan standar tifoid harus tetap terlaksana
Tifoid toksik Terdapat gangguan atau penurunan Parenteral dan ganda. Seperti kombinasi
kesadaran akut dengan gejala delirium Ampisillin+kloramfenikol. Pemberian
sampai koma yang disertai atau tanpa kortikosteroid seperti deksametason
kelainan neurologis lainnya. Analisis cairan dengan dosis 4x10 mg IV. Dosis untuk
biasanya dalam batas normal anak: 1-3 mg/kgBB/hr selama 3-5 hari
Penderita dirawat secara intensif
Syok septik Penderita jatuh ke dalam fase kegagalan Penderita dirawat secara intensif
vaskular (syok). Tensi turun, nadi cepat dan Kegagalan hemodinamik yang terjadi
halus, berkeringat serta akral dingin. Akan diatasi secara optimal
berbahaya bila syok menjadi irreversible Antimikroba dipilih parenteral dan dapat
ganda (spektrum luas) seperti pada tifoid
toksik
Obat vasoaktif (seperti dopamin)
dipertimbangkan bila syok mengarah
irreversible
Perdarahan Terjadi pada minggu ke-2 atau setelah itu. Intensif
dan perforasi Perdarahan dengan gejala berak darah Pertimbangkan transfusi darah bila telah
(hematoskhezia) atau dideteksi dengan tes indikasi. Segera transfusi bila terjadi
perdarahan tersembunyi (occult blood perdarahan akut, dimana perdarahan
test). Perforasi intestinal ditandai dengan terjadi sebanyak 5 ml/khBB/jam dan
nyeri abdomen akut, tegang dan nyeri pemeriksaan hemostasis normal
tekan yang paling nyata di kuadran kanan Bila perforasi:
bawah abdomen. Suhu tubuh tiba-tiba - Rawat bersama dengan dokter bedah
menurun dengan peningkatan frekuensi - Operasi “Cito” bila telah indikasi
nadi dan berakhir syok. Pada pemeriksaan - Beri antibiotik spektrum luas untuk terapi
perut di dapatkan tanda-tanda ileus, bising tifoid dan infeksi kontaminasi usus. Dipilih
usus melemah dan pekak hati menghilang, antibiotika dengan parenteral, seperti
perforasi dapat dipastikan dengan Ampisilin + kloramfenikol + Metronidazol
pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. - Billa perforasi, perlu resusitasi cairan,
Perforasi intestinal adalah komplikasi tifoid puasa, pasang tube hidung lambung, diet
yang serius karena sering menimbulkan parenteral, serta montiro keseimbangan
kematian cairan (bila perlu dipasang kateter urin)
Perforasi Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat
terjadi tanpa perforasi. Ditemukan gejala-
gejala abdomen akut yakni nyeri perut
hebat, kembung serta nyer pada
penekanan. Nyeri lepas lebih khas untk
peritonitis.
BRONKITIS AKUT (4A)
Definisi: Infeksi saluran pernafasan bawah yang melibatkan saluran nafas besar (bronkus) tanpa bukti
pneumonia yang terjadi tanpa adanya penyakit paru obstruktif kronis.
Faktor risiko: perokok, sistem kekebalan tubuh lemah (lanjut usia, bayi < 12 bulan, anak-anak),
terpapar oleh bahan kimia pada saat bekerja, refluks pada perut, usia>50 tahun
Gejala klinis: batuk akut, dengan atau tanpa produksi sputum, dan tanda-tanda infeksi saluran
pernafasan bawah tanpa adanya penyakit paru-paru kronis, seperti PPOK, atau penyebab yang dapat
diidentifikasi, seperti pneumonia atau sinusitis. Gejala lain: produksi sputum, dyspnea, hidung
tersumbat, sakit kepala, demam (jika >37,8 C pertimbangkan influenza atau pneumonia), nyeri dada
di dinding atau dada saat batuk, sputum purulen (tidak berkorelasi dengan infeksi bakteri)
Berlangsung biasanya minimal 5 hari
Biasanya sembuh sendiri, terjadi perbaikan dalam 1-3 minggu
Gejala diakibatkan paling sering karena virus (85-95%). Bakteri terisolasi biasanya commensals
dari oropharynx, atau bisa karena Mycoplasma pneumonia, bordetella pertussis atau
corynebacterium diphtheriae
Pemeriksaan fisik :
PASIEN TAMPAK SAKIT RINGAN
Demam pada sepertiga pasien
Asukustalsi paru: biasanya suara nafas normal, kadang mengi serta ronki yang biasanya
membaik dengan batuk
Tatalaksana:
Penatalaksanaan difokuskan pada edukasi dan suportif. Antibiotik tidak diperlukan untuk sebagian
besar pasien.
Suportif dan simptomatis
Simptomatis: tapi belum tentu bermanfaat
1. Antitusiv : Dextrometrofan
2. Ekspetoran: guaifenesin (merangsang sekresi pernafasan, meningkatkan volume caira
pernafasan dan penurunan viskositas lendir dan juga mungkin memiiiki sifat antitusif)
3. Beta 2 agonis: lebih baik dihindari aja, kecuali jika ada riwayat penyakit paru yang mendasar.
Tapi mungkin memiliki manfaast pada orang dewasa tertentu yang mengi pada sat evaluasi
yang tidak emmiliki dx asma
Penggunaan antibiotik terbatas, indikasinya pada:
Pasien dalam kondisi umum buruk (malnutrisi, campak, rakhitis, anemia berat, jantung,
pasien lanjut usia, dll)
Pasien mengalami dyspnoea, demam >38,5 C dan sputum purulen: kemungkinan infeksi
sekunder dengan H. Influenza atau dengan pneumokokus
Amoxicillin (oral)
Anak-anak : 100 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi selama 5 hari
Dewasa: 3 g/hari dalam 3 dosis terbagi selama 5 hari
Edukasi pasien mengenai penyakit. Dan beri tahu pasien bahwa batuk bisa bertahan selama 10-21
hari dan kadang-kadang hingga 6 minggu
Diagnosis Banding:
1. Infeksi saluran pernafasan atas (flu)
2. Pneumonia
Penting untuk menyingkirkan pneumonia:
Biasanya dengan demam tinggi
Tampak sakit sedang sampai berat
Hipoksia
Tanda-tanda konsolidasi paru-paru
o Bunyi nafas bronkial
o Ronki, egofoni, dan
o Peningkatan fremitus taktil
Pemeriksaan lab: pada pneumonia, lihat PCT dan C-reaktif protein (CRP>50 mcg/mL)
Komplikasi:
1. Bila infeksi tidak teratasi dapat berlanjut menjadi pneumonia
2. Selain itu dapat terjadi: bronkitis kronis dan brnkiektasis