Você está na página 1de 14

BAB 1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Bencana alam dapat terjadi secara tiba –tiba maupun melalui proses yang berlangsung
secara perlahan. Beberapa jenis gempa seperti gempa bumi ,hampir tidak mungkin
diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran
kekuatannya.sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir,tanah
longsor,kekeringan,letusan gunung api,tsunami dan anomali cuaca masih dapat
diramalkan sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan
dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian dan jiwa maupun materi. Kekuatan
tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menhadapi ancaman
bahaya.

Oleh karena itu perlu cara penanggulangan sebelum,disaat dan setelah kejadian agar tidak
terjadi krugian yang semakin besar baik korban,harta dan psikologinya.

RUMUSAN MASALAH

Pengertian dari kawasan rawan bencana

Macam – macam kawasan rawan bencana

Penyebab kawasan rawan bencana

akibat yang ditimbulakan dari bencana

upaya penanggulangannya

Partisipatif Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana

TUJUAN

Adapun tujuan dari pembutan makalah ini adalaha sebagai berikut:


Agar mahasiswa mengetahui apa – apa saja kawasan rawan bencana dan bencana apa saja
yang lebih dominan terjadi dikawasan tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

PENGERTIAN KAWASAN RAWAN BENCANA

Bencana :Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu


kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (Definisi
bencana menurut UU No. 24 tahun 2007)

Kawasan rawan bencana:Suatu kawasan atau wilayah yang memiliki ancaman atau
gangguan baik yang disebabkan oleh faktor alam,faktor non alam dan faktor social yang
mana semua itu mengakibatkan korban jiwa,kerusakan lingkungan,kehilangan harta
benda serta dampak psikologis.

MACAM – MACAM KAWASAN RAWAN BENCANA

Seringkali terjadinya bencana di Indonesia ini disebabkan kurangnya pengetahuan


masyarakat tentang bagaimana karakteristik wilayah yang rawan terjadinya
bencana,berikut ini macam – macam wilayah yang rawan terjadinya bencana juga contoh-
contoh bencana yang ditimbulkannya:

Kawasan perbukitan

Daerah perbukitan memiliki kemiringan lereng yang agak landai dimana daerah
perbukitan ini biasanya bencana yang sering terjadi antara lain :
kebakaran,longsor,gempa,letusan gunung api.

kawasan dataran
secara periodic bentuk lahan dataran digenangi oleh banjir karena luapaun sungai
didekatnya atau dari akumulasi aliran permukaan bebas maupun hujan lokal,topografi
datar dengan elevasi yang rendah selain itu letaknya juga dikiri dan kanan sebagai akibat
dari luapan air sungai secara periodic maka sedimen yang terangkut dalam jumlah yang
besar diendapkan,akibatnya secara berangsur bertambah tinggi dan lebar dengan
demikian ini dapat menjadi indicator bahwa daerah sekitar rentan terhap banjir.

Kawasan pesisir pantai

Merupakan kawsana yang terletak dengan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh pasang
nak air laut sehingga daerah ini sangat mudah untuk terjadi genangan air.Wilayah
pesisir/pantai adalah suatu hal yang lebarnya bervariasi, yang mencakup tepi laut (shore)
yang meluas kearah daratan hingga batas pengaruh marin masih dirasakan .Dan bencana
yang lebih dominan terjadi pada daerah ini seperti tsunami setelah gempa,gelombang
pasang/ badai,abrasi air laut,banjir rob.

PENYEBAB DAERAH RAWAN AKAN BENCANA

Berikut ini ada beberapa faktor penyebab kenapa terjadinya bencana di Indonesia

Meningkatnya jumlah penduduk

Dengan meningkatnya jumlah penduduk maka meningkat juga penggunaan lahan disetiap
wilayah,yang dulunya hutan sekarang dijadikan lahan pemukiman sehigga banyak lahan
resapan air berkurang dan akibatnya sering terjadi banjir didaerah dataran dan longsor
pada daerah lereng.

Kurangnya pemahaman masyarakat tentang bagaimana karakteristik wilayah yang rawan


bencana.

Kurangnya kesadaran masyarakat tentang dampak pembuangan sampah disungai

Banyaknya oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab dalam upaya pemeliharan
kelestarian alam,seperti terjadi penyuapan oleh para pelaku penyelundupan kayu kepada
oknum yang terkait
.

AKIBAT YANG DITIMBULKAN DARI BENCANA

korban bencana

orang yang mengalami dampak buruk akibat yang ditimbulkan dari bencana,

korban ini diambil data tahun 2009 dari BNPB :orang hilang dan meninggal (2611
jiwa),menderita dan mengungsi(5.552.166 jiwa),

Kerusakan

bencana yang terjadi tidak hanya menimbulkan dampak korban jiwa,baik yang
meninggal,hilang,menderita dan mengungsi,namun juga menimbulkan kerusakan
rumah,bangunan,dan fasilitas umum lainnya. Jumlah rumah yang rusak ditahun 2009 total
kerusakan baik berat maupun ringan adalah sebanyak 576.016 unit salah satu penyebab
utamanya adalah gempa

Meningkatnya kemiskinan

Akibat yang ditimbulkan dariberbgai macam bencana yang terjadi adalah meningkatnya
tingkat kemiskinan karena banyak dari korban bencana tersebut yang kehilangan harta
benda dan mata pencahariannya seperti terjadinya letusan gunung merapi di Yogyakarta
yang menimbulkan banyak korban jiwa dan matinya ternak-ternak mereka sebagai mata
pencaharian utama masyarakat disitu.

Gangguan psikologis

Dari kejadian bencana tersebut banyak masyarakat merasa cemas dan trauma yang cukup
mendalam khususnya pada anak-anak dan para ibu-ibu. Karena mereka merasa cemas
karena ketidak tenangan dalam kondisi di lingkungan sekitarnya.
Kerusakan ekologi lingkungan

Kerusakan yang terjadi akibat dari bencana ini berbeda-beda dari setiap bencana yang
terjadi,misalnya saja jika terjadi bencana gempa dan tsunami hal ini dapat juga
mempengaruhi kawasan tempat terjadinya bencana, lahan yang dulunya daerah
pemukiman ditepi pantai berubah menjadi daerah pesisir pantai. Terjadi bencana longsor
maka daerah tersebut bisa menjadi daerah yang tidak produktif lagi.

UPAYA PENANGGULANGAN YANG DILAKUKAN UNTUK MENGURANGI


TERJADINYA BENCANA

Untuk meminimalisir dampak dari bencana ini dapat dilakukan sebagai berikut:

Memanfaatkan pengetahuan,inovasi dan pendidikan untuk membangun kesadarn


keselamatan diri dan ketahan terhadap bencana pada semua tingkatan masyarakat.

Pada kawasan gunung berapi ada beberapa upaya dan mitigasi dan pengurangan bencana
antara lain:

Strategi mitigasi: perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas penting harus
jauh atau diluar dari kawasan rawan bencana

Upaya penguran bencana: sebelum krisis letusan,dapat dilakukan untuk menghindar atau
meminimalkan korban(jiwa dan harta) akibat letusan gunung apiantara lain dengan
mengamati kegiatan setiap saat. Upaya ini dapat dilakukan dari tempat yang
permanen,misalnya pos pengamatan gunung api

Saat krisis/letusan : memberangkatkan tim tanggap darurat kelokasi bencana,dan


meningkatkan pengamatan.

Setelah krisi/letusan : menurunkan kegiatan gunung api.

Banjir :

Tidak membuang sampah semabarangan.


Menyiapkan peta daerah yang rawan banjir dilengkapi dengan plotting rute
pengungsian,lokasi pengungsian sementara,lokasi posko dan lokasi pos pengatan debit
banjir/keinggian muka air banjirdisungai penyebab banjir

Tanah longsor:Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan


maupun air tanah(fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng,menghindari
air meresap kedalam lereng atau menguras air dalam lereng ke luar lereng jadi drainase
harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air kedalam tanah

Gempa bumi:

Bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan gempa

Asuransi

Pengaturan lahan terhadap daerah yang rawan bencana.

Kesigapan mental dengan tidak panic ketika terjadi gempa

Tsunami:

Peningkattan pengetahuan masyarakat lokal tentang pengenalan tanda-tanda tsunami dan


cara cara penyelamatan dan cara-cara penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami
Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami Pembuatan banguan shelter
tsunamiPeran serta masyarakat dalam memelihara dan menjaga lingkungan,karena
dengan menjaga lingkungan berarti mengurangi resiko terhadap bencana alam.

CONTOH AWASANYANG RAWAN BENCANA BESERTA PENANGGULANGAN


YANG DILAKUKAN.

Contohnya adalah kawasan Indonesia

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, memiliki lebih dari 128
gunung berapi aktif, dan sekitar 150 sungai, baik besar maupun kecil, yang melintasui
wilayah padat penduduk. Danau toba yang terkenal itupun sebetulnya sebuah Caldera
atau lubang dipermukaan bumi yang diakibatkan oleh gempa vulkanik. Bila luas danau
toba mencapai 100 kilometer persegi, bisa dibayangkan betapa besar gempa tersebut,
yang konon terjadi sekitar 74000 tahun lalu. Coba kita ingat beberapa catatan bencana
alam besar yang pernah di alami negeri tercinta ini.
1815

Gunung tambora meletus. Jumlah korban saat itu tidak tercatat dengan baik, namun dapat
dipastikan melebihi jumlah korban letusan gunung krakatau.

1883

Gunung krakatau meletus, mengakibatkan tsunami dan menghilangkan lebih dari 36000
jiwa. Letusan ini menjadi catatan sejarah dunia tersendiri karena tsunami yang
diakibatkan mencapai hingga Hawaii dan Amerika Selatan.

1930

Gunung merapi meletus. Mengakibatkan 1300 orang harus kehilangan nyawa

1963

Gunung Agung Meletus. Menewaskan sekitar 1000 jiwa

2004

Gempa dan Tsunami melumatkan aceh dan kawasan sekitarnya serta menewaskan sekitar
170 ribu jiwa, jumlah terbesar yang tercatat dalam sejarah modern bencana alam
indonesia

2005
Gempa di Nias - Sumatera tanggal 28 Maret 2005 mengakibatkan sekitar 1000 orang
meninggal

2006

Gempa di Yogyakarta, menewaskan sekitar 5.782 jiwa

2007

Gempa di Bengkulu – Sumatera tanggal 12 september 2007 yang mengakibatkan sekitar


70 penduduk tewas.

Itu semua belum termasuk bencana banjir, tanah longsor, angin topan dan sebagainya.
Dan yang penting harus tertanam dibenak kita, bencana bukan hanya bencana alam,
bencana dapat terjadi karena faktor alam maupun non alam seperti budaya, agama, dan
tentu saja manusia. Di indonesia, risiko bencana dapat disebabkna oleh faktor geologis
(gempa, tsunami, letusan gunung berapi), Hydrometeorologis (bnajir, tanah longsor,
kekeringan, angin topan), biologis (wabah penyakit, penyakit tanaman, penyakit ternak,
hama tanaman), kegagalan teknologi (kecelakaan industri dan transportasi, radiasi nuklir,
pencemaran bahan kimia), dan faktor sosial politik (konflik horisontal, terorisme,
ideologi, religi).

Sekarang Letusan Gunung Bromo,Probolinggo hampr meletus – Status Terkini Gunung


Bromo sudah ditingkatkan menjadi awas. Untuk mengantisipasi hal tidak yang
diinginkan, Pemerintah Kabupaten Probolinggo dibantu Kepolisian setempat telah
menetapkan 3 Kawasan Rawan Bencana (KRB). KRB 1 berada pada radius 3 km dari
gunung bromo.Saat ini di kawasan tersebut, terdapat 699 orang yang tinggal di Dusun
Cemorolawang, Desa Ngadisari, Kabupaten Probolinggo.

KRB II, lanjutnya, berada di radius 6 Km. 288 orang penduduk dari tiga desa yaitu Desa
Ngadisari, Desa Jetak, dan Desan Wonotoro jug masih mendiami rumah mereka.
Sedangkan untuk KRB III, berada pada radius 10 Km dari kawah Bromo. Pada radius ini
setidaknya ada 6.344 warga yang berasal dari 6 desa, yaitu Desa Ngadisari, Desa Ngadas,
Desa Jetak, Desa Wonotoro, dan Desan Wonokerto dan Desa Ngadirejo.

Total warga yang tinggal di lereng Bromo ini lebih kurang ada 19 ribu warga.

Secara histografi, Indonesia merupakan wilayah langganan gempa bumi dan tsunami.
Pasca meletusnya Gunung Krakatau yang menimbulkan tsunami besar di tahun 1883,
setidaknya telah terjadi 17 bencana tsunami besar di Indonesia selama hampir satu abad
(1900-1996).

Bencana gempa dan tsunami besar yang terakhir terjadi pada akhir 2004 di Aceh dan
sebagian Sumatera Utara. Lebih dari 150.000 orang meninggal dunia. Tapi gempa bumi
terjadi hampir di setiap tahun di Indonesia. Setelah gempa Aceh di akhir 2004, pada 2005
Pulau Nias dan sekitarnya juga dilanda gempa. Sekitar 1000 orang menjadi korban. Akhir
Mei 2006 ini, giliran Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah diporakporandakan gempa
bumi.

Berbagai daerah di Indonesia merupakan titik rawan bencana, terutama bencana gempa
bumi, tsunami, banjir, dan letusan gunung berapi. Wilayah Indonesia dikepung oleh
lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Sewaktu-waktu lempeng
ini akan bergeser patah menimbulkan gempa bumi. Selanjutnya jika terjadi tumbukan
antarlempeng tektonik dapat menghasilkan tsunami, seperti yang terjadi di Aceh dan
Sumatera Utara.

Catatan dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG)


Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukan bahwa ada 28 wilayah di
Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan tsunami. Di antaranya NAD, Sumatra Utara,
Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng dan DIY bagian Selatan, Jatim
bagian Selatan, Bali, NTB dan NTT. Kemudian Sulut, Sulteng, Sulsel, Maluku Utara,
Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak .Selain dikepung tiga lempeng tektonik dunia,
Indonesia juga merupakan jalur The Pasicif Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yang
merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia. Cincin api Pasifik membentang
diantara subduksi maupun pemisahan lempeng Pasifik dengan lempeng Indo-Australia,
lempeng Eurasia, lempeng Amerika Utara dan lempeng Nazca yang bertabrakan dengan
lempeng Amerika Selatan. Ia membentang dari mulai pantai barat Amerika Selatan,
berlanjut ke pantai barat Amerika Utara, melingkar ke Kanada, semenanjung
Kamsatschka, Jepang, Indonesia, Selandia baru dan kepulauan di Pasifik Selatan.
Indonesia memiliki gunung berapi dengan jumlah kurang lebih 240 buah, di mana hampir
70 di antaranya masih aktif. Zone kegempaan dan gunung api aktif Circum Pasifik amat
terkenal, karena setiap gempa hebat atau tsunami dahsyat di kawasan itu, dipastikan
menelan korban jiwa manusia amat banyak.

Untuk mengetahui kapan gempa bumi akan terjadi merupakan pekerjaan yang sulit. Hal
ini dikarenakan gempa dapat terjadi secara tiba-tiba di manapun asalkan masih berada
dalam zona kegempaan bumi. Maka dari itu yang masih mungkin dilakukan adalah
melakukan sistem peringatan dini (early warning sytem) yang berfungsi sebagai “alarm”
darurat jika sewaktu-waktu datang gempa secara tak terduga. Implementasi sistem ini bisa
diterapkan dengan memasang rangkain seismograph yang tersambung dengan satelit.
National Ocean and Atmospheric Administration (NOAA) USA misalnya, telah
menggunakan sensor bernama DART (Deep Oceaan Assesment and Reporting) yang
mampu mengukur perubahan gelombang laut.

Alat-alat pendeteksi gempa langsung harus diletakkan pada daerah-daerah rawan gempa
seperti Aceh, Nabire, Alor, Bengukulu, pantai selatan Jawa, dan sejumlah daerah rawan
gempa lainnya. Alat-alat pendeteksi dipasang dipantau setiap hari oleh petugas teknis
yang berada di daerah bersangkutan, yang lalu mengirimkannya ke pusat untuk diolah
dan dianalisis lebih lanjut oleh para pakar yang memang ahli di bidangnnya.

Partisipasi Masyarakat dalam Tahap Perencanaan Partisipasi masyarakat dalam


tahap perencanaan kegiatan mitigasi bencana menunjukkan bahwa masyarakat terlibat
aktif dan peduli bahwa permasalahan bencana merupakan tanggungjawab bersama.
Masyarakat Desa Mranggen yang terlibat dalam perencanaan kegiatan mitigasi bencana
baik struktural maupun nonstruktural sebesar 63%. Masyarakat yang terlibat dalam
kegiatan perencanaan sebesar 60% aktif memberikan usulan dan masukan dalam
perencanaan kegiatan mitigasi bencana, diantaranya sebesar 81% mengusulkan jalur
evakuasi agar diaspal atau diperbaiki. Masyarakat yang terlibat pada tahap perencanaan,
sebagian besar terlibat dalam perencanaan pembangunan talud sebesar 92% dan jalur
evakuasi sebesar 100%, sedangkan untuk perencanaan kegiatan mitigasi non-struktural
masyarakat terlibat dalam perencanaan perumusan Prosedur Tetap PB sebesar 31,7%,
Prosedur Evakuasi sebesar 33,3%, Sosialisasi PB sebesar 41,3 % dan pembentukan
OPRB sebesar 35%.

Motivasi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan perencanan kegiatan mitigasi


bencana antara lain karena kesadaran sebesar 80%, ikut-ikutan sebesar 14% dan takut
sebesar 6%. Sebagian besar masyarakat motivasinya adalah kesadaran karena masyarakat
sadar bahwa kegiatan mitigasi bencana baik struktural maupun non-struktural harus
direncanakan sebaik mungkin agar memberikan manfaat yang optimal, serta efektif dan
efisien sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan kegiatan mitigasi bencana di


Desa Mranggen, yang berada pada tingkatan rendah sebesar 66%, tingkatan sedang
sebesar 32% dan yang berada pada tingkatan tinggi sebesar 2%. Berdasarkan data
tersebut, dapat diketahui bahwa sebesar 66% tingkat partisipasi masyarakat pada tahap

perencanaan tergolong dalam klasifikasi rendah, hal tersebut disebabkan karena


masyarakat yang terlibat dalam kegiatan perencanaan mitigasi bencana baik struktural
maupun non-struktural biasanya orang-orang tertentu contohnya perangkat desa beserta
seluruh kepala dusun dan tokoh masyarakat, yang dipandang memiliki kemampuan dan
pengetahuan lebih luas sehingga diharapkan dapat mewakili aspirasi dan kepentingan
seluruh masyarakat Desa Mranggen.

Partisipasi Masyarakat dalam Tahap Pelaksanaan Kegiatan pelaksanaan mitigasi


bencana baik struktural maupun non struktural di Desa Mranggen membutuhkan
dukungan dari semua lapisan masyarakat. Masyarakat Desa Mranggen yang terlibat
dalam kegiatan pelaksanaan mitigasi bencana sebesar 95%, diantaranya terlibat dalam
pembangunan talud sebesar 85% dan jalur evakuasi sebesar 91% untuk mitigasi
struktural, sedangkan untuk mitigasi nonstruktural masyarakat terlibat dalam pelaksanaan
perumusan prosedur tetap PB, prosedur evakuasi, sosialisasi PB dan OPRB, masing-
masing memiliki persentase kurang dari 50% karena biasanya yang merumuskan dan
mengikuti kegiatan adalah pihak tertentu yaitu kepala desa beserta perangkatnya termasuk
seluruh kepala dusun dan tokoh masyarakat.

Sumbangan yang diberikan oleh masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan mitigasi


bencana berupa tenaga sebesar 100%, sumbangan dana sebesar 38% dan sumbangan
ide/gagasan sebesar 34%. Motivasi masyarakat Desa Mranggen yang terlibat dalam
kegiatan pelaksanaan kegiatan mitigasi bencana antara lain karena kesadaran sebesar
84%, ikut-ikutan sebesar 13% dan takut sebesar 3%. Motivasi masyarakat sebagian besar
karena kesadaran (84%), hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Desa Mranggen
dalam pelaksanaan kegiatan mitigasi bencana masih menjunjung tinggi nilai gotong
royong antar sesama warga.

Tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan kegiatan mitigasi bencana di


Desa Mranggen berada pada tingkatan rendah sebesar 5%, tingkatan sedang sebesar 64%
dan yang berada pada tingkatan tinggi sebesar 31%. Berdasarkan data tersebut, dapat
diketahui bahwa tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan, sebagian besar
berada pada tingkatan sedang (64%), hal tersebut disebabkan karena masyarakat Desa
Mranggen masih menjaga nilai gotong royong dan kerjasama sehingga mereka tidak
merasa terpaksa terlibat dalam kegiatan pelaksanaan mitigasi bencana baik struktural
maupun non-struktural.

Partisipasi Masyarakat dalam Tahap Pemanfaatan dan Pemeliharaan


Masyarakat wajib ikut serta dalam pemeliharaan berbagai upaya mitigasi bencana baik
struktural maupun non-struktural yang dilaksanakan di daerahnya. Berdasarkan penelitian
yang telah dilaksanakan, seluruh masyarakat terlibat dalam pemanfaatan berbagai
kegiatan mitigasi bencana. Upaya mitigasi struktural yang sebagian besar dimanfaatkan
masyarakat adalah talud sebesar 83% dan jalur evakuasi sebesar 96%. Upaya mitigasi
non-struktural yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah sosialisasi
penanggulangan bencana sebesar 60%. Kegiatan sosialisasi bermanfaat bagi masyarakat
sebagai upaya peningkatan penyadaran dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi
ancaman bencana.

Masyarakat yang terlibat dalam pemeliharaan berbagai kegiatan mitigasi bencana


Desa Mranggen sebesar 88%. Partisipasi masyarakat dalam pemeliharan sebagian besar
adalah melarang truk pengangkut pasir melewati jalur evakuasi, agar aspal tidak cepat
rusak sebesar 78%. Motivasi masyarakat Desa Mranggen yang terlibat pada tahap
pemanfaatan dan pemeliharaan antara lain karena kesadaran sebesar 83%, ikut-ikutan
sebesar 13% dan takut sebesar 4%.

Sebesar 92% masyarakat Desa Mranggen memiliki tingkat partisipasi yang tinggi
pada tahap pemanfaatan dan pemeliharaan berbagai upaya mitigasi bencana baik
struktural maupun non-struktural. Masyarakat dengan tingkat partisipasi sedang sebesar
8%, sehingga tidak ada masyarakat yang tingkat partisipasinya rendah. Sebagian besar
masyarakat tingkat partisipasinya tinggi karena mereka sadar bahwa berbagai upaya
mitigasi bencana harus dijaga dan dipelihara agar memberikan manfaat yang lebih lama.
Partisipasi Masyarakat dalam Tahap Evaluasi Partisipasi masyarakat dalam tahap evaluasi
merupakan tahap dimana masyarakat terlibat dalam kegiatan mitigasi bencana untuk
memberikan penilaian terhadap berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan, apakah sudah
sesuai dengan kebutuhan atau masih ada yang harus diperbaiki. Masyarakat yang terlibat
dalam kegiatan evaluasi mitigasi bencana sebesar 65%. Masyarakat yang terlibat dalam
kegiatan evaluasi, sebesar 48% terlibat aktif dalam memberikan usulan/masukan
diantaranya sebesar 87% mengusulkan jalan dusun menuju jalur evakuasi harus di aspal
atau diperbaiki (dicor), sebesar 64% mengusulkan agar kegiatan sosialisasi
penanggulangan bencana harus dilakukan secara kontinyu dan tepat sasaran. Motivasi
masyarakat Desa Mranggen terlibat dalam kegiatan evaluasi mitigasi bencana antara lain
karena kesadaran sebesar 81%, ikut-ikutan sebesar 11% dan takut sebesar 8%.

Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar motivasi masyarakat yang terlibat
dalam kegiatan evaluasi adalah kesadaran (81%), artinya mereka memiliki kepedulian
tinggi terhadap hasil kegiatan yang dilaksanakan di desanya. Sebesar 53% masyarakat
Desa Mranggen memiliki tingkat partisipasi yang tinggi pada tahap evaluasi sehingga
menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kepedulian dan kesadaran untuk menindak
lanjuti berbagai kegiatan yang dilaksanakan. Masyarakat dengan tingkat partisipasi
sedang sebesar 11%, dan masyarakat yang tingkat partisipasinya rendah sebesar 36%.

Keterlibatan masyarakat pada tahap evaluasi, tujuannya adalah meningkatkan


kemampuan masyarakat untuk menilai kesesuaian maupun kekurangan terhadap hasil
kegiatan mitigasi bencana, apakah sesuai kebutuhan ataukah belum. Apabila belum maka
kegiatan evaluasi ini, dapat digunakan sebagai pedoman perencanaan kegiatan mitigasi
bencana di masa depan agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Kawasan rawan bencana adalah Suatu kawasan atau wilayah yang memiliki ancaman atau
gangguan baik yang disebabkan oleh faktor alam,faktor non alam dan faktor social yang
mana semua itu mengakibatkan korban jiwa,kerusakan lingkungan,kehilangan harta
benda serta dampak psikologis.Macam-macam kawasan rawan bencana ada 3 kawasan
yaitu kawasan perbukitan,kawasan dataran dan kawasan pesisir pantai.

Penyebab kawasan rawan bencana antara lain meningkatnya jumlah penduduk,kurangnya


pemahaman tentang penyebab bencana,kurangnya kesadaran masyarakat tentang bahaya
pembuangan sampah sembarangan. Mitigasi-mitigasi bencana dapat dilakukan sejak dini
supaya bisa meminimalisir kerugian yang di alami akibat dari bencana. Akibat yang
ditimbulkan adalah berupa korban jiwa,kerusakan lahan,kerugian harta benda,serta
dampak psikologis.Contoh kawasan bencana dapat dilihat di Indonesia.

Você também pode gostar